Anda di halaman 1dari 97

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST

SECTIO CAESAERA DENGAN INDIKASI PLASENTA


PREVIA DI RSUD KOTA LANGSA

PROPOSAL

OLEH

ELLA RAHMADANI
NIM:P00320218009

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
PROGRAM KEPERAWATAN
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Plasenta previa merupakan salah satu perdarahan antepartum. Belum

diketahui secara pasti penyebabnya, namun kerusakan dari endometrium pada

persalinan sebelumnya dan gangguan vaskularisasi desidua dianggap sebagai

mekanisme yang mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya plasenta previa

Plasenta previa merupakan salah satu risiko dalam kehamilan. Apabila plasenta

previa ini tidak ditangani dengan baik, maka akan menyebabkan perdarahan

yang dapat membahayakan jiwa ibu maupun janin (Santoso, 2015) dalam

Wahyu dkk, 2019).

Plasenta previa adalah plasenta ada di depan jalan lahir (prae= di

depan ;vias : (jalan).jadi yan di mkasud adalah plasenta yang implantasi tidak

normal ialah rendah sekali sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium

internum. Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan atau

dinding belakang rahim di daerah fundus (rukiyah, 2013).

Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada

segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium

uteri internum (maryunani, 2016).

Berdasarkan yang didapatkan World Health Organization (WHO) tahun

2008 prevalensi plasenta previa sekitar 458 dari 100.000 kelahiran setiap

tahunnya, sedangkan prevalensi plasenta previa menurut WHO tahun 2009

sekitar 320 dari 100.000 kelahiran (Setriani (2011) dalam Wahyu dkk, 2019).
Prevalensi plasenta previa tertinggi terdapat wilayah Asia yaitu sekitar

1,22% dan Negara tertiggi kasus plasenta previa di Filipina (0,76%)

(Cresswell, 2013). Sedangkan Di Indonesia dilaporkan oleh beberapa peneliti

kasus plasenta previa berkisar antara 2,4% sampai 3,56% dari seluruh

kehamilan (Fitrianingsih (2014) dalam Wahyu dkk, 2019). Untuk kematian ibu

yang disebabkan oleh perdarahan khususnya akibat plasenta previa menurut

WHO dilaporkan berkisar 15% sampai 20% kematian ibu dan insidennya

adalah 0,8% sampai 1,2% untuk setiap kelahiran. Di negara-negara

berkembang berkisar antara 1% sampai 2,4% dan di negara maju lebih rendah

yaitukurang dari 1%. Angka kejadian pada beberapa rumah sakit umum

pemerintah di Indonesia dilaporkan bahwa insiden plasenta previa berkisar

antara 1,7% sampai 2,9% (Maesaroh (2016) dalam Diana dkk, 2018).

Faktor penyebab plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun

beberapa faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta previa

yaitu umur, paritas, hipoplasia endometrium, korpus luteum bereaksi lambat,

tumor (seperti mioma uteri, polip endometrium), endometrium cacat, Sectio

Caesarea, kuretase dan manual plasenta, kehamilan kembar serta riwayat

plasenta previa sebelumnya ibu hamil dengan usia muda atau kurang dari 20

tahun dan usia tua atau lebih dari 35 tahun memiliki risiko lebih besar untuk

terjadi plasenta previa (Fauziyah (2012) dalam Wahyu dkk, 2019).

Prevalensi plasenta previa di Negara maju berkisar antara 0,26% sampai

2,00 % dari seluruh jumlah kehamilan. Contohnya di Negara Cina jumlah

kasus plasenta previa sebanyak 2% (Prasanth (2016) dalam Diana dkk, 2018).
Sedangkan di Indonesia dilaporkan oleh beberapa peneliti kasus plasenta

previa berkisar antara 2,4% sampai 3,56% dari seluruh kehamilan

(Fitrianingsih (2014) dalam Diana dkk, 2018).

Berdasarkan penelitian Purbowati (2015 dalam Wahyu dkk, 2019). tentang

Hubungan Antara Usia Kehamilan Terhadap Kejadian Plasenta Previa Di

RSUD PROF. DR. Margono Soekarjo Terdapat hubungan yang signifikan

antara usia kehamilan dengan kejadian plasenta preveia di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo. Kehamilan usia > 35 tahun merupakan salah satu faktor

risiko terjadinya plasenta previa dengan besar peluang terjadinya plasenta

prevenia 3,86 kali dari pada usia 20-35 tahun.

Menurut hasil penelitian Diana dkk (2018) tentang Analisis Faktor

Yang Berisiko Terhadap Kejadian Plasenta Previa Di RSUD Polewali Mandar

didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna paritas dengan plasenta previa.

Paritas merupakan 2 kali berisiko terjadinya plasenta previa. Sedangkan

riwayat abortus berisiko 6 kali terjadinya plasenta previa. Riwayat mioma 2

kali berisiko terjadinya plasenta previa.

Berdasarkan penelitian (Asih (2016) dalam Diana dkk, 2018). tentang

Riwayat Kuretase dan Sectio Caesarea pada Pasien dengan Plasenta Previa di

Rumah Sakit Provinsi Lampung didapatkan bahwa ada hubungan antara

riwayat kuretase dengan kejadian Plasenta Previa di RSUD dr. Hi Abdul

Moeloek. terdapat hubungan antara Sectio Caesarea dengan kejadian Plasenta

Previa di RSUD dr. Hi Abdul Moeloek.


Selain syok dan asfiksia, komplikasi lain yang juga bisa terjadi karena

plasenta previa yaitu prolaps tali pusat, prolaps plasenta, robekan pada jalan

lahir, plasenta terlalu melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan bahkan

sampai dibersihkan dengan kerokan, terjadinya perdarahan post partum, infeksi

dan bahkan bayi dapat lahir dengan premature atau lahir mati (Maryunani

(2016) dalam Diana dkk, 2018).

Kematian ibu dan perinatal hampir seluruhnya terjadi pada ibu hamil

dengan risiko tinggi yang disertai komplikasi atau keadaan kegawat daruratan.

Adapun komplikasi yang terjadi pada masa kehamilan karena perdarahan salah

satunya yaitu plasenta previa (Maryunani (2016) dalam Diana dkk, 2018).

Menurut WHO tahun 2015 ada sekitar 830 perempuan meninggal setiap

harinya karena disebabkan oleh kehamilan dan komplikasi persalinan

(Maryunani (2016). Di Indonesia Kematian Ibu tahun 2015 sebanyak

305/100.000 kelahiran hidup.

Kasus SC di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebesar 23,6% pada

tahun 2007. Mortality rate pada SC adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup.

Untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Hal ini tidak terlepas dari kondisi

ibu yang dirujuk ke rumah sakit, kualitas penanganan kehamilan risiko tinggi,

kualitas perawatan pre-intra-post sectio caesarea, kecukupan persediaan darah

dan antibiotika. tindakan SC dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan

menyebabkan risiko pada ibu ataupun pada janin seperti proses persalinan

normal lama atau kegagalan proses persalinan normal, plasenta previa, panggul
sempit, distosia serviks, pre eklamsi berat, ruptur uteri iminen, perdarahan

antepartum, ketuban pecah dini, janin letak lintang, letak bokong, fetal distres

dan janin besar melebihi 4.000gram. Angka persalinan dengan SC di NAD

masih tinggi, sehingga angka ini harus ditekan dengan upaya tindakan SC

berdasarkan indikasi, peningkatan pengetahuan ibu hamil mengenai indikasi

SC yang tepat.

Hubungan perawat dangan klien terjadi, perawat sebagai penolong

membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk

mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (Ode 2012)

dalam Horhoruw dkk, 2015).

Peran perawat sebagai pendidik dalam keperawatan, perawat mampu

berperan dalam mendidik individu, keluarga dan masyarakat serta tenaga

kesehatan yang berada dibawah tanggung jawabnya. Peran ini berupa

penyuluhan kepada klien, maupun bentuk desiminasi ilmu pada peserta didik

keperawatan (Ode 2012) dalam Horhoruw dkk, 2015). Seorang perawat

profesional harus mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.

Adapun peran perawat diantaranya ialah pemberi perawatan, pemberi

keputusan klinis, pelindung advokat klien, manajer kasus, rehabilitator,

pemberi kenyamanan, dan peran sebagai komunikator. Semakin baik

komunikasi interpersonal bagi perawat dalam berhubungan dengan pasien

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi motivasi kesembuhan pasien

(Prasetyo (2002) dalam Horhoruw dkk, 2015).

A. BATASAN MASALAH
Masalah pada studi kasus di atas pada asuhan keperawatan pada Pasien

post sectio caesarea dengan indikasi Plasenta Previa di RSUD Langsa.

Rumusan masalah pada studi kasus ini adalah bagaimanakah asuhan

keperawatan pada pasien post sectio caesarea dengan indikasi plasenta previa di

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Langsa.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan pada Pasien post sc

dengan indikasi placenta previa di RSUD Langsa.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian mulai dari data subjektif pada ibu pos

sectio caesarea dengan indikasi Post Plasenta Previa.

b. Dapat merumuskan diagnosa berdasarkan data pada Pasien Post Sectio

Caesarea dengan indikasi Plasenta Previa.

c. Dapat merencanakan tindakan asuhan keperawatan pada Pasien Post

Sectio Caesarea dengan indikasi Plasenta Previa.

d. Dapat implementasai asuhan keperawatan sesuai dengan yang telah di

buat pada Pasien Post Sectio Caesarea dengan indikasi Plasenta Previa.

e. Dapat melakukan evaluasai secara menyeluruh terhadapat asuhan yang

telah di laksankn pada Pasien Post sectio Sectio Caeserea dengan

indikasi Plasenta Previa.

f. Dapat melakuakan dokumentasi terhadap asuhan keperawatan telah


dilaksanakan pada Pasien Post Sectio Caesarea dengan indikasai

Plasenta Previa.

C. MANFAAT

1. Manfaat Teoritis

Dapat di gunakann sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan

dapt di jadikan bahan penulisan lebih lanjut sebgi dasar untuk peningktsn

penerapan ilmu keperawatan dengan masaalah Post Sectio Caesarea dengan

indikasi Plasenta Previa.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Perawat

Dapat menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kualitas

asuhan keperwatan pada Ibu denngan masalah Post Sectio Caesarea

dengan indikasi Plasenta Previa.

b. Bagi Rumah Sakit

Dapat di jadikan pedomn dan sebagai informasi dalam memberi

penyuluhan dan pendidikan kesehatan tentang pentingan asuhan

keperawatan pada ibu Post Sectio Caeserea dengan indikasi Plasenta

Previa.

c. Bagi institusi Pendidikan

Dapat di gunakan sebagai sumber informasi dan menambah

referensi kepustakaan tentang asuhan keperawatan pada ibu Post

Sectio Caesarea dengan indikasi Plasenta Previa.

d. Bagi Ibu
Hasil yang di harapkan dapt memberikan pemahaman pada Ibu

dengan Plasenta Previa terutaman tentang pentingnya asuhan

keperawatan pada Ibu Post Sectio Caesarea dengan indikasi Plasenta

Previa.

e. Bagi Penulis Dapat menambahkan wawasan ilmu pengethusn dan

melatih penulis dalam mengembangkan cara berfikir yang objektif seta

dapat menjadi pengalaman bagi diri sendiri apabila nanntinya di

tugaskan di lapangan.
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A.Konsep dasar penyakit

1. Pengertian

Plasenta previa adalah plasenta yant letaknya abnormal yaitu pada semen

bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau ostum uteri internum. Plasenta

previa adalah plasenta yan letak abnormal, yaitu pada semen bawah uterus

sehingga dapat menutupi sebagian atau pembukaan jalan lahir. (Manjoer, arief,

2001). Menurut Wikinjosastro (2002), plasenta previa adalah plasenta yang

letaknya abnormal yaitu pada semen bawah uterus sehingga menutupi sebagian

atau seluruh pembukaan jalan lahir. Manuaba (1998) menemukakan bahawa

rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.

Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian

atau seluruh osteum uteri (Saiffuddin,2002).

Plasenta previa adalah kondisi dimana plasenta yang melekat pada bagian

bawah uterus menutupi sebagian atau seluruh leher rahim (cervix) sehingga

pembuluh darah besar berada di sekitar mulut rahim. (Anik maryunani 2016).
Plasenta Previa adalah plasenta yan letaknya abnormal yaitu pada segmen

bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan

lahir. Pada keadaan normal Plasenta terletak di baian atas uterus. Plasenta Previa

tidak tertanam dalam korpus uteri jauh dari ostium internus servis, tetapi terletak

sanat dekat pada ostum internus tersebut. Menurut Prawiroharjo, Plasenta previa

adalah plasenta yan ada didepan jalan (prae= di depan ; vias = jalan). Jadi yang di

maksud plasenta previa ialah plasenta yang implantasinya tidak normal, rendah

sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum. Menurut

Cunningham, Plsenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah

sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarah saat

pembentukan segmen bawah rahim. ( Niwan ayu 2016).

b. Klarifikasi plasenta previa

Plasenta previa lateralis, bila dimana pembukaan 4-5 cm sebaian pembukaan di

tutupi oleh plasenta. Plasenta lateralis di bai menjadi ( MARYUNANI 2016)

a. Plasenta previa lateralis posterior : apabila sebaian menutupi ostea

( jalan lahir ) bagian belakang.

b. Plasenta previa lateralis anterior : apabila sebaggian menutupi ostea

jalan lahir

c. Plasenta previa marinalis : apabila sebaian kecil hanya pinggir osatea

(jalan lahir) yang di tutupi oleh plasenta.

c. Anatom fisiologi

d. Etiologi
Penyebab plasenta previa secara pasti sulit di tentukan, tetapi ada beberapa

faktor yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa (Manuaba (2010)

dalam Aspiani, 2017).

a. Multiparitas dan umur lanjut _> 35 tahun).

b. Defek vaskulariasi desidua yang mungkin terjadi akiabat

perubahan atroik dan inflamatoroik.

c. Cacat atau jaringan perut pada endometrium oleh bekas

pembedahan (SC, kuret, dan lain lain).

d. Chorion leave persisten.

e. Korpus iuteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap

menerima hasail konsepsi.

f. Konsepsi dan dinasi lambat.

e. Faktor predisposisi

Menurut mochtar (1998), dalam ayu (2016) faktor prediposisi dan presipitasi

yang dapat mengakibatkan terjadinya plasenta previa adalah :

1. Melebarnysa pertumbuhan plasenta

a. Kehamilan kembar ( gamelli).

b. Tumbuh kembang plasenta previa.

2. Kurangnya suburnya endometrim

a. Malnutrisi ibu hamil.


b. Melebarnya plasenta karena gamelli.

c. Bekas seksio sesaria

d. Sering di jumpai pada grandemulltipark.

3. Terlambatnya implantasi:

a. Endomtrium fundus kurang subur.

b. Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk

blastula yang siap untuk nidasi

f. Patofisiologi

Menurut maryunani (2016) patofiologi adalaah ;

Perdarahan anterpartum akibat plasenta previa terjadi sejak

kehamilan 10 minggu saat semen bawah uiterus membentuk dari mulai

melebar serta menipis,umumnya terjadi pada trimester ke-3 karena segmen

bawah uterus pembukaan serviks yang menyebabkan sinus uterus robek

karena lepasnya plasenta dari dinding uterus karena robekan sinus

marjinalis dari plasenta.

g. Tanda dan gejala

Menurut norma (2017)) tanda dan gejala adalah:

a. Anamnesia perdarahan jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa

nyeri, tanpa sebab. Terutama pada multigravida pada kehamilan setelah

20 minggu.

b. Pemeriksaan

1. Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas

panggul.
2. Pemeriksaan inspekulo: perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum.

Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang, darah

berwarna merah segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi

perdarahan berikutnya hamper selalu lebih banyak dari sebelumnya,

timbulnya penyulit pada ibu yaitu anemia sampai kematian janin dralam

rahaim, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul dan atau di

sertai dengan kelaianan letak plasenta previa barada di bawah janin

(norma, 2017).

h. Tindakan medis

menurut maryunani A & puspita E (2014) penatalaksanaan untuki

plasenta previa antara lain:

a. Terapi ekspektatif

1) Pengantar

a) Tujuan terapi ekspetatif adalah supaya janin tidsk terlahir

premature, pasien di rawat tanpa melakukan pemeriksaan

dalam melalui kanalis servisis .

b) Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif, pemantauan

klinis di laksanakan secara ketat dan baik.

2) Syarat pemberian terapi eksepatif:

a) Kehamilan pretern dengan perdarahan sedikit yang

kemudian berhenti.

b) Belum ada tnda-tanda in partum.


c) Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam

batas normal.

d) Janin masih hidup.

3) Hal yang dilakukan:

a) Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotic profilaksis.

b) Lakukan pemriksaan USG untuk mengetahui implantasi

plasenta, usia kehamilan, profil, biofisik, letak, dan

presentasi janin ( maryunani A & Puspita E, 2014)

4) Berikan tokolitik bila ada kontriksi

a) MgSO4 4 gr IV dosis awal di lanjutkan 4 gr tiap 6 jam.

b) Nifedin 3x 20mg / hari.

c) Bethamethason 24 mg IV dosis tunggal pemantangan paru janin .

d) Uji pemantangan paru janin dengan es kocok (bubble test) dari test

amniosentsis.

5) Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencaapai 37 ,mingggu

masaih lama , pasien dapat di pulangkan untuk rawat jalan

(kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan jarak untuk mecapai

RS lebih dari jam 2 ) dengan pesan segera kembali ke RS apbila

terjadi perdarahan ulang.

b. Prosedur diagnostic

Menurut maryunani ( 2016 ) diagnosis plasenta previa adalah:


a. Anamnesis . Riwayat perdarahan, darah warna merah segar, tanpa rasa

nyeri, tanpa sebab, terutama pada multigravida pada kehamilan setelah

22 minggu.

b. Pemeriksaan fisik : keadaan umum atau tanda-tanda vital ibu mungkin

dapat baik sampai buruk, tergantung pada beratnya perdarahan.

c. Pemeriksaan obstetrik:

a. Pemeriksaan luar :

a) Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas

panggul presentasi kepala.

b) Biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas, mengelok, ke

samping dan sukar di dorong ke dalam pintu atas pangul.

c) Ada kelainan letak janin.

b. Pemeriksaan inspekulo:

a) Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal

darin osteum uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina.

b) Apabila perdrahan berasal dari osteum uteri eksternum, adanya

plasenta previa haraus di curigai.

d. Penentuan letak plasenta tidak sungsang

1) Dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotop dan

ultrasonografi (USG).

2) Akan tetapi pada pemeriksaan dengan radiografi dan

radioistop, ibu dan janin di hadapakan pada bahaya

tadiasi sehingga cara ini di tinggalkan.


3) Sedangkan pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG)

tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri,

sehingga cara ini di anggap sangat tepar untuk

menentukan letak plasenta.

c. Diet

B. Konsep Sectio Caesarea

a. Pengertian

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram

(Aspiani, 2017).

Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding depan perut; seksio sesarea juga dapat di definisikan

sebagai suatu histeromia untuk melahirkan darlam rahim (mochtar,2012).

Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Nurarif &

Kusuma, 2016)
Menurut Ferrer (2001), ada beberapa tipe sectio caesarea, yaitu :

a. Sectio caesarea segmen bawah (SCSB)

Insisi melintang dilakukan pada segmen bawah uterus. Segmen

bawah uterus tidak begitu banyak mengandung pembuluh darah

dibandingkan segmen atas sehingga resiko perdarahan lebih kecil.

Karena segmen bawah terletak diluar kavum peritonei, kemungkinan

infeksi pasca pembedahan juga tidak begitu besar.

b. Sectio caesarea klasik

Insisi klasik hanya kadang-kadang dilakukan. Cara ini

dikerjakan kalau segmen bawah tidak terjangkau karena danya

pelekatan atau rintangan plasenta, kalau terdapat vena varikosa

pada segmen bawah, dan kadang-kadang juga dilakukan bagi janin

yang letaknya melintang serta untuk melakukan histerektomi

caesarea.

b. Etiologi / Indikasi

Adapun indikasi untuk melakukan Sectio Caesarea menurut

(Aspiani, 2017) adalah sebagai berikut :

a. Indikasi Ibu :

1) Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior) dan totalitas.

2) Panggul sempit.

3) Disproporsi sefalo-pelvik: Ketidakseimbangan antara ukuran

kepala dan panggul.

4) Partus lama
5) Ruptur uteri mengancam

6) Partus tak maju (obstructed labor)

7) Distosia serviks.

8) Pre-eklamsia dan hipertensi.

9) Disfungsi uterus.

10) Distosia jaringan lunak.

b. Indikasi janin dengan sectio caesarea :

1) Letak lintang

2) Letak bokong

3) Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil.

4) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-

cara lain tidak berhasil.

5) Gemelli menurut Eastman, sectio caesarea di anjurkan :

a) Bila janin pertama terletak lintang atau presentasi bahu

(shoulder presentation)

b) Bila terjadi interlok (locking of the twins)

c) Distosia oleh karena tumor

d) Gawat janin.

6) Kelainan uterus :

a) Uterus arkuatus

b) Uterus septus

c) Uterus duplektus
d) Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk kepala

janin ke pintu atas panggul.

Menurut Wiknjosastro (2009) terdapat beberapa indikasi sectio

caesarea adalah sebagai berikut :

a. Ibu

1) Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD

2) Disfungsi uterus

3) Distosia jaringan lunak

4) Plasenta previa

b. Anak

1) Janin besar

2) Gawat janin

3) Letak lintang.

Menurut Nurarif & Kusuma (2016), manifestasiklinis sectio

caesarea adalah sebagai berikut :

a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterio)

b. Panggul sempit

c. Disporsi sefalopelvik : yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala

dengan ukuran panggul

d. Rupture uteri mengancam

e. Partus lama

f. Partus tak maju

g. Distosia serviks
h. Pre eklamsia dan hipertensi

i. Malpresentasi janin

c. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan sectio caesarea

menurut ( Sukarni, 2015 ) adalah sebagai berikut :

a. Infeksi puerperal (nifas)

1) Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.

2) Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi

dan perut sedikit kembung.

3) Berat, dengan perionitis, sepsis dan ileus paralitik. Infeksi berat

sering kita jumpai pada partus terlantar, sebelum timbul infeksi nifas,

telah terjadi infeksi partum karena ketuban yang telah pecah terlalu

lama.

Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan

antibiotika yang adekuat dan tepat.

b. Perdarahan karena :

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.

2) Antonia uteri.

3) Perdarahan pada placental bed.

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

reperitonealisasi terlalu tinggi.

d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang .

d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada ibu sectio caeasarea menurut Nurarif

& Kusuma (2016), adalah sebagai berikut :

a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin

b. Pemantauan EKG

c. JDL dengan diferensial

d. Elektrolit

e. Hemoglobin/Hematokrit

f. Golongan darah

g. Urinalis

h. Amniosintesis terhadap maturasi paru janin sesuai indikasi

i. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi

j. Ultrasound sesuai pesanan


C. Asuhan keperawatan

1. pengkajian

Menurut Dongoes (2001), penkajian pada klien post operasi sectio

caesarea karena kehamilan plasenta previa adalah sebagai berikut adalah sebaai

berikut: Tinjuan ulang catatan prenatal dan intraoperatif dan adanya indikasi

untuk kelahiran caesarea.

a. Sirkulasi: kehilangan darah prosedur pembedahan kira kirta 600-800 ml.

b. Interritas ego: dapat menunjukkkan labilitads emosional, dari

kegembiraan, sampai ketakutan, marah atau menarik diri, Klien/pasangan

dapat memilikki pertanyaan atau salah terima peran dalam penaqlaman


kelahiran. Mungkin mengpresikan ketidak mampuan untuk menghadapi

situasi baru.

c. Eliminasi: kateter urinarius indwelling munkin terpsang; urine jernih

pucat, bisin usus tidak, samaran atau jelas.

d. Makanan/ cairtan: abdomen lu

e. nak tidak ada distensi pada awal.

f. Neurosebsori: kerusakasn erakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi

epidural.

g. Nyeri/keidak nyaman: mungkin mengeluh ketidak nyamann dari berbagai

sumber misal, trauma bedah/ insisi, nyeri penyerta, distensi kandung

kemih/abdomen, efek-efek anastesi, mulut mungkin kering.

h. Pernafasan: bunyi paru jelas dan vesicular tidak ada wheezing maupun

ronchi.

i. Keamanan: balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kerinh dan

nyeri tekan.

j. Seksualitas: fundus kontrasi kuat dan terletak di umbilicus. Aliran lokhea

sedang dan bekuan berlebihan/ banyak.

2.Diagnosa keperawatan

Menurut Dongoes (2001), bahwa kemungkinan diagnosa keperawatan

muncul pada klien post sectio caesarea karena kehamilan plasenta previa adalah

sebagai berikut:

a. Perubahan ikatan proses keluara berhubungan dengan perkembangan

transisi/peninkatan annota keluarga, krisis situasi (misalnya: intervensi


pembedahan komplikasi fisik yang mempengaruhi interaksi, kebanggaan

diri neatif), dehidrasi, diare, prapersalinan, kurang masukan cairan maupun

nutrisi, nyeri perineal/rektal.

b. Nyeri (akut) ketidak nyaman berhubungan denan trauma pembedahan

efek-efek hormonal dan dostensi kandung kemih/abdomen.

c. Ansietas berhubunan dengan krisi situsi ancanman pada kondisi diri

tranmisi/ kontak interpersonal ketuban tidak terpenuhi.

d. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam,

peroistiwa kehidupan,

e. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi kimia atau

regulasi (misalnya, hipotensi ortostatik, adanya Hipertensi Karena

Kehamilan (HKK) atau eklamsia, efek-efek anestesia tromboeli, profil

daerah abnormal abnormal (anemia/kehilangan darah berlebihan, seitas

terhadap rubella, inkompatilibilitas Rh), trau,ma jaringan.

f. Resiko tinggi terhadap inspeksi berhubungan dengan trauma jaringan/

kulit rusak, penurunan haemolobin (Hb), prosedur invasif dan peningkatan

pemanjanan lingkungan, pecah ketuban lama dan malnutrisi.

g. Konstipasi berhubunan dengan penurunan tonus otot ( diastasis rekti anus),

kelebihan analgesik atau anestesi, efek-efelk progesteron, dehidrasi, diare

prapersalinan, kurang masukan cairan maupun malnutrisi, nyreri

perineal/reltal.

h. Kurang pengetahuan mengetahui perubahan fiologis, priode pemuliuhan

perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kuran


pemanjaman /mengingat, kesalaqhan interprestasi, tridak mengenal

sumber-sumber tentang perawatan bayi.

i. Perubahan eliminasi urine berbungan dengan trauma/ diversi mekanius,

efek-efek hormonal (perpindahan cairan dan aliran plasma ginjal) efek-

efek anestesi.

j. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi, penurunan

kekuatan dan ketahanan, ketidak nyamanan fisik.

Menurut JUDITH M. WILKINSON (2016) bahwa kemungkinan

diagnosa keperawatan yang muncul pada klien pasca prtum adalah sebagai

berikut:

a. Resiko gangguan perlekatan berhubunan dengan ketidak mampuan

menjadi orang tua.

b. Gangguan citra tibuh berhubungan dengan kurang informasi yang akurat

teentang penyesuaian tubuh setelah melahirkan, perubahan penampilan

tubuh ( striae ).

c. Ketidakefefktifan pemberian Air Susu Ibu (ASI) berhubungan deangan

diskontinuitas pemberian ASI, belum berpengalaman, penaruh budaya,

pembengkakan payudara, faktor bayi bayi ( mis, ketidakmampuan untuk

menempel pada atau men payudara).

d. Gangguan proses proses keluarga berhubungan dengan transisi peran

keluarga, sistem pendukung tidak adekuat.


e. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan defesiensi

pengetahuan ( mis, hygien, kontrasepsi, nutrisi, perawatan bayi, dan gejala

komplikasi), kurang dari pasangan.

f. Gangguan pemeliharaan rumah berhubungan dengan sistem pendfukung

tidak adekuat, kurang kemampuan mengatur, dan ketidakefektifan koping

individu.

g. Insomnia berhubungan dengan tuntutan sosial yan berlebihan, tuntutan

peran ( mis, sering menyusui), nyeri, ansietas, keriangan dan kegenbiraan.

h. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kurang pengetahuan nutris dasar menyusui.

i. Ketidakmampuan menjadi orang tua berhubungan dengan kuran

pengetahuan atau keterampilan tentang pola asuh yang efektif, harapan

yang tidak realistik terhadap diri, bayi, dan pasangan, anak yan tidak

diinginkan; tidak aada model peran, belum berpengalaman.

j. Stress inkontinesia urine berhubungan dengan trauma jaringan selama

pelahiran.

k. Retensi urine berhubungan dengan edema jaringan lokal, efek

obat/anestesi, nyeri, keidakmampuan untuk menggambil posisi berkemih

normal sekunder akibat fek anestesi apidural atau analgesik.

3.Intervensi keperawatan

Menurut Dongoes (2001). Perencanaan keperawatan pada klien post sectio

caesarea denan indikasi plasenta previa adalah sebaai berikut:


a. Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan

transisi /peningkatan anggota keluarga, krisis situasi (misalnya, intervensi

pembedahan komplikasdiu fisik nyang mempengaruhi interaksi,

kebangaan diri negatif). Dehidrasi, diare, prapersalinan, kurang cairan,

nyeri pereneal/rektal. Kemunkinan di buktikan oleh keraguan untuk

menendong/berinteraksi denan bayi, mengungkapkan masalah/kesulitan

kopin terhdap klien akan menendong bayi bila kondisi ibu dan neonatus

memungkinkan. Mendemostrasikanb perilaku kedekatan dan ikatan yang

tepat. Mulai secara mengikuti tugas keperawatan bayi baru lahitr dengan

tepat.

Mandiri

1) Anjurkan klien mengendong, menyetuh dan memeriksa bayi terantung

pada kondisi klien dan bantu sesuai kebutuhan.

Rasional: jam pertama kelahiran memberikan kesempatan unik untuk

ikatan keluarga terjadi karena karena ibu dan bayi secara emosional,

menerima isyarat 1 sama lain, yang mulai kedekatan dari pengelanalan

bantu pada interaksi pertama pada jalur intravena di lepas mencegah

klien dari rasa kecewa atau tidak adekuat. (catat: meskipun klien telah

memilih untuk melepaskan anaknya, berinteraksi dengan bayi baru

lahir dapat memfasilitasi proses berduka).

2) Beri kesempatan untuk pasangan untuk menyentuh bayi mengendong

anak serta bantu klien dan perawatan bayi, sesuai kemungkinan situasi.

Rasional : membaantu ikatan/kedekatan diantara ayah dan bayi.


Membantu kesempatan untuk ibu, memvasilidasi realitas situasi dan

bayi baru lahir pada waktu dimana prosedur dan kebutuhan fisiknya

mungkin membatasi kemampuan interaksinya.

3) Observasi dan catat interaksi keluarga bayi, perhatian perilaku yang di

anggap menandakan ikatan/kedekatan dalam upaya tertentu.

Rasional : kotak mata, penggunaan posisi wajah, berbicara pada suara

nada tinggi dan mengendong bayi dengan dekat dihubungkan dengan

kedekatan budaya Amerika. Pada kontak pertama dengan bayi, ibu

menunjukkan pola awalnya untuk menggali ektremitas pada

penggunaan telapak tangan sebelum mendekat bayi dengan seluruh

tangan dan lengan.

4) Diskusikan kebutuhan kemajuan dan sifat interaksi yang lazim dari

ikatan. Perhatian kehormatan dari variasi respon dari satu waktu ke

waktu lainnya dan di antara anak yang berbeda anak.

Rasional: membantu klien/pasangan memahami makna dan

pentingnya proses dan memberikan keyakinan bahwa perbedaan dan di

Perkirakan.

5) Perhatikan pengungkapan/perilaku yang menunjukkan kekecewaan

atau kurang minat/kedekatan.

Rasional: kedatangan anggota keluarga baru, bahkan bila diinginkan

dan di antisipasi, menciptakan periode sementara dari di sekilibrium,

memerlukan penyatuan anak baru ke dalam keluarga yang ada.


6) Berikan kesempatan pada orang tua untuk menungkapkan perasaan-

perasaan negatif tentang diri mereka dan bayi.

7) Perhatikan lingkungan sekitar kelahiran caesarea, kebanggaan dari

orang tua dan persepsi tentang pengalaman kelahiran, reaksi awal

mereka terhadap bayi, dan partisipasi mereka pada pengalaman

kelahiran.

Rasional: orang tua perlu bekerja melalui hal-hal bermakna pada

kejadian penuh stress seputar kelahiran anak anak dan orientasikan

mereka sendiri terhadap realita sebelum mereka dapat memfokuskan

pada bayi. Efek-efek anastesia, ansietas, dan nyeri dapat merubah

kemampuan persepsi klien selama dan setelah operasi.

8) Anjurkan dan bantu pasien dalam menyusui tergantung pada pilihan

klien dan keyakinan/preaktek budaya.

Rasional : kontak awal mempunyai efek postif pada durasi menyusui,

kontak kulit dengan kulit mulainya tugas ibu meningkatkan ikatan.

Beberapa budaya (misalnya, hispanik, navajo, filifina, vietnam)

menolak menyusui sampai aliran susu terjadi

9) Sambutan keluarga sibling untuk kunjungan singkat segera bila kondisi

ibu/bayi baru lahir memungkinkan.(Rujuk pada MK : klien pada 4

jam- 3 hari pasca partum, DK : potensial terhadap pertumbuhan koping

keluarga).
Rasional : Meningkatkan kesatuan keluarga, dan membantu sibling

memulai proses adaptasi positif terhadap peran baru dan memasukkan

anggota baru ke dalam struktur keluarga.

10) Jawab pertanyaan klien mengenai protokol perawatan selama periode

pasca kelahiran awal.

Rasional : Informasi menghilangkan ansietas yang dapat

mengganggu ikatan atau mengakibatkan absorbsi diri daripada

perhatian terhadap bayi baru lahir.

11) Beritahu anggota tim perawat yang tepat (mis, staf ruang perawatan

arau perawatan pasca partum) tentang observasi sesuai indikasi.

Rasional : Ketidakadekuat perilaku ikatan atau interaksi buruk antara

klien/pasangan dengan bayi memerlukan dukungan dan evaluasi

lanjutan. (rujuk pada MK : klien pada 4jam – 3 hari pasca partum,

DK : resiko tinggi terhadap penambahan menjadi orangtua).

12) Siapkan untuk dukungan/evaluasi terus menerus setelah pulang : mis,

pelayanan perawat berkunjung, agensi komunitas, dan kelompok

dukungan orang tua.

Rasional : Banyak pasangan mempunyai konflik tidak teratasi

mengenal proses pengenalan awal orang tua/bayi yang memerlukan

pemecahan pulang.
b. Nyeri (akut) ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma pembedahan

efek-efek anestesia. Efek-efek hormonal dan distensi kandung kemih

abdomen.

Kemungkinan dibuktikan oleh : melaporkan nyeri insisi, kram

(nyeri penyerta), sakit kepala, abdomen kembung, nyeri tekan payudara,

perilaku melindungi disraksi, wajah menahan nyeri.

Hasil yang diharapkan klien akan : mengidentifikasi dan

menggunakan untuk mengatasi nyeri dan tepat, mengungkapkan

berkurangnya nyeri, tampak rileks, mampu tidur dan istirahat dengan

tepat.

Recana tindakan :

1) Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan, perhatikan

isyarat verbal dan nonverbal seperti meringis, kaku dan gerakkan

melindungi atau terbatas.

Rasional : Klien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri

dan ketidaknyamanan secara langsung. Membedakan karakteristik

khusus dari nyeri membantu membedakan nyeri pasca operasi dan

terjadinya komplikasi (mis, ileus, retensi kandung kemih atau

infeksi, dehisens luka).

2) Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab

ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat.


Rasional : Meningkatkan pemecahan masalah, membantu

mengurangi nyeri berkenaan dengan ansietas dan ketakutan karena

ketidaktahuan dan memberikan rasa kontrol.

3) Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi, perhatikan perubahan

perilaku (bedakan antara kegelisahan karena kehilangan darah

berlebihan dan karena nyeri).

Rasional : Pada banyak klien, nyeri dapat mengakibatkan gelisah

serta TD dan nadi meningkat, analgesia dapat menurunkan TD.

4) Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya karakteristik nyeri

penyerta, perhatikan infuse loksitosin pasca operasi.

Rasional : Selama 12 jam pertama pasca partum, kontraksi uterus

kuat dan teratur, dan ini berlanjut selama 2-3 hari berikutnya,

meskipun frekuensi dan intesitasnya dikurangi. Faktor-faktor yang

memperberat nyeri penyerta meliputi multipara, overdistensi

uterus, menyusui, dan pemberian preparat ergot dan oksitosin.

5) Ubah posisi pasien, kurangi rangsangan yang berbahaya dan

berikan gagasan punggung. Anjurkan penggunaan teknik

pernafasan dan relaksasi dan distraksi (rangsangan jaringan

kutan) seperti dipelajari pada kelas melahirkan anak anjurkan

keberadaan dan partisipasi pasangan bila tepat.

Rasional : Merilekskan otot dan penglihatan perhatian dari sensari

nyeri, meningkatkan ketidaknyamanan, dan menurunkan distraksi

tidak menyenangkan, meningkatkan rasa sejahtera.


6) Lakukan latihan nafas dalam, spirometri intensif, dan bantu

dengan menggunakan prosedur-prosedur pembebatan dengan

tepat, 30 menit setelah pemberian analgesik.

Rasional : Nafas dalam meningkatkan upaya pernafasan.

Pembebatan menurunkan regangan dari ketegangan area insisi dan

mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan berkenaan dengan gerakan

otot abdomen. Batuk diindikasikan bila sekresi atau ronchi

terdengar.

7) Anjurkan ambulasi dini, anjurkan menghindari makanan cairan

pembentuk gas, mis., kacang-kacangan , kol, minuman karbonat,

susu murni, minuman terlalu dingin atau terlalu panas, atau

penggunaan sedotan untuk minum (Rujuk pada DK : konstipasi)

Rasional : Menurunkan pembentukkan gas dan meningkatkan

peristaltik untuk menghilangkan nyeri karena akumulasi gas yang

sering memuncak pada hari ketiga setelah kelahiran sesarea.

8) Anjurkan penggunaan posisi rekumben lateral kiri.

Rasional : Memungkinkan gas meningkat dari kolon desenden ke

sigmoid, memudahkan pengeluaran.

9) Palpasi kandung kemih, perhatikan adanya rasa penuh. Inpeksi

hemoroid pada perineum. Anjurkan penggunaa es selama 20

menit setiap 4 jam. Penggunaan kompres witch hazel, dan

peninggian pelvis pada bantal seseuai kebutuhan.


Rasional : Membantu regresi hemoroid dan varises vulva dengan

meningkatkan vasokonstriksi menurunnya ketidaknyamanan dan

gatal, dan meningkatkan kembalinya fungsi usus normal.

10) Memudahkan berkemih periodik setelah pengangkatan kateter

indwelling.

Rasional : Kembalinya fungsi kandung kemih normal memerlukan

4-7 hari, dan overdistensi kandung kemih menciptakan persaan

dorongan dan ketidaknyamanan.

11) Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya setelah anatesia

subaraknoid. Hindari memberi obat pada klien sebelum sifat dan

penyebab sakit kepala ditentukan. Perhatikan karakter sakit

kepala (mis, lokasi dalam di belakang mata, dengan nyeri

menyebar ke kedua temporal dan area oksipital; hiulang pada

posisi terlentang tetapi meningkatkan pada posisi duduk atau

berdiri) untuk membedakan dari sakit kepala karena ansietas atau

hipertensi karena kehamilan (HKK)

Rasional : Kebocoran cairan serebrospinal (CSS) melalui

durameter kedalam ruang ekstradural menurunkan volume yang

diperlukan untuk menyokong jaringan otak, menyebabkan batang

otak turun ke dasar tengkorak bila klien pada posisi tegak. HKK

dapat menyebabkan edema selebral, memerlukan intervensi lain.

(rujuk pada MK : klien ada 4 jam sampai hari pasca partum, DK :

resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan).


12) Anjurkan tirah baring pada posisi datar berbaring, tingkatkan

cairan, berikan minuman berkafein, bantu sesuai kebutuhan pada

perawatan klien dan bayi, dan berikan ikatan abdominal bila

klien tegak, pada adanya sakit kepala pasca-spinal. Beritahu

dokter atau ahli anestesi sesuai indikasi.

Rasional : Menurunkan beratn ya sakit kepala dengan

mweningkatkan cairan yang ada untuk produksi CSS dan

membatasi perpindahan posisi dari otak. Sakit kepala berat dapat

mengganggu kemampuan klien untuk melakukan perawatan diri

dan perawatan bayi. Sakit kepala terus menerus memerlukan terapi

lebih agresif.

13) Inspeksi jaringan payudara dan puting, kaji terhadap adanya

pembesaran dan/atau puting pecah.

Rasional : Pada 24 jam pasca partum, payudara harus lunak dan

tidak nyeri tekan, dengan puting bebas dari area pecah-pecah atau

adanya kemerahan. Pembesaran payudara, nyeri tekan puting, atau

adanya pecah-pecah pada puting (bila klien menyusui) dapat terjadi

2-3 hari pasca partum dan memerlukan intervensi segera untuk

memudahkan kontinuitas menyusui dan mencegah komplikasi

lebih serius/

14) Anjurkan menggunakan bra penyokong


Rasional : Mengangkat payudara ke dalam dan ke atas

mengakibatkan posisi lebih nyaman dan menurunkan kelelahan

otot.

15) Berikan informasi untuk pasien menyusui tentang peningkatan

frekuensi pemberian makan, memberikan kompres panas pada

payudara sebelum menyusui, posisi yang tepat dari bayi, dan

mengeluarkan ASI secara manual (rujuk MK : klien pada 4 jam

sampai 3 hari pasca partum, DK : menyusui).

Rasional : Tindakan ini dapat membantu laktasi klien merangsang

aliran ASI dan menghilangkan statis dan penengangan.

Penggunaan “gendongan football” mengarahkan kaki bayi menjauh

dari abdomen. Bantal membantu menyokong bayi dan melindungi

insisi dalam posisi duduk atau miring.

16) Anjurkan klien mulai memberi makan dari puting yang tidak

nyeri selam beberapa kali pemberian makanan secara bekala bila

hanya satu puting luka dan pecah.

Rasioanal : Respon menghisap pertama kuat dan mungkin nyeri.

Mulai memberikan makan dengan payudara yang tidak sakit

mungkin mengurangi nyeri dan meningkatkan penyembuhan.

17) Berikan kompres es pada area aksila payudara bila klien tidak

merencanakan meyusui. Berikan kompres ketat dengan pengikat

selama 72 jam atau penggunaan bra penyokong ketat. Hindari

pemajanan berlebihan payudara terhadap panas, atau rangsangan


payudara oleh bayi. Pasangan seksual, atau klien yang menyusui

48-60 menit sebelum menyusui.

Rasional : Pengikatan dan kompres es mencegah laktasi dengan

cara mekanis dan metode yang disukai untuk Supresi laktasi

Ketidaknyamanan berakhir kira-kira 48-72 jam, tetapi berkurang

atau hilang dengan menghindari stimulasi puting, sehingga

kenyamanan pun dirasakan oleh klien.

18) Berikan analgesik setiap 3-4 jam, berlanjut dari rute Intra Vena

(IV) atau Intra Muscular sampai ke rute oral. Berikan obat pada

klien yang menyusui 48-60 menit sebelum menyusui.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan yang memperbaiki status

psikologis dan meningkatkan mobilitas. Penggunaan obat yang

bijaksana memungkinkan ibu yang menyusui menikmati dalam

memberikan makan tanpa efek-efek samping pada bayi.

19) Tinjau ulang/pantau pengunaan analgesia yang dikontrol pasien

(PCA) sesuai indikasi

Rasional : Analgesia yang dikontrol pasien memberikan

penghilang nyeri cepat tanpa efek samping/oversedasi,

Meningkatkan rasa kontrol, kesejahteraan umum, dan kemandirian.

20) Berikan bromokriptin mesilat (padodel) dua kalik sehari dengan

makanan selama 2-3 minggu. Mengkaji hipotensi pada klien,

terapi dengan klien selama ambulasi pertama. Berikan informasi


tentang kemungkinan pembesaran payudara embali atau

bendungan bila penggunaan obat-obatan dihentikan.

Rasional : Bromokriptin bekerja untuk menekan sekresi prolaktin,

yang merupakan reseptor agonis dopamin poten dan dapat

menyebabkan hipotensi berat. Kaenanya ini harus dimulai hanya

setelah tanda vital stabil dan tidak lebih cepat dari 4 jam setelah

kelahiran.sampai 40% wanita yang mengalami masalah-masalah

kongesti dan pembesaran kembali.

21) Berikan sesuai kebutuhan dengan injeksi salin atau pemberian

bercak darah diatas sisi fungsi dural. Pertahankan klien pada

posisi horizontal setelah prosedur

Rasional : Efektif untuk menghilangkan sakit kepala spinal berat.

Prosedur bercak darah, yang mempunyai laju keberhasilan 90%-

100%, menciptakan bekuan darah, yang menghasilkan tekanan dan

mencegah kebocoran.

22) Berikan rektal tube sesuai indikasi.

Rasional : Menghilangkan pembentiukan gas.

a. Ansiestas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada kondisi

diri interamisi/kontak interpesonal, kebutuhan tidak terpenuhi.

Kemungkinan dibuktikan oleh : peningkatan ketetengan,

keprihatinan, persaan tidak adekuat, stimulasi simpatik, tidak dapat

tidur/istirahat dengan benar.


Hasil yang diharapkan klien akan mengungkapkan kesaran akan

perasaan anisietas. Mengedintifikasi cara untuk menurunkan ansietas

sudah menurun ke tingkat yang dapat diatasi. Kelihatan rilek, dapat

tidur/istirahat dengan benar.

Mandiri

1) Dorong keberadaan\partipasi dari pasangan.

Rasional : Memberikan dukungan emosional dapat mendorong

pengungkapan masalah

2) Tentukan tingkat ansientas klien dan sumber dari masalah .

Mendorong klien/ pasang untuk mengungkapkan kebutuhan dan

harapan yang tidak terpenuhi. Memberikan informasi sehubungan

Dengan normalnya pasangan tersebut.

Rasional : Kelahiran sesaria mungkin di pandang sebagian suatu

kegagalan dalam hidup oleh klien/ pasangan dan hal tersebut dapat

Memiliki dampak negatif dalam proses ikatan menjadi seorang tua.

3) Bantu klien mengidentifikasi mekanisme koping dan lajim dan

perkembangan strategi koping baru jika di butuhkan rujuk pada

MK: klien pada 4jam sampai 3 hari paska partum. Dk: resiko tinggi

terhadap tidak efektif koping individu).

Rasional : membantu dan memfasilitasi adaptasi yang positif

terhadap peran baru. Mengurangi ansietas.

4) Mulai kontak antar pesien/paasangan dengan bayi sesegera

mungkin. Jika bayi di bawa ke neonatal intensive care unit (nicu).


Bentuk jalur komunasi antara staf keperawatan dan

klien/pasangan.foto bayi dan biarkan di kunjungi bila kondisi fisik

klien memungkinkan. (rujuk pada mk;orang tua dari bayi dan

kebutuhan kusus)

Rasional: Mengurangi ansientas yang mungkin berhubngan

dengan pasangan bayi,takut dengan sesuatu yang tidak di ketahui

and/atau menganggap hal yang buruk berkenaan dengan keadaan

bayi.

b. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam

peristiwa kehidupan. Kemungkinan yang dibuktikan oleh:

mengungkapkan perasaan negatif diri dalam situas (mis, tidak berdaya,

malu/bersalah).

hasil yang di harapkan klien/ pasangan . akan ; mendiskusikan

maasalah sehubungan dengan peran dan presepsi terhadap pengalaman

kelahiran dari klien /pasangan mengungkapkan pemahaman mengenai

fsktor individu yang dapat mencetuskan setuasi saat ini

.mengepresikan harapan diri yang positif.

Mandiri

1) Tentukan respon emosional pesien/pasangan terhadap kelaahiran

secsio sesaria

Rasional : Kedua anggota pasangan mungkin mengalami reaksi

emosi negarif terhadap kelahiran sesaria. Kelahiran sesaria yang


tidak direncanakan dapat berefek negatif terhadap harga diri klien

membuat klien tidak adekuat dan lelah gagal sebagai wanita. Ayah

atau pasangan, khususnya bila tidak dapat hadir pada kelahiran

sesaria, dapat berasa bahwa ia menelok pasangannya dan tidak

memenuhi peran yang di antisipasinya sebagai pendukung

emosional selama proses kelahairan. Meskipun lahir yang didapat

sehat, orang tua sering berduka dan merasa kehilangan karena

tudak mengalami kelahiran pervagina sesuai yang diperkirakan.

2) Tinjau ulang partisipasi klien/pasangan dan peran dalam

pengalaman kelahiran. Identifikasi perilaku positif selama proses

prenatal anterpratal.

Rasional : Respon berduka dapat berkurang bila ibu dan ayah

mampu saling berbagi pengalaman kelahiran. Memfokuskan

kembali perhatian klien/pasangan untuk membantu mereka

memandang kehamilan dalam totalitasnya dan melihat bahwa

tindakan mereka telah bermakna terhadap terhadap hasil yang

optimal. Dapat membantu menghindari rasa bersalah-

mempersalahkan.

3) Tekanan kemiripan antara kelahiran sesaria dan kelahiran melalui

vagina. Sampaikan positif terhadap kelahiran sesaria, dan atur

perawatan pasca partum sedekat mungkin pada perawatan yang

diberikan pada setelah kelahiran vagina.


Rasinonal : Klien dapat mengubah persepsinya tentang

pengalamannya kelahiran sesaria sebagimana persepsinya tentang

kesehatannya atau penyakitnya berdasarkan sikap profisional.

4) Rujuk klien atau pasangan untuk konseling pada profesional bila

reaksi maladaptif.

Rasional : Klien yang tidak mampu mengatasi salah

bersalah/perasaan negatif memerlukan bantuan profesional lebih

lanjut.

c. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokima

untuk regukasi (mis, hipotensi ortostratik, adanya HKK atau eklamsia),

efek-efek anestesia tromboemboli, profil daerah abnormal

(anemia/kehilangan darah berlebihan,sensivitas terhadap rubella,

inkompitabilitas Rh), trauma jaringan.

Kemungkinan dibuktikan oleh : tidak dapat diterapkan adanya

tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual.

Kriteria hasil : Mendemontrasikan perilaku untuk menurunkan

faktor-faktor resiko perlindungan diri serta bebas dari komplikasi.

Mandiri

1) Tinjau ulang catatan prenatal dan intra portal terhadap faktor-faktor

yang memoredisposisikan klien pada komplikasi. Catat kadar Hb

dan kehilangan darah operatif.

Rasional : Adanya faktor-faktor resiko seperti kelelahan

miometrial, distensi uterus berlebihan, simulasi oksitosin lama,


atau tromboflebitis penatal memungkinkan klien lebih rentan

terhadap komplikasi pasca operasi.

2) Pantau TD, nadi dan suhu. Catat kulit dingin, basah, nadi lemah,

halus; perubahan perilaku, pelambatan pengisian kapiler, sianosis

(rujuk pada MK: hemoragi pasca partum).

Rasional : Tekanan darah yang tinggi dapat menandakan

terjadinya atau berkelanjutannya hipertensi, memerlukan

magnesium sulfat (MgSO4) atau pengobatan anti hipertensif lain.

Hipotensi dan takikardia dapat menunjukkan dehidrasi dan

hipovolemia tetapi mungkin tidak terjadi sampai volume darah

sirkulasi mulai menurun sampai 35%-50%, dimana tanda

vasokontriksi mungkin terlihat. Pireksia dapat menandakan infeksi.

3) Infeksi balutan terhadap pendarahan berlebihan. Catat, tanggal

drainasepada balutan (bila tidak diganti). Beritahu dokter rembesan

berkelanjutan.

Rasional : Luka bedah dengan drain dapat membasahi balutan,

namun rembesan biasanya tidak terlihat dan dapt menunjukkan

terjadinya komplikasi.

4) Perhatikan karakter dan jumlah aliran lokhea dan konsisten fundus.

Rasional : Aliran lokhea seharusnya tidak banyak atau

mengandung bekuan, funduss harus tetap berkontraksi dengan kuat

pada umbilikus. Tonjolan uterus mengakibatkan peningkatan aliran

dan kehilangan darah.


5) Pantau masukan cairan dan keluar urine. Perhatikan penampilan,

warna, konsentrasi, dan berat jenis urine.

Rasional : Fungsi ginjaal adalah indeks kunci dari volume darah

sirkulasi. Bila pengeluaran menurun, berat jenis menuingkat dan

sebaliknya.

6) Anjurkan ambulasi dini dan latihan, kecuali pada klien yang

mendapatkan anestesia subaraknoid, yang tetap tidur datar selama

6-8 jam tanpa menggunakan bantal atau meninggikan kepala,

sesuai dengan indikasi protokol dan kembalinya sensasi/kontrol

otot. (rujuk pada DK: nyeri/ketidaknyamanan).

Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan aliran balik vena dari

ekstremitas bawah, menurunkan resiko dari pembentukan trombus

yang berkenaan dengan statis.

7) Bantu klien pada ambulasi awal. Berikan supervise yang adekuat

dalam hal mandi shower dan rendam duduk. Tempatkan bel

pemanggil dalam jangkauan klien.

Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi pada perubahan dari

posisi terlentang ke berdiri, atau mungkin sebagai akibat dari

vasodilitas karena panas dan mandi shower atau rendam duduk

tersebut.

8) Minta klien duduk dilantai atau kursi dengan kepala diantara kaki,

atau biarkan berbaring pada posisi datar. Bila ia merasa pening,

gunakan kapsul amonia.


Rasional : Membantu mempertahankan atau meningkatkan

sirkulasi dan pemberian oksigen ke otak.

9) Kaji terhadap hiperefleksian, nyeri kuadran kanan atas, sakit

kepala, gangguan penglihatan pertahankan kewaspadaan kejang,

dan berikan lingkungan tentang indikasi (rujuk pada mk: klien

pada 4 jam sampai 3 hari pascapartum, dk : resiko tinggi terhadap

kelebihan volume cairan.

Rasional : Bahaya eklamsia karena HKK ada selama 72 jam pasca

partum, meskipun literatur menunjukkan status kejang telah terjadi

paling lambat hari kelima pasca partum.

10) Perhatikan efek-efek MgS04 bila diberikan. Kaji respon patella dan

pantau frekuensi pernafasan.

Rasional : Tidak adanya reflek patella dan frekuensi pernafasan

dibawah 12x/menit menandakan tositas dan perlunya penurunan

atau penghentian terapi obat.

11) Inspeksi insisi secara teratur; perhatikan tanda perlambatan atau

perubahan penyembuhan (mis, kurang penyatuan).

Rasional : Peregangan berlebihan pada insisi atau perlambatan

penyembuhan dapat menyebabkan klien cenderung terhadap

pemisahan jaringan dan kemungkinan hemoragi.

12) Inspeksi ekstermitas bawah terhadap tanda tromboflebitis (mis,

kemerahan, hangat, nyeri/nyeri tekan) perhatikan adanya atau tidak


adanya hormon. (Rujuk pada masalah keperawatan MK:

Tromboflebitis pasca partum.

Rasional : Peningkatan produk lembaran fibrin (kemungkinan

perlepasan dari sisi plasenta), penurunan mobilitas, trauma, sepsis,

dan aktivitas pembekuan darah secara berlebihan setelah

kelahiramn memubuat klien cenderung pada terjadinya

tromboemboli.

13) Anjurkan latihan kaki/pergelangan kaki dan ambulasi dini.

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, mencegah statis

/penumpukkan pada penumpukkan pada ektrimitas bawah,

menurunkan resiko flebitis, meningkatkan tonus otot pada

ekstremitas bawah.

14) Evaluasi status rubella (cacar) klien pada grafik pranatal (titer

kurang dari 1:10 menandakan kerentanan). Kaji klien terhadap

alergi pada telur atau kulit; bila ada, tunda vaksin. Berikan

infoemasi tertulis seperti pendidikan kesehatan (penkes) dan

verbal, dan dapatkan persetujuan tindakan untuk vaksin setelah

meninjau ulang efek-efek samping, resiko, dan perlunya mencegah

konsepsi untuk 2-3 bulan setelah vaksin.

Rasional : Vaksinasi membantu mencegah efek-efek teratogenik

pada kehamilan selanjutnya.

15) Gantikan kehilangan cairan secara intravena sesuai program


Rasional : Rata rata kehilangan dara biasanya 600-800 ml. Tetapi

edema fisiologis prenatal, yang mengeraakan paska pratum,

meningkatan kebutuhan terhadap penggantian volume cairan

melalui infus secara intra vena pada periode intra operasi dan awal

pasca operasi (24 jam) sambung dengan jumlah total 31.

16) Pantau Hb/Ht pasca operasi, bandingkan dengan kadar operasi.

Rasional : Klien dengan Ht 33% atau lebih besar dan peningkatan

plasma berkenangdengan kehamilan dapat mentoleransi kehilangan

darah actual sampai 1.500 ml tanpa kesulitan. Perubahan bermakna

dalm volume memerlukan pengantian produk darah, meskipun

penggatian besi diperlukan

17) Tingkat infus oksitosin bila uterus relaksasi dan/atau lokhea

Rasional : Merangsang kontarktivitas miometrial dan menurunkan

kehilangan darah oksitosin biasanya ditambahkan untuk

penginfusan intraoperatif setelah kelahiran bahu bayi di

pertahankan dpaskaalam periode operasi.

18) Berikan MgS04 dengan pompa sesuai indikasi.

Rasional : Membantu menurunkan kepekaan selebral pada adanya

HKK atau eklampsia. (Rujuk pada MK : klien pada 4 jam sampai 3

hari pasca partum DK: resiko tinggi terhadap kelebihan volume

cairan).

19) Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastis untuk kaki bila

resiko atau gejala flebitis ada.


Rasional : Menurunkan statis vena meninggalkan aliran balik vena

dan menurunkan resiko terhadap pembentukan thrombus.

20) Berikan antikoagulan evaluasi faktor-faktor koagulasi, dan

perhatikan tanda-tanda kegagalan untuk membeku. (rujuk untuk

MK: tromboflebitis pasca partum).

Rasional : Meskipun biasanya tidak diperlukan, dapat membantu

mencegah terbentuknya trombus lebih lanjut.

21) Berikan imun globin Rho D(RhIgG) secara LM dalam 72 jam

pasca partum sesuai indikasi untuk ibu Rh –negatif yang belum

sensitif sebelumnya dan yang memberikan hasil negatif tes comb

darah tali pusat keadaan bayi Rh-positif. Dapatkan smear Betke-

Kleihauer bila tranfuse janin-ibu bermakna dicuragai.

Rasional : Meskipun biasanya tidak diperlukan, dapat membantu

mencegah terbentuknya trombus lebih lanjut.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi nerhungan dengan trauma, jaringan/kulit

rusak, penurunan Hb, prosedur ivasive dan/atau peningkatan

pemajanan lingkungan, pecah ketuban lama, malnutrisi. Kemungkinan

dibuktikan : oleh tidak dapat diterapkan adanya tanda/gejala untuk

menegakkan diagnosa actual.

Hasil diharapkan klien akan : mendemontrasikan teknik untuk

menurunkan resiko-resiko dan/atau meningkatkan penyembuhan.

Menunjukkan luka bekas dari drainase purulen dengan tanda awal

penyembuhan (mis, penyatuan tepi-tepi luka) uterus lunak/tidak nyeri


tekan, dengan aliran dan karakter lokhea normal. Bebas dari infeksi

tidak demam, tidak ada bunyi nafas adventisiusis, urine jernih kuning

pucat.

Mandiri

1) Anjukan dan menggunakan teknik cuci tangan dengan cermat dan

pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal, dan linen

terkontaminasi dengan cepat, diskusi pentingnya kelannjutan

tindakan-tindakan ini setelah pulang.

Rasional : Membantu mencegah atau membatsi penyebaran

infeksi.

2) Tinjau ulang Hb/Ht prenatal perhatikan adanya kondisi yang

mempredisposisikan klien pada infeksi pasca operasi.

Rasional : Anemia, diabetes dan persalinan yang lama (khususnya

pada pecah ketuban) sebelum kelahiran sesaria meningkatkan

resiko infeksi dan pelambatan penyembuhan.

3) Kaji status nutrisi klien, perhatikan penampilan rambut, kuku jari,

dan sebagainya. Perhatikan berat badan sebelum hamil, dan

penambahan berat badan prenatal.

Rasional : Klien yang berat badannya 20% dibawah berat normal

atau anemia atau malnutrisi lebih rentan terhadap infeksi pasca

partum, mencegah dihidrasi, memaksimal volume sirkulasi aliran

urine dan fdapat memerlukan biaya khusus.


4) Dorongan memasukan cairan oral dan diet tinggi protein, vitamin

c, dan besi.

Rasional : Protein dan vit c diperlukan untuk sintesis Hb

5) Inspeksi balutan abdomial terhadap eksudat atau rembesan.

Lepaskan balutan sesuai indikasi.

Rasional : Balutan steril menutupin luka pada 24 jam pertama

kelahiran sesaria membantu melindungi luka dari cidera atau

kontaminasi. Rembesan dapat menandakan hematoma, gangguan

penyatuan jahitan, atau delusens luka, memerlukan intervensi

lanjut. Pengangkatan balutan memungkinkan insisi mengering dan

meningkatkan penyembuhan.

6) Perhatikan catatan operasi untuk pengguanaan drain dan sifat dari

insisi. Bersihkan luka dan ganti balutan bila basah.

Rasional : Lingkungan lembab merupakan medis paling baik

untuk pertumbuhan bakteri, bakteri dapat berpindah melalui aliran

kapiler melalui balutan basah luka (catatan : insisi pada segmen

uterus bahwa sembuhnya lebih cepat dari pada insisi klasik dan

kecil kemungkinan untuk rupture pada kehamilan selanjutnya).

7) Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan

kemarahan, edema, nyeri, eksudat, atau gangguan penyatuan.

Rasional : Tanda-tanda ini menandakan infeksi luka, biasanya

disebabkan oleh streptokokus, stapilokokus aureus, atau spesies

pseudomonas.
8) Bantu sesuai kebutuhan pada pengangkatan jahitan kulita atau

klips.

Rasional : Insisi biasanya sudah cukup untuk membaik untuk

melakukan pengangkatan jahitan pada hari ke 4 atau ke 5.

9) Dorongan klien untuk mandi shower dewngan menggunakan air

hangat setiap hari.

Rasional : Mandi shower, biasanya diizinkan setelah hari ke 2

sehabisan kelahiran sesaria, meningkatkan hygiene dan dapat

merangsang sirkulasi serta penyembuhan luka.

10) Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih.

Rasional : Demam setelah pasca opersi setelah hari ke 3,

leukositosis dan takikardia menunjukkan infeksi. Peningkatan suhu

sampai 38,3 C pada hari kedua dalam 10 hari pasca partum adalah

bermakna.

11) Kaji lokasi kontratilitas uterus, perhatikan perubahan involusii

atau adanya nyeri tekan uterus yang ektrim

Rasional : Setelah kelahiran secara kudus tetap pada ketinggian

umbilicus selama sampai 5 hari, bila involusi mulai disertai dengan

peningkatan aliran lokhea. Pelambatan involusimeningkatkan

resiko endometritis. Perkembangan nyeri tekan ekstrem

menandakan kemungkinan jaringan plsenta tertahan atau infeksi.

12) Pertahankan sistem drainase urine tertutup yang steril


Rasional : Mencegah introduksi bakteri bila kateter indelling

digunakan, mencegah infeksi bakteri.

13) Berikan perawatan perineal dan kateter, dan penggantian pengalas

sering.

Rasional : Membantu menghilangkan media pertumbuhan bakteri,

meningkatkan hygiene.

14) Pertahankan kantung drainase pada posisi tergantung.

Rasional : menghindari refleks urine, menurunkan risiko infeksi.

15) Catat frekuensi/jumlah dan karakteristik urine.

Rasional : Status urinaris meningkatkan resiko infeksi urine keruh

atau berbau busuk menandakan adanya infeksi.

16) Tingkatkan istirahat dan anjurkan penggunaan posisi semi fowler

bila kewaspadaan anesthesia dilengkapi.

Rasional : Istirahat menurunkan proses metabolisme,

memungkinakn oksigen atau O2 dan nutrien digunakan untuk

penyembuhan.

17) Kaji klien dalam pembebatan insisi selama latihan paru.

Rasional : Membantu mencegah peregangan insisi menurunkan

kemungkinan dehisens luka.

18) Inspeksi sekitar infuse IV terhadap tanda eritema atau nyeri tekan.

Rasional : Menandakan infeksi lokal, memerlukan pengangkatan

kateter dan kemungkinan dimulainya kembali jalur IV pada sisi

lain.
19) Evaluasi kondisi puting, perhatikan adanya pecah-pecah,

kemerahan, atau nyeri tekan. Anjurkan pemeriksaan payudara

rurin. Tinjau ulang perawatan dan teknik memberi makan bayi

yang tepat.

Rasional : Terjadinya fisura/pecah-pecah puting memperbesar

resiko mastitis.

20) Kaji bunyi paru dan pernafasan mudah atau susah. Perhatikan

krekel/ronchi, dispnea, nyeri dada, demam, atau sputum

mukopurulen.

Rasional : Ronchi menandakan tertahannya sekresi yang tidak

seharusnya ada, bunyi nafas mungkin berkurang selama 24 jam

setelah pembedahan.

21) Lakukan pembalikan, batuk, dan nafas dalam rutin dengna

pembedahan insisi setiap 2-4 jam saat terjadi, perhatikan batuk

produktif.

Rasional : Memperbaiki kedalam pernafasan dan ekspansi alveola,

membersihkan sekresi bronkial yang dapat memblok bronkial,

batuk produktivitas menandakan klien sedang membersihkan

sekresi bronkial secara efektif.

22) Berikan oksitpis atau praparat ergot, (catatan infuse oksitosin

sering di pesankan secara rutin selama 4 jam setelah pembedahan)


Rasional : Memperthankan kontraktilitas miometrial, sehingga

mencegah penyebaran bakteri melalui dinding uterus, membantu

mengeluarkan bekuan-bekuan/membran.

23) Pantau hasil tes laboratorium, seperti nitrogen urea darah (BUN)

dan urine 24 jam terhadap protein total, klirens kreatinin, dan asam

urat sesuai indikasi.

Rasional : Pada klien yang telah mengalami HKK, keterlibatan

ginjal atau vaskuler mungkin menetap, atau ini tampak selama

berwaktu-waktu pertama setelah periode pascapartum.

24) Berikan infuse antibiotic profilaktin, dengan dosis pertama

biasanya diberikan segera setelah pengkleman tali pusat dan 2

dosis lagi masing-masing berjarak 6 jam.

Rasional : Menurunkan kemungkinan endometritis pascapartum

sesuai komplikasi seprti abses insisi atau tromboflebitis pelvis/

25) Lakukan penggunaan spirometri insensitif. Bahkan informasi

sesuai kebutuhan.

Rasional : Memungkinkan pernafasan maksimal terus menerus,

mengembangkan alveoli dan mencegah atelektasis.

26) Dapatkan specimen sputum sesuai indikasi oleh perubahan pada

warna atau bau sputum, adanya kongesti, dan peningkatan suhu.

Rasional : Untuk mengidentifikasi pathogen khusus dan terapi

yang tepat agar proses penyembuhan lebih cepat.

27) Tinjau ulang sinar X dada sesuai indikasi.


Rasional : Memastikan adanya infiltrate atau atelektasis.

28) Dapatkan kultur darah, vagina, dan urine bila inveksi di curigai.

Rasional : Bakterimia lebih sering pada klien yang mengalami

pecah ketuban selama 6 jam atau lebih lama dari pada klien yang

ketubannya tetap utuh sebelum kelahiran sesaria.

29) Berikan antibiotik khusus untuk proses infeksi yang

teridentifikasi.

Rasional : Perlu untuk mematikan organisme.

e. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti,

kelebihan analgesik atau anestesi, efek-efek progesteron, dihidrasi,

diare pra persalinan, kurang masukan, nyeri perineal/rektal.

Kemungkinan dibuktikan oleh : laporan rasa penuh

abdomen/rektal atau tekanan, mual, defekasi kurang dari biasanya,

mengejan saat defekasi, penurunan bising usus.

Hasil yang diterapkan klien akan : mendemontrasikan

kembalinya motilitas usus dibuktikan oleh bising usus aktif dan

keluarnya flatus. Mendapatkan kembali pada eliminasi

biasanya/optimal dalam 4 hari pasca partum.

Mandiri

1) Auskultasi terhadap adanya bising usus pada keempat kuadran

setiap 4 jam setelah kelahiran sesaria.


Rasional : Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan per

oral, dan kemungkinan terjadinya komplikasi, mis, ileus. Biasanya,

bising usus tidak terdengar samar pada hari kedua, dan aktif pada

hari ketiga.

2) Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.

Rasional : Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau

kemunhgkinan ileus paralitik.

3) Anjurkan cairan oral yang adekuat (mis, 6 sampai 8 gelas/hari) bila

masukan oral sudah mulai kembali. Anjurkan peningkatan diet

makanan kasar dan buah buahan dan sayuran dengan bijinya.

Rasional : Makanan kasar (nis, buah dan sayuran khususnya kulit

dan bijinya) dan meningkatkan cairan yang menghasilkan bulk,

merangsang eliminasi, dan mencegah konstipasi defekasi. (catatan:

makanan atau cairan diberikan sebelum kembalinya peristaltik

dapat berperan pada ileus paralitik).

4) Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan

ambulasi dini.

Rasional : Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan

memperbaiki motilitas abdomen, ambulasi progresif setelah 24 jam

meningkatkan peristaltik dan pengeluaran gas, dan menghilangkan

atau mencegah nyeri karena gas.

5) Identifikasi aktivitas-aktifitas dimana klien dapat menggunakannya

dirumah untuk merangsang kerja usus.


Rasional : membantu dalam menciptakan kembali pola evakuasi

normal dengan meningkatkan kemandirian.

6) Berikan analgetik 30 menit sebelum ambulasi

Rasional : Memudahkan kemampuan untuk ambulasi : namun,

narkotikbbila digunakan, dapat menurunkan aktivitas usus.

7) Berikan pelunak feses atau katartis.

Rasional : melunakkan feses, merangsang persitaltik, dan

membantu mengembalikan fungsi usus.

8) Berikan sabun hipertonik atau kecil untuk enema.

Rasional : Meningkatkan evakuasi usus dan menghilangkan

distensi karena gas.

9) Masukkan atau pertahankan selang nasogastrik sesuai indikasi.

Rasional : Mungkin perlu untuk mendekomprasi lambung dan

menghilangkan distensi berkenaan dengan iliusparalitis.

f. Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologi, pemulihan

perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan

kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interprestasi, tidak mengenal

sumber-sumber.

Kemungkinan dibuktikan oleh: mengungkapkan

masalah/kesalahan konsep, keragu-raguan dalam atau ketidak

adekuatan melakukan aktivitas-aktivitas ketidaktetapan perilaku.

Hasil yang diharapkan klien akan: mengungkap pemahaman

tentang perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil


yang diharapkan melakukan aktivitas-aktivitas/prosedur yang perlu

dengan benar dan menjelaskan alasan untuk tindakan.

Mandiri

1) Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Bantu

klien/pasangan data ini mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan.

Rasional : Periode pascapartum dapat menjadi pengalaman positif

bila kesempatan penyuluh diberikan untuk membantu

mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetens.

2) Berikan rencana penyuluhan tertulis dengan menggunakan format

yang distandarisasi atau ceklis. Dokumentasikan informasi yang

diberikan dan respon klien.

Rasional : Membantu menjamin kelengkapan informasi yang

diterima orangtua dari anggota staf dan menurunkan konfusi klien

yang disebabkan oleh diseminasi nasehat atau informasi yang

menimbulkan konflik.

3) Kaji keadaan fisik klien. Rencanakan sesi kelompok atau individu

setelah pemberian obat-obatan atau bila klien merasa nyaman dan

istirahat.

Rasional : Ketidaknyamanan berkenaan dengan insisi atau nyeri

penyerta, atau ketidaknyamanan usus/kandung kemih, biasanya

berkurang beratnya pada hari ketiga pasca operasi,

memungkkinkan klien berkonsentrasi lebih penuh dan lebih

menerima penyuluhan.
4) Perhatikan status psikologis dan respon terhadap kelahiran sesaria

serta peran menjadi ibu.

Rasional : Ansietas yang berhubungan dengan kemampuan untuk

merawat dirisendiri dan anaknya.

5) Berikan informasi yang berhubungan dengan perubahan fisiologis

dan psikologis yang normal berkaitan dengan kelahiran sesaria dan

kebutuhan-kebutuhan berkenaan dengan periode pasca partum.

Rasional : membantu klien mengenali perubahan normal dari

respon-respon abnormal yang mungkin memerlukan tindakan.

6) Tinjau ulang kebutuhan-kebutuhan perawatan diri (mis: perawatan

perineal, perawatan insisi, higiene dan berkemih). Anjurkan

partisipasi dalam perawatan diri bila kalian mampu.

Rasional : Memudahkan otomi, memantau mencegah infeksi, dan

meningkatkan pemulihan. Dengan membalik pada sisinya, dengan

menggunakan lengan untuk mengikat dirinya pada posisi duduk,

dan mendorong dengan tangannya untuk mengangkat bokong dari

tempat tidur untuk posisi berdiri, klien dapat mengurangi stres pada

insisi.

7) Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.

Rasional : Program latihan progresif biasanya dapat dimulai bila

ketidaknyamanan abdomen telah berkurang (pada kira-kira 304

minggu pasca partum). Membantu tonus otot-otot, meningkatkan

sirkulasi, menghasilakan perasaan kesejahteraan umum.


8) Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan perhatian dari pemberi

layanan kesehatan (mis, demam, disuria, peningkatan jumlah aliran

lokhea, atau kembalinya eksudat lokhea ke merah terang, atau

pemisahan garis jahitan).

Rasional : Evaluasi segera dan intervensi dapat

mencegah/membatsi perkembangan komplikasi (mis, hemoragi,

infeksi, pelambatan pemulihan)

9) Demontrasikan teknik-teknik perawatan bayi. Observasi

demontrasi ulang oleh klien/pasangan.

Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas

baru.

10) Tinjau ulang informasi berkenaan dengan pilihan tepat untuk

pemberi makan bayi (mis, fisiologi, menyusui, pengubahan posisi,

perawatan payudara dan puting, diet, dan pengangkatan bayi dari

payudara, jenis-jenis formula/preparat dan posisi bayi selama

menyusu dari botol).

Rasional : Meningkatkan kemandirian dan pengalaman pemberian

makan optimal. Bila memberikan makan melalui botol, penting

untuk memberi makan bayi secara bergantian pada kanan dan kiri

untuk meningkatkan perkembangan mata. Dehidrasi ringan atau

trauma fisik atau emosi dapat memperlambat awitan laktasi untuk

klien yang telah menjalani kelahiran sesaria.


11) Diskusikan rencana-rencana untuk pelaksanaan dirumah,

membantu pekerjaan rumah, susunan fisik rumah, pengaturan tidur

bayi.

Rasional : Klien yang telah menjalani kelahiran seksaria

memerlukan bantuan lebih banyak bila pertama kali di rumah dari

pada klien yang mengalami kelahiran per vagina. Tangga dan

penggunaan ayunan rendah atau keranjang dapat menyebabkan

kesulitan untuk klien pasca operasi.

12) Berikan nomor hubungan telepon yang tepat. Identifikasi sumber

yang tersedia dikomunitas.

Rasional : Memberikan kesiapan-kesiapan sumber untuk

menjawab pertanyaan meningkatkan kemandirian dan memberikan

dukungan untuk adaptasi terhadap perubahan-perubahan multiple.

13) Diskusikan memulai hubungan koitus seksual lagi dan rencana-

rencana kontrasepsi. Berikan informasi tentang metode yang

tersedia. Termasuk keuntungan dan kerugian.

Rasional : Hubungan dapat dilakukan kembali sesegera mungkin

saat klien mulai merasa nyaman dan pemulihan telah mengalami

kemajuan, umumnya 6 minggu pasca partum.

14) Berikan atau kuatkan informasi yang berhubungan dengan

pemeriksaan pasca partum lanjutan.

Rasional : Evaluasi pasca partum untuk klien yang telah menjalani

kelahiran sesaria mungkin dijadwalkan minggu ketiga daripada


minggu ke 6 karena peningkatan resiko infeksi dan pelambatan

pemulihan.

g. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma/depresi

mekanis, efek-efek hormonal (perpindahan cairan dan/atau

peningkatan aliran plasma ginjal), efek-efek anestesi.

Kemungkinan dibuktikan oleh : peningkatan pengisian/distensi

kandung kemih, perubahan data jumlah/frekuensi berkemih. Hasil

yang diharapkan klien akan : Mendapatkan pola berkemih yang

biasa/optimal setelah mengangkat kateter. Mengosongkan kandung

kemih pada setiap berkemih.

Mandiri

1) Pertahankan dan catat jumlah, warna, dan konsentrasi drainase

urine.

Rasional : Oliguria (keluaran kurang dari 30 ml/kam) mungkin

disebabkan oleh kelebihan kehilangan cairan, ketidakadekuatan

penggatian cairan, atau efek-efek anti diuretik dari infus oksitosin.

2) Tes urine terhadap albumin dan aseton. Bedakan antara proteinuria

berkenaan dengan hipertensi karena kehamilan (HKK) dan yang

berkenaan dengan proses normal.

Rasional : Proses katalitik berkenaan dengan involusi uterus dapat

mengakibatkan proteinuria normal (1+) selama 2 hari pertama

pasca partuim. Aseton dapat menandakan dehidrasi berkenaan

dengan persalinan yang lama dan/atau kelahiran lama.


3) Berikan cairan peroral mis, 6 sampai 8 gelas perhari bila tepat.

Rasional : Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal, dan

jumlah aliran lokhea.

4) Palpasi kandung kemih. Pantau tinggi fundus dan lokasi dan

jumlah aliran lokhea.

Rasional : Aliran plasma ginjal ynag meningkatkan 25%-50%

selama periode pranatal, tetap tinggi pada minggu pertama pasca

partum, mengakibatkan peningkatan pengisian kandung kemih.

Distensi kandung kemih dapat dikaji dengan derajat perubahan

posisi uterus, menyebabakan relaksasi uterus dan aliran lokhea.

5) Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK) (mis,

sangkatatn kateter.

Rasional : Adanya kateter indwelling mempredisposisikan klien

pada masuknya bakteri ISK.

6) Gunakan metode-mtode untuk memudahkan pengangkatan kateter

setelah berkemih (misalnya, membuka kran air, menyiram air

hangat diatas perinium dan diulanng sebayak dua kali atau lebih).

Rasional : Klien hanya berkemih dalam 6-8 jam setelah

pengangkatan kateter, masih mungkin mengalami kesulitan

pengosongan kandung kemih secara lengkap.

7) Intruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah

efek-efek anestesi berkurang.


Rasional : Melakukan latiham kegel 100x sekali meningkatkan

sirkulasi ke perenium, membantu menyembuhkan dan memulihkan

tonus otot pibokosigeal, dan mecegah atau memulihkan tonus otot

pibokosigeal, dan mencegah atau menurunkan stre inkotinesia.

8) Pertahankan infus intravena selama 24 jam setelah pembedahan,

sesuai indikasi. Tingkatkan jumlah cairan infus bila keluaran

300ml/jam atau kurang.

Rasional : Biasanya, 3 L cairan, meliputi larutan ringer laktat,

adekuat untuk meningkatkan kehilangan dan mempertahankan

aliran ginjal/keluaran urine.

9) Lepaskan kateter per protokol/sesuai indikasi.

Rasional : Sesuai umum, kateter mungkin aman dilepaskan antara

6-12 jam pasca partum, tetapi sebaiknya tidak dilepaskan sampai

pagi hari setelah pembedahan.

10) Pantau hasil tes laboratorium, seperti blood urea nitrogen (Bun)

dan urine 24 jam untuk protein total. Klireus kreatinin, dan asam

urat sesuai indikasi.

Rasional : Pada klien yang telah mengalami HKK, gangguan

ginjal dan Vaskuler dapat menetap, atau ini tampak pertama

kalinya selama periode Pascapartum. Bila kadar steroit menurun

setelah kelahiran. Fungsi ginjal, Dibuktikan oleh bun dan klirens

kreatinin, mukai kembali pada normal. Dalam 1 minggu,


perubahan anatomik (mis, dilatasi ureter dan pelvis Ginjal)

memerlukan waktu 1 bulan untuk kembali ke normal.

h. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anastesi.

Penurunan kekuatan dan ketahuan, ketidaknyamanan fisik.

Kemungkinan dibuktikan oleh : mengungkapkan

ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam tingkat yang diinginkan.

Hasil yang diharapakan klien akan : mendemontrasikan teknik-

teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Mengidentifikasikan/sumber-sumber yang tersedia.

Mandiri

1) Pastikan berat/durasi ketidaknyamanan perhatian adanya sakit

kepala pasca spinal.

Rasional : Nyeri berat mempengaruhi respon emosional dan

perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada

aktivitas perawatan diri sampai kebutuhan fisiknya terhadap

kenyamanan terpenuhi.

2) Kaji status psikologis klien.

Rasional : Pengalaman nyeri fisik mungkin disertai dengan nyeri

mental yang mempengaruhi keinginan klien dan motivasi untuk

mendapatkan otonomi.

3) Tentukan tipe-tipe anastesi, perthankan adanya pesanan atau

protokol mengenai pengubahan posisi.


Rasional : Klien yang telah menjalani anastesi spinal dapat

diarahkan untuk berbaring datar dan tanpa bantal untuk 6-8 jam

setelah pemberian anestesi.

4) Ubah posisi klien setiap 1-2 jam, bantu dalam latihan paru,

ambulasi dan latihan kaki.

Rasional : Membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis

atau pnoumonia, yang dapat terjadi bila tingkat ketidaknyaman

mempengaruhi pengubahan/aktivitas normal klien.

5) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan hygiene (mis, perawatn

mulut, mandi, gosokan dan perawatn perienal).

Rasional : Memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan

kesejahteraan.

6) Berikan pilihan bila mungkin (misalnya, pemilihan jus, jadwal

mandi, jarak selama ambulasi).

Rasional : Mengizinkan beberapa otonomi meskipun klien

tergantung pada bantuan profesional.

7) Berikan agens analgesic setiap 3-4 jam, sesuai kebutuhan.

Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan yang dapat

mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.

8) Ubah jalur IV pada heparin lok bila tepat.

Rasional : Memungkinakn gerakan tidak terbatas dari ektrermitas,

sehingga memungkinkan klien berfungsi lebih mandiri, tanpa


memperhatikan terapi intravena (IV) intermiten terus menerus

(misalnya, antibiotik).
Menurut judith M. Wilkinson (2016) perencaan keperawatan klien

pascapartum adalah sebagai berikut:

a. Resiko gangguan perlekatan berhubungan dengan ketidakmampuan

menjadi oran tua.

Tujuan/Kriteria Hasil
1) Mendemonstrasikan saebelum pelahiran, orang tua akan

menggendong, menyetuh, menepuk, mengusap-usap, mencium dan

tersenyum kepada bayi; orang tua akan menggunakan posisi wajah

sejajar dengan kontak mata; orang tua akan bermain dengan bayi;

orang tua akan memberi respons terhadap isyarat; orang tua akan

menghibur dan menenangkan bayi; orang tua akan menjaga bayi tetap

kering, bersih dan hangat; bayi akan melihat orang tuanya; bayi akan

memberi respons terhadap isyarat orang tua.

2) Mendemonstrsikan performa menjadi orang tua, yang di buktikan oleh

indikator berikut (sebutkan 1-5 tidak pernah, jarang, kadang-kadang

sering, atau selalu di tampilkan): menstimulasi perkembangan kognitif

dan sosial anak, menstimulasi pertumbuhan emosi dan spirutual anak,

mengungkapkan secara verbal sifat postif anak.

Intervensi:

1) Dorong ayah atau orang terdekat lain untuk berpartisipasi dalam

proses persalinan dan pelahiran sesuai keinginan.

2) Tempat bayi di tubuh ibu segera setelah lahir.

3) Berikan kesempatan kepada oran tua untuk melihat, menggendong,

dan mmeriksa bayi baru lahir mereka setelah lahir.

4) Berikan privasi kepada keluarga selama interaksi awal dengan bayi

baru lahir.

5) Batasi jumlah orang di ruangan pelahiran.


6) Berikan kursi yang nyaman untuk sang ayah atau oran terdekat

lain.

7) Kurangi stimulus lingkungan di ruangan pasien dan keluarga.

8) Beri orang tua untuk berprtisipasi dalam perwatan bayi.

9) Beri penguatan terhadap prilaku peran pengasuh.

10) Beri penguatan terhadap aspek normal bayi yang menalami

kerlainan.

11) Dorong orang tua untuk membawa. Benda-benda personal, seperti

mainan atau foto untuk di letakkan dekat inkubator atau di

samping tempat tidur bayi.

12) Informasi kepada orang tua perawatan yang di berikan kepada

bayi di rumah sakit lain.

13) Diskusikan karakteristik perilaku bayi dengan orang tua.

14) Perhatikan isyarat bayi yang memperlihatkan responsivitas

terdapat

Orang tua.

15) Usahakan bayi tetap bersama orang tua setelah lahir, jika

memunkinkan.

16) Dorong tua untuk masase/memijat bayi.

17) Dorong orang tua yang neenyetuh dan berbicara dengan bayi baru

lahir.
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kurang informasi yang akurat

tentan penyesuaikan tubuh setelah melahirkan, perubahan penampilan

tubuh ( striae ).

Tujuan/kriteria Hasil

1) Ganguan citra tubuh berkuran yang di buktikan oleh selalu

menunjukkan adaptasi dengan ketunadayaan fisik, cira tubuh positif,

tidak menalami keterlambatan dan perkembangan anak, dam hara diri

positif.

2) Menunjukkan citra tubu8h yan di buktikan oleh indikastor sebagai

berikut (sebutkan 1-5 tidak pernah, jaran, kadang-kadang, sering, atau

selalu di tampilkan) : kesesuaian antara realitas tunbuh, ideal tubuh,

dan perwujudan tubuh: kepuasan terhadap penampilan dan fungsi

tubuh; kepuasan terhadap penampilan dan funsi tubuh: keinginan

untuk menyentuh baian tubuh yan mengalami gangguan.

3) Pasien akan menidentifikasi kekuatan personal.

4) Pasien akan menenali dampak situsi pada hubunan personal dan gaya

hidup.

5) Pasien akan menenali perubahan aktual pada penampilan tubuh.

6) Pasien akan menunjukkan penerimaan penampilan.

7) Pasien akan menggambarkan perubahan aktual pada fungsi tbuh.

8) Pasien akan bersikap realistik mengenai hubunan antra tubuh dan

linkungan.
9) Pasien akan mengungkapkan keinginan untuk mengunakan sumber

yang di sarankan setelah di pulankan dari rumah sakit.

10) Pasien akan mengambil tanung jawab untuk perawatan diri.

11) Pasien sakan memelihara interaksi sosial yang dekat dan hubungan

personal.

Intervensi

1) Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif dan akui realitas

kekhawatirkan terhadap perawat, kemajuan, dan pronosis.

2) Beri dorongan kepada pasien dan keluara untuk menungungkapkan

perasaan dan untuk berduka, jika perlu.

3) Dukungan mekanisme koping yang biasa di unakan pasien, sebagai

contoh, tidak meminta pasien untuk mengeksplorasi persaannya

jika pasien tampak enggan melakukannya.

4) Bantu pasien dan keluarga untuk menidentifikasi dan mengunakan

dan mengenali keterbatasan mereka.

5) Bantu pasien dan keluara untuk mengidentikasi dan menunakan

dan mengenali keterbatasan mereka.

6) Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaqa

privasi dan martabat pasien

7) Hal-hal dengan ekspresikan wajah anda keika merawat pasien

dengan cacat tubuh, pertahankan ekspresikan netral.


8) Bantu pasien dan keluarga untuk bertahap menjadi terbiasa dengan

perubahan pada tubuhnya, mungkin menyentuh area yang

terangangggu sebelum melihatnya.

9) Beri dorongan kepada pasien untuk mempertahankan kebiasaan

berhias sehari-hari yang rutin dilakukan.

10) Beri dorongan kepada pasien untuk berpartipasi dalam menambil

ke putusan.

11) Beri doronan kepada pasien untuk mengungkpkan secra verbal

keikhawatirkan tentang hubungan personal yang dekat dan respons

oran lain terhadap perubahan tubuhnya.

12) Beri dorongan kepada pasien untuk mengunkapkan secara verbal

konsekuensi perubahan fisik dan emosi yang mempengaruhi

konsep diri.

c. Ketidakefektifan pemberian Asi berhubungan dengan diskontinuitas

pemberian Asi, belum berpengelaman, pengaruh budaya, pembengkakan

payudara, faktor bayi (mis, ketidak mampuan untuk menempel pada atau

menisap payudara).

Tujuan / kriteria Hasil

1) Ibu dan bayi akan mengalami keefektifan pemberian Asi yang di

tunjukkan oleh pengetahuan; pemberian Asi; kemantapan pemberian

Asi bayi/ibu, pemeliharaan pemberian Asi; dan penyapihan pemberian

ASI.
2) Bayi akan menunjukkan kemantapan pemberian ASI bayi, yan di

buktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 tidak adekuat,

cukup adekuat, atau sanat adekuat) : kesejajaran atau yang benar,

mengcenkram dan mengompresi areola dengan benar; suara menelan

yang di dengar; menimal menyusui delapan kali sehari (sesuai

permintaan); kepuasan bayi setelah menyusui; kenaikan berat badan

sesuai usia.

3) Ibu akan memperlihatkan keefektifan pemberian ASI selama yang

diinginkan bayi nya.

4) Ibu akan menggambarkan peninkatan kepercayaan diri terkait

pemberian ASI.

5) Ibu akan mengenali isyarat lapar dan bayi dengan segera.

6) Ibu akan mengindikasikan kepuasan terhadap proses pemberian ASI.

7) Ibu tidak mengalami nyeri tekan pada puting.

8) Ibu akan mengenali tanda-tanda penurunan suplai ASI.

Intervensi

1) Dorong praktik rawat gabung.

2) Dorong ibu untuk menyusui sesuai keinginan bayi; anjurkan untuk

tidak memberi makanan tambahan.

3) Anjurkan kepada ibu memompa ASI secukupnya untuk

mengurangi kongesti payudara, memungkinkan penting menonjol.

4) Tingkatkan jumlah menyusui sesuai kebutuhan untuk bayi yang

menangis atau terjaga.


5) Tingkatkan jumlah menyusui sesuai kebutuhan untuk bayi yang

menangis atau terjaga. Tinkatkan jumlah menyusui yang terjadwal

untuk bayi yang tertidur atau bayi berat badan lahir rendah

(BBLR).

6) Tawarkan makanan atau cairan untuk ibu selama siang dan sore

hari sebelum waktu menyusui.

7) Berikan privasi untuk ibu dan bayi

8) Kenali perilaku “time out” pada bayi prematur

9) Jadwalkan periode istirahat, jika perlu.

10) Beri pengetahuan terhadap perilaku yan berhasil.

11) Konseling laktasi: berikan dukungan atas keputusan ibu.

12) Berikan dukungan untuk terus menyusui setelah pulang dari

bekerja atau sekolah.

d. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan transisi peran keluarga,

perubahan struktur keluarga, sistem pendukung tidak adekuat.

Tujuan/Kriteria Hasil

1) Keluarga tidak memperlihatkan gangguan proses keluara, yang

dibuktiukan oleh kepuasan koping keluarga, fungsi keluarga,

normalitasi keluarga, iklim sosial keluarga, dan dukungan keluarga

selama terapi.

2) Pasien dan keluarga akan memahami perubahan dalam peran

keluarga.

3) Pasien dan keluarga akan mengidentifikasi pola koping.


4) Pasien dan keluarga akan berpartisipasi dalam proses membuat

keputusan tentang perawatan setelah rawat inap.

5) Pasien dan keluarga akan berfunsi saling memberikan dukungan

kepada setiap anggota keluarga.

6) Pasien dan keluarga akan mengidentifikasi cara untuk berkoping

lebih efektif.

Intervensi

1) Bantu keluarga dalam menidentifikasi perilaku yang mungkin

menghambat pengobatan yang dianjurkan.

2) Bantuan keluarga dalam mengidentifikasi kekuatan personal

3) Dukungan keluarga untuk menyatakan perasaan dan masalahnya

secara verbal.

4) Dukungan keluara untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien dan

bantu merencanakan keperawatan setelah rawat inap.

5) Berikan jam berkunjung yang fleksibel untuk mengakomodasi

kunjungan keluarga.

6) Pertahankan ritual atau rutinitas keluarga (mis, makan bersama

atau membuat keputusan keluarga).

7) Berikan penguatan positif terhadap pengunaan mekanisme koping

yang efektif.

8) Berikan privasi untuk keluarga.

9) Fasilitasi komunikasi terbuka diantara anggota keluarga.


10) Diskusikan denan anggota keluarga tentang tambahan keterampilan

koping yang dapat digunakan.

11) Bantu keluarga menyelesaikan digunakan.

e. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubunan denan definisi

pengetahuan (mis, hygiene, kontrasepsi, nutrisi, perawtab bayi, dan gejala

komplikasi), kurang dukungan dari pasangan.

Tujuan / kriteria hasil

1) Akan menunjukkan patisipasi dalam keputusan tentang perawatan

kesehatan, yan dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-

5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang sering atau selalu):

menunjukkan arahan dari dalam membuat keputusan; mencari

informasi yan relavan, mengidentifikasi kendala untuk mencapai hasil

yang diharapkan; mencari pelayanan untuk ,mencapai hasil yang

diharapkan.

2) Pasien akan menyusun dan mengikuti strategi untuk memaksimalkan

kesehatan.

3) Pasien akan mengidentifikasi efek samping keyakinan kesehatan.

4) Pasien akan memperlihatkan kesadaran bahwa perilaku sehat

membutuhkan upaya dan kepercayaan diri untuk mampu

menatalaksananya.

5) Pasien akan mengikuti rekomendasi proram terapi.

6) Pasien akan mengidentifikasi potensial resiko terhadap kesehatan

akibat gaya hidup.


7). Pasien akan menyatakan dan menunjukkan pengetahuan tentan

tindakan perlindunan kesehatan (mis, melakukan pemeriksaan sendiri,

berpatisipasi dalam skrinin kesehatan)

Intervensi

1) Penduan sistem kesehatan doron pasien dan keluara untuk bertanya

tentan pelayanan kesehatan dan biaya nya

2) Bantuan modifikasi diri: bantu pasien dalam mengidetifikasi tujuan

untuk perubahan.

3) Identifikasi bersama pasien kemunkinan penghambat perubahan

perilaku

4) Dorong pasien untuk mengidentifikasi panguatan dan penhargaan yan

sesuai dan bemakna

5) Dorong pasien bergerak ke arah kepercayaan primer terhadap

penguatan dari dalam diri sendiri versus penghargaan dari keluarga

atau perawat

6) Bantu pasien mengevaluasi kemajuan dengan membandingkan

riwayat perilaku sebelumnya dengan perilaku saat ini.

f. Gangguan pemeliharaan rumah berhubung dengan sistem pendukun tidak

adekuat, kuran kemampuan menatur dan ketidakefektifan koping individu.

Tujuan / Kriteria Hasil

1) Gangguan pemerliharaan rumah akan di kurangi di perbaiki, yang

dibuktikan oleh keamanan linkunan ramah dan perawatan diri

aktivitas kehidupan sehari-hari intrumental (AKSI)


2) Keamanan lingkungan rumah tangga akandi tunjukkan, yang

dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 tidak

adekuat, kuran adekuat, cukup adekuat, adekuat, atau sangat

adekuat) memelihara bangunan, tempat tinggal bersih; ketersediaan

air bersih, menyimpan bahan berbahaya secara aman.

3) Menunjukkan perawatan diri aktivitas kehidupan sehari hari

intrumental (AKSI), yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut

(sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak ada

gangguan); berbelanja bahan makanan; melakukan pekerjaan

rumah, mengelola uan, wadah terbuka

4) Pasien dan keluarga/anggota keluarga akan mengikuti rencana

khusus untuk pemeliharaan rumah.

5) Pasien dan keluarga / anggota keluarga akan mengidentifikasi

pilihan untuk mengatasi kesulitan keuanan.

6) Pasien dan keluarga akan menyatakan kesadaran secara verbal

tentan situasi rumah yang sulit sehubung dengan anggota keluarga

yang sakit

7) Pasien dan keluarga / keluarga akan menyatakan secara verbal

pengetahuan tentang sumber yan tersedia

8) Pasien dan keluarga / anggota keluarga akan melakukan tugas

pemeliharaan rumah (mis, berbelanja, menyiapkan makan,

mencuci, berkebun, dan pekerjaan rumah tangga)


9) Pasien dan keluarga / anggota keluarga akan mengendarai mobil

(mis, untuyk berbelanja).

10) Pasien dan keluarga / anggota keluarga akan menyingkirkan

bahaya di lingkungan rumah.

11) Pasien dan keluarga/anggota akan memenuhi kebutuhan fisik di

dalam rumah anggota keluarga yang tidak mandiri dirumah.

12) Pasien dan keluarga/anggota akan mengawasi anak-anak (mis,

teman, bermain, dan pengasuh harian).

Intervensi

1) Terima dan dukung tanpa menghakimi realita situasi rumah.

2) Bantu pasien dan keluarga/anggota keluarga mengidentifikasi

kendala dan bahay dalam rumah yan memperngaruhi pemeliharaan

rumah.

3) Bantu pasien dan keluarga/anggota keluarga menidentifikasi

kekuatan dalam unit keluarga, jua sistem pendukung yang akan

membantu pemeliharaan rumah.

4) Pelopori diskusi dengan pasien dan keluarga tentang status

kesehatan seluruh anggota keluarga tetap karena penyakit dapat

mempengaruhi manajemen pemeliharaan rumah.

5) Liburkan pasien dan keluarga dalam menentukan kebutuhan

pemeliharaan rumah.

6) Beri saran perlunya perubahan struktural aar penataan rumah lebih

mudah
7) Beri saran layanan untuk mengedalikan hewan peliharaan, jika tau

8) Beri saran layanan untuk perbaikan rumah, jika perlu

9) Diskusi biaya jika perlu yang dibutuhkan untuk peliharaan dan yan

tersedia

g. Insomnia berhubungan dengan tuntutan sosial yang berlebihan, tuntutan

peran (mis, serin menyusui), nyeri, ansietas, keriangan, dan kegembiraan.

Tujuan / kriteria hasil

1) Pasien memperlihatkan tidur, yang dibuktikan oleh indikator sebagai

berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berar, sedan, ringan atau

tidak ada gangguan): jumlah jam tidur (setidaknya 5 jam per 24 jam

untuk orang dewasa); pola, kualitas, dan rutinitas tidur, perasahaan

seer setelah tidur, terbangun diwaktu yang sesuai

2) Mengidentifikasi tindakan yang dapat meningkatkan tidur atau

istirahat.

3) Menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi

Intervensi

1) Hindari suara keras dan penggunaan lampu tidur saat malam,

ciptakan linkungan yang tenang, damai dan minimalkan gangguan.

2) Cari teman sekamar yan cocok bai pasien,jika memungkinkan

3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin

menyebabkan kurang tidur, seperti ketakutan, masalah yang tidak

terselesaikan

4) Anjurkan klien untuk mandi dengan air hangat dispre hari.


5) Fasilitas untuk mempertahankan runititas waktu tidur pasien,

persiapan/ritual sebelum tidur, dan benda-benda yang fasilier (mis,

untuk anak-anak, mainan, selimut,)

6) Bantu pasien untuk membatasi tidur di sian hari dengan

memberikan aktivitas yan membuat pasien tetap terjaga

7) Berikan atau lakukan tindakan kenyamanan, seperti masage,

pengaturan posisi dan sentuhan efektif

8) Berikan waktu tidur siang, jika diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan tidur

9) Kelompokkan aktivitas perawatan untuk menimilkan tindakan

yang dapat membangun; berikan siklus tidur minimal 90 menit

h. Ketidakseimbanan nutrisi kurag dari kebutuhan kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan kurang pengetahuan nutrisi dasar mengenai

menyusui

Tujuan / kriteria hasil

1) Memperlihatkan status nutrisi, yang di buktikan oleh indikator sebagai

bersikut (sebutkan 1-5 gangguan ektrem, berat, sedang, ringan, atau tidak

ada penyimpanan dari rentan normal) asupan gizi, asupan makanan,

asupan cairan, energi

2) Pasien akan mempertahankan berat badan (seluruh tanggal)

3) Pasien yang menjelaskan komponen diet gizi adekuat

4) Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet

5) Mentoleransi diet yang di anjurkan


6) Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal

7) Memiliki nilai laboratorium (mis, tranferin, albumin, dan elektrolit) dalam

batas normal

8) Melaporkan tingkat energi yang adekuat

Intervensi

1) Buat perencanaan makan denan pasien yan masak dalam jadwal

makan,kesukaan dan ketidaksukaan pasien, serta suhu makanan

2) Dukungan anggota keluarga untuk membawa makanan kasukaan pasien

dsri rumah

3) Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang realita untuk latihan fisik dan

asupan makanan

4) Anjurkar pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik

dilokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang setiap kali

5) Tawarkan makanan porsi besar di siang hari karna nafsu makab tinggi

6) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (mis, pindahkan

barang-barang dan cairan yang tidak sedap di pandang)

7) Hindari prosedur invasi sebelum makan

8) Suapi pasien, jika perlu

9) Berikan pasien minuman dan kudapan bergizi, tinggi protein,tinggi kalori

yang siap di komsumsi

10) Ajarkan pasien tentang cara membuat catatan harian makanan, jika perlu

11) Yakinkan pasien dan berikan lingkungan yang tenang selama makan
12) Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah sebutkan

faktor nya

13) Tawarkan kain basah, dingin untukn di letakkan di atas dahi atau belakang

leher.

14) Tawarkan hygiene mulut sebelum makan

15) Batasi diet tehadap es batu dan air putih jika gejala parah; tingkatkan diet

bila perlu

16) Berikan umpan balik positive kepada pasien yang menunjukkan

peningkatan selera makan.

17) Berikan makanan yan sesuai dengan pilihan pribadi, budaya, dan agama

pasien.

18) Tawarkan kudapan (misalnya, minuman dan buah-buahan jus segar) jika

perlu

19) Berikan makanan berizi, tinggi kalori, dan bervariasi yang dapat dipilih

oleh pasien

20) Bina hubungan saling kepercayaan dan mendukung dengan pasien

21) Komunikasikan harapan terhadap kesesuaian asupan makanan dan cairan

serta jumlah latihan fisik

22) Pertahankan makan pasien sesuai jadwal makan dan kudapan

23) Kembangkan prorgam modifikasi perilaku yan spesifik terhadap

kebutuhan pasien

24) Berikan makanan berizi


25) Berikan penguatan pasien untuk pencapaian berat badan dan perilaku

makan yan tepat, tetapi jangan memokuskan interaksi pada makan dan

minum

26) Gali bersama pasien dan orang terdekat isu pribadi (mis, citra tubuh) yang

mempengaruhi perilaku makanan.

i. Ketidakmampuan menjadi oran tua berhubunan dengan kurang

pengetahuan atau keterampilaan tentang pola asuh yang efektif,harapan

yang tidak realistis terhadap diri bayi, dan pasangannya, anak yang tidak

di inginkan, tidak ada model peran, belum berpengalaman

Tujuan / kriteria hasil

1) Menunjukkan perlekatan oran tua-bayi,yan dibuktikan oleh indikator

sebagai berikut (sebutkan 1-5 tidak pernah, jaran, sering, kadang-kadang.

Orang tua memberi sentuhan, repukan, ciuman, dan senyuman, kepada

bayi, oran tua mengunjungi kamar anak, orang tua, berbicara kepada bayi,

orang tua berhadapan dan melakukan kontak mata.

2) Menujukkkan performa menjadi orang tua, yan di buktikan oleh indikator

sebagai berikut: (sebutkan 1-5 tidak pernah, jarang, kadang-kadang,

sering atau selalu): memenuhi kebutuhan fisik anak; menstimulasi

perkembangan kognitif dan sosial, menstimulasi pertumbuhan emosi dan

spiritual; menunjukkan hubungan mencintai dengan anak; memberikan

perawatan kesehatan episodik dan preventif secara rutin.,


3) Memperlibatkan keamanan linkungan rumah, yang di buktikan oleh

indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 tidak adekuat performa perilaku

peran orang tua,kemampuan untuk memenuhi harapan peran

4) Memperlibatkan keamanan lingkungan rumah, yang dibuktikan oleh

indikator sebagaio berikut : (sebutkan 1-5 tidak adekuat, kurang, cukup,

sangat adekuat, penyimpanan tabung pemadaman api ditempat yang aman;

penyimpanan yang aman bahan berbahaya untuk mencengah cidera,

menyediakan area bermain yang aman menggunakan penutup yang

kontruksi

5) Orang tua akan mengidetifikasi pola di siplin yang kontruktif

6) Orang tua akan menerapkan pola disiplin yan kontruktif

7) Orang tua akan berpatisipasi aktif dalam konseling dan kelas menjadi

orang tua

8) Orang tua akan mengidentifikasi dan menggunakan sumber dikomunitas

yang membantu perawatan rumah

9) Orang tua akan menidentifikasi orang yang dapat memberikan dan

dukungan emosi saat dibutuhkan

10) Orang tua mengidentifikasi keinginan meminta bantuan orang lain

11) Anak akan mencapai penanda perkembangab fisik, konitif, dan psikososial

pada waktu yang di harapkan

Intervensi
1) Dukungan pengungkapan perasaan, (mis, rasa bersalah, marah dan

ambivalesi) terkait peran menjadi orang tua

2) Bantu orang tua mengidentifikasi penurunan dan perubahan kemampuan

untuk menjadi orang tua

3) Beri kesempatan interaksi orang tua-anak yan sering

4) Keterampilan model peran menjadi orang tua

5) Bantu mengidentifkasi harapan yang realistis terhadap peran menjadi

orang tua

6) Beri penguatan pada ketakutan dan keterampilan peran menjadi orang tua

7) Bina hubungan saling percaya dengan anggota keluarga

8) Bantu keluarga dengan menyelesaikan konflik

9) Bantu keluarga untuk mengatasi perasaan bersalah satu atau tangggun

jawab, jika beralasan

10) Fisilitasi kebersamaan didalam atau antar keluarga

11) Fasilitasi komunikasi terbuka antara keluarga

12) Letakkan bayi ketubuh ibu segera setelah kelahiran

13) Berikan kesempatan kepada ayah untuk memegang anak di area pelahiran

14) Berikan pereda nyeri untuk ibu

15) Berikan privasi keluarga selama melakukan interaksi dengan bayi baru

lahir

16) Dukung orang tua untuk menyentuh dan bicara kepada bayi baru lahir

j. Ketidakefektifan performa peran berhubungan denn mengemban peran

baru
Tujuan / kriteria hasil

1) Menunjukkan fenomena peran, yang dibuyktikan oleh indikator sebagai

berikut: (sebutkan 1-5 tidak adekuat, kurang adekuat, cukup adekuat,

adekuat, atau sanat adekuat) kemampuan untuk memenuhi harapan peran,

penampilan perilaku peran dalam keluarga, komunitas, tempat kerja,

hubungan intim, dan persahabatan, melaporkan strategi perubahan peran

2) Memahami dampak situasi terhadap hubungan personal, aya hidup, dan

penampilan peran yang sudah ada

3) Menggambarkan perubahan aktual dalam fungsi

Mengunkapkan secara verbal perasaan produktif dan berguna

4) Mengungkapkan keinginan untuk menggunakan sumber-sumber saat

pemulangan

5) Mengungkapkan secara verbal perasaan produktif dan berguna

6) Mendemontrasikan kemampuan untuk mengelola keuangan

Intervensi

1) Bantu pasien mengidentifikasi kekuatan diri

2) Secara aktif dengarkan pasien dan keluarga untuk menyalurkan perasaan

dukacita

3) Dukung pasien dan keluarga untuk menyalurkan perasaan dukacita

4) Bantu pasien untuk mengidemtifikasi berbagai peran dalam hidup

5) Bantu psien untuk mengidentifikasi peran yan biasanya dalam keluarga

6) Bantu pasien untuk mengidentifikasi kekurangan dalam peran


k. Stress inkontenensia urine berhubungan dengan trauma jaringan selama

pelahiran

Tujuan / Kriteria Hasil

1) Menunjukkan kontenensiensi urine, yan dibuktikan oleh indikator berikut

(sebutkan 1-5 tidak pernah, jaran, kadan-kadan, sering, atau selalu

diyujukkan), kebocoran urine aklibat peningkatan penekanan terhadap

abdomen

2) Mendeskripsikan rencana untuk mengatasi inkontensiasi stress.

3) Mempertahankan frekuensi berkemih setiap 2 jam sekali

intervensi

1) Bantu pasien memilih pakaian yan tepat atau pembalut untuk manajemen

inkotenensia jangka pendek

2) Beri umpan baik positive maupun melakukan latihan dasar panggul

3) Batasi ingesti zat yang menyebabkan iritasi kandung kemih (mis, kopi,

teh, dan coklat)

l. Retensi urine berhubungan dengan edema jaringan lokal, efek obat/anatesi,

nyeri, ketidakmampuan untuk mengambil posisi berkemih normal

sekunder akibat efek anastesi apidural atau analestik

Tujuan / kriteria hasil


1) Menunjukkan eliminasi urine, yang dibuktikan oleh indikator berikut

(sebutkan 1-5 selalu, sering, kadang-kadang, jarang ataun tidak pernah

sama sekaali)

2) Menunjukkan eliminasi urine, yang dibuktikan oleh indukator berikut (1-5

selalu, sering, kadang-kadang)

3) Residu pasca berkemih >100-200 ml.

4) Menunjukkan pengosongan kandung kemih

5) Mendeskripsikan rencana perawatan dirumah

6) Tetap bebas dari infeksi saluran kemih

7) Melaporkan penurunan sperma kandung kemih

8) Mempunyai keseimbangan asupan dan haluaran 24 jamm

9) Mengosongkan kandung kemih

Intervensi

1) Lakukan program pelatihan pengosongan kandung kemih

2) Bagi cairan dalam sehari untuk menjamin asupan yang adekuat tanpa

menyebabkan kandung kemih

3) Anjurkan pasien untuk mengosumsi cairan peroral (ml) untuk siang hari

4) Berikan privasi untuk eliminsi

5) Gunakan kekuatan sugesti dengan mengalirkan air atau membilas toilet

6) Stimulus refleks kandung kemih dengan dalam bagian dalam paha atau

mengalirkan air

7) Berikan cukup waktu pengosongan kandung kemih (10 menit)


8) Gunakan spirtus dari wintergreen pada pispot atau urinal

9) Lakukan manuver Crede, jika perlu

10) Lakukan kateterisasi untuk mengeluarkan urine residu, jika di perlukan

pasan kateter urine

4.implementasi

Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat

mengimplementasi intervensi keperawatan. Berdasarkan terminologi NIC,

implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasi tindakan yang

merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan

intervensi ( atau program keperawatan ). Perawat atau mendelegasikan tindakan

keperawatan untuk intervensi yang di susun dalam tahap perencanaan dan

kemudian mengakhiri tahap impplementasi dengan mencatat tindakan

keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut.

Meskipun perawat dapat bertindak berdasarkan ke pentingan klien (mis,

merujuk klien ke perawat komunitas untuk perawatan di rumah), standar

profesional mendukung partisipasi klien dan keluarga, seperti pada semua fase

proses keperawatan. Tingkat partisipasi berantung pada status kesehatan klien.

Misalmya, seorang pria yang tidak sadar tidak mampu berpartisipasi dalam

perawatannya sehingga ia perlu dirawat. Sebaliknya, klien yang dapat berjalan

mungkin memerlukan perawatan yang sangat sedikit dari perawat dna melakukan

aktivitas perawatan kesehatan secara mandiri.

5. EVALUASI
Mengevaluasi adalah menilai atau menghargai. Evaluasi adalah fase kelima dan

fase terakhir proses keperawatan. Dalam konteks ini, evaluasi adalaah yang di

rencanakan, berkelanjutan, dan terarah krtika klien profesional kesehatan

menentuikan (a) kemajuan klien menuju pencapaian tujuan hasil dan (b)

keefektifan rencana asuhan kewperawatan, evaluasi adalah aspek penting proses

keperawatan karena kesimpulan yang yang di tarik dari evaluasi menentukan

apakah intervensi keperwatan harus di akhiri, di lanjutkan, atau di ubah.

Evaluasi berjalan kontinu. Evaluasi yang dilakukan kletika atau se4gera setelah

mengimplementasikan preogram keperawatan memungkinkan perawat untuk

segera memodifikasi intervensi. Evaluasi pada interval tertentu (mis, satu kali

seminggu untuk klien perawatan di rumah).menunjukkan tingkat kemajuan untuk

mencapai tujuan dan memungkinkan perawat unttuk memperbaiki ke kurangan

dan memodifikasi asuhan sesuai kebutuhan. Evaluasi berlanjut sampai klien

mencapai tujuan kesehatan atau selesai mendapatkan asuhan keperawatan.

Evaluasi pada saat pulang mencakup stastus pencapaian tujuan dan kemampuan

perawatan diri klien terkait perawatan tidak lanjut. Ke banyakan institusi

memelikki catatan pulang khusus untuk evalausi ini.

Melalui evaluasi, perawat mennjukkan tanggung jawab dan tanggung gugat

terhadap tindakan mereka, menujukkan perhatian pada hasil tidakan keperawatan,

dan menujukkan keinginan untuk tidak meneruskan tidakan yang tidak efektif,

tetapi mengapsi tidakan yang lebih efektf.


BAB III

BAB III

METODE PENULISAN

A.Cara Penulisan

Studi kasus ini adalah studi untuk mengekplorasikan masalah “Asuhan

Keperawatan Pada klien Sectio Caecaria dengan indikasi Placenta Previa Di

RSUD langsa

B.Batasan istilah

Plasenta previa adalah plasenta yant letaknya abnormal yaitu pada semen

bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau ostum uteri internum. Plasenta

previa adalah plasenta yan letak abnormal, yaitu pada semen bawah uterus

sehingga dapat menutupi sebagian atau pembukaan jalan lahir. (Manjoer, arief,

2001). Menurut Wikinjosastro (2002), plasenta previa adalah plasenta yang

letaknya abnormal yaitu pada semen bawah uterus sehingga menutupi sebagian
atau seluruh pembukaan jalan lahir. Manuaba (1998) menemukakan bahawa

rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.

Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian

atau seluruh osteum uteri (Saiffuddin,2002).

Plasenta previa adalah kondisi dimana plasenta yang melekat pada bagian

bawah uterus menutupi sebagian atau seluruh leher rahim (cervix) sehingga

pembuluh darah besar berada di sekitar mulut rahim. (Anik maryunani 2016).

Plasenta Previa adalah plasenta yan letaknya abnormal yaitu pada segmen

bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan

lahir. Pada keadaan normal Plasenta terletak di baian atas uterus. Plasenta Previa

tidak tertanam dalam korpus uteri jauh dari ostium internus servis, tetapi terletak

sanat dekat pada ostum internus tersebut. Menurut Prawiroharjo, Plasenta previa

adalah plasenta yan ada didepan jalan (prae= di depan ; vias = jalan). Jadi yang di

maksud plasenta previa ialah plasenta yang implantasinya tidak normal, rendah

sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum. Menurut

Cunningham, Plsenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah

sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarah saat

pembentukan segmen bawah rahim. ( Niwan ayu 2016).

3.Lokasi dan Waktu

Lokasi studi kasus individu Di RSUD Langsa

4.Pengumpulan Data
a. Wawancara (hasil anamnesa berisi tentang identitas klien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang-dahulu-keluarga dan lain-lain

b. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA: inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi) pada system tubuh klien

c. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data

lain yg relavan).

5.Analisa Data

Analisa dilakukan sejak penulis di lapangan, sewaktu pengumpulan data

sampai dengan semua terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara

mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada

selanjutnya di tungkan dalam opini pembahasan. Tehnik analisa yang digunakan

dengan cara menarasikan jawaban-jawaban yang di peroleh dari hasil intervensi

wawancara mendalam yang di lakukan untuk menjawab rumusan masalah. Tehnik

analisa digunakan dengan cara observasi pleh peneliti dan sturi dokumentasi yang

menghasilkan data untuk selanjutnya di interpresentasikan dan dibandingkan teori

yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi

tersebut.

a. Pengumpulan Data

Data di kumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumentasi).

Hasil di tuli dalam dokumentasi keperawatan

b. Mereduksi Data
Data dari wawancara yang terkumpul dikelompokkan menjadi data subyektif,

dianalisa berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai

moral.

c. Penyajian Data

Penyajian data dapat dialkukan dengan tabel, gambar, maupun tekls naratif,

kerahasiaan dari mklien di jamin dengan jalan mengaburkan identitas klien

d. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data di bahas dan di bandingkan dengan

hasil-hasil penelitian terdahulu secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data yang di

kumpulkan terkait penyajian, diagnosa, keperawatan, perencanaan, dan

evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai