OLEH:
NIM. P07120320062
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN COMBUSTIO (LUKA BAKAR)
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air (cairan) panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
Luka bakar adalah bentuk cedera pada kulit akibat trauma oleh panas, listrik, zat
kimia atau zat radioaktif.
Cedera inhalasi adalah kejadian yang sering menyertai luka bakar, yang sering
mengakibatkan angka kematian yang tinggi (50-60%).
Cedera inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban
kebakaran. Diperkirakan separuh dari kematian ini seharusnya bisa dicegah dengan
alat pendeteksi asap. Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori:
cedera saluran napas atas; cedera inhalasi di bawah glotis, yang mencakup keracunan
karbon monoksida; dan defek restriktif. Cedera saluran napas atas terjadi akibat panas
langsung atau edema. Keadaan ini bermanifestasi sebagai obstruksi-mekanis saluran
napas atas yang mencakup faring dan laring. Karena vaporisasi yang cepat dalam
traktus pulmonalis akan menimbulkan efek pendinginan, cedera panas langsung
biasanya tidak terjadi di bawah tingkat bronkus. Cedera saluran napas atas diatasi
dengan intubasi nasotrakeal atau endotrakeal yang dini.
Cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran
yang tidak sempurna atau gas berbahaya. Produk ini mencakup gas karbon
monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa-senyawa aldehid, sianida,
amonia, klorin, fosgen, benzena dan halogen. Cedera langsung terjadi akibat iritasi
kimia jaringan paru pada tingkat alveoli. Cedera inhalasi di bawah glotis
menyebabkan hilangnya fungsi silia, hipersekresi, edema mukosa yang berat, dan
kemungkinan pula bronkospasme. Zat aktif permukaan (surfaktan) paru menurun
sehingga timbul atelektasis (kolapsnya paru). Ekspektorasi partikel-partikel karbon
dalam sputum merupakan tanda utama cedera inhalasi ini.
Dalam menentukan dalamnya luka bakar, kita harus mempertimbangkan faktor-
faktor berikut ini:
a. Riwayat terjadinya luka bakar (bagaimana terjadinya)
b. Penyebab luka bakar, seperti nyala api atau cairan yang mendidih
c. Suhu agens yang menyebabkan luka bakar
d. Lamanya kontak dengan agens
e. Tebalnya kulit
(Brunner & Suddarth, 2002).
2. Etiologi
Penyebab luka bakar:
a. Terbakar api langsung atau tidak langsung,
b. Pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia
c. Tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
d. Radiasi
e. Ledakan bom
(Brunner & Suddarth, 2002).
3. Klasifikasi
Luka Bakar
Kerusakan Mukosa
Gangguan Integritas Jaringan Traumatik Kerusakan Pertahan
Kulit Primer
Oedema Tulang
Pembentukan
Kerusakan Persepsi Oedema Pertahanan Primer
Sensori Tidak Adekuat
Obstruksi Jalan Nafas
Penurunan Ambang
Gangguan Integritas Batas Nyeri Resiko Infeksi
Sulit Nafas Kulit/Jaringan
Nyeri Akut
Pola nafas tidak efektif
Penguapan Meningkat
Pembuluh Darah
Kapiler Meningkat
Ekstravasasi Cairan
(H2 O, Elektrolit dan
Protein
Cairan Intavaskuler
Menurun
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap
Peningkatkan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht dan SDM dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap endotelium pembuluh darah.
b. SDP
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan
respons inflamasi terhadap cedera.
c. GDA
Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan PaCh/peningkatan
PaCO2 mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi
sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme kompen-
sasi pernapasan.
d. COHbg (karboksi hemoglobin)
Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon monoksida/cedera
inhalasi.
e. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan/kerusakan
SDM dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemia dapat terjadi bila mulai diuresis;
magnesium mungkin menurun. Natrium pada awal mungkin menurun pada
kehilangan air; hipernatremia dapat terjadi selanjutnya saat terjadi konservasi
ginjal.
f. Natrium urine random
Lebih besar dari 20 mEg/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan; kurang
dari 10 mEq/L menduga ketidakadekuatan resusitasi cairan.
g. Alkalin fosfat
Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan
pompa natrium.
h. Glukosa serum
Peninggian menunjukkan respons stres.
i. Albumin serum
Rasio albumin atau globulin mungkin terbalik sehubungan dengan kehilangan
protein pada edema cairan.
j. BUN atau kreatinin
Peninggian menunjukkan penurunan perfusi/fungsi ginjal; namun kreatinin dapat
meningkat karena cedera jaringan.
k. Urine
Adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein (khususnya terlihat pada luka bakar listrik serius). Warna hitam,
kemerahan pada urine sehubungan dengan mioglobin. Kultur luka: mungkin
diambil untuk data dasar dan diulang secara periodik.
l. Foto rontgen dada
Dapat tampak normal pada pascaluka bakar dini meskipun dengan cedera inhalasi;
namun cedera inhalasi yang sesungguhnya akan ada saat progresif tanpa foto dada
(SDPD).
m. Bronkoskopi serat optic
Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi; hasil dapat meliputi edema,
perdarahan, dan/atau tukak pada saluran pernapasan alas.
n. Loop aliran volume
Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek/luasnya cedera inhalasi.
o. Scan paru
Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
p. EKG
Tanda iskemia miokardial/disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
q. Fotografi luka bakar
Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya (Doenges, 2000).
7. Penatalaksanaan
a. Perawatan di Tempat Kejadian
Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi seorang korban
luka bakar adalah mencegah agar orang yang menyelamatkan tidak turut
mengalami luka bakar. Langkah kerja:
1) Mematikan api
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan
oksigen bagi api yang menyala. Korban dapat mengusahakan dengan cepat
menjatuhkan diri dan berguling dan mencegah meluasnya bagian pakaian yang
terbakar. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri missal
dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin
atau melepaskan baju yang tersiram air panas. Jika sumber luka bakarnya
adalah arus listrik, sumber listrik harus dipadamkan.
2) Mendinginkan luka bakar
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung
terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat
dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan
suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu merendam bagian yang
terbakar selama lima belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk
menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
Dengan demikian luka yang sebenarnya menuju derajat II dapat dihentikan
pada derajat I atau luka yang menjadi derajat III dihentikan pada tingkat I atau
II. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang
dingin sekurang-kurangnya 15 menit.
3) Melepaskan benda penghalang
Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat dibiarkan, pakaian
lain dan semua barang perhiasan harus segera dilepaskan untuk melakukan
penilaian serta mencegah terjadinya kontriksi sekunder akibat edema yang
timbul dengan cepat.
4) Menutup luka bakar
Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkevil kemungkinan
kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan mencegah aliran udara agar
tidak mengenai permukaan kulit yang terbakar.
c. Penatalaksanaan Medis
Prioritas pertama dalam ruang darurat tetap ABC (airway, breathing dan
circulation). Untuk cedera paru yang ringan, udara pernapasan dilembabkan dari
pasien didorong supaya batuk sehingga sekret saluran napas bisa dikeluarkan
dengan pengisapan. Untuk situasi yang lebih parah diperlukan pengeluaran sekret
dengan pengisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik.
Jika terjadi edema pada jalan napas, intubasi endotrakeal mungkin merupakan
indikasi. Continuous positive airway pressure dan ventilasi mekanis mungkin pula
diperlukan untuk menghasilkan oksigenasi yang adekuat.
Sesudah tercapai status respirasi dan sirkulasi yang adekuat, perhatian
harus diberikan kepada luka bakarnya sendiri. Semua pakaian dan perhiasan yang
dikenakan pasien dilepas. Pembilasan luka bakar kimia dengan air diteruskan.
Kateter urin indwelling dipasang untuk memungkinkan pemantauan
haluaran urin dan faal ginjal yang lebih akurat. Nilai-nilai dasar untuk tinggi dan
berat badan, gas darah arteri, hematokrit, elektrolit, golongan darah serta hasil
pencocokan-silang (cross-matching), urinalisis, dan foto rontgen toraks harus
didapat. Jika pasien menderita luka bakar listrik, pemeriksaan elektiokardiogram
dasar harus dilakukan. Karena luka bakar merupakan luka yang terkontaminasi,
tindakan profilaksis tetanus perlu dilakukan jika status imunisasi pasien tidak
jelas.
Meskipun fokus utama perawatan selama fase darurat berupa stabilisasi
fisik, perawat harus memperhatikan pula kebutuhan psikologis pasien dan
keluarganya.
d. Pemindahan ke Unit Luka Bakar
Dalam dan luasnya luka bakar perlu dipertimbangkan dalam menentukan
apakah pasien harus dipindahkan ke unit atau rumah sakit khusus luka bakar. Jika
pasien akan dipindahkan ke unit atau rumah sakit khusus luka bakar, tindakan
berikut ini harus dilakukan sebelum pemindahan pasien: selang infus harus
terpasang dengan kecepatan tetesan yang diperlukan untuk menghasilkan haluaran
urin sedikitnya 30 ml per jam; saluran napas yang paten (lapang) dipastikan; terapi
yang adekuat untuk meredakan nyeri dilakukan; dari sirkulasi perifer yang
memadai dihasilkan pada setiap ekstremitas yang terbatas. Luka ditutup dengan
balutan steril yang kering, dan kenyamanan serta kehangatan tubuh pasien harus
dijaga. Penilaian serta penanganan pasien dicatat, dan informasi ini harus
disampaikan kepada petugas unit luka bakar.
f. Debridemen
Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini
memiliki dua tujuan:
a. Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda
asing, sehingga pasien dilindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri
b. Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam persiapan
bagi graft dan kesembuhan luka
Sesudah terjadi luka bakar derajat-dua dan tiga, bakteri yang terdapat pada
antarmuka jaringan yang terbakar dan jaringan viabel yang ada di bawahnya
secara bersng-sur-angsur. akan mencairkan serabut-serabut kolagen yang
menahan eskar pada tempatnya selama minggu pertama atau kedua pasca-luka
bakar.
Macam-macam debridemen:
a. Debridemen Alami. Pada peristiwa debridemen alami, jaringan mati akan
memisahkan diri secara spontan dari jaringan viabel yang ada di bawahnya.
Namun, pemakaian preparat topikal antibakteri cenderung memperlambat
proses pemisahan eskar yang alami ini.
b. Debridemen Mekanis. Debridemen mekanis meliputi penggunaan gunting
bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat eskar.
c. Debridemen Bedah. Debridemen bedah merupakan tindakan operasi dengan
melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai fasia (eksisi tangensiai)
atau dengan mengupas lapisan kulit yang terbakar secara bertahap hingga
mengenai jaringan yang masih viabel dan berdarah.
g. Graft
Jika lukanya dalam (full-thickness) atau sangat luas, reepitelialisasi spontan
tidak mungkin terjadi. Karena itu diperlukan graft (pencakokan) kulit dari pasien
sendiri (autograft). Daerah-daerah utama graft kulit mencakup daerah wajah
dengan alasan kosmetik dan psikologik; tangan dan bagian fungsional lainnya
seperti kaki; dan daerah-daerah yang meliputi persendian. Graft memungkinkan
pencapaian kemampuan fungsional yang lebih dini dan akan mengurangi
kontraktur. Kalau luka bakarnya sangat luas, daerah dada dan abdomen dapat
dicangkok terlebih dahulu untuk mengurangi luas luka bakar.
Selama proses kesembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi. Jaringan
ini akan mengisi ruangan yang ditimbulkan oleh luka, membentuk barier yang
merintangi bakteri dan berfungsi sebagai dasar (bed) untuk pertumbuhan sel
epitel.
h. Autograft
Autograft berasal dari kulit pasien sendiri. Bentuk cangkokan ini bisa berupa
split-thickness, full-thickness, pedicle flaps atau epitelium yang dikultur. Full-
thickness dan pedicle flaps lebih sering digunakan untuk pembedahan
rekonstruksi, dan dilaksanakan beberapa bulan atau tahun sesudah terjadinya
cedera pertama.
Penggunaan epitelium yang dikultur masih berada dalam tahap eksprimen
pada beberapa rumah sakit khusus luka bakar. Secara mendasar, prosedur ini
meliputi biopsi kulit pasien di daerah yang tidak terbakar. Kemudian keratinosit
diisolasi dan sel-sel epitel dikultur dalam laboratorium. Sampel sel epitel yang
asli dapat mengadakan multiplikasi hingga ukurannya mencapai 10.000 kali
ukuran sampel semula dalam tempo 30 hari. Sel-sel ini kemudian ditempelkan
pada luka bakar. Prosedur ini telah dilaporkan dengan berbagai derajat
keberhasilan tetapi hasil-hasil tersebut cukup menggembirakan (Wong &
Munster, 1993).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipovolemia berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke dalam
rongga intestinal.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit (luka bakar)
c. Nyeri Akut berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan, pembentukan edema.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1 Hipovolemia (D.0023) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
Definisi: keperawatan selama Observasi:
Penurunan volume cairan …...x…... menit diharapkan Periksan tanda dan
instravaskular, interstisial, dan/atau Hipovolemia Membaik gejala hipovolemias
intraseslukler. dengan kriteria hasil: (mis. Nadi meningkat,
Penyebab: Status Cairan: nadi teraba lemah,
Kehilangan cairan aktif Kekuatan nadi (5) tekanan darah
Kegagalan mekanisme regulasi Turgor kulit (5) mneurun, tekanan nadi
Peningkatan permeabilitas Output urine (5) menyempit, turgor kulit
kapiler Pengsisian vena (5) menurun, membrane
Kekurangan intake cairan Frekuensi nadi (5) mukosa kering, volume
5. Evaluasi
a. Evaluasi Formatif : Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan
Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Gloria M. Bulechek dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), Jakarta.
ELSEVIER
Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) ” Patofisiologi Luka Bakar”, Jakarta: EGC.
NANDA International. 2015-2017. Diagnosa Keperawatan 2015-2017. Jakarta. EGC
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat P P NI:
Jakarta Selatan.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.
Denpasar, 2020
Mengetahui,
Pembimbing / CT Mahasiswa