Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

INDIKASI TAQWA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“MATERI PAI SMA”

Dosen Pengampu : Dr. H. Zaenal Arifin S.Ag,. M.Pd.I

Disusun Oleh:

TIARA EKHA LUSVIYANTI


(1810631110074)

KELAS 5B

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

T.A. 1442 H / 2020 M

i
KATA PENGANTAR

‫اﷲ َّالرمْح َ ِن َّاار ِحمي‬


ِ ‫ب ِْســــــــــــــــ ِم‬

Assalamu’alaikum wr wb.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada junjungan kita baginda Rasulullah SAW. Berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya saya mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas Materi PAI
SMA.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu serta menambah wawasan
tentang “Indikasi Taqwa.” Ucapan terima kasih saya haturkan kepada rekan-rekan dan
semua pihak yang telah membantu, terutama pertolongan dari Allah SWT, sehingga
makalah saya ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Dengan segala kerendahan hati. Saya sangat mengharapkan kritik dan


sarannya yang bersifat membangun, agar saya dapat menyusun makalah lebih baik
lagi. Saya menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Karena
kesempurnaan sesungguhnya hanya datangnya dari Allah SWT. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Karawang, 26 Desember 2020

Penyusun

DAFTAR ISI
ii
COVER ............................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN....................................................................................................

A. Pengertian dan Kedudukan Taqwa.......................................................................... 3


B. Hakikat Makna Taqwa............................................................................................. 5
C. Indikasi Taqwa......................................................................................................... 6
D. Ciri-Ciri Orang Bertaqwa........................................................................................ 7
E. Ruang Lingkup Taqwa............................................................................................. 12
F. Jaminan Allah Bagi Orang Bertakwa...................................................................... 14
G. Implementasi Taqwa dalam Kehidupan Sehari-hari................................................ 16

BAB III. PENUTUP............................................................................................................

A. Kesimpulan.............................................................................................................. 20
B. Saran........................................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perintah untuk bertakwa kepada Allah SWT senantiasa relevan dengan waktu dan tempat,
kapanpun dan dimanapun. Mengingat, ragam fitnah yang mengancam hati seorang hamba,
lingkungan yang tidak kondusif ataupun lantaran hati manusia yang rentan mengalami perubahan
dan sebab-sebab lainnya yang berpotensi menimbulkan pengaruh negatif dan turunnya tingkat
keimanan dan ketakwaan seseorang.
Pentingnya berwasiat kepada sesama muslim agar selalu bertakwa kepada Allah ini dapat
disaksikan dari kenyataan bahwa Allah menjadikannya wasiat bagi orang-orang terdahulu dan
yang akan datang. Sesuai dengan firman Allah dalam Surah An-Nisaa 4:131.
“…dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka
(ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang dibumi hanyalah kepunyaan Allah
dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. [Q.S An-Nisaa 4:131]
Ketakwaan juga merupakan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
umatnya. Pada haji wada’, beliau bersabda : “Bertakwalah kepada Allah, kerjakan sholat lima
waktu, berpuasalah di bulan (Ramadhan), tunaikan zakat harta kalian, taati para penguasa,
niscaya kalian masuk syurga Allah”. [HR. at-Tirmidzi].
Hal ini membuktikan bahwa Taqwa merupakan aspek yang sangat penting dan
dibutuhkan dalam setiap kehidupan seorang muslim. Namun masih banyak yang belum
mengetahui hakekatnya. Setiap khutbah jumat ataupun pengajian para khatib dan ulama selalu
menyerukan setiap muslim untuk bertaqwa dan para makmumpun mendengarnya berulang-ulang
kali. Namun yang mereka dengar terkadang tidak difahami dengan baik dan benar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi (Pengertian) dan Kedudukan Taqwa?
2. Apa yang dimaksud dengan Indikasi Ketaqwaan?

1
3. Apa saja Ciri dan Keutamaan bagi orang-orang yang bertaqwa?
4. Apa saja ruang lingkup ketakwaan dalam kehidupan sehari-hari ?
5. Apa saja Jaminan bagi orang-orang yang bertaqwa?

C. Tujuan  
1. Supaya mengetahui dan memahami pengertian dan kedudukan Taqwa.
2. Agar mengetahui maksud dari Indikasi Taqwa.
3. Untuk mengetahui dan paham apa saja ciri dan keutamaan bagi orang-orang yang
bertaqwa.
4. Supaya memahami ruang lingkup ketaqwaan dalam kehidupan sehari-hari
5. Agar mengetahui jaminan yang Allah SWT berikan kepada orang-orang yang bertaqwa.

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Pengertian dan Kedudukan Taqwa

Secara etimologis, kata “taqwa” berasal dari bahasa arab “taqwa”. Kata taqwa memiliki
kata dasar waqa yang berarti menjaga, melindungi, hati-hati, waspada, memperhatikan, dan
menjauhi. Adapun secara terminologis, kata “taqwa” berarti menjalankan apa yang diperintahkan
oleh Allah dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.
Para penerjemah Al-Qur’an mengartikan “taqwa” sebagai kepatuhan, kesalihan,
kelurusan, perilaku baik, teguh melawan kejahatan, dan takut kepada Tuhan. Allah swt
berfirman:

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa
kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim”. (Q.S.Ali Imran [3]:102)
Berdasarkan penelitian Al- Muqaddasi (Beieut, 1323), didalam Al-Qur’an terdapat 256
kata taqwa pada 251 ayat dengan berbagai variasi makna. Dasar katanya adalah (waw, qaf, dan
ya) yang berarti takut, menjaga diri, memelihara, tanggung jawab dan memenuhi kewajiban.
Oleh karena itu, orang yang berwaqwa adalah orang yang merasa takut kepada Allah SWT
berdasarkan kesadaran hatinya untuk mengerjakan seluruh perintah-Nya, tidak melanggar
larangan-Nya, takut akan terjerumus pada perbuatan dosa. Mereka adalah orang yang menjaga
dirinya dari kejahatan, senantiasa memelihara diri agar tidak melakukan perbuatan yang tidak di
ridhai Allah, bertanggung jawab mengenai sikap, tingkah laku dan perbuatannya dan mematuhi
kewajibannya.
Menurut H.A Salim, yang dimaksud taqwa adalah sikap mental seseorang yang
senantiasa ingat dan waspada terhadap sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan
dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan yang baik, dan benar, pantang berbuat salah dan
kejahatan terhadap orang lain, diri sendiri, dan lingkungannya (Gazalba, 1976:46).
Kedudukan taqwa sangat penting dalam ajaran agama islam dan kehidupan manusia. Hal
ini dapat dilihat dalam hadist, Rosulullah SAW menasihati Al- Gifari,” supaya ia bertaqwa
kepada Allah, karena taqwa adalah pokok segala pekerjaan”. Kesimpulannya adalah taqwa itu
pokok, atau pangkal dari segala pekerjaan muslim.

3
Di dalam Surat Al-Hujurat (49) ayat 13, takwa dijadikan dasar untuk saling mengenal
antar bangsa, yaitu yang artinya : (13). “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui Maha Mengenal”. Dalam surat lain yaitu Q.S. An-Nisaa (4) ayat 1, taqwa juga
digunakan sebagai dasar persamaan hak antara pria dan wanita (suami dan isteri) dalam keluarga,
karena pria dan wanita diciptakan dari jenis yang sama. Yang artinya: (1). “Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari
padanya [263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain [264], dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Takwa sangat penting bagi bangsa indonesia, begitu pentingnya makna takwa tersebut
maka didalam berbagai rumusan peraturan perundang-undangan kata takwa digunakan sebagai
kata kunci seperti yang termuat didalam TAP MPR, GBHN 1993 (merupakan azaz pertama).
Beberapa tahun sebelumnya UU No. 2 th 1989 pasal 4 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan dengan jelas bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk “mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada tuhan yang maha Esa dan berbudi pekerti luhur”.
Hasan Langgulung dalam (Ahmad Taufik, 2011 : 98) berpendapat bahwa takwa
merupakan kesimpulan semua nilai yang terdapat dalam Al-Qur’an, dimana nilai-nilai ini
digolongkan atas beberapa golongan yaitu nilai perseorangan, nilai kekeluargaan, nilai sosial,
nilai kenegaraan, dan nilai keagamaan. Menurut beliaau pula terdapat tiga tahap usaha
memasyarakatkan takwa yang dimulai sejak kecil sampai dewasa yaitu tahap sosialisasi, tahap
identifikasi, dan tahap penghayatan. Tahap sosialisasi yaitu anak didik diajar untuk
melaksanakan nilai yang terkandung dalam perkataan takwa. Tahap identifikasi yaitu tahap
peniruan terhadap yeng mereka sukai dan kagumi pada nilai-nilai itu contohnya peniruan
terhadap guru, orang tua, ulama dll. Tahap penghayatan, pada tahap ini anak tidak lagi kagum
pada tokoh yang membawa nilai-nilai itu tetapi mereka gemar dan nikmat mengerjakan nilai-
nilai itu.
4
B.  Hakikat dan Makna Taqwa
Dalam Al-Qur’an hanya terdapat satu ayat yang secara langsung menyebut kata haqiq
(haqiqat), tapi ada 227 ayat yang tafsirnya lain, akan tetapi memiliki hakikat yang sama dengan
hakikat takwa. Diantaranya :
1. “Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya
taqwa kepada-Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati, melainkan dalam keadaan
beragama islam” (Q.S. Ali Imran 102).
2. “Apa yang telah kami ciptakan itulah yang benar, yang datang dari tuhanmu, karena itu
janganlah kamu termasuk orang yang ragu-ragu” (Q.S. 3:60
3. “Sesungguhnya manusia betul-betul berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal shaleh, dan saling menasehati tentang haq (kebenaran) dan
kesabaran”. (Q.S. Al-‘Ashri : 1-3).

Mayoritas ulama tafsir berpendapat, ayat pertama di atas mansukh (dihapus), atau tabdil
(hukumnya diubah) dengan ayat “fattaqullah mastatha’tum” (bertaqwalah kepada Allah sesuai
kesanggupanmu) (Q.S. Al-Taghabun: 16).
Pada mulanya, ketika ayat di atas (hakikat taqwa) turun, banyak diantara para sahabat
yang gelisah, karena hakikat berarti taat yang terus menerus, tidak pernah mendurhakai, syukur
secara terus menerus dan tidak pernah mengingkari, mengingat terus dan tidak pernah
melupakan-Nya. Kemudian sahabat itu berkata, tidak mungkin seorang hamba mampu bertaqwa
dengan sebenar-benarnya taqwa (hakikatnya) sesuai bunyi ayat di atas.
Makna taqwa sendiri terhimpun dalam pokok-pokok kebajikan yang terkandung dalam
Q.S. Al-Baqarah ayat 177 yang artinya: (177) “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa”.
5
Dari ayat tersebut diatas dapat diketahui pokok-pokok kebajikan baik yang
mendatangkan keselamatan, keberuntungan. Dari keduanya jelas sudah menunjukkan dimensi
keimanan dan ketaqwaan yang berjalan secara beriringan atau bergandengan satu sama lain.
Bahkan keduanya bertebaran secara konsisten di dalam berbagai ayat Al-Qur’an.

C. Indikasi Taqwa

Begitu kentalnya makna takwa merupakan inti persoalan dan puncak tujuan


disyariatkannya semua ajaran Islam. Indikasi takwa dalam Al-Qur’an ada delapan yaitu:

1. Pertama, takwa menca kup keimanan dan keislaman. (QS Al- Baqarah: 177).

2. Kedua, takwa dikaitkan dengan tipu daya musuh. “Jika kamu bersabar dan bertakwa,
niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.
Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS Ali Imran:
120). 

3. Ketiga, takwa dihubungkan dengan silaturahim. “Dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan (menggunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah)
hubungan silaturahim. Seseungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS
An-Nisa: 2).

4. Keempat, takwa berhubungan dengan kebenaran ( al-Hak) dan keadilan. (QS Al-Maidah:
8).

5. Kelima, takwa ber kaitan dengan larangan memberikan loyalitas terhadap orang kafir dan
ahli alkitab. (QS Al-Maidah: 57). 

6. Keenam, takwa bermakna konsisten terhadap Islam dengan meninggalkan semua yang
tidak Islami. (QS Al-An’am: 153).

7. Ketujuh, takwa ber makna tidak mendiamkan kezaliman. (QS Al-Anfal: 25). 

6
8. Kedelapan, takwa dan iman tidak akan bertemu dengan hati orang yang meninggalkan
jihad. “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta
izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan jiwa me reka. Dan Allah
mengetahui orang-orang yang bertakwa.” (QS At-Taubah: 44). 

D. Ciri-Ciri Orang Bertaqwa


1. Beriman kepada yang Ghaib, Mendirikan shalat, dan berinfaq
‫ٱذَّل ِ ين يؤ ِمنون ِبٱلۡ َغي ِب ويُ ِقمي ٱ‬
َ ‫ون َّلصلَ ٰو َة َو ِم َّما َر َز ۡقنَ ٰـه ُۡم يُن ِف ُق‬
‫ون‬ َ ُ َ ۡ َ ُ ُۡ َ
“[yaitu] mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan menafkahkan
sebahagian rezki  yang Kami anugerahkan kepada mereka”, (Q.S. Al-Baqarah: 3).
2. Beriman kepada kitab-kitab Allah dan meyakini adanya akhirat.
‫ٱ‬ ‫ٱ‬
َ ُ‫ َو ذَّل ِ َين ي ُ ۡؤ ِمن‬ 
َ ُ‫ون ِب َمٓا ُأن ِز َل ل َ ۡي َك َو َمٓا ُأن ِز َل ِمن قَ ۡبكِل َ َو ِب َأۡل ِخ َر ِة مُه ۡ يُو ِقن‬
‫ون‬
‫ِإ‬
“dan mereka yang beriman kepada Kitab [Al Qur’an] yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu  serta mereka yakin akan adanya [kehidupan]
akhirat “. (Q.S.Al-Baqarah: 4).
3. Beriman Kepada: Allah, Hari Akhir, Para Malaikat, Kitab-Kitab, Para Nabi;
Berinfaq, Memerdekakan Budak, Mendirikan Shalat, Zakat, Menepati Janji Dan
Sabar.
‫لَّيۡ َس ٱلۡرِب َّ َأن ت َُولُّو ْا ُو ُجو َهمُك ۡ ِق َب َل ٱلۡ َمرۡش ِ ِق َوٱلۡ َم ۡغ ِر ِب َولَ ٰـ ِك َّن ٱلۡرِب َّ َم ۡن َءا َم َن ِبٱهَّلل ِ َوٱلۡ َي ۡو ِم ٱَأۡل ِخ ِر َوٱلۡ َملَ ٰـ ٓ ِِٕٕٮڪَ ِة‬
‫ِيل َوٱ َّلسٓإٮِِٕ ِل َني َوىِف ٱ ّ ِلرقَ ِاب‬ ِ ‫َوٱ ۡل ِكتَ ٰـ ِب َوٱلنَّ ِبيِّـ ۧ َن َو َءاىَت ٱلۡ َما َل عَىَل ٰ ُح ِبّ ِهۦ َذ ِوى ٱلۡ ُق ۡرىَب ٰ َوٱلۡ َيتَ ٰـ َم ٰى َوٱلۡ َم َس ٰـ ِك َني َوٱ ۡب َن ٱ َّلسب‬
‌ ۗ ِ ‫ون ِب َعهۡ ِدمِه ۡ َذا َع ٰـهَدُ وْ‌ا ۖ َوٱ َّلص ٰـرِب ِ َين ىِف ٱلۡ َب ۡأ َسٓا ِء َوٱلرَّض َّ ٓا ِء َو ِح َني ٱلۡ َب ۡأ‬
‫س ُأ ْول َ ٰـ ٓ ِِٕٕٮ َك‬ ‫وَأقَام ٱلصلَو َة وءاىَت ٱلز َ ٱ‬
َ ُ‫ڪ ٰو َة َو لۡ ُموف‬ َّ َ َ ٰ َّ َ َ
‫ِإ‬
‫ٱ‬ ‫ٱ‬
َ ‫ذَّل ِ َين َصدَ قُوْ‌ا ۖ َوُأ ْول َ ٰـ ٓ ِِٕٕٮ َك مُه ُ لۡ ُمتَّ ُق‬
‫ون‬
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir [yang memerlukan pertolongan] dan orang-orang yang
meminta-minta; dan [memerdekakan] hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;

7
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar
dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
[imannya]; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. (Q.S.Al-Baqarah: 177).
4. Berinfaq di Waktu Lapang atau Sempit, Menahan Amarah, Dan Pemaaf.

‫اس َوٱهَّلل ُ حُي ِ ُّب ٱلۡ ُم ۡح ِس ِنني‬


‌ ۗ ِ َّ‫ون ىِف ٱلرَّس َّ ٓا ِء َوٱلرَّض َّ ٓا ِء َوٱلۡڪَ ٰـ ِظ ِم َني ٱلۡ َغ ۡيظَ َوٱلۡ َعا ِف َني َع ِن ٱلن‬ ‫ٱ‬
َ ‫ ذَّل ِ َين يُن ِف ُق‬ 

‫ُوب اَّل ٱهَّلل ُ َول َ ۡم يُرِص ُّ و ْا‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ ٱ‬ ‫ٱ‬


َ ‫َو ذَّل ِ َين َذا فَ َعلُو ْا فَ ٰـ ِحشَ ًة َأ ۡو َظلَ ُم ٓو ْا َأن ُف َسہ ُۡم َذ َك ُرو ْا هَّلل َ فَ ۡس َت ۡغ َف ُرو ْا ذِل ُ نُوهِب ِ ۡم َو َمن ي َ ۡغ ِف ُر ُّذلن‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫ون‬َ ‫عَىَل ٰ َما فَ َعلُو ْا َومُه ۡ ي َ ۡعلَ ُم‬
“[Yaitu] orang-orang yang menafkahkan [hartanya], baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan [kesalahan] orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Ali-Imran:134)

5. Berpuasa Ramadhan
‫ٱ‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ‬
َ ‫ي َ ٰـَٓأهُّي َا ذَّل ِ َين َءا َمنُو ْا ُك ِت َب عَلَ ۡيڪُ ُم ّ ِلص َيا ُم اَمَك ُك ِت َب عَىَل ذَّل ِ َين ِمن قَ ۡب ِلڪ ُۡم لَ َعلَّمُك ۡ تَتَّ ُق‬
‫ون‬
‘’Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa’’, (Q.S.Al-Baqarah:183)

6. Tidak Silau Keindahan Duniawi


‌‫ون ِم َن ٱذَّل ِ َين َءا َمنُو ْۘ‌ا َوٱذَّل ِ َين ٱت َّ َق ۡو ْا فَ ۡوقَه ُۡم ي َ ۡو َم ٱلۡ ِقيَ ٰـ َم ِۗة‬ ‫ٱ ٱ‬
َ ‫ُز ِيّ َن ِلذَّل ِ َين َك َف ُرو ْا لۡ َح َي ٰو ُة دلُّ نۡ َيا َوي َۡسخ َُر‬
“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka
memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih
mulia daripada mereka di hari kiamat”(Q.S.Al-Baqarah: 212).
7. Selalu Berbuat Kebajikan.
‫َو َما ي َ ۡف َعلُو ْا ِم ۡن َخرۡي ۬ ٍ فَلَن يُڪۡ َف ُرو ُه‌ۗ َوٱهَّلل ُ عَ ِل ُۢمي ِبٱلۡ ُمتَّ ِق َني‬

8
“Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi
[menerima pahala] nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa’’. (Q.S. Ali
Imran:115).
8. Bersegera Kepada Ampunan Allah.

‫ٲت َوٱَأۡل ۡر ُض ُأ ِعدَّ ۡت ِللۡ ُمتَّ ِق َني‬


ُ ‫َو َس ِار ُع ٓو ْا ىَل ٰ َم ۡغ ِف َر ٍ۬ة ِ ّمن َّر ِب ّڪ ُۡم َو َجن َّ ٍة َع ۡرضُ هَا ٱ َّلس َم ٰـ َو‬
‫ِإ‬
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”, (QS. Ali Imran:
133)
9. Selalu mengingat Allah dan memohon ampun atas dosa-dosanya.
‫ُوب اَّل ٱهَّلل ُ َولَ ۡم يُرِص ُّ و ْا‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ ٱ‬ ‫ٱ‬
َ ‫َو ذَّل ِ َين َذا فَ َعلُو ْا فَ ٰـ ِحشَ ًة َأ ۡو َظلَ ُم ٓو ْا َأن ُف َسہ ُۡم َذ َك ُرو ْا هَّلل َ فَ ۡس َت ۡغ َف ُرو ْا ذِل ُ نُوهِب ِ ۡم َو َمن ي َ ۡغ ِف ُر ُّذلن‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
َ ‫عَىَل ٰ َما فَ َعلُو ْا َومُه ۡ ي َ ۡعلَ ُم‬
‫ون‬
“Dan [juga] orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri , mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa
lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui’’. (Q.S.Ali-Imran: 135).
10. Bersabar saat diuji harta dan dirinya.
‫ل َ ُت ۡبلَ ُو َّن ىِف ٓ َأ ۡم َوٲ ِلڪ ُۡم َوَأن ُف ِس ڪ ُۡم َولَت َ ۡس َم ُع َّن ِم َن ٱذَّل ِ َين ُأوتُ و ْا ٱ ۡل ِكتَ ٰـ َب ِمن قَ ۡب ِلڪ ُۡم َو ِم َن ٱذَّل ِ َين َأرۡش َ ُك ٓو ْا َأ ۬ ًذى‬ 
‫ٱ‬
ِ ‫َك ِث ۬ ًريا‌ۚ َو ن ت َۡصرِب ُ و ْا َوتَتَّ ُقو ْا فَ َّن َذٲكِل َ ِم ۡن َع ۡز ِم ُأۡل ُم‬
‫ور‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan [juga] kamu sungguh-
sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-
orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu
bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut
diutamakan”. (QS. Ali Imran: 186).

11. Menjadikan akhirat sebagai Tujuan hidup.


  ‫ون‬ ‌ۗ َ ‫َو َما ٱلۡ َح َي ٰو ُة ٱدلُّ نۡ َيٓا اَّل لَ ِع ۬ ٌب َولَه ۬ ٌ ۖ‌ۡو َول َ َّدل ُار ٱَأۡل ِخ َر ُة َخرۡي ۬ ٌ ِل ّذَّل ِ َين يَتَّ ُق‬
َ ُ‫ون َأفَاَل تَ ۡع ِقل‬
‫ِإ‬
9
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu
memahaminya?” (QS. Al-An'am: 32).
12. Menyebarkan da'wah.
‫ٱ‬
َ ‫ڪ َر ٰى لَ َعلَّه ُۡم يَتَّ ُق‬
‫ون‬ َ ‫َو َما عَىَل ذَّل ِ َين يَتَّ ُق‬
ۡ ‫ون ِم ۡن ِح َساهِب ِ م ِ ّمن ىَش ۡ ٍ۬ء َولَ ٰـڪِن ِذ‬
“Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikitpun atas orang-orang yang bertakwa terhadap dosa
mereka; akan tetapi [kewajiban mereka ialah] mengingatkan agar mereka bertakwa’’. (QS. Al-
An'm: 69).
13. Menutup Aurat
‌ٌۚ ۬ ‫ي َ ٰـ َبىِن ٓ َءا َد َم قَدۡ َأ َنزلۡنَا عَلَ ۡيمُك ۡ ِل َب ۬ ًاسا يُ َو ِٲرى َس ۡو َءٲ ِتمُك ۡ َو ِر ۬ ًيشا‌ ۖ َو ِل َب ُاس ٱلتَّ ۡق َو ٰى َذٲكِل َ َخرۡي‬
“Hai anak Adam  sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik”. (QS.
Al-A'raf: 26).
14. Berdzikir Manakala Ditimpa Kebimbangan.

َّ ‫َّن ٱذَّل ِ َين ٱت َّ َق ۡو ْا َذا َم َّسہ ُۡم َط ٰـ ٓ ِِٕٕٮ ۬ ٌف ِ ّم َن ٱ َّلش ۡي َط ٰـ ِن ت ََذ‬


َ ُ ‫ڪ ُرو ْا فَ َذا مُه ُّم ۡبرِص‬
‫ون‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‘’Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka
ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya”. (QS. Al-
A'raf: 201).
15. Menyuruh Keluarga Mendirikan shalat dan sabar mengerjakannya.

‌ۗ َ ُ‫َو ۡأ ُم ۡر َأ ۡهكَل َ ِبٱ َّلصلَ ٰو ِة َوٱ ۡص َطرِب ۡ عَلَ ۡيہَ‌ا ۖ اَل ن َ ۡسٔـََٔكُل َ ِر ۡز ۬قًا‌ ۖ حَّن ۡ ُن نَ ۡر ُزق‬
‫ك َوٱلۡ َع ٰـ ِق َب ُة ِللتَّ ۡق َو ٰى‬
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu.
Dan akibat [yang baik] itu adalah bagi orang yang bertakwa”. (QS. Thaha: 132).
16. Tidak sombong dan tidak berbuat kerusakan
‫ون عُلُ ۬ ًّوا ىِف ٱَأۡل ۡر ِض َواَل فَ َسا ۬ ًدا‌ۚ َوٱلۡ َع ٰـ ِق َب ُة ِللۡ ُمتَّ ِق َني‬ ‫ٱ ٱ‬
َ ُ‫ِتكۡل َ دلَّ ُار َأۡل ِخ َر ُة جَن ۡ َعلُهَا ِلذَّل ِ َين اَل يُ ِريد‬

10
“Negeri akhirat  itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri
dan berbuat kerusakan di [muka] bumi. Dan kesudahan [yang baik]  itu adalah bagi orang-
orang yang bertakwa”. (QS. Al-Qashash: 83).
17. Muslimah hendaklah menjaga pandangan dan kata-kata dalam berbicara.
‫ڪَأ َح ۬ ٍد ِ ّم َن ٱل ِن ّ َس ٓا ِ ۚء ِن ٱت َّ َق ۡينُت َّ فَاَل خَت ۡ َض ۡع َن ِب ٱلۡ َق ۡولِ فَ َي ۡط َم َع ٱذَّل ِ ى ىِف قَلۡ ِب ِهۦ َم َر ۬ ٌض َوقُلۡ َن قَ ۡو ۬ ًال‬
َ َّ ‫ي َ ٰـ ِن َسٓا َء ٱلنَّىِب ِ ّ لَ ۡسنُت‬
‫ِإ‬
‫َّم ۡع ُرو ۬فًا‬
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa.
Maka janganlah kamu tunduk  dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya , dan ucapkanlah perkataan yang baik”, (QS. Al-Ahzab: 32).
18. Membawa kebenaran dan membenarkannya.
‫ٱ‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ‬
َ ‫َو ذَّل ِ ى َجٓا َء ِب ّ ِلصدۡ ِق َو َصدَّ َق ِب ِه ۤ ۙ‌ۦ ُأ ْولَ ٰـ ٓ ِِٕٕٮ َك مُه ُ لۡ ُمتَّ ُق‬
‫ون‬
“Dan orang yang membawa kebenaran [Muhammad] dan membenarkannya, mereka itulah
orang-orang yang bertakwa”. (QS. Az-Zumar: 33).
19. Menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji.
‫ٱ‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ ٱ‬ ‫ٱ‬
ۡ ‫ون َك َب ٰـٓرِٕٮ َ مۡث ِ َو لۡ َف َوٲ ِح َش ِإ اَّل لل َّ َم َۚ‌م ِإ َّن َرب َّ َك َو ِٲس ُع لۡ َم ۡغ ِف َر ِ ۚ‌ة ُه َو َأ ۡعمَل ُ ِبمُك ۡ ِإ ۡذ َأ َنش َأمُك ِ ّم َن َأۡل ۡر ِض َو ۡذ َأنمُت‬ َ ‫ذَّل ِ َين جَي ۡ َت ِن ُب‬
‫ِإ‬ ‫ِإۡل‬
‫ٱ‬
‫ون ُأ َّمهَ ٰـ ِتمُكۡ‌ ۖ فَاَل تُ َزكُّ ٓو ْا َأن ُف َسمُكۡ‌ ۖ ه َُو َأ ۡعمَل ُ ِب َم ِن ت َّ َق ٰ ٓى‬
ِ ‫َأ ِجن َّ ۬ ٌة ىِف بُ ُط‬
“[Yaitu] orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-
kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui
[tentang keadaan]mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin
dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling
mengetahui tentang orang yang bertakwa”. (QS. An-Najm: 32)
20. Selalu Mengambil Pelajaran Dari Al-Qur'an.
‫َو ن َّ ُه ۥ ل َ َت ۡذ ِك َر ۬ ٌة ِل ّلۡ ُمتَّ ِق َني‬
‫ِإ‬
“Dan sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang
bertakwa”. (QS. al-Haaqqa: 48).

E. Ruang Lingkup Taqwa


11
Hasan Langgulung dalam (Ahmad Taufik, 2011 : 99) berpendapat bahwa ruang lingkup
takwa dalam rangka memelihara meliputi empat jalur hubungan manusia yaitu hubungan
manusia dengan Allah, manusia dengan hati nurani atau dirinya sendiri, hubungan manusia
dengan sesama manusia, serta hubungan manusia dengan lingkungan hidup.
1. Hubungan manusia dengan Allah (Hablumminallah)
Hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai dimensi takwa yang pertama,
sebagai prima causa hubungan-hubungan yang lain. Karena itu seharusnya hubungan ini
diutamakan, diatur dan dipelihara.
Inti takwa kepada Allah adalah melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala
larangan-Nya. Segala perintah dan semua larangan Allah ditetapkanNya bukan untuk
kepentingan Allah sendiri, tetapi untuk keselamatan manusia. Manusialah yang akan
mendapatkan manfaat pelaksanaan semua perintah Allah dan penjauhan diri dari segala
larangan-Nya.
Perintah Allah itu bermula dari pelaksanaan tugas manusia untuk mengabdi hanya kepada
Allah semata-mata. Larangan Allah ditetapkan-Nya agar manusia dapat menyelenggarakan
fungsinya sebagai khalifah (“pengganti” Ilahi di bumi ini), manusia harus senantiasa
memperhatikan dan mengindahkan larangan-larangan-Nya. Larangan itu tidak banyak, tetapi
sangat asasi dalam memelihara kelangsungan hidup dan kehidupan manusia di dunia yang fana
ini.
Sekelompok orang-orang yang mampu memfokuskan diri beribadah secara menyeluruh
dengan batin yang bersih untuk meraih dzat Allah dinamakan kelompok tassawuf. Untuk menjadi
sufi mereka harus benar-benar bertaubat (taubatan nashuha) dengan menjaga ketaqwaannya.
Ketakwaaan atau pemeliharaan hubungan dengan Allah dapat dilakukan antara lain
sebagai berikut :
a. Beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa menurut cara-cara yang diajarkan-
Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya untuk menjadi petunjuk dan
pedoman hidup manusia.
b. Beribadah kepada-Nya dengan jalan melaksanakan salat lima kali sehari semalam,
menunaikan zakat apabila telah sampai nisab dan haulnya, berpuasa selama sebulan
dalam setahun, melakukan ibadah haji sekali seumur hidup, menurut cara-cara yang
ditetapkan-Nya.
12
c. Mensyukuri nikmat-Nya dengan jalan menerima, mengurus, memanfaatkan semua
pemberian Allah kepada manusia.
d. Allah dalam makna tabah, tidak putus asa ketika mendapat musibah atau menerima
bencana,
e. Memohon ampun atas segala dosa dan segala perbuatan jahat atau tercela.

2. Hubungan Manusia dengan Hati Nurani atau Dirinya Sendiri


Hubungan manusia dengan hati nurani atau diri sendiri sebagai dimensi takwa yang
kedua dapat dipelihara dengan jalan menghayati benar patokan-patokan akhlak, yang disebutkan
Tuhan dalam berbagai ayat Al- Qur’an.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri disebutkan cara-caranya di dalam ayat-ayat
takwa dan dicontohkan dengan keteladanan Nabi Muhammad. Diantaranya dengan senantiasa
berlaku: sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri, mengembangkan
semua sikap yang terkandung dalam akhlak atau budi pekerti yang baik.
Selain memelihara komunikasi dan hubungan tetap dengan Allah dan diri sendiri, dimensi takwa
yang ketiga adalah memelihara dan membina hubungan baik dengan sesama manusia. Hubungan
antar manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya
hidup yang selaras dengan nilai dan norma yang disepakati bersama dalam masyarakat dan
Negara yang sesuai dengan nilai norma agama.

3. Hubungan Manusia dengan Manusia Lain


Allah mengatur masalah hubungan yang baik sesama manusia antara lain tentang :
a. Mendahulukan kepentingan orang lain (QS. Al-Baqoroh:177)
b. Berbuat baik adalah merupakan sebaik-baik amalan (QS. Ali’Imron:92)
c. Menyempurnakan takaran dan timbangan, serta tidak merugikan orang lain–
mengurangi takaran termasuk korupsi kecil-kecilan (QS. Al-A’rof:85)
d. Berinfak atau memberikan sebagian rizki kepada orang lain (QS.Al-Baqoroh:254)
e. Tolong menolong dan kasih sayang (QS. Al-Maidah:2)

4. Hubungan Manusia dengan Lingkungan Hidup

13
Hubungan manusia dengan lingkungan dapat dikembangkan antara lain dengan
menyayangi binatang dan tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan udara serta semua alam semesta
yang sengaja diciptakan Allah untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya.
Melihat pola takwa yang dilukiskan dengan mengikuti empat jalur komunikasi manusia
tersebut diatas, jelas kiranya bahwa ruang lingkup takwa kepada Allah menyangkut seluruh jalur
dan aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan
manusia lain maupun dengan alam dan lingkungan hidup.
Konsekuensi dari empat pemeliharaan hubungan dalam rangka ketakwaan tersebut adalah
bahwa manusia harus selalu menumbuhkan dan mengembangkan dalam dirinya empat, yakni (1)
tanggung jawab kepada Allah SWT; (2) tanggung jawab kepada hati nurani sendiri; (3) tanggung
jawab kepada manusia lain; (4) tanggung jawab untuk memelihara flora dan fauna, udara, air,
dan tanah serta kekayaan alam ciptaan Allah. Keempat tanggung jawab itu harus dikembangkan
sebaik-baiknya.

F. Jaminan Allah Bagi Orang Bertakwa


Banyak sekali jaminan dan penghargaan yang diberikan oleh Allah bagi umatNya yang
selalu bertakwa baik jaminan di dunia maupun di akhirat. Erikut beberapa jaminan yang
dijanjikan oleh Allah :
1. Selalu di lindungi oleh Allah
“.... Allah adalah pelindung orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Jathiyah (45): 19)
2. Menjadi manusia termulia di sisi Allah.
Ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah,
‫أَ ْتقَا ُه ْم‬   :  ‫قَا َل‬   ‫س ؟‬
ِ ‫س ْو َل هللاِ َمنْ أَ ْك َر ُم النَّا‬
ُ ‫“ يا َر‬
“Wahai Rasulullah, Siapakah manusia termulia ? maka Rasulullah menjawab :
“Yang paling bertaqwa”   (HR. Bukhori dalam kitab ahadits al-anbiya’ dan Muslim
dalam kitan Al-Fadha’il)
3. Menjadi Wali (Kekasih) Allah
َ‫الَّ ِذينَ آَ َمنُوا َو َكانُوا يَتَّقُون‬  َ‫أَال إِنَّ أَ ْولِيَا َء هَّللا ِ ال َخ ْوفٌ َعلَ ْي ِه ْم َوال ُه ْم يَ ْح َزنُون‬
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka
selalu bertakwa.[QS. Yunus (10) : 62-63]. Para wali Allah adalah orang-orang yang
14
penuh ketaqwaan kepada-Nya, tidak takut melainkan kepada Allah semata. Para wali
bukanlah yang selalu memiliki kemampuan diatas rata-rata manusia biasa, memiliki
kesaktian dengan ilmu kanoragannya dan berkemampuan supranatural
4. Meraih Ma`riyyatullah (kebersamaan)
  َ‫َواتَّقُوا هَّللا َ َوا ْعلَ ُموا أَنَّ هَّللا َ َم َع ا ْل ُمتَّقِين‬
“dan bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah bersama orang-
orang yang bertaqwa” [QS. Al-Baqarah(2) : 194]
5. Dimudahkan urusannya
ْ ُ‫س ُرهُ لِ ْلي‬
‫س َرى‬ ِّ َ‫سنُي‬ ْ ‫ق بِا ْل ُح‬
َ ‫ف‬  ‫سنَى‬ َ ‫ َو‬  ‫فَأ َ َّما َمنْ أَ ْعطَى َواتَّقَى‬
َ ‫ص َّد‬
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan
baginya jalan yang mudah”. [QS. Al-Lail (92) : 5-7].
6. Dilapangkan Rizkinya
‫ب‬
ُ ‫س‬ ُ ‫َّق هَّللا َ يَ ْج َع ْل لَهُ َم ْخ َر ًجا َويَ ْر ُز ْقهُ ِمنْ َح ْي‬
ِ َ‫ث ال يَ ْحت‬ ِ ‫َو َمنْ يَت‬
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya “. [QS. Ath-
Thalaq (85) : 2 dan 3)”.

G. Implementasi Takwa dalam Kehidupan Sehari-hari


Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu
pentingnya taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini sehingga
beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud pembentukan diri seorang
muslim supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering lagi setiap khatib pada hari jum’at
atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah untuk selalu bertaqwa. Begitu seringnya
sosialisasi taqwa dalam kehidupan beragama membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama
yang diharapkan dari tujuan hidup manusia (ibadah).
Orang yang takwa adalah orang yang selalu memelihara keempat jalur hubungan itu
secara baik dan seimbang dan mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya serta senantiasa
memenuhi kewajiban dalam rangka melaksanakan perintah Allah. Takwa dalam makna
memenuhi kewajiban perintah Allah yang menjadi kewajiban manusia takwa untuk
melaksanakannya pada pokoknya adalah (1) kewajiban kepada Allah; (2) kewajiban kepada diri
15
sendiri; (3) kewajiban kepada masyarakat, keluarga, tetangga dan negara;(4) kewajiban kepada
lingkungan hidup.
Kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak mungkin
dipisahkan. Jika dilihat dari segi iman pelaksanaan kewajiban-kewajiban itu bagi seorang muslim
dan muslimat tidak hanya berupa keuntungan dalam bentuk hak di dunia ini tetapi juga pahala di
akhirat kelak yang dijanjikan Allah. Janji Allah pasti dipenuhi.
1) Kewajiban kepada Allah
Kewajiban ini harus ditunaikan manusia untuk memenuhi tujuan hidup dan kehidupannya
di dunia ini yakni mengabdi kepada Illahi. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Az-
Dzariyat:56. Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.
Konsekuensi logis pengakuan iman kepada Allah sebagai pencipta dan penguasa tunggal
alam semesta dan terhadap utusan-Nya Muhammad sebagai rasul-Nya, ialah penerimaan kita
secara mutlak dan sadar atas segala perintah-perintah yang diberikan Allah dan akan tetap
melakasanakannya dengan penuh tanggung jawab. Artinya dengan pengakuan iman kita dalam
bentuk pengucapan dua kalimat syahadat, manusia dengan sukarela telah membebankan atas
pundaknya kewajiban-kewajiban untuk menunaikan perintah-perintah Allah yang disampaikan
melalui rasul-Nya.
Perintah mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat terdapat dalam QS Al-Baqarah: 43.
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.
Berpuasa selama bulan ramadhan (Q.S. Al-Baqarah:43), dan menunaikan ibadah haji (QS Al-
Baqarah:196). Artinya: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah. Jika kamu
terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah
didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat
penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia
bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.
Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum
haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia
tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam
masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang
sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak
16
berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
Seorang muslim atau muslimat telah menunaikan kewajiban utamanya sebagai hamba
yang harus mengabdikan dirinya hanya kepada Allah. Kewajiban menunaikan kelima rukun
Islam itu merupakan sumber gerak energi timbal balik dalam arah vertical antara manusia
sebagai hamba dengan Allah sebagai penguasa tertinggi yang mengatur dan menguasai alam
semesta.
Kewajiban shalat misalnya, mengatur tata cara berkomunikasi dengan Allah yang terdiri
dari sejumlah ucapan atau do’a. Dengan demikian jika dilihat dari bentuk maupun isinya, shalat
adalah pelaksanaan kewajiban yang mengandung nilai-nilai peribadatan (ubudiyah). Karena itu
shalat merupakan ibadah murni semurni-murninya. Sebagai ibadah murni, ibadah shalat
merupakan tiang penyangga dan pusat kegiatan ibadah lainnya. Tanpa ibadah shalat, pelaksanaan
ibadah-ibadah lainnya kurang mempunyai makna.

2) Kewajiban terhadap diri sendiri


Menjaga dan memelihara diri, agar tidak melakukan sesuatu yang dilarang Allah. Sebagai
anak cucu Adam, manusia telah dimuliakan Allah dengan antara lain memberikanya rizki yang
baik-baik dan melebihkan mereka dalam bentuk yang paling sempurna dibanding makhluk
ciptan Allah yang lain, demikian pernyataan Allah dalam QS. Al-Isra (17) ayat 70. Artinya: Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di
lautan , Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Oleh karena manusia telah dimuliakan Allah dari makhluknya yang lain, maka sebagai
orang yang takwa manusia harus selalu menjaga diri, ingat dan selalu hati-hati agar tdak jatuh
kedalam lembah yang hina. Misalnya antara lain sebagai berikut:
a. Mencari rizki dengan berjudi,
b. Meminim minuman yang berpotensial memabukkan
c. Memakan makanan yang haram
d. Melangkahkan kaki ke tempat-tempat maksiat
e. Berkata-kata sia-sia yang menimbulkan bencana

17
f. Dan melakukan perbuatan lain yang merendahkan manusia sebagai makhluk yang telah
dimulaiakan allah. Kawajiban terhadap diri sendiri ini adalah fardu’ain bagi setiap
muslim dan muslimat untuk melakukanya.

3) Kewajiban terhadap masyarakat


Kewajiban ini dimulai dari :
a. Kewajiban terhadap keluarga. Dalam hal sistem ajaran Islam, kewajiban terhadap
keluarga ini juga merupakan fardu’ain bagi setiap unsur yang terlibat di dalamnya
terutama bagi suami istri yang menjadi kepala keluarga dan ibu rumah tangga. Keluarga
adalah sumbu tempat seluruh kehidupan manusia berputar. Karena itu kedudukanya
penting sekali dalam islam. Demikian pentingnya, sehingga seperti yang disebut pada
bagian lain, dari 228 ayat hukum di dalam Al-Qur’an mengenai masalah mu’amalat atau
kehidupan sosial, 30 persen atau 70 ayat diantaranya mengatur hubungan dalam
keluarga yang menentukanya kewajiban dan hak-hak anak terhadap orang tuanya.
b. Kewajiban Terhadap Tetangga. Kewajiban dibebankan kepada manusia untuk menjaga
dan membina ketertiban dalam lingkungan sosial tempat manusia itu tinggal. Dalam
sistem ajaran Islam, berbuat baik tehadap tetangganya adalah pelaksanaan iman. Belum
sempurna iman seseorang, kalo ia tidak baik terhadap tetangganya. Kewajiban terhadap
tetangga ini berkembang kepada kewajiban terhadap masyarakat luar yang harus
dilakukan pula dengan sebaik-baiknya . Pelaksanaan kewajiban terhadap masyarakat
luar itu hars dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
c. Kewajiban terhadap lingkungan hidup
Secara umum kewajiban terhadap lingkungan hidup dapat disimpulkan dari pernyataan
Tuhan dalam Al-Qur’an yang menggambarkan kerusakan yang telah terjadi di daratan
dan lautan, karena ulah tangan-tangan manusia, yang tidak mensyukuri kurnia Ilahi.
Untuk mencegah derita yang dirasakan oleh manusia, seperti kini terjadi di Afrika,
manusia wajib memelihara kelestarian lingkungan hidupnya. Memelihara kelestarian
alam lingkungan hidup, berarti pula memelihara kelangsungan hidup manusia sendiri
dan keturunannya di kemudian hari. Dalam hubungan dengan kewajiban terhadap
lingkungan hidup ini, ada baiknya kalau disinggungkan pula dalam tulisan ini kewajiban

18
orang yang bertakwa terhadap harta yang dititipkan atau yang diamanatkan Allah
kepadanya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Taqwa adalah sikap mental seseorang yang senantiasa ingat dan waspada terhadap
sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan
perbuatan yang baik, dan benar, pantang berbuat salah dan kejahatan terhadap orang lain, diri
sendiri, dan lingkungannya (Gazalba, 1976:46).
Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang aplikasinya
berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial.
Inti takwa kepada Allah adalah melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala
larangan-Nya. Segala perintah dan semua larangan Allah ditetapkanNya bukan untuk

19
kepentingan Allah sendiri, tetapi untuk keselamatan manusia. Manusia harus selalu
menumbuhkan dan mengembangkan dalam dirinya empat, yakni
1. Tanggung jawab kepada Allah SWT.
2. Tanggung jawab kepada hati nurani sendiri
3. Tanggung jawab kepada manusia lain
4. Tanggung jawab untuk memelihara flora dan fauna, udara, air, dan tanah serta kekayaan
alam ciptaan Allah.

B. Saran
Kita sebagai insan yang beragama islam harus berusaha meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan kita sehingga kita menjadi umat islam yang bangga dengan keislaman kita.

DAFTAR PUSTAKA

Abul Hiyadh. 2009. Terjemah Minhajul Abidin. Surabaya : Mutiara Ilmu.

Mochtar Husein. 2008. Hakikat Islam Sebuah Pengantar Meraih Islam Kaffah.

Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Achmad Warson Munawir. 1984. Kamus Almunawwir Arab-Indonesia. Yogyakarta:

Pustaka Progresiff.

Syamsul Rizal Hamid. 2010. Buku Pintar Ayat-Ayat Al-Qur’an. Jakarta: Qibla.

http://amgy.wordpress.com/2008/02/22/taqwa-dan-implikasinya-terhadap-pendidikan/

http://dc177.4shared.com/doc/jOClsWu-/preview.html

http://wikipedia.com/taqwa
20
21

Anda mungkin juga menyukai