Anda di halaman 1dari 23

BAB III

LANDASAN TEORI

A. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebasatau Free Trade Zone

(FTZ)

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau Free Trade

Zone (FTZ) didefinisikan sebagai suatu kawasan yang berada dalam wilayah

hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah

pabean, sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai

(PPN), PPnBM, dan cukai.11 Pengembanganatau Free Trade Zone (FTZ) di

desain untuk mengembangkan beberapa sektor perekonomian, seperti

perdagangan, jasa, dan manufaktur, dan di tujukan untuk meningkatkan daya

saing produk ekspor Indonesia di pasar internasional. Pada tahun 1970

Pelabuhan Sabang dan Batam di tetapkan oleh undang-undang sebagai

kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebasatau Free Trade Zone (FTZ).

Sementara itu, pada Tahun 2007 Pulau Batam, Bintan, dan Karimun di

Provinsi Kepulauan Riau ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas

atau Free Trade Zone (FTZ).

Free Trade Zone (FTZ) juga dapat didefinisikan sebagai suatu kawasan

dengan batas-batas fisik yang jelas sehingga berakses terbatas di dalam

wilayah atau suatu negara, yang terkecuali dari peraturan pabean setempat dan

fungsi sebagai sarana perdagangan bebas, bongkar muat, dan penyimpanan

11
Hidayat, Syarif dan Agus Syarop Hidayat. 2010. Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK).(Jakarta : Rajawali Pers,) Hal. 56

36
37

barang, serta manufacturing dengan atau tanpa pagar pembatas, dengan akses

terbatas yang di jaga petugas bea dan cukai.12

Kawasan Perdagangan bebas dan pelabuhan bebasatau Free Trade Zone

(FTZ) dapat didefinisikan sebagai suatu konsep ekonomi dimana lalu lintas

transaksi perdagangan antar bangsa dilakukan secara bebas tanpa hambatan,

tidak lagi dibatasi dan dibebani dengan yang disebut dinding tarif, bea masuk,

sistem kuota maupun prosedur pabean yang rumit dan berbelit-belit.13

Perdagangan bebas juga bisa diartikan sebagai perdagangan internasional

yang bebas dari campur tangan pemerintah pusat maupunbirokrasi setempat.14

Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau Free Trade Zone

(FTZ) adalah kawasan tertentu dimana diberlakukan ketentuan khusus di

bidang kepabeanan, perpejakan, perizinan, keimigrasian, dan ketenagakerjaan

(PP No.48 Tahun 2007).15

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebasatau Free Trade Zone

ialah suatu wilayah yang luas tanpa pembatas yang jelas (pagar) yang di

dalamnya terdapat wilayah-wilayah tertentu untuk kegiatan perekonomian.

Batas Wilayah dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

ditetapkan dalam Peraturan Presiden. Pengaturan Free Trade Zone dilakukan

oleh Undang-undang No. 44 Tahun 2007 Tentang Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ).

12
Badan Pengawasan Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Karimun,
Laporan Kajian Ilmiah, op, cit, h. 2
13
Mohctar Mas’oed, Ekonomi Politik Internasional dan Pembangunan . Yogyakarta. :
Pustaka Pelajar) h. 22
14
www.dictionary.com
15
Peraturan Pemerintah No.48 tahun 2007
38

Pada tanggal 25 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

melakukan penandatanganan kerja sama pembentukan Kawasan perdaganngan

bebas dan pelabuhan bebas bersama Perdana Menteri Singapura Lee Hsien

Loong di Turi Beach Resort. Wilayah Free Trade Zone yang diterapkan di

pulau Batam, pulau Bintan dan pulau Karimun tentu akan menjadi pilot

project bagi daerah lain di Indonesia. Payung hukum bagi wilayah atau Free

Trade Zone (FTZ) ialah Undang-undangNo. 44 Tahun 2007 sebagai

Perubahan Atas Undang-Undang No. 36Tahun 2000 tentang Penetapan

Perppu No.1 Tahun 2000 tentang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

atau Free Trade Zone (FTZ)

Menurut Wendi Aritonang, manfaat langsung dari perdagangan bebas

adalah:16 “Penanaman modal asing, terciptanya lapangan kerja, penyediaan

sarana industri berkualitas dengan biaya murah karena terkonsentrasi di suatu

kawasan, dan peningkatan pendapatan devisa negara.”

Michael P. Todora berpendapat, ada tiga manfaat perdagangan bagi suatu

negara, yaitu :17

1. Perdagangan merupakan pengerak pertumbuhan ekonomi penting.

2. Perdagangan cenderung untuk mendorong keadilan internasional dan

domestik secara lebih merata dengan meningkat pendapatan riil negara-

negara yang berdagang dan menjadikan penguna persediaan sumber daya

di setiap negara menjadi lebih efesien.

16
Ibid, halaman. 23.
17
Ibid.
39

3. Perdagangan membantu negara untuk mencapai tujuan pembangunan

dengan meningkatkan peranan sektor ekonomi yang mempunyai

keunggulan komparatif, baik efesiensi pengunaan tenaga kerja maupun

karena faktor produksi.

Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau Free Trade Zone

(FTZ) meliputi wilayah pulau Batam, pulau Bintan dan Pulau Karimun.

Tujuan dari pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

atau Free Trade Zone (FTZ) di wilayah ini ialah untuk :

a. Peningkatan investasi.

b. Penyerapan tenaga kerja.

c. Peningkatan penerimaan devisa dari ekspor.

d. Peningkatan daya saing.

e. Peningkatan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayanan dan kapital bagi

peningkatan ekspor.

f. Untuk mendorong terjadinya alih teknologi.

Fasilitas bebas yang diberikan di Kawasan perdagangan bebas dan

pelabuhan bebasatau Free Trade Zone (FTZ):

a. Bea Masuk.

b. PPN dan PPnBM.

c. Cukai.

d. Bagi pengusaha yang telah mendapat izin dari Badan Pengusahaan.

e. Untuk kebutuhan penduduk di kawasan.


40

Prinsip dan Syarat pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ):

a. Kawasan merupakan wilayah hukum NKRI.

b. Jangka waktu kawasan 70 tahun.

c. Fasilitas diberikan kepada pengusaha yang telah mendapat izin dari Badan

Pengusahaan.

d. Pengusaha hanya dapat memasukan barang ke kawasan yang berhubungan

dengan kegiatan usahanya.

e. Jumlah dan jenis barang yang diberikan fasilitas ditetapkan oleh Badan

Pengusahaan.

f. Kawasan berfungi sebagai tempat mengembangkan usaha usaha dibidang :

1. Perdagangan. 7. Pos dan Telekomunikasi.

2. Jasa. 8. Perbankan.

3. Industri. 9. Asuransi.

4. Pertambangan dan Energi. 10.Pariwisata.

5. Transportasi. 11.Bidang-Bidang Lainnya.

6. Maritim dan Perikanan.

g. Fungsi Tersebut Meliputi:

1. Kegiatan manufaktur; rancang bangun; perekayasaan; penyortiran;

pemeriksaan awal; pemeriksaan akhir; pengepakan dan pengepakan

ulang atas barang dan bahan baku dari dalam dan luar negeri;

pelayanan perbaikan atau rekondisi permesinan dan peningkatan

mutu.
41

2. Penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana air dan sumber

air; prasarana dan sarana perhubungan, termasuk pelabuhan laut

danbandar udara; bangunan dan jaringan listrik; pos dan

telekomunikasi, serta prasarana dan sarana lainnya.

Karimun telah melakukan berbagai upaya persiapan yakni:

a. Penyediaan Lahan untuk kawasan Industri dan beberapa kawasan untuk

pariwisata, pertanian dan perikanan.

b. Membentuk Pelayanan Badan Terpadu, di bidang Perizinan untuk

mempercepat proses dan prosedur berinvestasi dengan persyaratan tarif

dan jangka waktu perizinan yang jelas (Cheaper, Clear, Faster).

c. Membangun Infrastruktur Pendukung (Listrik, Air, Telekomunikasi,

Jalan) untuk memudahkan Investor melakukan Investasi.

Karimun memiliki total 251 pulau, yang hanya 54 yang di diami dan

197 menunggu pengembangan lebih lanjut. Pulau ini memiliki kepentingan

geografis yang strategis karena terletak di barat daya Singpore dan barat

Batam sepanjang selat malaka, jalur pelayaran Internasional. Dengan

kebijakan pembangunan Nasional. Karimun sekarang diposisikan sebagai

sebuah pulau dengan potensi tinggi untuk investasi, terutama di galangan

kapal, manufaktur, pariwisata, pertanian, perdagangan dan kegiatan komersial

lainnya.

Pengertian Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebasatau Free

Trade Zone (FTZ) adalah suatu kawasan yang berada di wilayah hukum

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean


42

sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak

penjualan atas barang mewah dan cukai.

Di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebasatau Free

Trade Zone (FTZ) dilakukan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi, seperti

sektor perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata

dan bidang-bidang lain yang ditetapkan dalam Undang-undang Pembentukan

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No.48 Tahun 2007 Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ) adalah

kawasan tertentu dimana diberlakukan ketentuan khusus di bidang

kepabeanan, perpejakan, perizinan, keimigrasian, dan ketenagakerjaan.

Sedangkan Kawasan Berikat dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah

dengan batasan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang impor

dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, yang

akan digunakan sebagai input dalam proses produksi barang ekspor. Fokus

dari Kawasan Berikat adalah untuk mendorong ekspor melalui peningkatan

daya saing ekspor karena efisiensi produksi. Pulau Batam adalah contoh dari

baikatau Free Trade Zone (FTZ) maupun Kawasan Berikat. Bagian

berikutnya dalam laporan ini akan memberikan penjelasan yang lebih

mendalam mengenai Kawasan Berikat dan pengalaman pengembangan

Batam sebagai Kawasan Khusus.


43

B. Dasar Hukum Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas atau

Free Trade Zone (FTZ)

Dasar hukum Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau

Free Trade Zone (FTZ) adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undang No. 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan atau Free Trade Zone (FTZ) sebagaimana telah ditetapkan menjadi

Undang-undang melalui Undang-undang No. 36 Tahun 2000.

1. Undang-Undang No. 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2007 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No. 36 Tahun 2000 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2000

tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebasatau Free

Trade Zone (FTZ) menjadi undang-undang.

2. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2007 tentang Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun atau Free Trade

Zone (FTZ).

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 10 Tahun 2012 tentang

Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan dan Cukai Serta Tata Laksana

Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di

Kawasan yang Telah ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas

dan Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ).


44

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang

Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun

Free Trade Zone (FTZ).

5. Peraturan Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

atau Free Trade Zone (FTZ) Karimun No. 02 Tahun 2008 tentang

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Karimun Free Trade Zone (FTZ)

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012 Tentang Tata

laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan

Yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan

Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ) dan Pembebasan Cukai

Dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

No. 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

atau Free Trade Zone (FTZ) sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-

undang melalui Undang-undang No. 36 Tahun 2000 disebutkan bahwa jangka

waktu suatu Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan bebasatau Free

Trade Zone (FTZ) adalah 70 (tujuh puluh) tahun terhitung sejak ditetapkan

sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebasatau Free Trade

Zone (FTZ). Jangka waktu 70 tahun ini dimaksudkan untuk memberikan

rangsangan kepada para penanam modal luar negeri maupun dalam negeri

untuk melakukan kegiatan ekonomi dan perdagangan di Kawasan

Perdagangan Bebasatau Free Trade Zone (FTZ), dan untuk meningkatkan

persaingan sehat dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional melalui


45

peningkatan devisa dari Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal

Dalam Negeri.

C. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau Spesial Ekonomic Zone (SEZ)

Sekarang ini ada beberapa tulisan yang membahas mengenai

Special Economic Zone (SEZ) baik pengertian, tujuan dan bagaimana

penerapannya di berbagai negara seperti di Asia. Special Economic Zone

(SEZ) sendiri memiliki pengertian yang menurut Masami Ishida merupakan

sebagai wilayah geografis tertentu dengan hukum ekonomiyang lebih liberal

daripada hukum ekonomi sebuah negara. Sedangkan menurut WeiGe, dari

perspektif luas, Special Economic Zone (SEZ) dapat dicirikan yang secara

umum, sebagai daerah geografis dalam wilayah sebuah negara dimana

kegiatan ekonomi jenis tertentu dipromosikan oleh seperangkat instrumen

kebijakan yang tidak umum berlaku ke seluruh negara. Secara kelembagaan,

keberadaan Special Economic Zone (SEZ) mencerminkan fakta bahwa

pemerintah tuan rumah melakukan kebijakan ekonomi sedemikian rupa yang

membedakan cara kegiatan ekonomi pada wilayah geografis tertentu dalam

negara tersebut.

Pada dasarnya Special Economic Zone (SEZ) dikembangkan melalui

penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategic

dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan

kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan berdaya saing

internasional. Untuk ide ini di inspirasi dari keberhasilan beberapa Negara

yang lebih dulu mengadopsinya, seperti Cina dan India.


46

Dari data empiris memberikan gambaran, dibentuknya Special Economic

Zone (SEZ) di negara tersebut telah mampu menarik investasi asing dan

menciptakan lapangan kerja.18 Hal itu tak lain karena adanya kemudahan yang

diperoleh para investor di bidang fiskal, seperti perpajakan dan kepabeanan,

bahkan kemudahan di bidang non-fiskal, seperti: birokrasi, pengaturan khusus

dibidang ketenagakerjaan dan keimigrasian, serta pelayanan yang efisien dan

tertib di dalam kawasan.

Kawasan ekonomi khusus (KEK) atau Special Economic Zone (SEZ)

adalah wilayah geografis yang memiliki peraturan ekonomi khusus yang lebih

leberal dari peraturan ekonomi yang belaku di suatu negara. Kawasan

ekonomi khusus memiliki jenis wilayah yang lebih khusus mencangkup

daerah perdagangan bebas Free Trade Zone (FTZ), Daerah Penanganan

Ekspor – Eksport Processing Zones (EPZ) Daerah Bebas – Free Zones (FZ)

kawasan industri dan pelabuhan bebas.

Pada umumnya sasaran penerapan KEK adalah untuk meningkatkan

investasi asing di suatu negara dengan menyediakan berbagai insentif berupa :

1 Insentif perpajakan berupa: PPN, PPnBM, PPh Pasal 22,dan Tax

Holiday.

2 Insentif kepabean berupa pembebasan atau pengurangan tarif dan

penyederhanaan prosedur : cukai, bea masuk.

3 Insentif penanaman modal dengan menyederhanakan syarat dan

prosedur.
18
Ayu Prima Yesuari, “Mengenal Kawasan Ekonomi Khusus”, artikel terhadap dalam
http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/edisi3d.pdf, diakses 2 Oktober 2013,
jam 22.12 WIB.
47

4 Insentif perlindungan lingkungan hidup.

Selain Indonesiatelah banyak negara yang berusaha menarik investor asing

dengan menerapkan Special Economic Zone (SEZ) untuk menggairahkan

perekonomian negara tersebut. Diantara banyaknya Special Economic Zone

(SEZ) ada yang berhasil mengalami pertumbuhan dengan pesat dan fantastis

seperti Shenzen di Republik Rakyat Cina dan ada yang gagal total sama

sekali seperti korea utara.

Tujuan dari Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus atau Special

Economic Zone (SEZ) adalah :19

a. Peningkata n investasi.

b. Penyerapan tenaga kerja.

c. Penerimaan devisa sebagai hasil dari peningkatan ekspor.

d. Meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor.

e. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayanan dan

kapital bagi peningkatan ekspor.

f. Mendorong terjadinya peningkatan kualitas sumber daya manusia

(SDM) melalui transfer teknologi.

Maksud Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus atau Special

Economic Zone (SEZ), antara lain:20

a. Memberi peluang bagi peningkatan investasi melalui penyiapan

kawasan yang memiliki keunggulan dan siap menampung kegiatan

19
Ibid.
20
Ibid.
48

industri, ekspor dan impor serta kegiatan ekonomi yang mempunyai

nilai ekonomi tinggi.

b. Meningkatkan pendapatan devisa bagi negara melalui perdagangan

internasional.

c. Meningkatkan kesempatan kerja kepariwisataan dan investasi.

Fungsi diadakannya Kawasan Ekonomi Khusus atau Special Economic

Zone (SEZ), antara lain :

a. Menjadi pusat kegiatan ekonomi dan terkait dengan wilayah

pengembang lainnya.

b. Harus mampu memberi manfaat bagi kawasan lain.

c. Kawasan perdagangan bebas bukan merupakan kawasan tertutup

sehingga memberikan efek ganda terhadap perekonomian lokal.

d. Harus dapat mendorong pertumbuhan industri pendukung di sekitar

kawasan.

khusus terkait dengan pemberian perlakuan yang berbeda dibanding

dengan perlakukan yang dapat dinikmati kawasan lainnya seperti pemberian

insentif di bidang perpajakan, kepabeanan dan berbagai bentuk insentif

lainnya.21

D. Karakteristik Kawasan Ekonomi Khusus

Dari analisis pelaksanaan kawasan eknomi khusus di beberapa negara,

secara umum karakteristik kawasan ekonomi khusus dapat di kelompokkan ke

dalam dua model generik pelaksanaan atau Special Economic Zone (SEZ)

21
Hidayat, Syarif dan Agus Syarop Hidayat. 2010. Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
49

yang telah diterapkan. Special Economic Zone (SEZ) sebagai sebuah

terminologi generik untuk kawasan yang ditetapkan untuk menyediakan

lingkungan yang secara internasional kompetitif serta bebas dari berbagai

hambatan berusaha dalam rangka memacu peningkatan ekspor nasional.

Konsep ini dapat ditemukan di negara India dan Filipina. Di India dikenal

tiga jenis umum Special Economic Zone (SEZ) meliputi :

a. Special Economic Zone (SEZ) for multi product, yaitu special

economic zone (SEZ) yang terdiri dari sejumlah perusahaan yang

tergolong dalam lebih dari satu sektor, yang di dalamnya juga terdapat

kegiatan perdagangan dan pergudangan.

b. Special Economic Zone (SEZ) for Specific Sector, yaitu Special

Economic Zone (Sez) bagi satu sektor tertentu saja (bisa lebih dari

satu perusahaan) atau Special Economic Zone (SEZ) untuk berbagai

pelayanan satu sektor, seperti dalam pelabuhan atau bandar udara.

c. Special Economic Zone (SEZ) for Free Trade and Warehouse yaitu

Special Economic Zone (SEZ) yang secara khusus menyediakan

pelayanan fasilitas kegiatan perdagangan bebas dan pergudangan,

fasilitasnya bisa untuk kegiatan yang multi sektor maupun untuk satu

sektor tertentu saja. Di Filipina, kawasan-kawasan semacam ini dapat

berbentuk Industrial Estates (IES), Export Processing Zones (EPZs),


50

Free Trade Zone (FTZ), dan Tourist/Recreational Centers. (Hidayat,

2010).22

Special Economic Zone (SEZ) sebagai sebuah model untuk menyebutkan

kawasan dengan kebijakan ekonomi terbuka yang di dalamnya mencakup Free

Trade Zone (FTZ), Export Processing Zone (EPZ), pelabuhan (Port), High

Tech Industrial Estate dan lain sebagainya atau dikenal dengan sebutan zones

within zone. Konsepsi ini memberikan otoritas kepada badan pelaksana untuk

mengoperasikan special economic zone (SEZ) secara penuh atas mandat dari

pemerintah pusat.

E. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan yang

murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah (Undang-Undang

No. 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah).23

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua hak daerah yang diakui

sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang

bersangkutan. Setelah desentralisasi digulirkan oleh pemerintah pusat, maka

pemerintah daerah (pemda) diberikan kewenangan untuk mengembangkan dan

meningkatkan jumlah penerimaan PAD di masing-masing daerah.

Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dengan

Undang-Undang No. 34 tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari

Undang-Undang No. 18 tahun 1997 dan ditindaklanjuti dengan peraturan


22
Hidayat, Syarif dan Agus Syarop Hidayat. 2010. Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
23
Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
51

pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2001 tentang Pajak

Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2001 tentang Retribusi

Daerah. Berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut,

daerah diberikan kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak dan 28 jenis

retribusi.

Sedangkan Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan yang

murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah (Undang-Undang

Nomor 34 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

Penetapan jenis pajak dan retribusi tersebut didasarkan pada pertimbangan

bahwa jenis pajak dan retribusi tersebut secara umum dipungut dihampir

semua daerah dan merupakan jenis pungutan yang secara teoritis dan praktek

merupakan jenis pungutan yang baik. Selain jenis pajak dan retribusi tersebut,

daerah juga diberikan kewenangan untuk memungut jenis pajak (kecuali untuk

provinsi) dan retribusi lainnya sesuai kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan

dalam undang-undang.

Selama Pendapatan Asli Daerah (PAD) benar-benar tidak memberatkan

atau membebani masyarakat lokal, investor, lokal, maupun investor asing

tentu tidak masalah. Dapat dikatakan bahwa daerah dengan PAD yang

meningkat setiap tahun mengindikasikan daerah tersebut mampu membangun

secara mandiri tanpa tergantung dana pusat. Sebaliknya, jika peningkatan

PAD justru berdampak terhadap perekonomian daerah yang tidak berkembang

atau semakin buruk, maka belum dapat dikatakan bahwa peningkatan PAD
52

merupakan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Sebab peran pemda

dalam perekonomian daerah cenderung akan semakin menurun, karena

perubahan fungsi pemerintahan kearah fasilitator. Artinya, inisiatif memang

harus datang dari masyarakat lokal sesuai dengan aturan dan ketentuan hukum

yang berlaku serta kebijakan pemerintah daerah, wilayahnya sendiri yang

dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan undang-undang yang

berlaku.24

Pada dasarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber

pendapatan daerah yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan. Peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi sangat

signifikan karena otonomi daerah akan lebih banyak bergantung pada

kemampuan daerah dalam memenuhi keuangan daerah secara mandiri.

Menurut Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah, tepatnya

pada pasal 4 disebutkan bahwa sumber Pendapatan Asli daerah terdiri atas:

a. Hasil Pajak Daerah.

b. Hasil Retribusi daerah.

c. Hasil Perusahaan Milik daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah lainnya yang dipisahkan.

d. Lain-lain Pendapatan Asli daerah yang sah.

Pendapatan Asli Daerah yang antara lain terdiri dari pajak daerah dan

retribusi daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan

24
M. Suparmoko. 2001. Ekonomi Publik Untuk Keuangan Dan Pembangunan Daerah.
Yogyakarta : Andi Yogyakarta.
53

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan

dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Jadi, daerah mampu

melaksanakan otonomi dengan kemampuan mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal,

pemerintah daerah diharapkan memiliki kemandirian yang lebih besar

(Mardiasmo, 2002:148).25

1) Pajak Daerah (PD)

Pajak Daerah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 18

Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000. Dalam

Pasal 1 angka.6 UU No.34 tahun 2000 disebutkan pengertian pajak daerah.

“Pajak Daerah.selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan

oleh orang pribadi. Badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang

seimbang, yang dapat dipaksakan.berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, yang digunakan untuk.membiayai penyelenggaraan

pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang

dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) yang digunakan untuk

membiayai rumah tangga pemerintah daerah dan tercantum dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besaran dan bentuk pajak daerah

ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda).

25
Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, Yogyakarta : Andi, 2002
54

Adapun pembagian pajak daerah sesuai Pasal 2 UU No. 34 Tahun 2000

adalah :26

1. Jenis Pajak Propinsi Terdiri Dari :

a. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air

e. Permukaan.

2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota Terdiri Dari :

a. Pajak hotel.

b. Pajak restoran.

c. Pajak hiburan.

d. Pajak reklame.

e. Pajak penerangan jalan.

f. Pajak pengambilan bahan galian golongan c.

g. Pajak parkir.

2) Retribusi Daerah (RD)

Retribusi adalah suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah yang

dapat memperhatikan adanya hubungan yang jelas antara balas jasa yang

langsung diterima dengan adanya pembayaran retribusi.27

26
Pasal 2 UU No. 34 tahun 2000
27
Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik: Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah,
Yogyakarta : Andi.
55

3) Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) Yang Sah

Pendapatan Asli Daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf d pasal 6 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan

Keuangan, meliputi:

a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan

b. Jasa giro.

c. Pendapatan bunga.

d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.

Masing-masing Daerah dapat menggali sumber-sumber penerimaan lain-

lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah Penggalian sumber-sumber

penerimaan ini dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Berbeda dengan pengeloaan pajak daerah, retribusi daerah dan laba

usahamilik daerah, pengelolaan lain-lain penerimaan pendapatan asli daerah

(PAD) yang sah ini tampaknya sangat terbatas dan sumbernya pun bersifat

khusus, seperti misalnya hibah, penjualan aset tetap daerah, dan jasa giro.

Perhitungan terhadap pengelolaan sumber-sumber penerimaan seperti

initentu kurang optimal bagi perumusan kebijakan keuangan daerah. Namun

demikian, hal terpenting dalam menganalisis kinerja keuangan daerah adalah

bagaimana secara kreatif masing-masing daerah dapat mengembangkan atau

memperluas penerimaan dari lain-lain pendapatan asli daerah (PAD) yang


56

sah, dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Hal ini tergantung pada kemampuan dan kreativitas daerah dalam

menilai potensi sumber-sumber penerimaannya, termasuk dalam mengelola

sistem keuangannya.

4) Sumber Pembiayaan Daerah

Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari:28

a. Pendapatan Asli Daerah, penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-

sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan

daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber-

sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri atas:

1. Hasil pajak daerah.

2. Hasil retribusi daerah.

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan

daerah lainnya yang dipisahkan.

b. Dana Perimbangan, yaitu sumber pendapatan daerah yang berasal dari

APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah

dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah yang

alokasinya tidak dapat dipisahkan satu sama lain mengingat tujuan

masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi.

Dana perimbangan terdiri atas:

1. Dana bagi hasil, yaitu bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan, dan

28
Adisasmita. Pembiayaan Pembangunan Daerah. Yogyakarta : GrahaIlmu, 2011
57

Penerimaan dari sumber daya alam. Dana bagi hasil merupakan

alokasi yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil.

2. Dana Alokasi Umum (DAU) yaitu dana yang berasal dari APBN yang

dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar

daerah dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan

geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di

daerah.

3. Alokasi Khusus (DAK), yaitu dana yang berasal dari APBN yang

dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan tertentu.29

c. Pinjaman Daerah, Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2004

sebagai perubahan dari Undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, bahwa pemerintah daerah

dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri atau sumber luar

negeri dengan persetujuan pemerintah pusat untuk membiayai sebagian

anggarannya. Pinjaman dalam negeri dapat bersumber pada pemerintah

pusat dan/atau lembaga komersil, atau melalui penerbitan obligasi

daerah. Pinjaman luar negeri dimungkinkan dilakukan daerah, namun

mekanismenya harus melalui pemerintah pusat.

d. Jenis Penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah

lainnya dipisahkan, antara lain bagian laba, deviden dan penjualan saham

milik daerah.

29
Adisasmita, Rahorjo, Pembiayaan Pembangunan Daerah. Yogyakarta : Graha Ilmu,
2011
58

e. Lain-lain penerimaan yang sah, meliputi hibah, dana darurat, dan

penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Anda mungkin juga menyukai