Anda di halaman 1dari 5

Senin 25 Januari 2021 – PSIKOLOGI - BIOPSIKOLOGI

Dosen : Mukhadiono, SST.,MH

 PENDAHULUAN

Psikologi -> psikologi faal -> teori + penerapan -> BIOPSIKOLOGI

Biopsikologi adalah cabang ilmu yang mempelajari mengenai mekanisme perilaku dan pengalaman dari sisi
fisiologi, evolusi, serta perkembangan.

MANUSIA pada dasarnya mewarisi sifat-sifat fisik dari orang tuanya, atau juga nenek dan kakeknya secara
genetik, ciri-ciri ini nampak pada :

 Tinggi Badan  Keadaan rambut (lurus/keriting)


 Warna Kulit  Ketebalan bibir, Dsb.
 Warna Mata

Demikian pula ahli Biopsikologi melihat bahwa sifat dan tingkah laku manusia juga mengalami pewarisan
daripada induk asal, sebagai contoh adalah sifat :

 Pendiam VS Talkactive (aktif berbicara)


 Dominan VS Pasif

 TUJUAN

BIOPSIKOLOGI -> memahami -> PERILAKU (ASPEK BIOLOGIS)

 Keterkaitan Biologi dengan Kajian Biopsikologi (Bonner (dalam Sarwono, 1997:17))

BIOLOGI PSIKOLOGI
Biologi adalah ilmu yang objektif Psikologi merupakan ilmu yang subjektif
Biologi mempelajari manusia sebagai jasad atau objek Psikologi disebut ilmu subjektif karena mempelajari
pengindraan (sensation) dan persepsi manusia
sehingga manusia dianggap sebagai subjek atau
perilaku, bukan objek
Mempelajari fakta yang dipelajari perilaku secara Psikologi merupakan ilmu yang subjektif
“molar” (perilaku penyesuaian diri secara
menyeluruh), mempelajari perilaku manusia secara
“molekular”, yaitu mempelajari molekul-molekul
(bagian-bagian) dari perilaku berupa gerakan, reflex,
proses ketumbuhan, dan sebagainya

 PENGERTIAN

BIOPSIKOLOGI adalah cabang dari Ilmu Saraf yang berkaitan dengan segi biologis dari perilaku.
Beberapa ahli menyebutnya dengan "psikobiologi" atau "perilaku biologis" atau "Behavioral Neuroscience“
karena menitik beratkan pada pendekatan biologi dalam memahami psikologi. Jadi Psikologi Faal dalam
perkembangan baru juga disebut dengan BIOPSIKOLOGI.
Sejak Psikologi lahir, pendekatan secara biopsikologi secara implisit sudah diungkapkan, namun secara
eksplisit baru muncul pada karya D.O. Hebb (1949), "Organization of Behavior". Dalam karyanya tersebut,
Hebb mengemukakan teori yang komprehensif tentang fenomena psikologi yang berkaitan dengan persepsi,
emosi, pikiran dan memori yang mungkin dikontrol melalui aktivitas otak. Teori tersebut merupakan salah satu
dasar yang penting dalam menguraikan dan mengkonkritkan pembahasan tentang perilaku manusia yang
kompleks dan kasat mata.

Meskipun BIOPSIKOLOGI tergolong ilmu yang masih muda, namun ia memiliki perkembangan yang
cepat dan memiliki kaitan yang erat dengan disiplin ilmu yang lain, diantaranya :

1) Biological Psychiatry 5) Neuroendocrinology


2) Developmental Neurobiology 6) Neuroethology
3) Neuroanatomy 7) Neuropathology
4) Neurochemistry 8) Neuropharmacology

 Biological Psychiatry : Membahas tentang biologi yang berkaitan dengan penyimpangan psikiatris dan
perlakuan (treatment)terhadap penyimpangan tersebut melalui manipulasi otak.Neurophysiology.
 Developmental Neurobiology : Membahas tentang perubahan sistem saraf sejalan dengan kemasakan dan usia;
neurobiology biasa juga disebut dengan neuroscience.
 Neuroanatomy : Mempelajari tentang struktur atau anatomi sistem saraf.
 Neurochemistry : Mempelajari proses-proses kimiawi yang muncul akibat aktivitas saraf, terutama proses yang
mendasari transmisi sinyal melalui sel-sel saraf.
 Neuroendocrinology : Mempelajari interaksi antara sistem saraf dengan kelenjar-kelenjar endokrin dan
hormon-hormon yang diproduksinya.
 Neuroethology : Mempelajari kaitan antara sistemsaraf dan perilaku yang muncul dalam lingkungan alami
hewan dan dalam lingkungan laboratorium yang dikontrol ketat.
 Neuropathology : Mempelajari penyimpangan sistem saraf.
 Neuropharmacology : Mempelajari efek obat-obatan pada sistem saraf, terutama yang mempengaruhi
transmisi sel saraf.
 Neurophysiology : Mempelajari respon sistem saraf, terutama yang terlibat dalam transmisi sinyal elektronik
melalui sel-sel saraf dan antara sel-sel saraf.

 PERILAKU BIOLOGIS

Tendensi manusia adalah untuk berpikir secara dikotomi, baik-buruk, benar-salah, menarik tidak
menarik, dan sebagainya. Ini adalah dari berpikir yang sederhana. Demikian juga halnya bila kita
dihadapkan pada masalah perilaku,pertanyaan yang biasa muncul adalah :

1) Apakah perilaku itu bersifat psikologis atau fisiologis?

Pendapat ini muncul sejak zaman Renaissance dimana ilmu-ilmu yang ada berkembang berdasarkan
pemikiran dan dogma-dogma yang belum dibuktikan lewat kenyataan.

Menurut dogma-dogma yang berlaku saat itu, perilaku manusia semata-mata disebabkan oleh hukum
alam (faktor fisiologis). Beberapa ahli ilmu pengetahuan ingin membuktikan fenoma perilaku melalui
kenyataan dan bukan melalui dogma dan pemikiran filsafati. Pada zaman renaissance tersebut sering terjadi
bentrokan pendapat antara ahli yang berpikiran modern dan berpikiran dogmatis.
Sampai muncul Rene Descartes (dibaca: Day Cart) yang menjembatani kedua perbedaan tersebut
dengan menyatakan bahwa dunia ini terdiri dari dua elemen utama, yaitu :

 Benda benda Fisik, atau benda-benda yang perilakunya disesuaikan dengan hukum alam dan dapat
dijadikan objek penelitian ilmiah,
 Pikiran Manusia (jiwa atau spirit) yang tidak berkaitan dengan benda fisik tetapi mengkontrol perilaku
manusia. Menurut Descartes, bagian tubuh manusia, termasuk didalamnya adalah otak, adalah bagian tubuh
yang sifatnya sangat fisika, oleh karena itu adalah perbedaan antara otak dan pikiran manusia. Otak bersifat
sangat fisik, sedangkan pikiran manusia yang mengontrol perilaku bersifat psikologis.
2) Apakah perilaku itu hasil keturunan atau hasil belajar?

Perdebatan mengenai perilaku itu hasil keturunan atau hasil belajar sudah banyak dikenal melalui
konsep nature (alami/keturunan) vs. nurture (hasil pengaruh lingkungan/belajar).

Penelitian John B. Watson (bapak behaviorism) menunjukkan bahwa bayi-bayi keturunan penipu,
perampok, pembunuh, dan pelacur dapat tumbuh tanpa sama sekali menunjukkan perilaku yang mirip
dengan orang tuanya apabila diasuh dalam lingkungan yang sama sekali berbeda dengan lingkungan
orangtuanya.

Sebaliknya, anak seorang pengusaha yang pintar dan sukses dapat menjadi sangat bodoh dan tumbuh
menjadi perampok apabila dibesarkan dalam lingkungan yang buruk.

Berlawanan dengan pendapat tersebut, para ahli Eropa yang menganut paham Ethology (adalah istilah
dari suatu cabang ilmu Zoology yang mengkaji tentang perilaku hewan) menyatakan bahwa perilaku
didasarkan pada instinctive behavior, yaitu perilaku yang umumnya muncul pada spesies yang sama
meskipun tidak ada kesempatan untuk mempelajari perilaku itu terlebih dahulu.

 Contohnya perilaku menghisap pada bayi. Meskipun pada perkembangannya perilaku instinktif ini kurang
banyak dianut orang, tetapi kondisi inilah yang menandai perkembangan awal psikologi.

 OBYEK KAJIAN BIOPSIKOLOGI

 Manusia dan nonmanusia


Keunggulan manusia sebagai objek kajian adalah manusia dapat mengikuti intruksi dengan baik, manusia dapat
melaporkan pengalaman subjektifnya, dan mudah dibersiahkan namun sebagai manusia kita memiliki barbagai
etika yang tidak bisa dilanggar yakni manusia tidak bisa jadi objek penelitian yang eksperimental. 
 Eksperimen dan noneksperimen
Ekperimen adalah metode yang digunakan para ilmuan untuk menemukan apa penyebab dari suatu peristiwa.
Untuk melaksanakan suatu eksperimen yang melibatkan mahluk hidup, eksperimen itu pertama harus
merancang dua kondisi atau lebih yang para subjeknya harus di tes.
 Penelitian murni atau terapan
Penelitian murni adalah penelitian yang dimaksudkan oleh sang peneliti untuk memperoleh pengetahun,
penelitian murni menurut para ilmuan memiliki manfaat praktis yang lebih besar dibandingkat terapan.
Penelitian terapan adalah peneliatian untuk mendapatkan menfaat langsung bagi manusia. biasanya tidak
memiliki manfaat langsung yang praktis.
 DEFINISI PERILAKU DALAM ILMU BIOPSIKOLOGI

 Fisiologis : Mengaitkan perilaku dengan aktivitas otak dan organ tubuh lainnya. Barkaitan erat dengan sistem
tubuh.
Contoh : Reaksi kimia yang menyebabkan hormon bekerja dan mempengaruhi aktivitas otak yang pada
akhirnya mengendalikan kontraksi otak.
 Ontogoni : Ontogeni berasal dari bahasa Yunani -> ‘menjadi’, ‘asal muasal’ (permulaan). Menggambarkan
perkembangan sebuah struktur ataupun perilaku. Penjelasan ini melihat adanya pengaruh gen, nutrisi,
pengalaman, serta interaksi kesemuanya dalam membentuk suatu perilaku.
Contoh : Kemampuan meredam sebuah impuls terlatih semenjak balita hingga masa remaja, terjadi seiring
dengan tahapan perkembangan sisi depan otak.
 Evolusi : Berhubungan dengan sejarah evolusi suatu struktur atau perilaku.
Contoh : Merasa takut -> merinding -> rambut halus di tengkuk dan lengan akan menegak -> terjadi pada
leluhur manusia.
 Struktur Sistem Saraf
Sistem syaraf pusat (SSP) Terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, dimana masing-masing organ tersebut
memiliki struktur-struktur penyusun yang lebih kecil.
Sistem syarf tepi (SST) Adalah semua saraf selain yang ada di otak dan sumsum tulang belakang.

 MASALAH-MASALAH YANG TIMBUL DARI CARA BERPIKIR DIKOTOMI

1) Berpikir dikotomi mengenai perilaku yang disebabkan oleh faktor psikologis atau fisiologis

Cara berpikir dikotomi mengenai perilaku yang semata-mata disebabkan oleh faktor psikologis dapat
menimbulkan masalah karena proses psikologis yang paling kompleks sekalipun (memori, emosi) dapat
tidak berlangsung apabila terjadi kerusakan otak (fisiologis).

Sebaliknya, yang memiliki pendapat bahwa perilaku semata-mata disebabkan oleh faktor fisiologis
juga dapat menjadi masalah, karena pada kenyataannya banyak perilaku-perilaku makhluk hidup (non
manusia) yang bisa menyerupai manusia meskipun secara fisiologis berbeda dengan manusia.

Kedua masalah yang timbul di atas (sebab psikologis dan sebab fisiologis) sebenarnya bermuara pada
satu masalah utama yang menyebabkan perilaku, yaitu self-awareness (kesadaran diri).

Contoh kesadaran diri yang berkaitan dengan perilaku tidak semata-mata disebabkan oleh aspek
psikologis dapat dijelaskan melalui fenomena asomatognosia, yaitu kurangnya kesadaran terhadap bagian
tubuhnya sendiri, yang umumnya dialami oleh individu yang mengalami kerusakan pada bagian kanan
lobus parietal-nya sehingga bagian tubuh sebelah kirinya tidak dirasakan. Contohnya kasus "orang yang
terjatuh dari tempat tidur" (Sacks, 1985; Pinel 1993).

Asomatognosia : Kegagalan dalam mengenali bagian tubuhnya sendiri.

Seorang pasien yang mengalami asomatognosia dirawat di sebuah rumah sakit. Sebagai pembuktian
kesadaran diri terhadap kakinya, Sacks meletakkan sebuah potongan kaki orang lain yang menjadi korban
kecelakaan disamping tempat tidur pasien tersebut ketika ia tertidur lelap.
Saat terbangun, ia begitu kaget melihat sepotong kaki yang mengerikan terletak ditempat tidurnya, ia
lalu melemparkan kaki itu dan berteriak, "Dokter... kaki siapa yang mengerikan itu?". Sacks menjawab, "Itu
kakimu, apakah kamu tidak tahu bahwa itu kakimu sendiri". Pasien itu kemudian turun dari tempat tidur
dan berjalan ke tempat kaki yang tadi dibuangnya dan dipegangnya kaki itu, "Ah dokter cuma bercanda!",
Sacks menjawab, "Lihat itu benar-benar kakimu, tetapi kalau kamu merasa itu bukan kakimu lalu dimana
kakimu yang sebenarnya?", pasien terlihat agak bingung dan kemudian ia menjawab "saya tidak tahu...
dimana kaki saya dokter?, saya tidak menemukannya, kaki saya hilang, kaki saya hilang ". (Pinel, 1993).

2) Berpikir Dikotomi Mengenai Perilaku Yang Disebabkan Oleh Faktor Nature atau Nurture

Pada kenyataannya bukan hanya faktor nature dan nurture saja yang mempengaruhi perkembangan
perilaku, perkembangan janin, nutrisi, stress, dan stimulasi sensoris juga memegang peranan penting dalam
perkembangan perilaku. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa perkembangan perilaku bukan hanya
dipengaruhi oleh faktor genetik tetapi juga oleh faktor lingkungan (termasuk didalamnya proses belajar dan
pengalaman). Oleh karena itu pertanyaan yang muncul dalam cara berpikir dikotomi yang mempertanyakan
apakah faktor genetik atau faktor belajar yang berperan, berubah menjadi "berapa besar peran faktor
genetik dan berapa besar peran faktor lingkungan dalam perkembangan perilaku?". Tetapi pertanyaan
seperti ini sebenarnya tidak akan pernah terjawab dan hanya sebuah pertanyaan konyol karena pada
kenyataannnya kapasitas perilaku, contohnya seperti inteligensi, tercipta melalui kombinasi faktor genetik
dan pengalaman yang perannya sama besar.

Analoginya dapat kita lihat pada contoh berikut ini:

Ada seorang mahasiswi yang menanyakan kebenaran hasil sebuah penelitian yang menyatakan bahwa
1/3 bagian inteligensi dipengaruhi faktor genetik dan 2/3 bagiannya dipengaruhi faktor pengalaman. Pada
mahasiswi tersebut kemudian diberikan pertanyaan. Apabila kita mendengarkan sebuah musik yang sangat
indah dan menyentuh hati kita, maka apa yang akan kita perbuat untuk mengetahui lebih lanjut tentang
musik tersebut, manakah cara yang paling tepat, apakah kita akan menanyakan pemain musiknya ataukah
kita akan bertanya pada alat musiknya? Mahasiswi tersebut tertawa dan menjawab bahwa hal tersebut tidak
mungkin untuk dijawab karena musik yang kita dengar adalah hasil kombinasi antara keindahan bunyi yang
dihasilkan oleh alat musik dan keahlian pemusik dalam memainkannya.

Demikian pula halnya dengan faktor genetik dan faktor pengalaman yang mempengaruhi inteligensi.
lnteligensi adalah hasil kombinasi antara :

1. Evolusi mempengaruhi faktor genetik yang berpengaruh pada perilaku.


2. Setiap gen individu mengembangkan sistem saraf yang memiliki karakteristik sendiri.
3. Perkembangan sistem saraf tiap individu tergantung pada interaksinya dengan lingkungan (contoh
pengalaman).
4. Kapasitas dan tendensi perilaku individu tergantung pada pola aktivitas neural yang khas, misalnya pikiran,
perasaan, memori, dan sebagainya.
5. Perilaku tiap individu muncul dari interaksi antara pola aktivitas neural dan persepsi individu terhadap
situasi saat itu.
6. Keberhasilan perilaku individu memungkinkan gen yang mengandung perilaku untuk diturunkan pada
generasi selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai