ABSTRACT
Kepatuhan perawat dalam menerapkan perilaku cuci tangan sebelum atau sesudah melakukan
tindakan keperawatan merupakan hal yang penting karena jika perawat patuh, maka penularan penyakit
dapat dicegah dan dapat membantu proses penyembuhan pasien. Akan tetapi, bila perawat tidak patuh
maka resiko penularan dapat terjadi dan tidak menutup kemungkinan proses kesembuhan pasien akan
lama. Patuh merupakan suatu sifat yang berfungsi untuk mendorong seseorang taat terhadap suatu
ketentuan atau aturan. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Karakteristik Perawat dan
Tingkat Kepatuhan Perawat dengan Kepatuhan Melakukan Standard Operating Prosedure (SOP) Mencuci
Tangan di Puskesmas Sibande Kec STTU Jehe Kab. Pakpak Barat. Jenis penelitian yang akan dilakukan
adalah penelitian analitik. Penelitian ini dilakukan dengan proses pengumpulan data melalui kuisioner.
Kuisioner berisi pertanyaan mengenai pelaksanaan Standard Operating Procedure (SOP) mencuci tangan
di Puskesmas Sibande. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 perawat. Teknik analisa
data menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan α ≤0,05. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan karakteristik (umur) dengan kepatuhan cuci tangan (p-value=0,027 < p=0,05), lama
kerja dengan kepatuhan cuci tangan (p-value=0,04 < p=0,05), Tingkat pengetahuan dengan kepatuhan
cuci tangan (p-value=0,001 < p= 0,05), tetapi tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan perawat
dengan kepatuhan cuci tangan (p-value=0,32 < p= 0,05). Kesimpulan : Terdapat Hubungan Karakteristik
Perawat dan tingkat Kepatuhan Perawat dengan Kepatuhan Melakukan Standard Operating Procedure
(SOP) Mencuci tangan di Puskesmas Sibande Kec. STTU Jehe Kab. Pakpak Bharat. Saran : Diharapkan
Perawat di Puskesmas yang belum melakukan tindakan mencuci tangan sesuai SOP harus menerapkan
kembali sikap mencuci tangan sesuai SOP karena dapat menurunkan resiko penyebaran infeksi
nosokomial di Puskesmas.
1
PENDAHULUAN
1
benar menggunakan sabun maka kotoran dan kuman akan terangkat sebagian.
Meskipun demikian hal ini sangat membantu mengurangi resiko terinfeksi.
Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar. Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme dan kemudian organisme tersebut merespons (Skinner dalam Notoatmodjo,
2013). Perilaku cuci tangan perawat merupakan salah satu factor yang mempunyai
pengaruh besar terhadap terjadinya penyebaran infeksi karena perawat berinteraksi
secara langsung dengan pasien selama 24 jam (Yulianti, 2009). Perilaku mencuci tangan
perawat yang kurang adekuat memindahkan organisme-organisme bakteri patogen
secara langsung kepada hospes yang menyebabkan penyebaran infeksi di semua jenis
lingkungan pasien. Mencuci tangan juga sebaiknya dilakukan setelah perawat
melakukan kontak yang lama dan intensif dengan pasien, setelah memegang instrument
atau alat yang kotor dan setelah menyentuh selaput lendir, darah serta setelah
melepaskan sarung tangan.
Kepatuhan perawat pelaksana di rumah sakit masih rendah dalam melakukan cuci
tangan saat melakukan tindakan keperawatan pada pasien (Aditama, 2013). Studi di
Amerika Serikat menunjukkan tingkat kepatuhan perawat melakukan cuci tangan
masih sekitar 50% dan di Australia masih sekitar 65% (Perdalin, 2010). Prevalensi
Nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2% (Riskesda, 2009).
Berdasarkan data penelitian di atas dapat dilihat bahwa kepatuhan perawat dalam
menjalankan SOP keperawatan masih rendah. Kepatuhan adalah tingkat seseorang
melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau
dibebankan kepadanya. Dalam hal ini kepatuhan prosedur berfungsi untuk selalu
memenuhi petunjuk atau peraturan-peraturan dan memahami etika keperawatan di
tempat perawatan tersebut bekerja. Kepatuhan merupakan modal dasar seseorang
berperilaku (Adiwimarta, Maulana & Suratman, 2009).
Kepatuhan perawat dalam menerapkan perilaku cuci tangan sebelum atau
sesudah melakukan tindakan keperawatan merupakan hal yang penting karena dengan
perawat yang patuh, maka penularan penyakit dapat dicegah, dapat membantu proses
penyembuhan pasien, akan tetapi bila perawat tidak patuh maka resiko penularan
dapat terjadi dan tidak menutup kemungkinan proses kesembuhan pasien akan lama.
Patuh merupakan suatu sifat yang berfungsi untuk mendorong seseorang taat terhadap
suatu ketentuan atau aturan.
2
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di
negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi
masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO
menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari
Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi
nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak10,0% (Ducel, G, 2010) .
Laporan-laporan rumah sakit di Indonesia yang menunjukkan infeksi nosokomial
berupa infeksi luka operasi adalah di R.S. Hasan Sadikin Bandung 9,9% (1991, Warko),
di R.S. Pringadi Medan 13,92% (1987), R.S. Dr. Karyadi Semarang 7,3% (1984), R.S.Dr.
Soetomo Surabaya 5,32% (1988) dan RSCM 5,4% (1989). Infeksi luka operasi ini
emuanya untuk kasus-kasus bersih dan bersih tercemar yang dioperasi (Depkes RI
Jakarta, 2011).
Nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita-
penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan (Darmadi, 2009). Infeksi
nosokomial terjadi jika petugas kesehatan tidak dalam kondisi steril melakukan
rangkaian pelayanan kesehatan, salah satunya adalah ketidakpatuhan dalam melakukan
Standard Operating Procedure (SOP) cuci tangan.
Pemahaman terhadap pentingnya mematuhi Standard Operating Procedure (SOP)
cuci tangan oleh perawat dianggap menjadi hal yang sangat penting oleh peneliti,
karena hal ini sangat berkaitan dengan respon yang akan diberikan oleh perawat
terhadap peraturan yang diterapkan oleh Puskesmas Sibande Kecamatan STTU JEHE,
Kabupaten Pak – Pak Barat, Propinsi Sumatera Utara.
Beberapa kejadian terkait dengan infeksi luka di Puskesmas Sibande Kecamatan
STTU JEHE, Dari data kunjungan Pasien dengan infeksi luka yang Berkunjung
kePuskesmas sibande pada bulan agustus 2014, berjumlah 10 orang yang mengalami
infeksi luka. Dari hal ini saya melakukan pengamatan dengan melihat 3 orang perawat
yang memiliki perilaku mencuci tangan perawat sebelum melakukan tindakan
keperawatan, contoh sewaktu melakukan tindakan perawatan luka di puskesmas
sibande. Perawat 1 melakukan prosedur mencuci tangan hanya sebelum melakukan
tindakan saja, untuk Perawat yang ke 2 tidak melakukan cuci tangan sewaktu ingin
melakukan tindakan keperawatan, tetapi setelah melakukan tindakan keperawatan si
perawat melakukan cuci tangan, dan untuk Perawat yang ke 3 yang saya amati sama
sekali tidak melakukan cuci tangan baik sebelum melakukan tindakan keperawatan
3
maupun sesudah melakukan tindakan keperawatan. Dari ke 3 perilaku perawat yang
saya amati saya menduga infeksi luka yang terjadi di Puskesmas sibande ada kaitannya
degan ketidak patuhan perawat dalam melakukan mencuci tangan sewaktu melakukan
Tindakan-tindakan keperawatan, baik sewaktu memasang infuse, memasang kateter,
memasang NGT, membersih kan luka, dan sewaktu menghekting luka.
Berdasarkan pemaparan fenomena yang disampaikan, pengetahuan dan
kepatuhan petugas kesehatan melaksanakan Standard Operating Procedure (SOP) cuci
tangan sangat penting untuk diteliti. Hal ini nantinya dapat dijadikan data untuk
mengambil keputusan di wilayah tersebut.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik.
Penelitian ini dilakukan dengan proses pengumpulan data melalui kuisioner. Kuisioner
berisi pertanyaan mengenai pelaksanaan standard operating procedure (SOP) mencuci
tangan di Puskesmas Sibande. Jumlah sampel yang diambil dalam kegiatan penelitian
ini berjumlah 30 orang perawat. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuisioner, dimana kuisioner akan dibagikan kepada responden
yang dijadikan objek penelitian. Kuisioner berisi identitas, faktor – faktor yang
mempengaruhi kepatuhan perawat melaksanakan SOP cuci tangan dalam hal ini adalah
faktor internal/ Karakteristik Perawat (Pengetahuan. Tingkat Pendidikan, Umur, dan
Masa Kerja). Analisa data yang dilakukan untuk menjawab hipotesa penelitian adalah 1.
Analisa univariat dilakukan untuk memproleh gambaran setiap variable, distribusi
frekuensi berbagai variable yang diteliti baik variable dependen maupun variable
independen. Dengan melihat distribusi frekuensi dapat diketahui deskripsi masing-
masing variable dalam penelitian. 2. Analisa Bivariat dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara variable indenpenden (Katagorik) dengan variable
indenpenden (Kategorik) dapat digunakan Uji kai kuadrat atau Chi-square.
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Analisa Univariat
4
1. Karakteristik Perawat
5
o
1 < 5 tahun 7 23
2 5-10 tahun 10 33
3 < 10 tahun 13 44
Total 30 100
6
Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa mayoritas responden tidak patuh
sebesar 73 % (22 orang), pengetahuan kurang sebanyak 27% (8 orang).
F % F % N %
1. <25 3 50 3 60 5 17 15,54 0,027
Tahun 2
2. 25-35 5 36 8 64 14 47
Tahun
3. >35 8 73 3 27 11 36
Tahun
Total 16 53 14 47 30 10
0
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi responden pada usia <25
tahun yang patuh hanya sebanyak 3 orang (50%) sedangkan yang tidak patuh sebanyak
3 orang (60%). Pada responden dengan usia 25-35 tahun yang patuh hanya sebanyak 5
orang (36%) sedangkan yang tidak patuh sebanyak 9 orang (64%). Pada responden
7
dengan usia >35 tahun yang patuh hanya sebanyak 8 orang (73%) sedangkan yang
tidak patuh sebanyak 3 orang (27%). Hasil data spss menunjukkan bahwa nilai x 2
hitung sebesar 15,542 lebih besar dari x 2 tabel yaitu 9,49 dengan df=4 dan p valuenya
adalah 0,027
Berdasarkan hasil uji di atas artinya Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu nilai X2
hitung > X2 tabel atau nilai probabilitas (p) < 0,05. Dengan demikian ada hubungan
antara umur dengan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan sesuai dengan SOP.
F % F % N %
1. S1 (Sarjana) 0 0 1 100 1 3 7,83 0,32
2. D3 11 58 8 42 19 63
(Diploma)
3. SPK 5 50 5 50 10 34
Total 16 53 14 47 30 10
0
8
bahwa nilai x2 hitung sebesar 7,83 lebih kecil dari x 2 tabel yaitu 9,49 dengan df=4 dan p
valuenya adalah 0,32.
Berdasarkan hasil uji di atas artinya Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu nilai X2
hitung < X2 tabel atau nilai probabilitas (p) > 0,05. Dengan demikian tidak ada hubungan
antara pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan sesuai dengan
SOP.
3. Hubungan Lama Bekerja dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan
Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi responden dengan lama
bekerja < 5 tahun yang patuh sebanyak 3 (empat) orang (43%) sedangkan yang tidak
patuh sebanyak 4 (empat) orang (57%). Pada responden dengan lama bekerja 5-10
tahun yang patuh hanya sebanyak 5 orang (50%) sedangkan yang tidak patuh sebanyak
5 orang (50%). Pada responden dengan lama bekerja >10 tahun yang patuh hanya
sebanyak 7 orang (54%) sedangkan yang tidak patuh sebanyak 6 orang (46%). Hasil
data spss menunjukkan bahwa nilai x2 hitung sebesar 7,86 lebih kecil dari x2 tabel yaitu
9,49 dengan df=4 dan p valuenya adalah 0,046.
9
Berdasarkan hasil uji di atas artinya Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu nilai X2
hitung > X2 tabel atau nilai probabilitas (p) < 0,05. Dengan demikian ada hubungan
antara lama bekerja dengan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan sesuai dengan
SOP.
4. Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan
Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan
Berdasarkan hasil uji di atas artinya Ha diterima dan Ho ditolak, yaitu nilai X2
hitung > X2 tabel atau nilai probabilitas (p) < 0,05. Dengan demikian ada hubungan
antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan sesuai dengan
SOP.
PEMBAHASAN
10
1. Hubungan Umur dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Standard
Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan
Umur berpengaruh terhadap pola fikir seseorang dan pola fikir berpengaruh
terhadap perilaku seseorang. Semakin cukup umur seseorang akan semakin matang
dalam berfikir dan bertindak (Evin,2009). Oleh karenanya usia lebih tua lebih sering
menunjukkan rasa tanggungjawab dan beban moral dalam melaksanakan pekerjaannya.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh kesimpulan ada hubungan antara umur
dengan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan sesuai dengan SOP. Hal ini terlihat
dari data yang menunjukkan bahwa p value nya 0.027 < dari p=0,05.
Dalam penelitian ini usia yang paling patuh adalah di atas dari 35 tahun
sementara usia yang paling tidak patuh adalah 25-35 tahun. Sesuai dengan pendapat
Stephen (2011) yang menyatakan bahwa seorang yang lebih muda cenderung
mempunyai fisik yang kuat dan dan dapat bekerja keras tetapi dalam bekerja kurang
disiplin dan kurang bertanggung jawab. Dalam penelitian ini rentang umur 31 sampai
35 yang lebih patuh di bandingkan dengan umur yang lebih muda dalam kepatuhan
perawat untuk melakukan cuci tangan. Kepatuhan paling rendah berada pada rentang
usia < 35 tahun, sesuai dengan Stephen (2011) yang menyatakan bahwa kualitas positif
yang ada pada seseorang yang lebih tua meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja
yang kuat dan komitmen terhadap mutu (dalam hal ini komitmen untuk selalu
melakukan cuci tangan sesuai dengan standar).
Umur seseorang secara garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil
keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya, dengan semakin banyak umur
maka dalam menerima sebuah instruksi dan dalam melaksanaan suatu prosedur akan
semakin bertanggung jawab dan berpengalaman.Semakin cukup umur seseorang akan
semakin matang dalam berfikir dan bertindak (Evin, 2009).
Penelitian yang berbeda ditunjukkan oleh Rosita (2012) di Rumah Sakit
Columbia Asia Medan yang menyatakan tak ada hubungan atara usia dengan kepatuhan.
Meskipun demikian, penelitian ini sama-sama menunjukkan bahwa usia muda justru
lebih kurang patuh. Mengapa pada rentang usia 25 sampai 30 tahun kebanyakan tidak
patuh? Hal ini dikarnakan pada usia tersebut cenderung degan memprioritaskan pada
kerja keras tanpa memperhatikan kedisiplinan, dan rasa tanggung jawab dalam
pekerjaan.(Rosita, 2012).
11
2. Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan
Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan perawat yang paling
tinggi adalah pada perawat yang berpendidikan Diploma 3 (58%). Meskipun demikian
uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan
perawat sesuai dengan standar prosedur mencuci tangan. Hal itu dapat terlihat dari
hasil yang menunjukkan justru pendidikan S1 tidak patuh sementara pendidikan SPK 5
orang patuh yang secara pendidikan di bawah S1.
Penelitian ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Saragih & Rumapea
(2012).Menurut Prohealth (2009) dalam Niswah &Aisyaroh (2012) menyebutkan
bahwa Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang
didapat tentang kesehatan.Menurut Sunaryo (2004) dalam Damanik (2012)
menyebutkan bahwa semakin lama seseorang yang menggeluti bidang pekerjaan
semakin terampil orang bekerja.
Menurut asumsi peneliti hal yang menjadi penyebab tidak adanya hubungan
pendidikan dengan terhadap kepatuhan mencuci tangan sesuai prosedur adalah pada
tanggungjawab pribadi perawat itu sendiri. Tamatan SPK justru lebih patuh
dikarenakan usianya yag lebih tua sehingga lebih memiliki tanggungjawab moral pada
pasien. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tentang hubungan umur dengan
kepatuhan. Meskipun hasil peneltian ini menunjukkan tidak adanya hubungan namun
teori lebih banyak menekankan pada aspek pendidikan yang akan meningkatkan
kepatuhan sesorang untuk melakukan prosedur sesuai standar (Notoadmodjo, 2003).
Pendidikan berpengaruh terhadap pola fikir individu. Sedangkan pola fikir berpengaruh
terhadap perilaku seseorang dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan
rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi (Asmadi,
2010).
3. Hubungan Lama Bekerja dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan
Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan
12
Kreitner dan Kinichi (2010) menyatakan bahwa masa kerja yang lama akan
cenderung membuat seseorang betah dalam sebuah organisasi hal ini disebabkan
karena telah beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa
nyaman dalam pekerjaannya. Semakin lama seseorang bekerja maka tingkat prestasi
akan semakin tinggi, prestasi yang tinggi di dapat dari perilaku yang baik. Pendapat di
atas sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara
lama bekerja dengan kepatuhan perawat mencuci tangan sesuai dengan SOP dengan p
value 0,0046.
Hasil penelitian yang sama juga ditunjukkan oleh Jay, 2012 yang menemukan
adanya hubungan antara lama kerja dengan kepatuhan perawat sebelum melakukan
pemasangan oksigen di Rumah Sakit dr. Rubini Mempawah. Dengan nilai p=0,000.
Dlaam penelitiannya menemukan bahwa perawat yang lama bekerjanya lebih dari 10
(sepuluh) tahun lebih patuh dalam mencuci tangan.
Menurut Suharto (2010), lamanya bekerja menjadi salah satu penentu dalam diri
individu dalam menerima rangsangan. Semakin lama seseorang bergelut dalam
profesinya maka semakin dia menikmati pekerjaannya. Selain itu dia berpendapat
bahwa semakin seseorang lebih bekerja tentu semakin berpengalaman dirinya dan
tentu semakin pandai dalam melakukan pekerjaannya.
4. Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan
Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan
KESIMPULAN
1. Ada hubungan antara umur (p= 0,027) dengan kepatuhan perawat dalam mencuci
tangan sesuai dengan SOP
2. Tidak ada hubungan Pendidikan (p=0,32) dengan Tingkat Kepatuhan Perawat
Melakukan Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan
3. Ada hubungan lama bekerja (p= 0,046) dengan tingkat kepatuhan perawat melakukan
standard operating procedure (SOP) mencuci tangan
4. Ada hubungan pengetahuan (p=0,001) dengan Tingkat Kepatuhan Perawat
Melakukan Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan
REFERENSI
Adiawarta, Sri Sukesih, dkk.(2010). Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
14
Kementerian Kesehatan RI.(2010). Profil Kesehatan Indonesia 2010.
Kreitner, Robert dan Angelo Kinichi.(2010). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Press.
Potter, P.A, Perry, A.G.(2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktis. Jakarta: EGC. Rosita Saragih & Rumapea.(2012). Hubungan Karakteristik
Perawat Dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Cuci Tangan di Rumah
Sakit Columbia Asia Medan.Fakultas Ilmu Keperawatan.
Available.http://uda.ac.id/jurnal/files/7.pdf (Accesed 17
Februari 2015).
Robbins, Stephen P & Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1,Jakarta:
Salemba Empat. Hal.56-66
Sabri, L., Hastono, SP. (2010) Statistik Kesehatan.Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
2010.
15
untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwonon Prawiriharjo.
16