Anda di halaman 1dari 6

1.

1 Latar Belakang
Kehamilan usia remaja merupakan masalah kesehatan yang selalu meningkat di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia.Berdasarkan hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa berpacaran menjadi perilaku
berisiko yang memicu terjadinya kehamilan remaja ataupun hamil di luar nikah. 59
persen wanita melaporkan pertama kali melakukan hubungan seks pada usia remaja
15-19 tahun. Tahun 2016, angka kehamilan di kalangan remaja Indonesia pun
terbilang cukup tinggi, yaitu 48 per 1000 remaja. Dibandingkan dengan hamil di usia
dewasa, kehamilan remaja memiliki risiko yang besar baik bagi ibu maupun bayi.

1.2 Tujuan
Definisi :

Kehamilan remaja merupakan kehamilan yang terjadi pada wanita berusia 19 tahun atau
kurang. Padahal masa remaja menjadi periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan
yang pesat baik secara fisik, psikologis, dan intelektual.Namun, sebagian remaja
mendapat kehamilan di usianya yang masih sangat muda. Menurut WHO, komplikasi
kehamilan atau persalinan merupakan penyebab utama kematian untuk remaja perempuan
berusia 15-19 tahun. Sebab, secara umum tubuh remaja belum siap untuk melakukan
proses persalinan. Selain itu, bayi yang lahir dari ibu remaja juga memiliki risiko
kematian yang lebih tinggi.

1. Usia Menikah
Kehamilan pada masa remaja mempunyai resiko medis yang sangat tinggi, karena
pada masa remaja ini, alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan
fungsinya. Rahim (uterus) baru siap melakukan fungsinya setelah umur 20
tahun, karena pada usia ini fungsi hormonal melewati masa kerjanya yang
maksimal. Rahim pada seorang wanita mulai mengalami kematangan sejak umur
14 tahun yang ditandai dengan dimulainya menstruasi. Pematangan rahim dapat
pula dilihat dari perubahan ukuran rahim secara anatomis. Pada seorang wanita,
ukuran rahim berubah sejalan dengan umur dan perkembangan hormonal Usia di
bawah 20 tahun adalah usia yang dianjurkan untuk menunda perkawinan dan
kehamilan. Proses pertumbuhan berakhir pada usia 20 tahun, dengan alasan ini
maka dianjurkan perempuan menikah pada usia minimal 20 tahun.

2. Usia Pertama Melakukan Hubungan Seksual


Usia pertama kali melakukan hubungan seks erat kaitannya dengan kejadian kanker
serviks. Melakukan hubungan seks pada usia muda menjadi faktor risiko
terjadinya kanker serviks oleh karena terjadinya metaplasia yang diakibatkan oleh
ektopi. Meningkatnya risiko tersebut mungkin karena pengaruh hormon steroid
terhadap infeksi HPV dan respon daya tahan tubuh host terhadap HPV selama
masa pra-remaja dan remaja.
Masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak
laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yaitu
sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang
tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dan mangatasi
masalah, serta para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri,menolak bantuan orang tua dan guru. Ketidakmampuan remaja
untuk mengatasi sendiri masalahnya, maka memakai menurut cara yang mereka
yakini. Banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaian tidak selalu
sesuai dengan harapan mereka

3. Status Pendidikan
Status pendidikan mengembangkan kepercayaan diri dan keyakinan membuat
keputusan pada gadis remaja serta mengembangkan pengetahuan, tingkah laku,
keyakinan dan nilai dalam melakukan hubungan seksual sehingga membantu untuk
memperlambat/ menunda kegiatan berhubungan seksual dan usia menikah

4. Perilaku Seksual Beresiko


Gejala perilaku seksual remaja merupakan cerminan dari terjadinya perubahan
-perubahan penting dalam tatanan masyarakat dan kebudayaan.Hipotesa yang
populer adalah merosotnya nilai-nilai budaya keluarga atau semakin longgarnya
ikatan dan kotrol keluarga luas muncul karena keluarga semakin cenderung
menjadi keluarga inti.

5. Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi

6. Penyalahgunaan Alkohol, Rokok dan Obat-Obatan Terlarang


Mengkonsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi kebiasaan melakukan hubungan seksual dan kehamilan remaja.
Namun dalam jumlah sedikit alkohol dapat meningkatkan secara tidak langsung
kemampuan seksual seseorang karena efek alkohol yang menekan pusat inhibisi
(pengendalian diri). Walaupun demikian, harus diingat bahwa efek alkohol
terhadap perilaku seksual tidak hanya ditentukan oleh jumlah alkohol yang
dikonsumsi tetapi juga oleh kondisi mental dan emosional si pemakai, kondisi fisik,
serta suasana dan harapan si pemakai alkohol. Dalam jumlah banyak, alkohol justru
menghambat perilaku seksual. Pada peminum alkohol kronis dalam jumlah
berlebihan dapat terjadi efek merugikan fungsi seksual dirinya sendiri, mitra
perkawinannya, maupun keturunannya. Alkohol sering disalahgunakan dalam
kejahatan seksual.

7. Penggunaan Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu
dapat bersifat sementara dapat pula bersifat permanen.Sekitar 46 persen remaja
perempuan berusia 15-19 tahun yang sudah menikah tidak pernah menggunakan
kontrasepsi. Tekanan sosial untuk memiliki keturunan,ketidakmampuan untuk
merencanakan kehidupan berkeluarga, ketakutan terhadap suami yang berusia
lebih tua, dan kurangnya pengetahuan juga memicu kehamilan di usia muda.
Padahal menggunakan kontrasepsi penting untuk mengurangi risiko penyakit
menular seksual dan kehamilan yang tidak direncanakan

Risiko yang dapat terjadi pada kehamilan remaja, di antaranya:

1. Kurang Perawatan Prenatal


Gadis remaja yang sedang hamil, terutama yang tidak mendapat dukungan dari
orangtua, berisiko tidak mendapat perawatan prenatal yang memadai. Padahal
perawatan prenatal sangatlah penting, khususnya untuk bulan-bulan pertama
kehamilan.Perawatan prenatal dapat mendeteksi masalah pada ibu dan bayi,
memantau pertumbuhan bayi, dan menangani sesegera mungkin komplikasi yang
muncul.
2. Tekanan Darah Tinggi
Kehamilan remaja memiliki risiko lebih tinggi terkena tekanan darah tinggi
(hipertensi) dibandingkan dengan wanita yang hamil pada usia 20-30 tahunan.
Kehamilan remaja bahkan memiliki risiko preeklampsia yang lebih
tinggi.Preeklampsia merupakan kondisi medis berbahaya yang menyebabkan tekanan
darah tinggi, protein berlebih dalam urine, pembengkakan di tangan dan wajah, serta
kerusakan organ. Preeklampsia dapat mengganggu pertumbuhan janin dan memicu
komplikasi kehamilan lebih lanjut.
3. Anemia
Kehamilan remaja juga memiliki risiko lebih tinggi menderita anemia. Kondisi ini
merupakan kurangnya jumlah sel darah merah yang membuat penderitanya merasa
lemah dan lelah sehingga memengaruhi perkembangan bayi.
4. Kelahiran Prematur
Remaja yang hamil lebih berpotensi mengalami persalinan prematur. Semakin dini
bayi lahir, semakin besar pula risiko masalah pernapasan, pencernaan, penglihatan,
kognitif, dan masalah lainnya yang dapat terjadi pada bayi.
5. Berat Badan Lahir Rendah
Remaja berisiko lebih tinggi memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah, yaitu
sekitar 1,5-2,5 kg. Bahkan ada kasus di mana berat bayi lebih rendah dari 1,5 kg.Bayi
dengan berat badan lahir rendah cenderung mengalami kesulitan bernapas dan
menyusu. Selain itu, dapat pula memengaruhi perkembangan otak sehingga
mengalami kesulitan belajar.
6. Penyakit Menular Seksual
Remaja yang berhubungan seks tanpa pengaman lebih rentan terkena penyakit
menular seksual, seperti klamidia, herpes, atau HIV, apalagi jika mereka belum bisa
menjaga organ reproduksinya.Jika terjangkit penyakit menular seksual dan dinyatakan
hamil, kondisi ini dapat membahayakan kehamilan, seperti membentuk kehamilan
ektopik atau menularkan penyakitnya pada janin.

7. Depresi Pascapersalinan
Hamil di usia remaja berisiko lebih tinggi mengalami depresi pascapersalinan. Ketika
mengalami depresi, seseorang akan merasa sedih, stres, frustasi, bahkan enggan untuk
merawat bayinya. Kondisi ini tentunya akan mengganggu proses merawat bayi baru
lahir, bahkan bayi bisa tidak mendapat nutrisi yang cukup.

8. Menjadi Penyendiri
Remaja yang hamil, apalagi jika di luar nikah, akan merasa takut memberi tahu
keluarga dan malu terhadap teman ataupun lingkungan sekitar. Oleh sebab itu, ia
menjadi lebih pendiam dan menyendiri.
Tidak hanya memengaruhi kesehatan calon ibu, namun komplikasi atau dampak kehamilan
remaja di bawah usia 20 tahun juga bisa dialami oleh janin yang dikandungnya. Berikut
dampak yang perlu diwaspadai:

1. Lahir prematur
Ibu yang hamil di bawah usia 20 tahun memilki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami kelahiran secara prematur. Semakin awal bayi dilahirkan, maka semakin
besar pula risiko terjadinya gangguan tumbuh kembang, cacat bawaan lahir, hingga
gangguan fungsi pernapasan dan pencernaan pada bayi.

2. Berat badan lahir rendah


Bayi yang lahir secara prematur cenderung memiliki berat badan yang lebih rendah
dari bayi yang lahir cukup bulan. Kondisi ini membuat bayi lebih rentan mengalami
kondisi medis berikut:

a) Kesulitan bernapas dan menyusu hingga memerlukan ventilator dan menjalani


perawatan di ruang NICU
b) Kesulitan belajar serta lebih rentan terhadap penyakit diabetes dan penyakit
jantung saat dewasa.
c) Kematian sewaktu masih dalam kandungan

Mengurangi risiko kehamilan remaja


Jika kehamilan remaja sudah terlanjur terjadi, sebaiknya lakukan beberapa tindakan berikut
sebagai upaya untuk mengusahakan kehamilan sehat sekaligus mengurangi risiko bahaya
yang mungkin terjadi:

1. Pastikan mendapat perawatan prenatal yang baik dan rutin melakukan pemeriksaan
kehamilan pada dokter. Perawatan ini sangat penting bagi kesehatan ibu dan janin.

2. Mengonsumsi makanan yang baik, berolahraga, dan berbagi perasaan dengan anggota
keluarga ataupun teman yang mengerti keadaan Anda.

3. Hindari merokok selama kehamilan karena dapat meningkatkan risiko kelahiran


prematur dan bayi lahir dengan berat badan rendah.

4. Jangan minum alkohol ataupun menggunakan obat-obatan terlarang karena memiliki


efek yang sangat merusak pada ibu maupun janin.

5. Tidak mengonsumsi obat sembarangan karena dikhawatirkan akan berpengaruh pada


kehamilan. Sebaiknya, minumlah obat yang hanya diresepkan oleh dokter.

6. Mengonsumsi vitamin prenatal dan asam folat minimal 0,4 mg setiap hari agar
membantu mencegah cacat lahir.
Simpulan:
Pergaulan dengan teman sebaya yang negatif, adanya kesempatan untuk melakukan
hubungan seks pranikah, pengetahuan yang kurang tentang kesehatan reproduksi dan
kehamilan remaja, dan remaja yang berada dalam sosial ekonomi keluarga lebih
tinggi (>UMR) merupakan faktor risiko kehamilan usia remaja.

Kehamilan remaja bisa dicegah dengan menghindari hubungan seks di usia dini.
Selain itu, pastikan remaja mendapat pendidikan seks yang baik, agar mampu
menjaga dirinya sendiri dan memahami organ reproduksinya, untuk menghindari
berbagai konsekuensi buruk yang dapat terjadi

Dapus:

CHMK NURSING SCIENTIFIC JOURNAL Volume 1. No 2 OKTOBER 2017


https://media.neliti.com/media/publications/164459-ID-none.pdf
https://www.sehatq.com/artikel/berbagai-risiko-yang-dapat-terjadi-pada-kehamilan-
remaja

Anda mungkin juga menyukai