Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001)
yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki – laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal yang tidak mampu berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial). Batasan Lansia Menurut Menurut WHO Setyonegoro, dalam (2005) Nugroho (2008)
1. Usia dewasa muda (Elderly 1. Usia pertengahan yakni
adulhood), 18 atau 20 – 25 tahun. kelompok usia 45-59 tahun 2. Usia dewasa penuh (middle years) 2. Lanjut usia (Elderly) yakni 60- atau maturitas, 25 – 60 atau 65 74 tahun tahun. 3. Usia lanjut tua (Old) yakni 75-90 3. Lanjut usia (geriatric age), lebih tahunU dari 65 atau70 tahun. Terbagi untuk umur 70 – 75 tahun (young 4. Usia sangat tua (very old) yakni old), 75– 80 tahun (old), dan lebih lebih dari 90 tahun. dari 80 tahun (very old). Tipe Lansia 1. Tipe arif bijaksana kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan. 2. Tipe mandiri mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. 3. Tipe tidak puas konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut. 4. Tipe pasrah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja. 5. Tipe bingung kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh yak acuh Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Usia Lanjut • Penurunan Kondisi Fisik • Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual • Perubahan Aspek Sosial • Perubahan yang Berkaitan dengan Pekerjaan • Perubahan dalam Peran Sosial Dimasyarakat Perubahan anatomi fisiologi sistem neurologi pada lansia 1. Otak : Otak kehilangan 100.000 3. Saraf Otonom : Penurunan
pergerakan otot dan sendi di Saraf aferen : Terjadi penurunan
mana lansia menjadi sulit untuk penyampaian informasi sensorik dari
menggerakkan otot dan sendinya organ luar yang terkena ransangan.
secara maksimal. Saraf eferen : Lansia sering
mengalami gangguan persepsi sensorik Etiologi • Peningkatan volume darah jaringan • Malformasi AV otak: • Anurisme • Edema serebral • Stroke • Trauma • Peningkatan PCO2 • Pembedahan • Peningkatan volume cairan • Stroke serebrosinal • Tumor. • Peningkatan produksi, hidrosefalus • Peningkatan volume darah otak • Penurunan reabsopsi • Hematoma Patofisiologi • Dinamika Ruang Intrakranial Hipotesis Monro-Kellie menyatakan bahwa volume intrakranial sama dengan volume otak (80-85%) ditambah volume darah serebral (3-10%) dan volume cairan serebrospinal (8-12%). Perubahan volume dari salah satu komponen karena proses desak ruang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. • Tekanan Perfusi Serebral (TPS) Aliran darah serebral berjalan dalam TPS > 60 mmHg. Di bawah tingkat ini, suplai darah ke otak tidak adekuat dan akan terjadi hipoksia neural dan dapat terjadi kematian sel neuron. Saat tekanan perfusi menurun, respon kardiovaskuler adalah meningkatkan tekanan darah sistemik. Manifestasi Klinis • Disorientasi • Agnosia: gagal mengenali atau • Daya ingat menurun mengidentifikasi objek walaupun • Aphasia: gangguan dalam mengerti sensorinya masihb baik dan mengutarakan kata-kata yang • Amnesia: ketidak mampuan untuk akan diucapkan belajar dan mengingat kembali • Apraxsia: ketidak mampuan dalam informasi baru yang didapat melakukan aktivitas motorik sebelumnya walaupun fungsi motorik masih baik • Sering bingung (contohnya mampu memegang • Belajar perlu waktu yang lama gagang pintu tapi tidak tahu apa • Penurunan reaksi dan respon yang harus dilakukan) Komplikasi • Masalah Sensori Pada Lansia (Mata atau penglihatan) 1. Penurunan kemampuan penglihatan 2. ARMD (agp- relaed macular degeneration) 3. Glaucoma 4. Katarak 5. Entropion dan ekstropion • Glaukoma • Strok • Radang otak Tes Diagnostik • CT Scan • MRI (Magnetic Resonance Imaging) • PET (Positron Emission Tomografi) • Angiografi Serebral • Mielografi • EEG (Elektroensefalografi) • Pungsi Lumbal Asuhan Keperawatan Pengkajian Riwayat Keperawatan • Kecanggungan atau kelemahan • Hal-hal yang perlu ditanyakan pada ekstremitas, kesulitan berjalan. anamnesis riwayat neurologis: • Penyimpangan sensoris • Trauma yang baru terjadi yang (kesemutan, baal, dapat mempengaruhi sistem saraf hipersensitivitas, nyeri) atau (jatuh, kecelakaan lalulintas) kehilangan sensori pada wajah, • Infeksi yang baru terjadi termasuk badan dan ekstremitas. sinusitis, infeksi telinga dan sakit • Impotensi dan kesulitan gigi. berkemih. • Sakit kepala dan masalah-masalah • Kesulitan dalam kegiatan gangguan daya konsentrasi dan sehari-hari. ingatan yang baru terjadi. • Efek masalah pada pola hidup, • Perasaan pusing, kehilangan kinerja pekerjaan dan interaksi keseimbangan, melayang, sosial. melamun, tinitus dan masalah • Penggunaan tembakau, alkohol pendengaran. dan obat-obat tertentu. Pengkajian Fisik
• Pemeriksaan tingkat kesadaran (GCS)
• Gerakan, kekuatan dan koordinasi otot ekstremitas. • Status mental • Refleks • Gerakan involunter • Perubahan pupil • Tanda vital • Saraf kranial Diagnosa Keperawatan • Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif.
• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi dan integrasi. • Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan sistem saraf. Intervensi Keperawatan 1. Resiko tinggi cedera berhubungan cedera yang sesuai untuk status dengan penurunan fungsi fisiologis. fisiologis dan kognitif. • Pertahankan tindakan Tujuan: kewaspadaan. • Pasien bebas dari resiko cedera. • Singkirkan atau lepaskan alat- • Tidak memperlihatkan tanda cedera alat yang dapat membahayakan fisik. pasien. Intervensi: • Hindari tugas-tugas yang • Kaji status mental dan fisik. membahayakan. • Lakukan strategi untuk mencegah 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh. Tujuan: • Pasien akan mengidentifikasikan aktifitas dan/atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas. • Pasien dapat menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Intervensi : • Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas. • Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas. • Hindari menjadwalkan aktivitas selama periode istirahat. • Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dan ambulasi yang dapat di toleransi. 3. Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil, penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi dan integrasi. Tujuan : • Pasien dapat menunjukkan kemampuan kognitif. • Pasien dapat mengidentifikasikan diri, orang, tempat, dan waktu. Intervensi : • Pantau perubahan status neurologis pasien. • Pantau tingkat kesadaran pasien. • Identifikasikan factor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori. • Pastikan akses dan penggunaan alat bantu sensori. • Tingkatkan jumlah stimulus untuk mencapai tingkat sensori yang sesuai. 4.Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perub ahan/penurunan sistem saraf pusat. Tujuan : •Pasien dapat berkomunikasi dengan baik. Intervensi : •Kaji kemampuan berbicara, menulis, membaca, dan memahami simbol. •Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberikan stimulasi sebagai komunikasi. •Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan. Thank You