Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPATUHAN

PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MELAKUKAN Standard Operating


Procedure (SOP) MENCUCI TANGAN

Mazly Astuti, S.Kep, Ners, M.Kep


S-1 Keperawatan STIKES Sumatera Utara
mazlyprivate0168@gmail.com

ABSTRACT

Kepatuhan perawat dalam menerapkan perilaku cuci tangan sebelum atau sesudah melakukan
tindakan keperawatan merupakan hal yang penting karena jika perawat patuh, maka penularan penyakit
dapat dicegah dan dapat membantu proses penyembuhan pasien. Akan tetapi, bila perawat tidak patuh
maka resiko penularan dapat terjadi dan tidak menutup kemungkinan proses kesembuhan pasien akan
lama. Patuh merupakan suatu sifat yang berfungsi untuk mendorong seseorang taat terhadap suatu
ketentuan atau aturan. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Karakteristik Perawat dan
Tingkat Kepatuhan Perawat dengan Kepatuhan Melakukan Standard Operating Prosedure (SOP) Mencuci
Tangan di Puskesmas Sibande Kec STTU Jehe Kab. Pakpak Barat. Jenis penelitian yang akan dilakukan
adalah penelitian analitik. Penelitian ini dilakukan dengan proses pengumpulan data melalui kuisioner.
Kuisioner berisi pertanyaan mengenai pelaksanaan Standard Operating Procedure (SOP) mencuci tangan
di Puskesmas Sibande. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 perawat. Teknik analisa
data menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan α ≤0,05. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan karakteristik (umur) dengan kepatuhan cuci tangan (p-value=0,027 < p=0,05), lama
kerja dengan kepatuhan cuci tangan (p-value=0,04 < p=0,05), Tingkat pengetahuan dengan kepatuhan
cuci tangan (p-value=0,001 < p= 0,05), tetapi tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan perawat
dengan kepatuhan cuci tangan (p-value=0,32 < p= 0,05). Kesimpulan : Terdapat Hubungan Karakteristik
Perawat dan tingkat Kepatuhan Perawat dengan Kepatuhan Melakukan Standard Operating Procedure
(SOP) Mencuci tangan di Puskesmas Sibande Kec. STTU Jehe Kab. Pakpak Bharat. Saran : Diharapkan
Perawat di Puskesmas yang belum melakukan tindakan mencuci tangan sesuai SOP harus menerapkan
kembali sikap mencuci tangan sesuai SOP karena dapat menurunkan resiko penyebaran infeksi
nosokomial di Puskesmas.

Kata kunci : Karakteristik perawat, Kepatuhan Mencuci Tangan

1
PENDAHULUAN

Tenaga kesehatan dikalangan medis wajib mencuci tangan dan secara


berkelanjutan harus lebih disiplin dan mengikuti standar yang berlaku di tiap-tiap
rumah sakit sesuai kebijakan prosedur yang berlaku (WHO, 2009). Untuk melakukan
tindakan medis Operatif wajib mencuci tangan sampai ke siku. Dokter, perawat, bidan
dan seluruh jajaran tenaga kesehatan di rumah sakit, klinik bersalin, maupun
puskesmas merupakan kelompok yang paling beresiko menularkan maupun tertular
penyakit infeksi. Oleh karena itu bagi kalangan medis wajib mencuci tangan sebelum
dan setelah melakukan tindakan. Bahkan ketika memeriksa pasien yang satu beralih
untuk memeriksa pasien yang lain maka dokter, perawat, dan bidan harus mencuci
tangan terlebih dahulu. Karena ini dapat mengurangi resiko infeksi nasokomial yakni
infeksi silang dari pasien ke pasien.
Undang-undang Nomor 44 tentang rumah sakit menyatakan bahwa setiap pasien
mempunyai hak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di rumah sakit (Tunggal, 2010). Di rumah sakit kebiasaan cuci tangan pada
petugas kesehatan merupakan perilaku yang mendasar sekali dalam upaya mencegah
cross infection (infeksi silang). Hal ini mengingat rumah sakit sebagai tempat
berkumpulnya segala macam penyakit, baik menular maupun tidak menular. Karena itu
seluruh petugas kesehatan khususnya perawat pelaksana yang bekerja di rumah sakit
seharusnya mengetahui pentingnya pencegahan infeksi. Sebagian besar infeksi dapat
dicegah dengan perilaku mencuci tangan (Tietjen, Bossemeyer & Mcintosh, 2010).
Hal ini juga berlaku di Puskesmas Rawat Inap, perawat juga harus melakukan hal
yang sama seperti yang dilakukan di rumah sakit yaitu mencegah terjadinya infeksi
silang dengan cara mencuci tangan sebelum dan sesudah melaukan tindakan, karna di
puskesmas juga banyak kita jumpai berbagai macam penyakit baik menular maupun
tidak menular.
Menurut depkes 2009, mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis
melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan
air. Tujuan mencuci tangan menurut depkes 2009 adalah merupakan salah satu unsur
pencegahan penularan infeksi. Dengan mengunakan Air yang bersih tentu saja yang
jernih, tidak berbau dan tidak berwarna. Zat pembersih berupa sabun baik yang padat
maupun yang cair akan membantu proses pelepasan kotoran dan kuman yang
menempel di permukaan luar kulit tangan dan kuku. Dengan mencuci tangan yang

1
benar menggunakan sabun maka kotoran dan kuman akan terangkat sebagian.
Meskipun demikian hal ini sangat membantu mengurangi resiko terinfeksi.
Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar. Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme dan kemudian organisme tersebut merespons (Skinner dalam Notoatmodjo,
2013). Perilaku cuci tangan perawat merupakan salah satu factor yang mempunyai
pengaruh besar terhadap terjadinya penyebaran infeksi karena perawat berinteraksi
secara langsung dengan pasien selama 24 jam (Yulianti, 2009). Perilaku mencuci tangan
perawat yang kurang adekuat memindahkan organisme-organisme bakteri patogen
secara langsung kepada hospes yang menyebabkan penyebaran infeksi di semua jenis
lingkungan pasien. Mencuci tangan juga sebaiknya dilakukan setelah perawat
melakukan kontak yang lama dan intensif dengan pasien, setelah memegang instrument
atau alat yang kotor dan setelah menyentuh selaput lendir, darah serta setelah
melepaskan sarung tangan.
Kepatuhan perawat pelaksana di rumah sakit masih rendah dalam melakukan cuci
tangan saat melakukan tindakan keperawatan pada pasien (Aditama, 2013). Studi di
Amerika Serikat menunjukkan tingkat kepatuhan perawat melakukan cuci tangan
masih sekitar 50% dan di Australia masih sekitar 65% (Perdalin, 2010). Prevalensi
Nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2% (Riskesda, 2009).
Berdasarkan data penelitian di atas dapat dilihat bahwa kepatuhan perawat dalam
menjalankan SOP keperawatan masih rendah. Kepatuhan adalah tingkat seseorang
melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau
dibebankan kepadanya. Dalam hal ini kepatuhan prosedur berfungsi untuk selalu
memenuhi petunjuk atau peraturan-peraturan dan memahami etika keperawatan di
tempat perawatan tersebut bekerja. Kepatuhan merupakan modal dasar seseorang
berperilaku (Adiwimarta, Maulana & Suratman, 2009).
Kepatuhan perawat dalam menerapkan perilaku cuci tangan sebelum atau
sesudah melakukan tindakan keperawatan merupakan hal yang penting karena dengan
perawat yang patuh, maka penularan penyakit dapat dicegah, dapat membantu proses
penyembuhan pasien, akan tetapi bila perawat tidak patuh maka resiko penularan
dapat terjadi dan tidak menutup kemungkinan proses kesembuhan pasien akan lama.
Patuh merupakan suatu sifat yang berfungsi untuk mendorong seseorang taat terhadap
suatu ketentuan atau aturan.

2
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di
negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi
masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO
menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari
Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi
nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak10,0% (Ducel, G, 2010) .
Laporan-laporan rumah sakit di Indonesia yang menunjukkan infeksi nosokomial
berupa infeksi luka operasi adalah di R.S. Hasan Sadikin Bandung 9,9% (1991, Warko),
di R.S. Pringadi Medan 13,92% (1987), R.S. Dr. Karyadi Semarang 7,3% (1984), R.S.Dr.
Soetomo Surabaya 5,32% (1988) dan RSCM 5,4% (1989). Infeksi luka operasi ini
emuanya untuk kasus-kasus bersih dan bersih tercemar yang dioperasi (Depkes RI
Jakarta, 2011).
Nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita-
penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan (Darmadi, 2009). Infeksi
nosokomial terjadi jika petugas kesehatan tidak dalam kondisi steril melakukan
rangkaian pelayanan kesehatan, salah satunya adalah ketidakpatuhan dalam melakukan
Standard Operating Procedure (SOP) cuci tangan.
Pemahaman terhadap pentingnya mematuhi Standard Operating Procedure (SOP)
cuci tangan oleh perawat dianggap menjadi hal yang sangat penting oleh peneliti,
karena hal ini sangat berkaitan dengan respon yang akan diberikan oleh perawat
terhadap peraturan yang diterapkan oleh Puskesmas Sibande Kecamatan STTU JEHE,
Kabupaten Pak – Pak Barat, Propinsi Sumatera Utara.
Beberapa kejadian terkait dengan infeksi luka di Puskesmas Sibande Kecamatan
STTU JEHE, Dari data kunjungan Pasien dengan infeksi luka yang Berkunjung
kePuskesmas sibande pada bulan agustus 2014, berjumlah 10 orang yang mengalami
infeksi luka. Dari hal ini saya melakukan pengamatan dengan melihat 3 orang perawat
yang memiliki perilaku mencuci tangan perawat sebelum melakukan tindakan
keperawatan, contoh sewaktu melakukan tindakan perawatan luka di puskesmas
sibande. Perawat 1 melakukan prosedur mencuci tangan hanya sebelum melakukan
tindakan saja, untuk Perawat yang ke 2 tidak melakukan cuci tangan sewaktu ingin
melakukan tindakan keperawatan, tetapi setelah melakukan tindakan keperawatan si
perawat melakukan cuci tangan, dan untuk Perawat yang ke 3 yang saya amati sama
sekali tidak melakukan cuci tangan baik sebelum melakukan tindakan keperawatan

3
maupun sesudah melakukan tindakan keperawatan. Dari ke 3 perilaku perawat yang
saya amati saya menduga infeksi luka yang terjadi di Puskesmas sibande ada kaitannya
degan ketidak patuhan perawat dalam melakukan mencuci tangan sewaktu melakukan
Tindakan-tindakan keperawatan, baik sewaktu memasang infuse, memasang kateter,
memasang NGT, membersih kan luka, dan sewaktu menghekting luka.
Berdasarkan pemaparan fenomena yang disampaikan, pengetahuan dan
kepatuhan petugas kesehatan melaksanakan Standard Operating Procedure (SOP) cuci
tangan sangat penting untuk diteliti. Hal ini nantinya dapat dijadikan data untuk
mengambil keputusan di wilayah tersebut.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik.
Penelitian ini dilakukan dengan proses pengumpulan data melalui kuisioner. Kuisioner
berisi pertanyaan mengenai pelaksanaan standard operating procedure (SOP) mencuci
tangan di Puskesmas Sibande. Jumlah sampel yang diambil dalam kegiatan penelitian
ini berjumlah 30 orang perawat. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuisioner, dimana kuisioner akan dibagikan kepada responden
yang dijadikan objek penelitian. Kuisioner berisi identitas, faktor – faktor yang
mempengaruhi kepatuhan perawat melaksanakan SOP cuci tangan dalam hal ini adalah
faktor internal/ Karakteristik Perawat (Pengetahuan. Tingkat Pendidikan, Umur, dan
Masa Kerja). Analisa data yang dilakukan untuk menjawab hipotesa penelitian adalah 1.
Analisa univariat dilakukan untuk memproleh gambaran setiap variable, distribusi
frekuensi berbagai variable yang diteliti baik variable dependen maupun variable
independen. Dengan melihat distribusi frekuensi dapat diketahui deskripsi masing-
masing variable dalam penelitian. 2. Analisa Bivariat dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara variable indenpenden (Katagorik) dengan variable
indenpenden (Kategorik) dapat digunakan Uji kai kuadrat atau Chi-square.

HASIL PENELITIAN
A. Hasil Analisa Univariat

4
1. Karakteristik Perawat

Berdasarkan jawaban responden di atas maka dapat disimpulkan bahwa


berdasarkan umur responden dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Perawat di Puskesmas Sibande Kec.
STTU Jehe. Kab. Pakpak Bharat Tahun 2016
N Umur Frekuensi Persentase (%)
o
1 < 25 Tahun 5 17
2 25-35 Tahun 14 46
3 >35 Tahun 11 37
Total 30 100

Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa mayoritas responden berumur 25-


35 tahun sebesar 46,7 % (14 orang), yang berusia >35 tahun sebanyak 36,7 % (11
orang) dan yang paling rendah pada rentang usia < dari 25 tahun sebanyak 16,7% (5
orang).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Perawat di Puskesmas Sibande Kec.
STTU Jehe. Kab. Pakpak Bharat Tahun 2016
N Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
o
1 S1 (Sarjana) 1 3
2 D3 (Diploma) 19 63
3 SPK 10 46
Total 30 100

Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa mayoritas responden dengan


pendidikan D3 (Diploma) sebesar 63 % (19 orang), yang berpendidikan SPK sebanyak
46, % (10 orang) dan yang paling rendah pada pendidikan S1 (Sarjana) sebanyak 3% (1
orang).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Perawat di Puskesmas Sibande Kec.


STTU Jehe. Kab. Pakpak Bharat Tahun 2016
N Lama Bekerja Frekuensi Persentase (%)

5
o
1 < 5 tahun 7 23
2 5-10 tahun 10 33
3 < 10 tahun 13 44
Total 30 100

Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa mayoritas responden dengan lama


bekerja < dari 10 tahun sebesar 44 % (13 orang), yang lama bekerja 5-10 tahun
sebanyak 33% (10 orang) dan yang paling rendah lamanya < 5 tahun sebanyak 23% (7
orang).
2. Pengetahuan Perawat

Berdasarkan jawaban responden di atas maka dapat disimpulkan bahwa


berdasarkan lama bekerja responden dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat di Puskesmas Sibande Kec.
STTU Jehe. Kab. Pakpak Bharat Tahun 2016
N Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
o
1 Pengetahuan Baik 19 63
2 Pengetahuan 11 37
Kurang
Total 30 100

Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa mayoritas responden dengan


pengetahuan baik sebesar 63 % (19 orang), pengetahuan kurang sebanyak 37% (11
orang).
3. Tingkat Kepatuhan

Berdasarkan jawaban responden di atas maka dapat disimpulkan bahwa


berdasarkan lama bekerja responden dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 5.Distribusi Frekuensi Kepatuhan Perawat di Puskesmas Sibande Kec.
STTU Jehe. Kab.Pakpak Bharat Tahun 2016
N Kepatuhan Frekuensi Persentase (%)
o
1 Patuh 16 53
2 Tidak Patuh 14 47
Total 30 100

6
Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa mayoritas responden tidak patuh
sebesar 73 % (22 orang), pengetahuan kurang sebanyak 27% (8 orang).

B. Hasil Analisa Bivariat


Analisis bivariat yaitu pengolahan data dengan menghubungkan seluruh
variabel penelitian yaitu umur, pendidikan, lama bekerja, dan pengetahuan perawat
terhadap kepatuhan dalam melakukan cuci tangan sesuai dengan SOP menggunakan uji
statistik chi square.

1. Hubungan Umur dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Standard


Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan
Berdasarkan jawaban di atas maka dapat dinilai hubungan umur dengan
kepatuhan perawat untuk mencuci tangan sesuai dengan SOP mencuci tangan dapat
dilihat dari tabel berikut:
Tabel 6. Hubungan Umur Perawat dengan tingkat kepatuhan perawat melakukan
Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan di Puskesmas
Sibande Kec. STTU Jehe Kab. Pakpak Bharat Tahun 2016
No Umur Kepatuhan Total P
Patuh Tidak X2 value
Patuh

F % F % N %
1. <25 3 50 3 60 5 17 15,54 0,027
Tahun 2
2. 25-35 5 36 8 64 14 47
Tahun
3. >35 8 73 3 27 11 36
Tahun
Total 16 53 14 47 30 10
0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi responden pada usia <25
tahun yang patuh hanya sebanyak 3 orang (50%) sedangkan yang tidak patuh sebanyak
3 orang (60%). Pada responden dengan usia 25-35 tahun yang patuh hanya sebanyak 5
orang (36%) sedangkan yang tidak patuh sebanyak 9 orang (64%). Pada responden

7
dengan usia >35 tahun yang patuh hanya sebanyak 8 orang (73%) sedangkan yang
tidak patuh sebanyak 3 orang (27%). Hasil data spss menunjukkan bahwa nilai x 2
hitung sebesar 15,542 lebih besar dari x 2 tabel yaitu 9,49 dengan df=4 dan p valuenya
adalah 0,027

Berdasarkan hasil uji di atas artinya Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu nilai X2
hitung > X2 tabel atau nilai probabilitas (p) < 0,05. Dengan demikian ada hubungan
antara umur dengan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan sesuai dengan SOP.

2. Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan


Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan

Berdasarkan jawaban di atas maka dapat dinilai hubungan umur dengan


kepatuhan perawat untuk mencuci tangan sesuai dengan SOP mencuci tangan dapat
=dilihat dari tabel berikut:
Tabel 7. Hubungan Pendidikan Perawat dengan tingkat kepatuhan perawat
melakukan Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan di
Puskesmas Sibande Kec. STTU Jehe. Kab. Pakpak Bharat Tahun 2016
No Pendidikan Kepatuhan Total P
Patuh Tidak X2 value
Patuh

F % F % N %
1. S1 (Sarjana) 0 0 1 100 1 3 7,83 0,32
2. D3 11 58 8 42 19 63
(Diploma)
3. SPK 5 50 5 50 10 34
Total 16 53 14 47 30 10
0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi responden dengan


pendidikan S1 yang patuh tidak ada sedangkan yang tidak patuh sebanyak 1 orang dari
total 1 (satu) (100%). Pada responden dengan penddikan D3 (Diploma) yang patuh
hanya sebanyak 11 orang (58%) sedangkan yang tidak patuh sebanyak 8 orang (42%).
Pada responden dengan pendidikan SPK yang patuh hanya sebanyak 5 orang (50%)
sedangkan yang tidak patuh sebanyak 5 orang (50%). Hasil data spss menunjukkan

8
bahwa nilai x2 hitung sebesar 7,83 lebih kecil dari x 2 tabel yaitu 9,49 dengan df=4 dan p
valuenya adalah 0,32.

Berdasarkan hasil uji di atas artinya Ho diterima dan Ha ditolak, yaitu nilai X2
hitung < X2 tabel atau nilai probabilitas (p) > 0,05. Dengan demikian tidak ada hubungan
antara pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan sesuai dengan
SOP.
3. Hubungan Lama Bekerja dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan
Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan

Berdasarkan jawaban di atas maka dapat dinilai hubungan umur dengan


kepatuhan perawat untuk mencuci tangan sesuai dengan SOP mencuci tangan dapat
dilihat dari tabel berikut:
Tabel 8. Hubungan Lama Bekerja Perawat dengan tingkat kepatuhan perawat
melakukan Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan di
Puskesmas Sibande Kec. STTU Jehe. Kab. Pakpak Bharat Tahun 2016
No Lama Kepatuhan Total P
Patuh Tidak
Bekerja X2 value
Patuh
F % F % N %
1. < 5 tahun 4 57 3 43 7 3 7,86 0,046
2. 5-10 tahun 5 50 5 50 10 63
3. >10 Tahun 7 54 6 46 13 34
Total 16 53 14 30 10
47
0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi responden dengan lama
bekerja < 5 tahun yang patuh sebanyak 3 (empat) orang (43%) sedangkan yang tidak
patuh sebanyak 4 (empat) orang (57%). Pada responden dengan lama bekerja 5-10
tahun yang patuh hanya sebanyak 5 orang (50%) sedangkan yang tidak patuh sebanyak
5 orang (50%). Pada responden dengan lama bekerja >10 tahun yang patuh hanya
sebanyak 7 orang (54%) sedangkan yang tidak patuh sebanyak 6 orang (46%). Hasil
data spss menunjukkan bahwa nilai x2 hitung sebesar 7,86 lebih kecil dari x2 tabel yaitu
9,49 dengan df=4 dan p valuenya adalah 0,046.

9
Berdasarkan hasil uji di atas artinya Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu nilai X2
hitung > X2 tabel atau nilai probabilitas (p) < 0,05. Dengan demikian ada hubungan
antara lama bekerja dengan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan sesuai dengan
SOP.
4. Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan
Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan

Berdasarkan jawaban di atas maka dapat dinilai hubungan umur dengan


kepatuhan perawat untuk mencuci tangan sesuai dengan SOP mencuci tangan dapat
dilihat dari tabel berikut:
Tabel 9. Hubungan Pengetahuan Perawat dengan tingkat kepatuhan perawat
melakukan Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan di
Puskesmas Sibande Kec. STTU Jehe Kab. Pakpak Bharat Tahun 2016
No Pengetahua Kepatuhan Total P
Patuh Tidak
n X2 value
Patuh
F % F % N %
1. Baik 12 63 7 37 19 3 11,31 0,001
2. Kurang 4 36 7 64 11 63
Total 16 53 14 30 10
47
0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi responden dengan


pengetahuan baik yang patuh sebanyak 12 (dua belas) orang (63%) sedangkan yang
tidak patuh sebanyak 7 (tujuh) orang (37%). Pada responden dengan pengetahuan
kurang yang patuh hanya sebanyak 4 orang (36%) sedangkan yang tidak patuh
sebanyak 7 orang (64%). Hasil data spss menunjukkan bahwa nilai x 2 hitung sebesar
11,31 lebih kecil dari x2 tabel yaitu 9,49 dengan df=4 dan p valuenya adalah 0,001.

Berdasarkan hasil uji di atas artinya Ha diterima dan Ho ditolak, yaitu nilai X2
hitung > X2 tabel atau nilai probabilitas (p) < 0,05. Dengan demikian ada hubungan
antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan sesuai dengan
SOP.

PEMBAHASAN

10
1. Hubungan Umur dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Standard
Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan

Umur berpengaruh terhadap pola fikir seseorang dan pola fikir berpengaruh
terhadap perilaku seseorang. Semakin cukup umur seseorang akan semakin matang
dalam berfikir dan bertindak (Evin,2009). Oleh karenanya usia lebih tua lebih sering
menunjukkan rasa tanggungjawab dan beban moral dalam melaksanakan pekerjaannya.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh kesimpulan ada hubungan antara umur
dengan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan sesuai dengan SOP. Hal ini terlihat
dari data yang menunjukkan bahwa p value nya 0.027 < dari p=0,05.
Dalam penelitian ini usia yang paling patuh adalah di atas dari 35 tahun
sementara usia yang paling tidak patuh adalah 25-35 tahun. Sesuai dengan pendapat
Stephen (2011) yang menyatakan bahwa seorang yang lebih muda cenderung
mempunyai fisik yang kuat dan dan dapat bekerja keras tetapi dalam bekerja kurang
disiplin dan kurang bertanggung jawab. Dalam penelitian ini rentang umur 31 sampai
35 yang lebih patuh di bandingkan dengan umur yang lebih muda dalam kepatuhan
perawat untuk melakukan cuci tangan. Kepatuhan paling rendah berada pada rentang
usia < 35 tahun, sesuai dengan Stephen (2011) yang menyatakan bahwa kualitas positif
yang ada pada seseorang yang lebih tua meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja
yang kuat dan komitmen terhadap mutu (dalam hal ini komitmen untuk selalu
melakukan cuci tangan sesuai dengan standar).
Umur seseorang secara garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil
keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya, dengan semakin banyak umur
maka dalam menerima sebuah instruksi dan dalam melaksanaan suatu prosedur akan
semakin bertanggung jawab dan berpengalaman.Semakin cukup umur seseorang akan
semakin matang dalam berfikir dan bertindak (Evin, 2009).
Penelitian yang berbeda ditunjukkan oleh Rosita (2012) di Rumah Sakit
Columbia Asia Medan yang menyatakan tak ada hubungan atara usia dengan kepatuhan.
Meskipun demikian, penelitian ini sama-sama menunjukkan bahwa usia muda justru
lebih kurang patuh. Mengapa pada rentang usia 25 sampai 30 tahun kebanyakan tidak
patuh? Hal ini dikarnakan pada usia tersebut cenderung degan memprioritaskan pada
kerja keras tanpa memperhatikan kedisiplinan, dan rasa tanggung jawab dalam
pekerjaan.(Rosita, 2012).
11
2. Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan
Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan perawat yang paling
tinggi adalah pada perawat yang berpendidikan Diploma 3 (58%). Meskipun demikian
uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan
perawat sesuai dengan standar prosedur mencuci tangan. Hal itu dapat terlihat dari
hasil yang menunjukkan justru pendidikan S1 tidak patuh sementara pendidikan SPK 5
orang patuh yang secara pendidikan di bawah S1.
Penelitian ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Saragih & Rumapea
(2012).Menurut Prohealth (2009) dalam Niswah &Aisyaroh (2012) menyebutkan
bahwa Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang
didapat tentang kesehatan.Menurut Sunaryo (2004) dalam Damanik (2012)
menyebutkan bahwa semakin lama seseorang yang menggeluti bidang pekerjaan
semakin terampil orang bekerja.
Menurut asumsi peneliti hal yang menjadi penyebab tidak adanya hubungan
pendidikan dengan terhadap kepatuhan mencuci tangan sesuai prosedur adalah pada
tanggungjawab pribadi perawat itu sendiri. Tamatan SPK justru lebih patuh
dikarenakan usianya yag lebih tua sehingga lebih memiliki tanggungjawab moral pada
pasien. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tentang hubungan umur dengan
kepatuhan. Meskipun hasil peneltian ini menunjukkan tidak adanya hubungan namun
teori lebih banyak menekankan pada aspek pendidikan yang akan meningkatkan
kepatuhan sesorang untuk melakukan prosedur sesuai standar (Notoadmodjo, 2003).
Pendidikan berpengaruh terhadap pola fikir individu. Sedangkan pola fikir berpengaruh
terhadap perilaku seseorang dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan
rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi (Asmadi,
2010).
3. Hubungan Lama Bekerja dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan
Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan

12
Kreitner dan Kinichi (2010) menyatakan bahwa masa kerja yang lama akan
cenderung membuat seseorang betah dalam sebuah organisasi hal ini disebabkan
karena telah beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa
nyaman dalam pekerjaannya. Semakin lama seseorang bekerja maka tingkat prestasi
akan semakin tinggi, prestasi yang tinggi di dapat dari perilaku yang baik. Pendapat di
atas sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara
lama bekerja dengan kepatuhan perawat mencuci tangan sesuai dengan SOP dengan p
value 0,0046.
Hasil penelitian yang sama juga ditunjukkan oleh Jay, 2012 yang menemukan
adanya hubungan antara lama kerja dengan kepatuhan perawat sebelum melakukan
pemasangan oksigen di Rumah Sakit dr. Rubini Mempawah. Dengan nilai p=0,000.
Dlaam penelitiannya menemukan bahwa perawat yang lama bekerjanya lebih dari 10
(sepuluh) tahun lebih patuh dalam mencuci tangan.
Menurut Suharto (2010), lamanya bekerja menjadi salah satu penentu dalam diri
individu dalam menerima rangsangan. Semakin lama seseorang bergelut dalam
profesinya maka semakin dia menikmati pekerjaannya. Selain itu dia berpendapat
bahwa semakin seseorang lebih bekerja tentu semakin berpengalaman dirinya dan
tentu semakin pandai dalam melakukan pekerjaannya.
4. Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan
Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan

Berdasarkan hasil uji menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan


kepatuhan perawat dalam mencuci tangan sesuai dengan SOP dengan p value 0,001. Hal
ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan
perawat melakukan Standard Operating procedure (SOP) mencuci tangan. Hal ini sesuai
dengan Notoadmojo (2007) dimana perilaku yang didasarkan juga dengan pengetahuan
yang baik akan memunculkan perilaku yang baik pula. Sehingga pada keadaan ini,
perawat-perawat yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang cuci tangan
menunjukkan kepatuhannya melakukan cuci tangan.
Hasil penelitian (Rosita, 2012) menunjukkan hal yang sama bahwa perawat
dengan tingkat pengetahuan yang baik tentang cuci tangan mempunyai kepatuhan yang
lebih tinggi (73,75%) untuk melakukan prosedur cuci tangan. Demikian dengan
penelitian penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saragih & Rumapea(2012)
dengan Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat
13
pengetahuan mengenai cuci tangan dengan tingkat kepatuhan melakukan cuci tangan (p
=0,02).

KESIMPULAN

1. Ada hubungan antara umur (p= 0,027) dengan kepatuhan perawat dalam mencuci
tangan sesuai dengan SOP
2. Tidak ada hubungan Pendidikan (p=0,32) dengan Tingkat Kepatuhan Perawat
Melakukan Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan
3. Ada hubungan lama bekerja (p= 0,046) dengan tingkat kepatuhan perawat melakukan
standard operating procedure (SOP) mencuci tangan
4. Ada hubungan pengetahuan (p=0,001) dengan Tingkat Kepatuhan Perawat
Melakukan Standard Operating procedure (SOP) Mencuci Tangan

REFERENSI

Aditama, T.Y.(2013). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia Press.

Adiawarta, Sri Sukesih, dkk.(2010). Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.

Arikunto, Suharsimi.(2012). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Asmadi.(2010). Konsep Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC.

Azwar.(2011). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan.

Ducel, G. et al.(2010). Prevention of Hospital – acquired Infection.World Healt


Organization.Department of Communication and Response.

Depkes,(2013).Sistem Nasional Kesehatan, Depkes. Jakarta.

Darmadi, Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya,(2013), Jakarta


:Salemba Medika Damanik Sri (2012).Kepatuhan Hand Hygiene Di Rumah Sakit
Immanuel Bandung.Available:http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/ view/683.
(Accesed 17 Februari 2015).

14
Kementerian Kesehatan RI.(2010). Profil Kesehatan Indonesia 2010.

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Riset Kesehatan Dasar (RISKEDA)2011

Kreitner, Robert dan Angelo Kinichi.(2010). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Press.

Murti, Bhisma. (2012) Penerapan Metode Statistik Non Parametrik Dalam Ilmu-ilmu


Kesehatan. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1012.

Muchlas, M. (2010). Perilaku Organisasi. Yogjakarta: MMR UGM.

Pendidikan dan Perilaku Kesehatan,(2013), Jakarta; PT Rineka Cipta.

Perdalin, (2010) Pengendalian Infeksi Nasokomial. Jakarta.

Prabu Mangkunegara, Anwar.(2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Ghalia


Indonesia

Potter, P.A, Perry, A.G.(2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktis. Jakarta: EGC. Rosita Saragih & Rumapea.(2012). Hubungan Karakteristik
Perawat Dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Cuci Tangan di Rumah
Sakit Columbia Asia Medan.Fakultas Ilmu Keperawatan.
Available.http://uda.ac.id/jurnal/files/7.pdf (Accesed 17
Februari 2015).

Robbins, Stephen P & Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1,Jakarta:
Salemba Empat. Hal.56-66

Sabri, L., Hastono, SP. (2010) Statistik Kesehatan.Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
2010.

Sarwono.(2010). Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep beserta Aplikasinya. FKM:


Gadjah Mada University Press.

Sch1rier RW.(2011). Acute Renal Failure: Pathogenesis, Diagnosis, and Management In


Renal and Elektrolytr Disorder. 4 Ed. Toronto.Little Brown and Co;499.

Sudjana.(2011). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sugiyono. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Susiati.(2010). Keterampilan Keperawatan Dasar. Jakarta: Erlangga Medical Series.

Suyanto.(2013). Riset Kebidanan Metodologi dan Aplikasi. Yogjakarta: Mitra Cendikia


Press.

Tietjen, L, Debora Bossemeyer, Noel Mcintosh.(2010). Panduan Pencegahan Infeksi

15
untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwonon Prawiriharjo.

16

Anda mungkin juga menyukai