Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

SDKI 2017 mengumpulkan informasi yang digunakan untuk

menghitung tingkat kematian anak di Indonesia. Selain tiga indikator

angka kematian anak tersebut (AKA, AKB, AKBA), SDKI juga

menghasilkan angka kematian post neonatal (AKPN) dan angka kematian

anak balita (AKAB) data SDKI 2017 menunjukkan di Indonesia AKB

masih tinggi yaitu 34/1000 kelahiran hidup. Sekitar 56% kematian terjadi

pada periode sangat dini yaitu di masa neonatal, setiap lima menit terdapat

satu juta neonatus yang meninggal. Penyebab kematian baru lahir di

Indonesia salah satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan

penyebab bayi baru lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR),

asfiksia (13%). (Apriany, 2020)

Derajat kesehatan suatu negara dapat dilihat dari indikator status

kesehatan ibu dan anak. Status kesehatan ibu dan anak tersebut

ditunjukkan dengan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi

(AKB). Angka kematian ibu di Indonesia mencapai 305/100.000 KH dan

AKB 23/1.000 KH (Sylvi 2019).

World Health Organization (WHO) mencatat, setiap harinya

sekitar 830 wanita meninggal disebabkan karena kehamilan dan

persalinan. Hampir 99% dari semua kematian terjadi pada negara

berkembang. Kematian ibu terjadi disebabkan karena komplikasi


kehamilan, tidak melakukan kunjungan selama hamil secara rutin. Pada

tahun 1990-2015 kematian ibu diseluruh dunia turun sekitar 44%, target

pada tahun 2016-2030 sebagai salah satu tujuan pembangunan

berkelanjutan diharapkan angka kematian ibu global menjadi 70 per

100.000 kelahiran hidup (Jonni, dkk., 2020)

Kematian tersebut terkait dengan kualitas dan kelengkapan

pelayanan bagi ibu hamil dan bersalin. Jika dihubungkan dengan faktor

kinerja petugas kesehatan, hal itu terkait dengan pelayanan oleh tenaga

terlatih atau kompeten saat persalinan dan nifas. Prevalensi kematian

neonatus, banyak disebabkan oleh prematuris (yang kemudian mengalami

gangguan pernapasan), lahir mati akibat penyakit sistemik ibu, nutrisi ibu,

dan komplikasi selama persalinan (Legawati, 2018)

Upaya-upaya yang aman dan efektif untuk mencegah/mengatasi

penyebab utama kematian BBL (Bayi Baru Lahir) adalah pelayanan

antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar dan pelayanan

kesehatan neonatal oleh tenaga profesional yang kompeten. Untuk

menurunkan kematian BBL karena asfiksia, persalinan harus dilakukan

oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan untum manajemen

asfiksia pada BBL. Kemampuan dan keterampilan ini akan digunakan

setiap kali menolong persalinan. (Legawati, 2018)

Kegawatdaruratan merupakan situasi serius dan kadang-kadang

berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga. Keadaan ini

membutuhkan tindakan segera untuk menyelamatkan nyawa seseorang.


Kegawatdaruratan mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua

pasien yang memerlukan perawatan tidak direncakan dan mendadak atau

terhadap pasien dengan penyakit atau cedera akut untuk menekan angka

kesakitan dan kematian pasien (Sylvi 2019).

Asfiksia adalah kondisi kekurangan oksigen pada pernapasan yang

bersifat mengancan jiwa (Sylvi 2019).

Asfiksia neonatorum bisa terjadi selama kehamilan, pada proses

persalinan dan melahirkan, atau setelah lahir. Janin sangat bergantung

pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi, dan pembuangan

produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal maupun

plasental hampir selalu menyebabkan asfiksia (Sylvi 2019).

Asfiksia timbul karena adanya depresi dari susunan saraf pusat

atau Central Nervus System (CNS) yang menyebabkan gagalnya paru-paru

untuk bernapas (Sylvi 2019).

Peran perawat yang utama meliputi pelaksanaan layanan

keperawatan, yaitu memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi bayi,

melindungi hak dan kewajiban bayi agar tetap terlaksana dengan

seimbang, memfalitasi bayi dengan anggota tim kesehatan lainnya,

berusaha mengembalikan kesehatan pasien dan peran sebagai care

provider merupakan peran penting. (Kozier,2016)

Perawat sebagai petugas kesehatan memiliki juga peran sebagai

edukator atau pendidik. Sebagai seorang pendidik, perawat membantu

mengenalkan kesehatan dan prosedur asuhan keperawatan yang perlu


mereka lakukan guna memulihkan dan memelihara kesehatan tersebut

(Kozier, 2016)

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada bayi dengan Asfiksia

Neonatorum di Ruang PICU RSUD Kota Langsa.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan

komprehensif dengan pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada bayi dengan

Asfiksia Neonatorum.

b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada bayi dengan

Asfiksia Neonatorum.

c. Dapat membuat rencana perawatan pada bayi dengan Asfiksia

Neonatorum.

d. Dapat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana

yang telah dibuat.

e. Dapat mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

f. Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah

dilakukan.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis

Meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca dan

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif

pada pasien bayi dengan masalah Asfeksia Neonatorum.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit.

Sebagai bahan masukan dan referensi untuk lebih meningkatkan

mutu pelayanan rumah sakit pada bayi dengan masalah Asfiksia

Neonatorum.

b. Bagi Instansi Pendidikan.

Laporan kasus ini menjadi wawasan dan bahan masukan dalam

proses belajar mengajar dan meningkatkan mutu pendidikan dimasa

yang akan datang.

c. Bagi Bayi dan Keluarga.

Dapat mengetahui bagaimana cara mengatasi jika bayi terjadi

Asfiksia.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Asfiksia

1. Pengertian

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak

dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan

ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta

sering berakhir asidosis (Weni, 2011)

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan

teratur pada saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia,

dan asidosis (Sylvi, 2019).

Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak

segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat

terjadi selama kehamilan atau persalinan (Amin, 2015)

Menurut WHO, asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas

secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

Menurut IDAI, asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara

spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang

ditandai dengan hipoksemia,hiperkarbia, dan asidosis (Sylvi, 2019).

Asfiksia adalah kondisi kekurangan oksigen pada pernafasan yang

bersifat mengancam jiwa (Sylvi, 2019).

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan

teratur segera setelah lahir (Sylvi,2019)


Asfiksia neonatorium merupakan suatu kejadian kegawatdaruratan

yang berupa kegagalan bernafas secara spontan segera setelah lahir dan

sangat berarti dan sangat berisiko untuk terjadinya kematian dimana

keadaan janin tidak spontan bernafas dan teratur sehingga dapat

menurunkan oksigen dan makin meningkatkan karbondioksida yang

menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan berlanjut (Sylvi, 2019)

Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh

kurangnya O2 pada udara resprasi (Legawati, 2018)

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan

teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya

mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan.

Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,

kelainan tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah

persalinan (Legawati, 2018)

Dengan demikian asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat

segera bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat janin

sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksi saat dilahirkan.

Masalah ini erat hubungannya dengan kesehatan ibu hamil, kelainan

tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama

atau sesudah persalinan (Legawati, 2018)


2. Klasifikasi

Berdasarkan nilai APGAR (metode sederhana untuk secara cepat

menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah lahiran), yaitu

(Sylvi, 2019).

a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3

b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6

c. Asfiksia normal atau sedikit asfiksia dengan APGAR 7-9

d. Asfiksia normal dengan nilai APGAR 10

NILAI 0 1 2
Napas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyut Tidak ada <100 >100

jantung
Warna kulit Biru atau Tubuh merah Merah

pucat jambu dan jambu

kaki-tangan

biru
Gerakan/tonu Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi

s otot
Refleks Tidak ada Lemah/lambat Kuat

(menangis)

3. Etiologi.
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran

gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin,pada masa kehamilan,

persalinan, atau segera setelah lahir (Weni, 2011)

Asfiksia neonatorum bisa terjadi selama kehamilan, pada proses

persalinan dan melahirkan, suatu periode segera setelah lahir. Janin

sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan

nutrisi, dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran

darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan

asfiksia (Sylvi, 2019).

Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor (Amin, 2015):

a. Faktor ibu: Hipoksia dan gangguan aliran darah fetus

b. Faktor plasenta: Abruptio plasenta, solutio plasenta

c. Faktor fetus: Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat,meconium

kental, prematuritas, persalinan ganda.

d. Faktor lama persalinan: Persalinan lama, VE, kelainan letak,

operasi caesar.

e. Faktor neonatus: Anastesi/analgetik, trauma lahir, kelainan kohnital

Asfiksia timbul karena adanya depresi dari susunan saraf pusat

atau Central Nervus System (CNS) yang menyebabkan gagalnya paru-

paru untuk bernafas (Sylvi, 2019).

a. Asfiksia dalam Kehamilan

Penyebab asfiksia dalam kehamilan menurut yaitu:

1) Penyakit infeksi akut


2) Penyakit infeksi kronik

3) Keracunan obat-obat bius

4) Uremia dan toksemia gravidarum

5) Anemia berat

6) Cacat bawaan

7) Trauma

b. Asfiksia dalam Persalinan

Penyebab asfiksia yaitu:

1) Kekurangan O2

Kekurangan oksigen dalam persalinan dapat

mengakibatkan:

a) Hipoksemia dan hiperkapnia yang disertai dengan metabolik

asidosis.

b) Partus lama (rigid serviks dan atonia/insersi uteri).

c) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus terus-menerus

mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.

d) Tekananterlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.

e) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan

panggul.

f) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat waktunya.

g) Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta.

h) Postmaturitas (serotinus) dan disfusi uteri akan terjadi jika

plasenta terlalu tua.


2) Paralisis Pusat Pernapasan

Paralisis pusat pernapasan terjadi jika terdapat trauma dari

luar seperti oleh tindakan forceps, dan trauma dari dalam,

misalnya akibat obat bius.

4. Anatomi Fisiologi

Menurut Sarwono (2009)

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan

asidosis. Bila proses ini berlangsung selalu jauh dapat mengakibatkan

kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi

organ vital lainnya

Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi

pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia

berlanjut, gerakan pernapasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai

menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara berangsur-

angsur dan bayi memasuki periode apnu yang dikenal sebagai apnu

primer.

Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki

periode apnu yang disebut apnu sekunder. Selama apnu sekunder ini,

denyut jantung, tekanan darah dan kadar oksigen didalam darah (PaO 2)

terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan

tidak akan menunjukkan upaya pernapasan secara spontan. Kematian

akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan pernapasan buatan dan

pemberian oksigen dimulai dengan segera


Sebagai akibat hipoksia janin, janin dapat pulih dari apnu primer

ke apnu sekunder didalam rahim. Urutan perkembangan apnu, termasuk

apnu primer dan apnu sekunder dapat dimulai intrauterin dan

berkelanjutan sesudah bayi dilahirkan. Dengan demikian bayi mungkin

dilahirkan dalam apnu primer atau apnu sekunder. Dalam kenyataannya,

apnu primer dan apnu sekunder sulit sekali untuk dibedakan. Pada kedua

keadaan tersebut, bayi tidak bernapas dan denyut jantung dapat menurun

sampai <100 denyut per menit

Pada saat bayi dilahirkan, alveoli bayi diisi dengan “cairan paru-

paru dijanin”. Cairan paru-paru janin harus dibersihkan terlebih dahulu

apabila udara harus masuk kedalam paru-paru bayi baru lahir. Dalam

kondisi demikian, paru-paru memerlukan tekanan yang cukup besar

untuk mengeluarkan cairan tersebut agar alveoli dapat berkembang untuk

pertama kalinya. Untuk mengembangkan paru-paru, upaya pernapasan

pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari pada

tekanan untuk pernapasan berikutnya agar berhasil (Sarwono, 2009).

Pada saat kepala bayi dilahirkan, baik pervaginam atau dengan

seksio sasarea, wajah segera dibersihkan dan mulut serta hidung di sedot.

Sebuah syringe karet lunak atau yang serupa dimasukkan dengan hati-

hati, cukup baik untuk tujuan ini. Sebelum mengeklem dan memotong

tali pusat, hal yang bermanfaat untuk menyedot mulut dan faring lagi

sambil bayi masih digantung dengan kepala dibawah (Cunningham.,

2006).
Asfiksia intrapartum mengesankan hiperkarbia dan hipoksemia

janin, yang bila berkepanjangan akan mengakibatkan asidemia

metabolik. Karena gangguan intrapartum pada aliran darah uterus atau

janin,jarang kalau pun pernah, mutlak, asfiksia menjadi istilah umum

yang tidak tepat (Cunningham, 2006).

5. Patofisiologi

Menurut Perinasia (2006), patofisiologi asfiksia neonatorum dapat

dijelaskan dalam dua tahap yaitu dengan mengetahui cara bayi

memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir, dan dengan mengetahui

reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal.

Patofisiologi asfiksia neonatorum ada dua tahap yakni dengan

mengetahui cara bayi mendapatkan oksigen sebelum dan setelah lahir,

serta mengetahui reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi

normsl (Sylvi, 2019)

a. Cara Bayi Memperoleh Oksigen Sebelum dan Setelah Lahir

3) Cara bayi memperoleh oksigen sebelum lahir.

Sebelum lahir, paru-paru janin tidak berfungsi sebagai sumber

oksigen atau jalan mengeluarkan karbon dioksida. Kondisi paru-

paru janin yaitu:

a) Pembuluh darah arteriol yang ada didalam janin dakam

keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen parsial rendah.


b) Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui

paru-paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga

darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih

rendah yaitu duktus arteriosis kemudian masuk ke aorta.

1) Cara bayi memperoleh oksigen setelah lahir.

Setelah lahir, bayi akan bergantung pada paru-paru untuk

memperoleh oksigen.

a) Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan

paru dan alveoli akan berisi udara.

b) Udara yang mengisi alveoli memungkinkan oksigen mengalir

ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.

2) Saat arteri, vena, dan umbilikus akan menutup.

Jika arteri vena dn umbilikus menutup, maka akan

menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan

tekanan darah sistemik. Karena tekanan udara dan kadar oksigen

yang meningkat di alveoli, pembuluh darah paru akan

mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah

berkurang.

3) Tekanan arteri pulmonalis menurun.

Keadaan relaksasi dan tekanan darah sistemik yang

meningkat akan menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis

lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran


darah paru mengalami peningkatan. Sebaliknya, aliran pada

duktus mengalami penurunan.

a) Oksigen yabg diarbsorpsi di alveoli oleh pembuluh darah

divena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung

oksigen kembali ke bagian jantung kiri, selanjutnya dipompa

ke seluruh jaringan tubuh bayi.

b) Secara umum, udara menyediakan 21% oksigen guna

menginsiasi relaksasi pembuluh darah paru-paru.

c) Duktus ateriosis mulai menyempit saat terjadi peningkatan

kadar oksigen dan pembuluh darah mengalami relaksasi.

d) Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang

melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk

dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.

4) Pada akhir masa transisi normal,bayi menghirup udara dan

menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen.

a) Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan

mendorong cairan dari jalan napasnya.

b) Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama

relaksasi pembuluh darah paru.

c) Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah,

warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi

kemerahan.
a. Reaksi Bayi Terhadap Kesulitan Selama Masa Transisi

Normal.

Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal

antara lain:

1) Bayi baru lahir berusaha untuk menghirup udara ke dalam paru-

parunya.

a) Bayi baru lahir yang berusaha menghirup udara dengan paru-

parunya mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke

jaringan intertitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan

ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi.

b) Bila keadaan ini terganggu, maka arteriol pulminal akan tetap

kontriksil, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah

arteri sistemik tidak mendapatkan oksigen.

2) Jika pasokan oksigen kurang.

Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi

konstriksi pada organ seperti usus,ginjal, otot, dan kulit. Namun

demikian, aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau

meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen

a) Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong

kelangsungan fungsi organ-organ tersebut.

b) Kegagalan fungsi miokardium, kegagalan peningkatan curah

jantung, dan penurunan tekanan darah akan mengakibatkan


tekanan darah seluruh organ akan berkurang jika kekurangan

oksigen berlangsung terus-menerus.

3) Akibat kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi. jaringan.

Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan

oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak

yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.

Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan

beberapa tanda-tanda klinis sebagai berikut.

a) Tonus otot buruk akibat kekurangan oksigen pada otak, otot,

dan organ lain.

b) Depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen

c) Bradikardia (penurunan frekuensi jantung) akibat kekurangan

oksigen pada otot jantung atau sel otak.

d) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot

jantung,kehilangan darah, atau kekurangan aliran darah yang

kembali ke plasenta sebelum dan selama proses per

salinan.

e) Akibat kegagalan absorpsi cairan paru-paru dan sianosis

karena kekurangan oksigen di dalam darah, maka terjadi

takipnu (pernapasan cepat).


6. Manifestasi Klinis

Ada 2 macam kriteria:

Perbedaan Asfiksia pallida Asfiksia livida

Warna kulit Pucat Kebiru-biruan

Tonus otot Sudah kurang Masih baik

Reaksi rangsagan Negative Positif

Bunyi jantung Tak teraturt Masih teratur

Prognosis Jelek Lebih baik

Klasifikasi klinik berdasarkan nilai APGAR

a. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3).

b. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6).

c. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai APGAR 7-9).

d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10.

7. Komplikasi

Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan komplikasi pasca-hipoksia.

Adapun penjelasannya sebagai berikut (Sylvi, 2019):

a. Perubahan Redistribusi Aliran Darah.

Saat terjadi hipoksia akut, maka akan terjadi rediistribusi aliran

darah sehingga organ vital seperti otak, jantung, dan kelenjar adrenal

akan mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan organ

lainnya. Perubahan redistribusi aliran terjadi karena penurunan

resistensi vaskular pembuluh darah otak dan jantung serta

meningkatnya resistensi vaskular di perifer.


b. Timbulnya Rangsangan Vasodilator Serebral

Faktor lain yang dianggap ikut dalam mengatur redistribusi

vaskular antara lain timbulnya rangsangan vasodilatasi serebral akibat

hipoksia yang disertai akumulasi karbon dioksida, meningkatnya

aktivitas saraf simpatis,dan adanya aktivitas kemoreseptor yang diikuti

pelepasan vasopresin.

c. Akibat Hipoksia Berlanjut

Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk

menghasilkan energi bagi metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya

proses glikolisis anaerobik. Produk sampingan proses tersebut (asam

laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan asam organik tubuh

yang berakibat menurunnya PH darah sehingga terjadilah asidosis

metabolik. Perubahan sirkulasi dan metabolisme ini secara bersama-

sama akan menyebabkan kerusakan sel baik sementara ataupun

menetap.

8. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Ghai (dalam Maryunani, 2013), pemeriksaan diagnostik

didapatkan dari laboratorium, yaitu hasil analisis gas darah tali pusat

menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat jika:

a. PaO2 < 50 mm H2O

b. PaCO2 > 55 mm H2

c. PH < 7,30.

9. Penatalaksanaan
a. Membersihkan jalan napas dengan penghisp lendir dan kasa steril

(cara penatalaksanaan bayi normal

b. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik

c. Apabila bayi tidak menangis lakukan cara sebagai berikut

1) Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-

elus dada, perut atau punggung.

2) Bila dengan rangsangan taktil belum menangs lakukan resusitasi

mouth to mouth

3) Pertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan asfiksia

dengan cara:

a) Membungkus bayi dengan kain hangat

b) Badan bayi harus dalam keadaan kering

c) Jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan minyak

atau baby oil untuk membersihkan tubuhnya

d) Kepala bayi ditutup dengan baik atau topi kepala yang terbuat

dari plastik

d. Apabila nilai APGAR pada menit kelima sudah baik (7-10) lakukan

perawatan selanjutnya:

1) Membersihkan badan bayi

2) Perawatan tali pusat

3) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat

4) Melaksanakan antropometri dan pengkajian kesehatan

5) Memasang pakaian bayi


6) Memasang peneng (tanda pengenal bayi)

e. Mengajarkan orang tua/ibu cara:

1) Membersihkan jalan napas

2) Pemberian ASI (meneteki) yang baik

3) Perawatan tali pusat

4) Memandikan bayi

5) Mengobservasi keadaan pernapasan bayi.

f. Menjelaskan pentingnya:

1) Pemberian ASI sedini mungkin sampai usia 2 tahun

2) Makanan bergizi bagi ibu

3) Makanan tambahan buat bayi pada usia 6 bulan

4) Mengikuti program KB segera mungkin.

g. Apabila nilai APGAR pada menit kelim belum mencapai nilai

normal,persiapkan bayi untuk dirujuk kerumah sakit. Beri penjelasan

kepada keluarga alasan dirujuk kerumah sakit.

B. Konsep Neonatus

Neonatus adalah dapat dikatakan dengan singkat masa usia anak dari

sejak lahir keduanya sampai 4 minggu (0-28) hari. Anak mengalami

tumbuh dan berkembang tidak hanya dimulai dari masa neonatus, namun

sejak dalam kandungan.

1. Karakteristik Anak

Pertumbuhan adalah perubhan dalam besar, jumlah ukuran, atau

dimensi tingkat sel, organ, maupun individu yang bisa diukur dengan
ukuran berat (gram, pon, dan kilogram). Ukuran panjang (cm, meter),

umur tulang, dan keseimbangan metabolisme (retensi kalsium dan

nitrogen tubuh).

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan

dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pemtangan. Disini

menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel tubuh, jaringan tubuh,

organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa

sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya, termasuk juga

perkembangan emosional, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil

interaksi dan lingkungan.

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Doenges, Marlynn. E, dkk (2001). Pengkajian bayi baru

lahir usia dua jam sampai tiga hari adalah:

a. Aktivitas istirahat

Status sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama. Bayi

tampak semi-koma saat tidur dalam, meringis atau tersenyum

adalah bukti tidur dengan gerakan mata cepat (REM), tidur sehari

rata-rata 20 jam.

b. Sirkulasi
Rata-rata nadi apikal 120-160 x/m (115x/m pada 4-6 jam,

meningkat sampai 120x/m pada 12-24 jam setelah (kelahiran)

dapat berfluktasi dari 70-100 x/m (menangis).

Nadi perifer mungkin lemah (nadi kuat) menunjukkan duktud

arteriosus paten nadi brakialis dan radialis lebih mudah dipalpasi

dari pada nadi femoralis (tidak adanya nadi femoralis dan dorsalis

menunjukkan koarktasi aorta), Doenges, Marlynn. E, dkk (2001).

Murmur jantung sering ada selama periode transisi. Tekanan

darah (TD) berentang dari 60 sampai 80 mmHg (sistolik) 40

sampai 45 mmHg (diastolik), rata-rata tekanan istirhat kira-kira

74/46 mmHg. Pusat diklim dengan aman tanpa rembesen darah

menunjukkan tanda-tanda pengeringan dalam 1-2 jam kelahiran,

mengurus dan menghitamkan pada hari ke-2 atau ke-3. Doenges,

Marlynn. E, dkk(2001).

c. Eliminasi

Abdomen lunak tanpa distensi bising usus aktif ada beberapa

jam setelah kelahiran. Urin tidak berwarna atau kuning pucat

dengan 6 s/d 10 popok basah per 24jam. Pergerakan fase

mekonium dalam 24-28 jam kelahiran. Doenges, Marlynn. E,

dkk(2001).

d. Makanan atau cairan

Berat badan 2500 sampai 4000 gram, kurang dari 2500 gram

menunjukkan kecil untuk usia gestasi (misalnya, prematur,


sindrom, rubella, atau gestasi multipel) lebih besar dari 4000 gram

menunjukkan besar untuk usia gestasi (misalnya, diabetes maternal

atau dapat dihubungkan dengan herediter). Penurunan berat badan

diawali 5-10%. Mulut saliva banyak, mutiara Epstein (Kista

epitelial) dan lepuh cekung adalah normal pada palatum keras

margin gusi, gigi prekosium mungkin ada. Doenges, Marlynn. E,

dkk(2001).

e. Neurosensori

Lingkar kepala 32-37 cm. Fontanl anterior dan posterior lunak

dan datar. Kaput sukseneum atau molding mungkin ada selama 3-4

hari sutural kranial yang bertumpang tindih dapat terlihat, sedikit

obliterasi fontanelanterior (lebar 2-3 cm dan fontanel posterior

(lebar 0,5 – 10 cm). Mata dan kelopak mata mungkin edema

hemoragi subkonjungtiva atau hemoragi retina mungkin terlihat

konjungtivitis kimia dalam 1-2 hari mungkin terjadi setelah

penetasan obat tetes oftalmik terapeutik. Strasbimus dan fenomena

mata boneka sering pada bagian telinga atau sejajar dengan bagian

dalam dan luar kantus mata (telinga tersusun rendah menunjukkan

abnormalitas ginjal atau genetik). Pemeriksaan neurologis adanya

refleks moro, plantar genggaman palmar, dan babinski, respon

repleksbilateral/sama (refleksnya moro unilateral menandakan

fraktu klavikula atau cedera plektus brakialis) gerakan sementara


mungkin telihat, tindakan adanya kegugupan, letargi, hipotoni dan

parese. Doenges, Marlynn. E, dkk(2001).

f. Pernapasan

Takipnea sementara dapat terlihat khususnya setelah kelahiran

seserian atau persentasi bokong, pola pernapasan diagfragmatik dan

abdominal dengan gerakan sinkron dari dada dan abdomen

(inspirasi yang lambat atau perubahan gerakan dada dan abdomen

menunjukkan distres pernapasan) pernapasan dangkal atau cuping

hidung ringan kadang-kadang dapat terlihat pernapasan cuping

hidung nyata, ekspirasi sulit atau retraksi intercostal, substernal

atau otot subkonstal nyata menandakan distres pernapasan, krekels

inspirasi dapat menetap selama beberapa jam pertama setelah

kelahiran (ronki pada inspirasi atau ekspirasi dapat menandakan

aspirasi). Doenges, Marlynn. E, dkk(2001)

g. Keamanan

Warna kulit akrosianosis mungkin ads untuk beberapa hari

selama periode transisi (kebiruan yang luas dapat menandakan

polisitemia), kemerahan atau area ekomotik dapat tampak diatas

pipi atau dirahang bawah atau area parietal sebagai akibat dari

penggunaan forsep pada kelahiran.

Sefalohematoma dapat tampak sehari setelah kelahiran,

peningkatan ukuran pada usia 2 sampai 3 hari, kemudian

direabsorpsi perlahan lebih dari 1 sampai 6 bulan.


Ekstremitas gerakan rentang sendi normal ke segala arah,

gerakan menunduk ringan atau rotasi medial dari ekstremitas

bawah, tonus otot baik. Doenges, Marlynn. E, dkk (2001)

h. Seksualitas

Genetalia wanita: Labia vagina agak kemerahan atau edema,

tanda vagina/himen dapat terlihat, rabas mukosa putih (smegma)

atau rabas berdarah sedikit (pseudomenstruasi) mungkin ada.

Genetalia pria: Testis turun, skrotum tertutup dengan rugae,

fimosis biasa terjadi (lubang prepusim sempit, mencegah(2001).

retraksi foreskin ke glan). Doenges, Marlynn. E, dkk(2001).

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Wong (2004), diagnosa keperawatan pada bayi Asfiksia

adalah :

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan

neuromuskular, penurunan energi, dan keletihan.

b. Termogulasi tidak efektif berhubungan dengan control suhu yang

imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan.

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketahanan imunologis

yang kurang.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (resiko tinggi)

berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena

imaturitas dan/atau penyakit.


e. Resiko tinggi kekurangan atau kelebihan volume cairan

berhubungan dengan karakteristik fisiologis imatur dari bayi preterm

dan/atau imaturitas atau penyakit.

f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan

struktur kulit imature, imobilitas, penurunan status nutrisi, prosedur

invasif.

g. Resiko tinggi cedera karena peningkatan tekanan intrakranial

berhubungan dengan sistem saraf pusat imatur dan respon stress

fisiologis.

h. Nyeri berhubungan dengan prosedur, diagnosis, tindakan.

i. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan

kelahiran preterm, lingkungan NICU tidak alami perpisahan dari

orang tua.

j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis

situasi/maturasi, kurang pengetahuan (kelahiran bayi preterm dan/atau

sakit), gangguan proses kedekatan orang tua.

k. Antisipasi berduka berhubungan dengan kelahiran bayi beresiko

tinggi yang tidak diperkirakan, prognosis kematian, dan/atau kematian

bayi.

Menurut doenges (2001) diagnosa keperawatan yaitu:

a. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebuuhan

tubuh
b. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan

tubuh

c. Kurang pengetahuan mengenai perawatan bayi

d. Resiko tinggi terhadap infeksi

e. Resiko tinggi terhadap trauma asfiksia

f. Resiko tinggi terhadap nyeri akut

g. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi yang dilakukan menurut Wong yaitu:

a. Pola Nafas Tidak Efektif

Sasaran Pasien 1 : pasien menunjukkan oksigenasi yang adekuat

Intervensi Keperawtan/Rasional:

1) Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal

2) Tempatkan pada posisi telungkup bila mungkin karena posisi ini

menghasilkan perbaikan oksigenasi, pemberian makan di toleransi

dengan lebih baik, dan lebih mengatur pola/istirahat

3) Tempatkan pada posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan

hidung menghadap ke atap dalam posisi mengendus untuk

mencegah adanya penyempitan jalan nafas

4) Hindari hiperektensi leher karena akan mengurangi diameter trakea


5) Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan:

kenali tanda-tanda distress-mis, mengorok, sianosis, pernapasan

cuping hidung, apnea

6) Lakukan pengisapan untuk menghilangkan mukus yang

terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan selang endotrakeal

7) Penghisapan seperlunya berdasarkan pengkajian (misalnya

auskultasi dada, bukti penurunan oksigenasi, peningkatan kepekaan

bayi)

8) Jangan pernah melakukan pengisapan secara rutin, karena ini dapat

menyebabkan bronkopasme, bradikardi karena stimulasi saraf

vagal, hipoksia, dan meningkatkan intrakranial,

mempredisposisikan bayi pada hemoragi intraventrikel

9) Gunakan teknik penghisapan yang tepat karena penghisapan yang

tidak tepat dapat menyebabkan infeksi, kerusakan jalan nafas,

pneumotoraks dan hemoragi intraventrikel

Hasil Yang Diharapkan

1) Jalan nafas tetap paten

2) Pernafasan memberikan oksigenasi dan pembuangan CO 2 yang

adekuat

3) Frekuensi dan pola nafas dalam batas yang sesuai dengan usia dan

berat badan (uraikan)

4) Gas darah arteri dan keseimbangan asam-basa dalam batas normal

sesuai usia pasca konsepsi


5) Oksigenasi jaringan adekuat

b. Termogulasi Tidak Efektif

Sasaran Pasien 1: Pasien mempertahankan tubuh stabil

Intervensi Keperawatan/Rasional

1) Tempatkan bayi di inkubator, penghangat atau pakaian hangat

dalam keranjang terbuka untuk mempertahankan suhu tubuh stabil

2) Pantau suhu aksila pada bayi yang tidak stabil (gunakan probe

kulit atau kontrol suhu udara, periksa fungsi mekanis serfokontrol

bila digunakan)

3) Atur unit serfokontrol suhu udara sesuai kebutuhan untuk

mempertahankan suhu kulit dalam rentang termal yang dapat

diterima

4) Gunakan pelindung panas plastik bila tepat untuk menurunkan

kehilangan panas

5) Pantau tanda-tanda hipertermia mis, kemerahan, ruam, diaforesis

(jarang)

6) Periksa suhu bayi dalam hubungannya dengan suhu ambien dan

suhu unit pemanasan untuk kehilangan panas radian langsung

7) Hindari situasi yang dapat mempredisposisikan bayi pada

kehilangan panas, seperti terpapar udara dingin, jendela, mandi

atau timbangan dingin

8) Pantau nilai glukosa darah untuk memastikan euglikemia

Hasil Yang Diharapkan


1) Suhu aksila bayi tetap dalam rentang normal untuk usia pasca

konsepsi

c. Resiko Tinggi Infeksi

Sasaran Pasien 1: pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

nosokomial

Intervensi Keperawatan/Rasional

1) Pastikan bahwa semua pemberi perawatan mencuci tangan sebelum

dan setelah mengurus bayi untuk meminimalkan pemajanan pada

organisme infektif

2) Pastikan bahwa semua alat yang kontak dengan bayi sudah bersih

atau steril

3) Cegah personal dengan infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi

menular agar tidak mengadakan kontak langsung dengan bayi

4) Isolasi bayi lain yang mengalami infeksi sesuai dengan kebijakan

institusional

5) Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan orang tua dalam

prosedur kontrol infeksi

6) Beri antibiotik sesuai interuksi

7) Pastikan asepsis ketat aatau sterilitas seperti terapi IV perifer,

fungsi lumbal dan pemasangan kateter arteri/vena

Hasil Yang Diharapkan

1) Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi nosokomial

d. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh


Sasaran Pasien 1: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat, dengan

masukan kalori untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif,

dan menunjukkan penambahan berat badan yang tepat.

Intervesni keperawatan/Rasional

1) Pertahankan cairan parenteral atau nutrisi parenteral total sesuai

intruksi

2) Pantau adanya tanda tanda intoleransi terhadap terapi parenteral

total, terutama protein dan glukosa

3) Kaji kesiapan bayi untuk menyusu pada payudara ibu, khususnya

kemampuan untuk mengkoordinasikan menelan dan pernapasan

4) Susukan bayi pada payudara ibu apabila pengisapan kuat, serta

menelan dan refleks muntah ada (biasanya pada usai gestasi 35

sampai 35 minggu) untuk meminimalkan resiko aspirasi

5) Ikuti protokol unit untuk meningkatkan volume dan kontraksi

formula untuk menghindari intoleransi pemberian makan

6) Gunakan pemberian makan orogastrik bila bayi mudah lelah atau

mengalami pengisapan, refleks muntah atau menelan lemah karena

makan dengan ASI dapat mengakibatkan penurunan berat badan

7) Bantu ibu mengeluarkan ASI untuk menciptakan dan

mempertahankan laktasi sampai bayi dapat menyusu ASI

8) Bantu ibu dengan menyusui bila mungkin dan diinginkan

Hasil Yang Diharapkan

1) Bayi mendapat kalori dan nutrient esensial yang adekuat


2) Bayi menunjukkan penambahan berat badan yang mantap (kira-

kira 2000-3500 gram/hari)

e. Resiko Tinggi Kekurangan atau Kelebihan Volume Cairan

Sasaran Pasien 1: pasien menunjukkan status hidrasi adekuat

Intervensi Keperawatan/Rasional

1) Pantau dengan ketat cairan dan elektrolit dengan terapi yang

meningkatkan kehilangan air tak kasat mata invicible water loss

(IWL) ( misalnya, fototerapi, penghangat radian)

2) Implementasikan strategi untuk meminimalkan IWL seperti

penutup plastik, peningkatan kelembapan ambien)

3) Pastikan masukan cairan oral/parenteral yang adekuat

4) Kaji status hidrasi (misalnya, turgor kulit, tekanan darah, edema,

berat badan, membran mukosa, berat jenis urin, elektroit, fontanel)

5) Atur cairan parenteral dengan ketat untuk menghindari dehidrasi,

hidrasi berlebihan, atau extravasasi

6) Hindari pemberian cairan hipertonik (misalnya obat tidak

diencerkan, infus glukosa terkonsentrasi) untuk mencegah beban

berlebihan pada ginjal imatur dan vena yang rapuh

7) Pantau keluaran urin dan nilai laboratorium untuk bukti dehidrasi

atau hidrasi berlebihan (keluaran urin adekuat 1-2 ml/kg/jam)

Hasil Yang Diharapkan

1) Bayi menunjukkan bukti hemeostatis

f. Resiko Tinggi Gangguan Integritas Kulit


Sasaran Pasien 1: Pasien mempertahankan integritas kulit

Intervensi Keperawatan/Rasional

1) Bersihkan kulit dengan air hangat biasa. Gunakan sabun halus non

alkalin atau pembersih hanya jika diperlukan, seperti untuk

menghilngkan feses

2) Bersihkan mata setiap hari, dan juga area oral dan popok atau

perianal, serta area dimana terjadi kerusakan kulit

3) Berikan zat pelembab setelah pembersihan untuk mempertahankan

kelembaban dan merehidrasi kulit, bersihkan kulit dengan perlahan

dari krim lama sebelum memberikan lapisan baru, kecuali pada

area popok

4) Bila menggunakan minyak safflower, beberapa lemak esensial

dapat diabsorbsi untuk tambahan pelembut kulit sebagai pelembab

5) Gunakan matras penghilang tekanan atau pengurang tekanan untuk

mencegah area tekanan

Hasil Yang Diharapkan

1) Kulit tetap bersih dan utuh tanpa tanda-tanda iritasi atau cidera

g. Resiko Tinggi Cedera Karena Peningkatan Tekanan Intrakranial

Sasaran Pasien 1: Pasien menunjukkan tekanan intrakranial normal

(kecuali jika peningkatan TIK berhubungan dengan penyakit bayi) dan

tidak ada bukti hemoragi intraventrike (kecuali jika terdapat kondisi

sebelumnya)

Intervensi Keperawatan/Rasional
1) Kurangi stimulasi lingkungan karena respon stress, khusunya

peningkatan tekanan darah, meningkatkan resiko peningkatan TIK

2) Tetapkan suatu rutinitas yang memberikan periode tidur/istirahat

tanpa gangguan untuk menghilangkan atau meminimalkan stress.

3) Gunakan penanganan minimal, pegang atau ganggu bayi hanya

jika benar-benar diperlukan

4) Sediakan popok ekstra dibawah bokong untuk mempermudah

penggantian popok yang kotor, angkat panggul bayi, bukan kaki

dan tungkai

5) Atur (kumpulkan) perawatan selama jam-jam bangun yang normal

sebanyak mungkin untuk meminimalkan gangguan tidur dan

kebisingan intermiten yang sering

6) Tutup dan buka selimut serta lampu dalam untuk memungkinkan

jadwal siang/malam

7) Tutup inkubator dengan kain serta tempatkan tanda “jangan di

ganggu” di dekatnya untuk menurunkan sinar dan menyadarkan

orang lain pada periode istirahat bayi

8) Hindari berbicara keras atau ketawa. Tetap tenang

9) Batasi jumlah pengunjung dan staff di dekat bayi pada sekali waktu

10) Jelaskan agar kebisingan alat tetap minimum

11) Tempatkan penutup telinga yang lembut pada bayi

12) Kenali tanda-tanda stres fisik dan stimulasi yang berlebihan untuk

melakukan intervensi yang tepat dengan segera


13) Hindari obat hipertonik dan cair karena meningkatkan aliran darah

serebral

14) Tinggikan kepala tempat tidur atau matras antara 15 dan 20 derajat

untuk menurunkan TIK

15) Pertahankan oksigenasi yang adekuat karena hipoksia akan

meningkatkan aliran darah serebral dan TIK

16) Hindari membalik memiringkan kepala dengan tiba-tiba, yang

membatasi aliran darah arteri carotis dan oksigenasi yang adekuat

ke otak

Hasil yang diharapkan

1) Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda peningkatan TIK dsn

hemoragi intraventrikuler

h. Nyeri

Sasaran Pasien 1: Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun

Intervensi Keperawatan/Rasional

1) Kenali bahwa bayi, tanpa memperhatikan usia gestasi, merasakan

nyeri

2) Gunakan tindakan nyeri non farmakologi yang sesuai dengan usia

dan kondisi bayi, ubah posisi, membedong, melindungi,

menimbang, mengayun, memainkan musik, mengurangi stimulasi

lingkungan, tindakan kenyamanan taktil (mengayun menepuk) dan

penghisapan nonnutitif (empeng)


3) Kaji efektifitas tindakan nyeri nonfarmakologis karena beberapa

tindakan (misanya mengayun) dapat meningkatkan distress bayi

premature

4) Anjurkan orangtua untuk memberi tindakan kenyamanan bila

mungkin

5) Tunjukan sikap sensitivitas dan perhatian terhadap

ketidaknyamanan bayi

6) Diskusikan dengan keluarga tentang kekhawatiran mereka terhadap

nyeri bayi

7) Dorong keluarga untuk bicara dengan praktisi kesehatan tentang

kekhawatiran mereka

Hasil Yang Diharapkan

1) Tanda-tanda nyeri pada bayi minimal atau tidak ada

i. Perubahan Pertumbuhan dan Perkembangan

Sasaran Pasien 1: Pasien mencapai pertumbuhan dan perkembangan

potensial yang normal

Intervensi Keperawatan/Rasional

1) Berikan nutrisi optimal untuk menjamin penambahan berat badan

yang mantap dan pertumbuhan otak

2) Berikan periode istirahat yang teratur tanpa gangguan untuk

menurunkan penggunaan kalori dan O2 yang tidak perlu

3) Berikan intervensi perkembangan sesuai usia


4) Kenali adanya tanda-tanda stimulasi berlebihan (flaksiditas,

menguap, membelalak, memalingkan wajah dengan aktif, peka

rangsangan, menangis) sehingga bayi dibiarkan untuk istirahat

5) Tingkatkan interaksi orangtua-bayi karena merupakan hal yang

esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan normal

Hasil Yang Diharapkan

1) Bayi menunjukkan penambahan berat badan mantap saat melewati

fase akut penyakit

2) Bayi hanya terpapar stimulus yang tepat

j. Perubahan Proses Keluarga

Sasaran Pasien (Keluarga) 1: Pasien (Keluarga) mendapat informasi

tentang kemajuan bayi

Intervensi Keperawatan/Rasional

1) Prioritaskan informasi untuk membantu orangtua memahami aspek

paling penting dari perawatan, tanda perbaikan, atau

penyimpangan pada kondisi bayi

2) Dorong orangtua untuk mengajukan pertanyaan mengenai status

bayi

3) Jawab pertanyaan, fasilitasi ekspresi kekhawatiran mengenai

perawatan dan prognosis

4) Bersikap jujur, berespon pada pertanyaan dengan jawaban yang

benar untuk menciptakan rasa percaya


5) Dorong ibu dan ayah untuk berkunjung/menghubungi unit dengan

sering sehingga mereka mendapat informasi tentang kemajuan bayi

6) Tekankan aspek positif dari status untuk mendorong rasa

pengharapan

Hasil Yang Diharapkan

1) Orangtua mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mengenai

bayi dan prognosis, serta menunjukkan pemahaman dan

keterlibatan dalam perawatan

Sasaran Pasien (Keluarga) 2: Pasien (Keluarga) menunjukkan perilaku

kedekatan yang positif

Intervensi Keperawatan/Rasional

1) Dorong kunjungan orangtua sesegera mungkin sehingga proses

kedekatan dimulai

2) Dorang orangtua untuk melakukan hal-hal berikut:

a) Mengunjungi bayi dengan sering

b) Menyentuh, menggendong dan merawat bayi bila sesuai

dengan kondisi fisik bayi

c) Bersikap terlibat aktif dalam perawatan bayi

d) Membawakan pakaian untuk memakaikannya pada bayi segera

setelah kondisi mengizinkan

e) Kuatkan usaha orang tua untuk meningkatkan kepercayaan diri

mereka

f) Wapadai tanda ketegangan dan stress pada orang tua


g) Izinkan orang tua untuk menghabiskan waktu sendiri bersama

bayi

h) Bantu orang tua meginterpretasikan respons dan tanda

stimulasi berlebuhan atau keletihan

i) Bantu orang tua dengan mendemonstrasikan teknik-teknik

perawatan bayi dan tawarkan dukungan

j) Identifikasi sumber-sumber (misalnya, transportasi, pengasuh

bayi) untuk memungkinkan untuk berkunjung.

Hasil Yang Diharapkan

1) Orangtua mengunjungi bayi segera setelah kelahiran dan pada

interval sering

2) Orangtua berhubungan secara positif dengan bayi (misalnya,

memanggil bayi dengan namanya, melihat dan menyentuh bayi)

3) Orangtua memberikan perawatan untuk bayi dan menunjukkan

sikap nyaman dalam hubungannya dengan bayi

4) Orangtua mengidentifaksi tanda-tanda stress atau keletihan pada

bayi.

Sasaran Pasien (Saudara Kandung) 3: Pasien (saudara kandung)

menunjukkan perilaku kedekatan yang positif

Intervensi Keperawatan/Rasional

1) Dorong saudara kandung untuk mengunjungi bayi bila mungkin


2) Jelaskan lingkungan, kejadian, penampilan bayi, dan mengapa bayi

tidak dapat pulang ke rumah untuk menyiapkan mereka untuk

berkunjung

3) Berikan foto bayi atau benda-benda lain bila saudara kandung tidak

dapat berkunjung

4) Anjurkan saudara kandung untuk membuat foto atau membawa

benda kecil lainnya, seperti surat, untuk bayi dan diletakkan pada

inkubator atau keranjang bayi.

Hasil Yang Diharapkan

1) Saudara kandung mengunjungi bayi di NICU atau ruang perawatan

2) Saudara kandung menunjukkan pemahaman tentang penjelasan

(uraikan)

3) Saudara kandung mendapatkan benda yang berhubungan dengan

bayi (uraikan)

Sasaran Pasien (Keluarga) 4: Pasien (keluarga) siap untuk perawatan

di rumah

Intervensi Keperawatan/Rasional

1) Kaji kesiapan keluarga (khususnya ibu atau pemberi perawatan

primer lain) untuk merawat bayi di lingkungan rumah untuk

mempermudah transisi orangtua ke rumah bersama bayi

2) Ajarkan teknik perawatan bayi dan observasi yang diperlukan

3) Dorong orangtua, bila mungkin, untuk menghabiskan satu atau

dua malam bersama bayi di ruang prapulang dirumah sakit


sebelum dipulangkan untuk mengembangkan kepercayaan diri

dalam merawat bayi di rumah

4) Kuatkan tindak lanjut perawatan medis

5) Rujuk pada lembaga atau pelayanan yang tepat sehingga bantuan

yang diperlukan dapat diberikan

6) Dorong dan fasilitasi keterlibatan dengan kelompok pendukung

orangtua atau rujuk ke kelompok pendukung yang tepat agar

mendapatkan dukungan yang terus-menerus

7) Beri kesempatan pada keluarga untuk mempelajari resusitasi

jantung-paru bayi dan respons pada indeks tersedak.

Hasil Yang diharapkan

1) Keluarga menunjukkan kemampuan melakukan perawatan untuk

bayi

2) Anggota keluarga menyebutkan bagaimana dan kapan

menghubungi pelayanan yang tersedia

3) Anggota keluarga mengenali pentingnya tindak lanjut perawatan

medis.

k. Antisipasi berduka

Sasaran pasien (keluarga) 1: pasien (keluarga) mengakui kemungkinan

kematian anak dan menunjukkan perilaku berduka yang sehat.

Intervensi Keperawatan/Rasional
1) Beri kesempatan pada keluarga untuk menggondong bayi mereka

sebelum kematian dan bila mungkin ada ditempat pada saat

kematian terjadi

2) Dukung keputusan keluarga untuk menghentikan pemberian

dukungan hidup

3) Atur atau lakukan ritual agama untuk bayi

4) Berikan kesempatan pada keluarga untuk melihat, menyentuh,

menggendong, merawat, memeriksa, dan bicara pada bayi mereka

secara pribadi sebelum kematian

5) Biarkan tubuh bayi tetap di tempatnya untuk beberapa jam untuk

memberi kesempatan pada anggota keluarga yang ragu-ragu untuk

kematian bayi bila mereka berubah pikiran

6) Berikan foto yang diambil sebelum dan setelah kematian bayi pada

keluarga untuk menunjukkan bahwa keberadaan bayi adalah

sesuatu yang nyata

7) Berikan alat pengingat lain tentang kematian anak (misalnya,

papan nama, gelang identitas, pengikat rambut, cap kaki, selimut)

8) Anjurkan keluarga untuk memberi nama pada bayi bila mereka

belum melakukannya

9) Identifikasi sumber-sumber untuk membantu pengaturan

pemakaman untuk mempermudah rasa berduka orang tua.

Hasil Yang Diharapkan


1) Keluarga mendiskusikan kenyataan kematian dan menunjukkan

sikap realisti

Intervensi yang dilakukan menurut doenges adalah:

a. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Tindakan intervensi:

1) Ukur tinggi dan berat badan bayi dan bandingkan dengan

pengukuran pada kelahiran dan pada usia 1 minggu.

2) Kaji bayi terhadap kemungkinan kegagalan untuk bertumbuh

(GUT)

3) Tentukan jumlah, tipe, dan frekuensi masukan oral lebih dari

24 jam terakhir

4) Kaji keadaan hidrasi, perhatikan keadaan fontanel, produksi

mukus, turgor kulit, dan jumlah popok basah perhari

5) Dapatkan pengingatan diet 24 jam pada ibu menyusui.

Perhatiakn adanya penyakit, infeksi, atau ketidakadekuatan

diet.

6) Evaluasi tidur dan istirahat ibu menyusui, perhatikan kelelahan

berlebihan, tuntutan keluarga , dan kerja atau tanggung jawab

sosial.

7) Evaluasi keefektifan refleks aliran pada ibu menyusui

8) Tinjau ulang teknik yang digunakan dalam persiapan dan

penyimpanan formula
9) Anjurkan melanjutkan penggunaan formula selama 12 bulan

pertama kehidupan

10) Inspeksi bayi terhadap lesi

11) Tentukan warna, frekuensi, konsistensi, dan bau feses

12) Auskultasi bising usus

13) Kaji warna bayi

14) Perhatikan warna bayi, usia gestasi, dan berat lahir, dan

penambahan berat badan saat ini

15) Perhatikan muntah nonbiliuous kuat berlebihan, kemungkinan

emesis berwarna darah, gelombang lambung terlihat yang

bergerak dari kanan ke kiri melewati epigastrium dan massa

berbentuk buah zaitun dapat diraba diregion epigastrik

16) Berikan informasi sesuai kebutuhan tentang pilihan yang

ditentukan pada susu, seperti formula susu kedele atau protein

hidrolisa dan campuran asam amino

17) Rujuk pada pelayanan sosial atau program ibu, bayi, dan anak,

sesuai indikasi

18) Rujuk orang tua pada perawat pediatrik untuk bantuan dengan

persiapan pembedahan dan perawatan bila stenosis pilorik

dipastikan

Rasional:

1) Nutrisi untuk bayi berdasarkan pada berat bdan.

Kebanyakan bayi cukup bulan, usia tepat untuk gestasi


menambah berat badan lahir dalam 10-14 minggu setelah

lahir. Penambahan berat badan harus 3-5 oz/mgg pada 6

bulan pertama dan mungkin sebanyak 1 oz/hari pada bayi

diberi makan melalui botol. Penambahan kurang dari 3-5

oz/mgg dapat mengakibatkan risiko nutrisi sepanjang hidup

dengan potensial efek-efek negatif pada perkembangan

bayi.

2) Bayi menuyusu ASI yang berat badannya terus menurun

setelah 10 hari kehidupan, berat badan tidak bertambah

pada usia minggu ke-3, atau berat badan bertambah pada

laju dibawah persentil ke-10 setelah 1 bulan, kemungkinan

bayi GUT dan memerlukan evaluasi segera berhubungan

dengan masalah laktasi dan kemampuab bayi.

3) Bayi memerlukan kira-kira 115 kkal/kg selama 6 bulan

pertama kehidupan atau 54 kkal/ib. Kebutuhan cairan kira-

kira 530 ml/hari. Sepertiga dari energi digunakan untuk

pertumbuhan

4) Masukan cairan yang tidak adekuat mengakibatkan

dehidrasi, yang dimanifestasikan dengan depresi fontanel,

penurunan haluran urin, turgor kulit buruk, dan kekeringan

membran mukosa.

5) Penyakit, infeksi, atau diet marginal dapat mempengaruhi

kemampuan ibu untuk memberi makan bayinya secara


adekuat. Penambahan diet ragi buatan, secara bemakna

meningkatkan produksi ASI lebih dari penambahan

sederhana serupa nutrisi

6) Ketidakadekuatan tidur yang mengakibatkan kelelahan

kelelahan berlebihan adalah penyebab paling umum dari

keadekuatan suplai ASI

7) Merokok dan stres psikologis dapat menghambat refleks

aliran ASI

8) Banyak bayi dengan nutrisi tidak adekuat yang

berhubungan dengan pengenceran berlebihan dari formula

yang dijual bebas, mengakibatkan ketidakadekuatan kalori

dan nutrisi serta GUT.

9) Susu krim mengandung kira-kira setengah jumlah kalori

dalam ASI atau dalam formula yang dijual bebas

10) Dapat mengidentifikasikan status nutrisi buruk

11) Perubahan pola eliminasi dapat menunjukkan masalah

dalam eliminasi dapat menunjukkan masalah dalam

pencernaan dan absopsi

12) Feses berbau busuk menunjukkan infeksi prasit. Diare

dapat menunjukkan intoleransi susu atau mencerna karartik

dari ibu menyusui


13) Distensi abdomen dan akumulasi gas dapat dihubungkan

dengan mencerna makanan penghasil gas pada ibu

menyusui atau dengan intoleransi susu

14) Dapat menandakan stenosis pilorik hipertrofik, khususnya

bila bayi tampak sadar dan lapar, gagal untuk menambah

berat badan, dan mempunyai riwayat muntah berulang

15) Pilihan formula menghilangkan gejala berkenaan dengan

intoleransi susu sapi

16) Bantuan tambahan mungkin diperlukan untuk emmenuhi

kebutuhan nutrisi ibu/bayi bila sumber keuangan terbatas

17) Penalatalaksanaan bedah atau piloromiotomi adalah

tindakan standar untuk stenosis pilorik hipertrofik,

prognosis sangat baik, dan mortalitas rendah

Hasil yang diharapkan: Menunjukkan pertumbuhan dan

penambahan berat badan yang tepat untuk usia dan tahap

perkembangan

b. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan

tubuh

Tindakan/intervensi

1) Kaji pengukuran berat/tinggi badan bayi baru lahir

terhadap usia dan jenis kelamin.

2) Tinjau ulang riwayat berat badan orang tua

3) Perhatikan tipe pemberian makan bayi


4) Tentukan jumlah dan frekuensi pemberian makan bayi

5) Berikan informasi tentang kebutuhan energi bayi baru

lahir: anjurkan ibu untuk membiarkan bayi mengatur

masukan berdasarkan kebutuhan rasa lapar

6) Anjurkan ibu menghindari memperkenalkan makanan

padat sampai bayi sedikitnya berusia 4 sampai 6 bulan

7) Anjurkan ibu untuk membatasi penggunaan tempat

duduk bayi selama jam terjaga dan biarkan bayi

menghabiskan waktu berada diatas lapik dilantai

8) Diskusikan pemberian makan ibu pada bayi dalam hal

kekecewaan emosional atau tanda distres

9) Hindari penambahan skin atau susu lengkap untuk

preparat formula yang dijual bebas selama 12 bulan

pertama

10) Diskusikan kemungkinan risiko seumur hidup

berkenaan dengan makan berlebihan

11) Tinjau ulang pola makan keluarga

Rasional:

1) Berat badan lebih dari persentil ke-85 dalam

hubungannya dengan tinggi, usia, jenis kelamin, dan

banguntubuh dipertimbangkan kegemukan.

2) Praktik makan keluarga dan hereditas memperberat

kegemukan. Terdapat kemungkinan 80% bahwa jika


orang tua gemuk, anak akan gemuk juga. Bila orang tua

tidak gemuk, kemungkinan ini hanya 7%

3) Bayi menyusui kurang kemungkinannya untuk menjadi

gemuk daripada bayi menyusu botol, karena bayi

menyusu ASI mengatur makan berdasarkan kebutuhan

lapar.

4) Pemberian makan melebihi kebutuhan kalori bayi

dalam hubungannya dengan kebutuhan energi

mengakibatkan kelebihan berat vadan, kemungkinan

mengarah pada kegemukan

5) Menurunkan kemungkinan makan berlebihan

6) Penambahan makanan padat yang terlalu dini

memperberat terjadinya kebiasaan makan yang buruk,

kelebihan konsumsi makanan, dan kegemukan bayi

7) Meningkatkan aktivitas dan penggunaan energi

8) Ketidaktepatan menggunakan makanan sebagai respons

terhadap distres bayi bsru lahir mendorong bayi untuk

menghubungkan makanan dengan kepuasan emosional

dari pada dengan lapar

9) Penambahan ini dapat meningkatkan kelebihan beban

larutan ginjal sebagai akibat dari kelebihan protein dan

pencernaan mineral
10) Makan berlebihan meningkatkan risiki masalah

kesehatan berhubungan dengan sistem kardiovaskuar,

hipertensi, dan diabetes

11) Kebiasaan makan sehat dan pemilihan jumlah dan tipe

makanan yang tepat dapat sangat mempengaruhi nutrisi

anak yang sedang bertumbuh.

Hasil yang diharapkan: Mengidentifikasi dan mengadopsi

praktik pemberian makan bayi

Menjelaskan faktor-faktor yang meningkatkan penambahan

berat badan berlebihan dan masalah makan

c. Kurang pengetahuan

Tindakan/ intervensi

1) Kuatkan atau berikan informasi yang tepat tentang

kebutuhan nutrisi bayi selama beberapa bulan kemudian

2) Berikan informasi mengenai peran zat besi dalam tubuh

dan kebutuhan terhadap suplementasi

3) Diskusikan peran flour dalam tubuh dan pertumbuhan

gigi

4) Tinjau ulang informasi untuk ibu menyusui, sesuai

kebutuhan, termasuk peningkatan nafsu makan bayi dan

kebutuhan kalori selama pertumbuhan cepat pada usia 6

minggu dan 3 bulan

5) Tentukan berapa lama ibu merencnakan menyusui


6) Tinjau ulang tanda-tanda sensitivitas susu

7) Diskusikan rencana ibu terhadap kemungkinan kembali

kerja dan merencanakan praktik perawatan dan

pemberian makan anak

8) Identifikasi faktor-faktor untuk dipertimbangkan dan

sumber-sumber yang tersedia bila memilih perawatan

anak

9) Berikan bimbingan antisipasi verbal atau tertulis

berhubungan dengan keamanan bayi, termasuk diskusi

potensial cedera kecelakaan karena sulit bernapas,

jatuh, luka bakar, kecelakaan sepeda motor, atau trauma

tubuh

10) Berikan informasi tentang pentingnya jadwal utama

yang dianjurkan untuk imunisasi

11) Diakusikan waktu dan pentingnya penjadwalan reguler

kunjungan bayi ke dokter atau praktisi perawat

12) Diskusikan kebutuhan fisik, emosi, dan perkembangan

bayi

13) Evaluasi lingkungan terhadap kemampuannya

memberikan rangsang bayi yang tepat.

14) Kaji ulang interaksi ibu-bayi


15) Anjurkan orangtua untuk memberikan perhatian pada

isyarat-isyarat bayi dan memberikan kepuasan segera

setelah kebutuhan teridentifikasi

16) Tinjau ulang pola bangun tidur bayi

17) Berikan bimbingan antisipasi

Rasional:

1) Membantu menjamin pola pertumbuhan normal dalam

tinggi dan berat badan, dan dapat mencegah pemberian

makan secara berlebihan melalui pengenalan makanan

padat yang terlalu dini

2) American Academy of Pediatrics menganjurkan 1 mg

zat besi per kg berat badan per hari untuk bayi cukup

bulan, mulai tidak lebih dari usia 4 bulan.

3) Flour membantu menurunkan insiden kerusakan gigi

dan memperbaiki kualitas email gigi, membuatnya

lebih tahan terhadap karies, bila flour dicerna sebelum

erupsi gigi

4) Pada ibu menyusui sampai minggu ke-6 setelah

kelahiran “periode bangga” mungkin belum terjadi, dan

ia mungkin membutuhkan dorongan serta informasi

lebih lanjut.
5) Bimbingn antisipasi berhubungan dengan situasi

individudu memberikan pemecahan masalah antisipasi

dan meningkatkan hasil optimal

6) Bila ada sensitivitas susu, bayi memerlukan

penggunaan formula kedelai atau lainnya

7) Memungkinkan ibu mengantisipasi dan membuat

perencanaan bila timbul masalah.

8) Membiarkan bayi dalam perawatan orang lain dapat

menjadi kesulitan untuk orangtua berhubungan dengan

isu-isu kepercayaan dan kesejahteraan anak

9) Membantu orangtua mengenali bahaya keamanan yang

potensial dan menurunkan resiko cedera

10) Jadwal utama yang dianjurkan untuk imunisasi dimulai

pada bayi untuk menurunkan insiden penyakit infeksius

karena difteri, tetanus, pertusis, polio, cacar, mumps,

dan rubella.

11) Membantu mendeteksi adanya penyimpangan dari

pertumbuhan dan perkembangan bayi selama masa bayi

12) Membantu orang tua untuk mengenal dan memberikan

lingkungan yang optimal untuk bayi

13) Kualitas perawatan emosional yang terus menerus

adalah aspek penting dalam meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangan bayi secara optimal.


14) Memungkinkan bayi merasa hangat dan nyaman secara

fisik, dicinti secara emosional, dan aman membantu

dalam perkembangan rasa percaya dan membantu

dalam perkembangan rasa percaya dan membantu

mengembangkan ego yang sehat pada bayi

15) Interval tidur pada malam hari direntang dari 4 sampai

10 jam dengan frekuensi tidur sejenak dan peningkatan

periode terjaga tanpa menangis

16) Selama tahun pertama kehidupan bayi, orangtua yang

baru maupun yang sudah pernah mengalami mungkin

memiliki kekhawatiran atau pertanyaan

Hasil yang diharapkan: Memberikan masukan nutrisi yang

tepat

Menciptakan lingkungan yang merangsang bayi dan aman

Mengidentifikasi tanda/gejala yang memerlukan tindak

lanjut medis

Menggunakan sistem perawatan kesehatan yang tepat

Merencanakan perawatan anak jangka pendek dan panjang

d. Resiko tinggi terhadap infeksi

Tindakan/Intervensi:

1) Diskusikan perkembangan bayi baru lahir dan faktor

resiko individu
2) Tinjau ulang tanda-tanda infeksi pernapasan atas

3) Anjurkan peninggian kepala bayi/bahu dengan

menaikkan matras tempat tidur bayi sampai 30 derajat

bila bayi sulit bernapas

4) Anjurkan mengobservasi feses trhadap pasase mukus

5) Anjurkan untuk memberi air hangat yang steril pada

bayi diantara pemberian makan reguler, dua kali sehari

6) Berikan informasi tentang keuntungan pelembaban

udara

7) Tunjukkan kepada orangtua bagaimana menginspeksi

faring dan membedakan agens penyebab antara bakteri

dan virus bila area menjadi kemerahan atau terinflamasi

8) Diskusikan tanda-tanda yang mengindikasikan

penyimpangan status bayi baru lahir dan mememrlukan

evaluasi oleh pemberian pelayanan kesehatan

9) Instruksikan orangtua untuk tidak memberi obat bayi

tanpa mendiskusikan tindakan dengan pemberi

pelayanan kesehatan.

10) Demonstrasikan pemberian obat-obatan

11) Berikan rujukan untuk pemeriksaan laboratorium

Rasional:

1) Pada usia 4 minggu, bayi lebih sering bertemu

dengan orang-orang atau bahkan diasuh diluar


rumah. Bayi terutama rentan pada corzya, atau flu,

yang paling sering disebabkan oleh rinovirus dan

respon immunologi natur

2) Menegaskan pembelajaran untuk orangtua untuk

membantu mereka dalam mengidentifikasi masalah

pernapasan bayi.

3) Meningkatkan kapasitas dada vertikel dan ekspansi

paru dengan penuruna diagfragma.

4) Karna bayi tidak dapat meniupkan hidung,

kelebihan mukus dikeluarkan melalui saluran

gastrointestinal dengan feses

5) Meningkatkan hidrasi untuk mencairkan sekresi.

6) Mencairkan sekresi dan mencegah kemungkinan

membran mukosa luka dengan menjaga

kelembabanny

7) Pembesaran jaringan limfoid dan penampian

eritema (menandakan penyebabnya adalah viral)

atau eksudat puth (menandakan penyebabnya adalah

bakteri atau streptokokal) mencirikan faringitais dan

tonsilitis.

8) Keterlibatan struktur pernapasan bawah atau

penurunan pernapasan memerlukan evaluasi dan

tindak lanjut.
9) Informasi tentang pemberian obat-obatan kapan

waktu menggunakan dan tidak menggunakan,

membantu orangtua untuk mengetahui kapan akan

meminta bantuan.

10) Memungkinkan orangtua untuk memberikan

perawatan optimal untuk kebutuhan individu bayi

11) Membantu memastikan proses infeksi dan

mengidentifikasi patogen khusunya bila organisme

penyebab adalah streptokoki betahemolitik.

Hasil yang diharapkan:

Mengidentifikasi faktor resiko individu dan

intervensi yang tepat

Menyebutkan tanda-tanda yang memerlukan medis

e. Resiko tinggi terhadap trauma asfiksia

Tindakan/Intervensi:

1) Berikan informasi tertulis atau verbal tentang

perkembangan motorik bayi usia antara 1 dan 4 bulan,

efeknya pada mobilitas dan peningkatan resiko cedera.

2) Tinjau ulang faktor-faktor lingkungan yang membuat

bayi beresiko asfiksia.

3) Diskusikan bahaya berkenaan dengan aspirasi serta

penggunaan dan penyimpanan bedak bayi yang tepat


4) Berikan bimbingan antisipasi mengenai perlunya

menepuk bayi supaya sendawa sebelum menempatkan

ditempat tidur, posisi yang tepat, mempertahankan

objek kecil diluar jangkauan bayi, menghindari

penggunaan dengan pakaian, menghindari balon atau

mainan dengan bagian yang dapat dilepas.

5) Kaji ulang dan diskusikan faktor-faktor keamanan

dirumah lainnya.

6) Evaluasi ulang pemahaman orangtua dan praktik yang

berhubungan dengan potensial.

7) Kaji irama emosional dan kualitas interaksi orangtua

bayi.

8) Evaluasi bayi terhadap bukti fisik penyiksaan.

9) Buat rujukan yang tepat pada pemberi pelayanan

kesehatan, lembaga komunitas, dan kelompok

pendukung.

10) Laporkan kecurigaan penyiksaan pada dokter dan

lembaga sosial atau perawatan anak yang tepat

Rasional:

1) Memungkinkan orangtua untuk memfokuskan pada

tindakan yang aman sesuai usia

2) Ketidak tepatan penyimpanan penggunaan kantong

plastik
3) Bahaya aspirasi pada bulan 1 paling sering karena

wadah bedak bayi yang karena bentuk-bentuknya

dianggap seperti botol

4) Regurgitasi berkenaan dengan peristaltik balik

5) Mengingatkan orangtua tentang situasi yang

mungkin ada bahaya untuk bayi mereka

Hasil yang diharapkan:

Melakukan adaptasi lingkungan yang tepat atau

kewaspadaan untuk mencegah cedera kecelakaan.

Mendemonstrasikan kekhawatiran kesejahteraan bayi

dengan berespon terhadap tangisan dengan teknik

segera

f. Resiko tinggi terhadap nyeri akut

Tindakan/Intervensi:

1) Evaluasi perilaku bayi

2) Tentukan apa yang telah dilakukan orangtua

sebelumnya dan keberhasilan terhadap intervensi baru.

3) Kaji ulang diet ibu menyusui dan pemberian makan

bayi prosedur persiapan formula.

4) Diskusikan kondisi fisik dan kesejahteraan bayi

Rasional:

1) Membantu membedakan penyebab masalah


2) Membantu dalam menentukan intervensi yang

mungkin membantu saat ini.

3) Membantu identifikasikan makanan khusus.

4) Keasaman gastrik dalam minggu pertama

kehidupan, mempengaruhi pencernaan.

Hasil yang diharapkan:

Bebas atau menunjukkan berkurangnya frekuensi menangis

dan episode kolik

Menghilangkan ansietas dan keteganggan bayi baru lahir.

g. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual

Tindakan/Intervensi:

1) Ulangi skala pengkajian neonatus brazilton dengan

tepat dan bandingkan dengan tes sebelumnya

2) Observasi respon terhadap rangsang visual

3) Membantu mendeteksi infeksi lingkungan dan penyakit.

4) Membantu untuk mengidentifikasi ketidakadekuat yang

mungkin terjadi dan interaksi orangtua bayi dan

menetapkn hal tersebut sebagai faktor-faktor penyebab

bayi terhadap responsif terhadap sekitar.

5) Merangsang rasa sentuhan.

6) Merangsang perkembangan visual.

7) Memberikan rangsangan audiotorius dan mungkin

menyejukkan bayi
8) Memberikan rangsang kinetik

9) Memberikan informasi kepada orangtua

10) Mungkin perlu untuk perawatan evaluasi dan evaluasi

terhadap masalah yang teridentifikasi

Hasil yang diharapkan:

Mengidentifikasi kerusakan.

Memulai intervensi yang tepat

4. Implementasi

Imp lementasi merupakan komponen dari proses keperawatan,

adalah kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang

diperlukan untuk mecapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan

keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi menuangkan

rencana asuhan ke dalam tindakan. Setelah rencana dikembangkan sesuai

dengan kebutuhan dan prioritas bayi, perawat melakukan intervensi

keperawatan spesifik, yang mencakup tindakan perawat dan tindakan

dokter (Potter & Perry, 2005).

5. Evaluasi

Pada tahap ini perawat mengkaji respon klien terhadap intervensi keperawatan

dan kemudian membandingkan respon tersebut dengan standar. Perawat menilai

sejauh mana tujuan atau hasil keperawatan telah tercapai. Selanjutnya semua

tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh perawat didokumentasikan dalam


format implementasi dan dievaluasi dengan menggunakan pendekatan SOAP

(subjective, objective, analysis, planning) (Mugianti, 2016).

Anda mungkin juga menyukai