Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN COMBUSTIO (LUKA BAKAR)

OLEH:

NI KOMANG AYU CANDRA MONIKA

NIM. P07120320062

KELAS B/ PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN COMBUSTIO (LUKA BAKAR)

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air (cairan) panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
Luka bakar adalah bentuk cedera pada kulit akibat trauma oleh panas, listrik, zat
kimia atau zat radioaktif.
Cedera inhalasi adalah kejadian yang sering menyertai luka bakar, yang sering
mengakibatkan angka kematian yang tinggi (50-60%).
Cedera inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban
kebakaran. Diperkirakan separuh dari kematian ini seharusnya bisa dicegah dengan
alat pendeteksi asap. Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori:
cedera saluran napas atas; cedera inhalasi di bawah glotis, yang mencakup keracunan
karbon monoksida; dan defek restriktif. Cedera saluran napas atas terjadi akibat panas
langsung atau edema. Keadaan ini bermanifestasi sebagai obstruksi-mekanis saluran
napas atas yang mencakup faring dan laring. Karena vaporisasi yang cepat dalam
traktus pulmonalis akan menimbulkan efek pendinginan, cedera panas langsung
biasanya tidak terjadi di bawah tingkat bronkus. Cedera saluran napas atas diatasi
dengan intubasi nasotrakeal atau endotrakeal yang dini.
Cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran
yang tidak sempurna atau gas berbahaya. Produk ini mencakup gas karbon
monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa-senyawa aldehid, sianida,
amonia, klorin, fosgen, benzena dan halogen. Cedera langsung terjadi akibat iritasi
kimia jaringan paru pada tingkat alveoli. Cedera inhalasi di bawah glotis
menyebabkan hilangnya fungsi silia, hipersekresi, edema mukosa yang berat, dan
kemungkinan pula bronkospasme. Zat aktif permukaan (surfaktan) paru menurun
sehingga timbul atelektasis (kolapsnya paru). Ekspektorasi partikel-partikel karbon
dalam sputum merupakan tanda utama cedera inhalasi ini.
Dalam menentukan dalamnya luka bakar, kita harus mempertimbangkan faktor-
faktor berikut ini:
a. Riwayat terjadinya luka bakar (bagaimana terjadinya)
b. Penyebab luka bakar, seperti nyala api atau cairan yang mendidih
c. Suhu agens yang menyebabkan luka bakar
d. Lamanya kontak dengan agens
e. Tebalnya kulit
(Brunner & Suddarth, 2002).

2. Etiologi
Penyebab luka bakar:
a. Terbakar api langsung atau tidak langsung,
b. Pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia
c. Tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
d. Radiasi
e. Ledakan bom
(Brunner & Suddarth, 2002).

3. Klasifikasi

1. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan dibagi atas:


a. Luka bakar derajat I: kerusakan pada lapisan epidermis dimana kulit tampak
kering, hiperemik berupa eritema tanpa bulae. Penyembuhan luka spontan
dalam waktu 5 – 10 hari.
b. Luka bakar derajat II: kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis yang
ditandai ada reaksi inflamasi disertai eksudasi, bulae, rasanya nyeri karena
ujung syaraf teriritasi, dasar luka berwarna merah atau pucat
Derajat II dibagi atas:
1. Derajat II dangkal (superfisial): kerusakan mengenai bagian superfisial
dari dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea,
kelenjar keringat masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu
10 – 14 hari.
2. Derajat II dalam (Deep): kerusakan mengenai hampir seluruh dermis,
organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan sebasea sebagian
besar masih utuh. Penyembuhan lebih lama yaitu 1 bulan
c. Luka bakar derajat III: Kerusakan mengenai seluruh tebal dermis, organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan sebasea mengalami
kerusakan, tidak dijumpai bulae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu, terjadi
koagulasi protein yang menyebabkan eskar dan tidak dijumpainya rasa nyeri
karena ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan.
2. Berdasarkan luas luka bakar
Luka bakar secara umum digunakan ‘rule of nine’ untuk orang dewasa yaitu luas
kepala dan leher, dada, punggung, bokong, ekstremitas atas kanan kiri, paha
kanan kiri, tungkai dan kaki kanan kiri, masing-masing 9% sisanya 1% adalah
genetalia.
4. Pathway

Bahan Kimia Api Radiasi Listrik / Petir

Luka Bakar

Pada Wajah Kerusakan Kulit

Kerusakan Mukosa
Gangguan Integritas Jaringan Traumatik Kerusakan Pertahan
Kulit Primer
Oedema Tulang
Pembentukan
Kerusakan Persepsi Oedema Pertahanan Primer
Sensori Tidak Adekuat
Obstruksi Jalan Nafas
Penurunan Ambang
Gangguan Integritas Batas Nyeri Resiko Infeksi
Sulit Nafas Kulit/Jaringan

Nyeri Akut
Pola nafas tidak efektif

Penguapan Meningkat

Pembuluh Darah
Kapiler Meningkat

Ekstravasasi Cairan
(H2 O, Elektrolit dan
Protein

Cairan Intavaskuler
Menurun

Hipovolemia Hipovolemik dan


Hemokonsentasi
5. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada luka bakar adalah:
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
a. Kedalaman luka bakar
b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar dengan warna
awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan jaringan parut terus
berlangsung dan warna berubah merah, merah tua dan sampai coklat muda dan
terasa lebih lembut
2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar serta
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat mencegah
atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bertujuan
menekan timbulnya hipertrofi scar (Brunner & Suddarth, 2002).

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap
Peningkatkan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht dan SDM dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap endotelium pembuluh darah.
b. SDP
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan
respons inflamasi terhadap cedera.
c. GDA
Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan PaCh/peningkatan
PaCO2 mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi
sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme kompen-
sasi pernapasan.
d. COHbg (karboksi hemoglobin)
Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon monoksida/cedera
inhalasi.
e. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan/kerusakan
SDM dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemia dapat terjadi bila mulai diuresis;
magnesium mungkin menurun. Natrium pada awal mungkin menurun pada
kehilangan air; hipernatremia dapat terjadi selanjutnya saat terjadi konservasi
ginjal.
f. Natrium urine random
Lebih besar dari 20 mEg/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan; kurang
dari 10 mEq/L menduga ketidakadekuatan resusitasi cairan.
g. Alkalin fosfat
Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan
pompa natrium.
h. Glukosa serum
Peninggian menunjukkan respons stres.
i. Albumin serum
Rasio albumin atau globulin mungkin terbalik sehubungan dengan kehilangan
protein pada edema cairan.
j. BUN atau kreatinin
Peninggian menunjukkan penurunan perfusi/fungsi ginjal; namun kreatinin dapat
meningkat karena cedera jaringan.
k. Urine
Adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein (khususnya terlihat pada luka bakar listrik serius). Warna hitam,
kemerahan pada urine sehubungan dengan mioglobin. Kultur luka: mungkin
diambil untuk data dasar dan diulang secara periodik.
l. Foto rontgen dada
Dapat tampak normal pada pascaluka bakar dini meskipun dengan cedera inhalasi;
namun cedera inhalasi yang sesungguhnya akan ada saat progresif tanpa foto dada
(SDPD).
m. Bronkoskopi serat optic
Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi; hasil dapat meliputi edema,
perdarahan, dan/atau tukak pada saluran pernapasan alas.
n. Loop aliran volume
Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek/luasnya cedera inhalasi.
o. Scan paru
Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
p. EKG
Tanda iskemia miokardial/disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
q. Fotografi luka bakar
Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya (Doenges, 2000).

7. Penatalaksanaan
a. Perawatan di Tempat Kejadian
Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi seorang korban
luka bakar adalah mencegah agar orang yang menyelamatkan tidak turut
mengalami luka bakar. Langkah kerja:
1) Mematikan api
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan
oksigen bagi api yang menyala. Korban dapat mengusahakan dengan cepat
menjatuhkan diri dan berguling dan mencegah meluasnya bagian pakaian yang
terbakar. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri missal
dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin
atau melepaskan baju yang tersiram air panas. Jika sumber luka bakarnya
adalah arus listrik, sumber listrik harus dipadamkan.
2) Mendinginkan luka bakar
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung
terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat
dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan
suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu merendam bagian yang
terbakar selama lima belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk
menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
Dengan demikian luka yang sebenarnya menuju derajat II dapat dihentikan
pada derajat I atau luka yang menjadi derajat III dihentikan pada tingkat I atau
II. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang
dingin sekurang-kurangnya 15 menit.
3) Melepaskan benda penghalang
Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat dibiarkan, pakaian
lain dan semua barang perhiasan harus segera dilepaskan untuk melakukan
penilaian serta mencegah terjadinya kontriksi sekunder akibat edema yang
timbul dengan cepat.
4) Menutup luka bakar
Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkevil kemungkinan
kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan mencegah aliran udara agar
tidak mengenai permukaan kulit yang terbakar.

b. Mengirigasi Luka bakar kimia


Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas dengan air
mengalir. Jika mengenai mata harus segera dicuci dengan air bersih yang sejuk.
ABC pada semua perawatan luka bakar selama periode awal pasca-luka bakar,
yaitu:
a. Airway (saluran napas)
b. Breathing (pernapasan)
c. Circulation/sirkulasi darah (dan Cervical spine immobilization/fiksasi vertebra
cervikalis jika diperlukan).
Airway dan breathing terapi harus segera dilakukan. Jika oksigen dengan
konsentrasi yang tinggi itu tidak dapat disediakan dalam kondisi emerjensi,
pemberian oksigen lewat masker atau kanula hidung merupakan tindakan pertama
yang harus dikerjakan. Apabila tersedia petugas serta peralatan yang memenuhi
syarat dan bilamana korbannya menderita gangguan pernapasan yang berat atau
edema saluran napas, penolong dapat memasang pipa endotrakeal dan memulai
ventilasi manual.
Sistem sirkulasi harus pula dinilai dengan segera. Denyut apikal dan tekanan
darah dimonitor dengan sering. Takikardia (frekuensi jantung yang abnormal
cepat) dan hipotensi ringan diperkirakan terjadi pada pasien yang tidak ditangani
segera sesudah terjadinya luka bakar. Pada saat yang sama, survei sekunder dari
kepala hingga ujung jari kaki pasien untuk menemukan cedera lainnya yang
berpotensi menimbulkan kematian harus dilaksanakan.
Pencegahan syok pada pasien luka bakar yang luas akan memperbaiki
prognosis secara mengesankan. Karena itu, pemberian infus cairan dan elektrolit
harus segera dimulai.

c. Penatalaksanaan Medis
Prioritas pertama dalam ruang darurat tetap ABC (airway, breathing dan
circulation). Untuk cedera paru yang ringan, udara pernapasan dilembabkan dari
pasien didorong supaya batuk sehingga sekret saluran napas bisa dikeluarkan
dengan pengisapan. Untuk situasi yang lebih parah diperlukan pengeluaran sekret
dengan pengisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik.
Jika terjadi edema pada jalan napas, intubasi endotrakeal mungkin merupakan
indikasi. Continuous positive airway pressure dan ventilasi mekanis mungkin pula
diperlukan untuk menghasilkan oksigenasi yang adekuat.
Sesudah tercapai status respirasi dan sirkulasi yang adekuat, perhatian
harus diberikan kepada luka bakarnya sendiri. Semua pakaian dan perhiasan yang
dikenakan pasien dilepas. Pembilasan luka bakar kimia dengan air diteruskan.
Kateter urin indwelling dipasang untuk memungkinkan pemantauan
haluaran urin dan faal ginjal yang lebih akurat. Nilai-nilai dasar untuk tinggi dan
berat badan, gas darah arteri, hematokrit, elektrolit, golongan darah serta hasil
pencocokan-silang (cross-matching), urinalisis, dan foto rontgen toraks harus
didapat. Jika pasien menderita luka bakar listrik, pemeriksaan elektiokardiogram
dasar harus dilakukan. Karena luka bakar merupakan luka yang terkontaminasi,
tindakan profilaksis tetanus perlu dilakukan jika status imunisasi pasien tidak
jelas.
Meskipun fokus utama perawatan selama fase darurat berupa stabilisasi
fisik, perawat harus memperhatikan pula kebutuhan psikologis pasien dan
keluarganya.
d. Pemindahan ke Unit Luka Bakar
Dalam dan luasnya luka bakar perlu dipertimbangkan dalam menentukan
apakah pasien harus dipindahkan ke unit atau rumah sakit khusus luka bakar. Jika
pasien akan dipindahkan ke unit atau rumah sakit khusus luka bakar, tindakan
berikut ini harus dilakukan sebelum pemindahan pasien: selang infus harus
terpasang dengan kecepatan tetesan yang diperlukan untuk menghasilkan haluaran
urin sedikitnya 30 ml per jam; saluran napas yang paten (lapang) dipastikan; terapi
yang adekuat untuk meredakan nyeri dilakukan; dari sirkulasi perifer yang
memadai dihasilkan pada setiap ekstremitas yang terbatas. Luka ditutup dengan
balutan steril yang kering, dan kenyamanan serta kehangatan tubuh pasien harus
dijaga. Penilaian serta penanganan pasien dicatat, dan informasi ini harus
disampaikan kepada petugas unit luka bakar.

e. Penatalaksanaan Kehilangan Cairan dan Syok


Setelah menangani kesulitan pernapasan, kebutuhan yang paling mendesak
adalah mencegah terjadinya syok ireversibel dengan menggantikan cairan dan
elektrolit yang hilang. Selang infus dan kateter urin harus sudah terpasang pada
tempatnya sebelum resusitasi cairan dimulai. Hasil pengukuran berat badan dan
tes laboratorium juga dicatat. Semua parameter ini harus dipantau dengan ketat
dalam periode segera sesudah terjadinya luka bakar (periode resusitssi).
Pedoman Rumus untuk Penggantian Cairan Pada Pasien Luka Bakar:
1. Rumus Konsensus
Larutan Ringer Laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml X kg BB
X % luas luka bakar.
Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam
selanjutnya.
2. Rumus Evans
a. Koloid: 1ml X kg BB X % luas luka bakar
b. Elektrolit (saline): 1ml X kg BB X % luas luka bakar
c. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16
jam selanjutnya.
Hari 2: Separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari
sebelumnya, seluruh penggantian cairan insensible.
Maksimum 10.000 selama 24 jam. Luka baker derajat II dan III yang
melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas
permukaan tubuh.
3. Rumus Brooke Army
a. Koloid: 0,5ml X kg BB X % luas luka bakar
b. Elektrolit (larutan ringer laktat): 1,5ml X kg BB X % luas luka bakar
c. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16
jam selanjutnya.
Hari 2: Separuh dari cairan koloid, separuh elektrolit, seluruh penggantian
cairan insensible.
Luka baker derajat II dan III yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
4. Rumus Parkland/Baxter
Larutan ringer laktat: 4ml X kg BB X luas luka baker
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam
selanjutnya.
Hari 2: Bervariasi. Ditambahkan koloid
Larutan Salin Hipertonik
Larutan pekat natrium klorida dan laktat dengan konsentrasi 250-300
mEq natrium perLiter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk
mempertahankan volume keluaran urin yang diinginkan. Jangan meningkatkan
kecepatan infuse selama 8 jam pertama pasca luka baker. Kadar natrium serum
harus dipantau dengan ketat. Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan
osmolalitas untuk mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.
5. Obat-obatan
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi.
Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap
pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan
dan uji kepekaan kuman. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak stres
dan antipiretik diberikan bila suhu tinggi.
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak
2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan
diberikan melalui pipa lambung atau ditambah parenteral.
Penderita yang mulai stabil keadaannya perlu fisioterapai untuk
memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi.
Penderita luka baker harus dipantau terus-menerus, keberhasilan
pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurang-kurangnya
1ml/kgBB/jam. Yang penting juga apakah sirkulasi normal/tidak.

f. Debridemen
Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini
memiliki dua tujuan:
a. Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda
asing, sehingga pasien dilindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri
b. Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam persiapan
bagi graft dan kesembuhan luka
Sesudah terjadi luka bakar derajat-dua dan tiga, bakteri yang terdapat pada
antarmuka jaringan yang terbakar dan jaringan viabel yang ada di bawahnya
secara bersng-sur-angsur. akan mencairkan serabut-serabut kolagen yang
menahan eskar pada tempatnya selama minggu pertama atau kedua pasca-luka
bakar.
Macam-macam debridemen:
a. Debridemen Alami. Pada peristiwa debridemen alami, jaringan mati akan
memisahkan diri secara spontan dari jaringan viabel yang ada di bawahnya.
Namun, pemakaian preparat topikal antibakteri cenderung memperlambat
proses pemisahan eskar yang alami ini.
b. Debridemen Mekanis. Debridemen mekanis meliputi penggunaan gunting
bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat eskar.
c. Debridemen Bedah. Debridemen bedah merupakan tindakan operasi dengan
melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai fasia (eksisi tangensiai)
atau dengan mengupas lapisan kulit yang terbakar secara bertahap hingga
mengenai jaringan yang masih viabel dan berdarah.

g. Graft
Jika lukanya dalam (full-thickness) atau sangat luas, reepitelialisasi spontan
tidak mungkin terjadi. Karena itu diperlukan graft (pencakokan) kulit dari pasien
sendiri (autograft). Daerah-daerah utama graft kulit mencakup daerah wajah
dengan alasan kosmetik dan psikologik; tangan dan bagian fungsional lainnya
seperti kaki; dan daerah-daerah yang meliputi persendian. Graft memungkinkan
pencapaian kemampuan fungsional yang lebih dini dan akan mengurangi
kontraktur. Kalau luka bakarnya sangat luas, daerah dada dan abdomen dapat
dicangkok terlebih dahulu untuk mengurangi luas luka bakar.
Selama proses kesembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi. Jaringan
ini akan mengisi ruangan yang ditimbulkan oleh luka, membentuk barier yang
merintangi bakteri dan berfungsi sebagai dasar (bed) untuk pertumbuhan sel
epitel.

h. Autograft
Autograft berasal dari kulit pasien sendiri. Bentuk cangkokan ini bisa berupa
split-thickness, full-thickness, pedicle flaps atau epitelium yang dikultur. Full-
thickness dan pedicle flaps lebih sering digunakan untuk pembedahan
rekonstruksi, dan dilaksanakan beberapa bulan atau tahun sesudah terjadinya
cedera pertama.
Penggunaan epitelium yang dikultur masih berada dalam tahap eksprimen
pada beberapa rumah sakit khusus luka bakar. Secara mendasar, prosedur ini
meliputi biopsi kulit pasien di daerah yang tidak terbakar. Kemudian keratinosit
diisolasi dan sel-sel epitel dikultur dalam laboratorium. Sampel sel epitel yang
asli dapat mengadakan multiplikasi hingga ukurannya mencapai 10.000 kali
ukuran sampel semula dalam tempo 30 hari. Sel-sel ini kemudian ditempelkan
pada luka bakar. Prosedur ini telah dilaporkan dengan berbagai derajat
keberhasilan tetapi hasil-hasil tersebut cukup menggembirakan (Wong &
Munster, 1993).

i. Kelainan pada Penyembuhan Luka


Kelainan-penyembuhan luka pada pasien luka bakar terjadi akibat proses
penyembuhan yang secara abnormal berlebihan atau akibat pembentukan jaringan
baru yang tidak memadai Pembentukan parut yang hipertrofik dan keloid terjadi
akibat kesembuhan yang abnormal dan berlebihan.
1) Parut.
Parut (sikatriks) yang hipertrofik dan kontraktur luka lebih besar
kemungkinannya untuk terjadi jika luka bakar yang primer melampaui tingkat
lapisan dermis yang dalam. Kesembuhan luka bakar yang dalam ini terjadi
akibat penggantian integumen yang normal dengan jaringan yang secara
metabolik sangat aktif sehingga kurang mengandung arsitektur kulit yang
normal. Dalam lapisan kolagen di bawah epilelium terdapat banyak sel
fibroblast yang mengalami proliferasi secara bertahap. Sel-sel miofibroblast
yang memiliki kemampuan untuk berkontraksi juga terdapat dalam luka yang
immatur. Ketika unsur-unstir ini berkontraksi, serabut kolagen yang
normalnya terletak dalam berkas yang datar cenderung untuk membentuk
corak yang bergelombang. Akhirnya berkas kolagen tersebut menghasilkan
penampakan super-koil dan terbentuk nodul-nodul kolagen. Jaringan parut
berwarna sangat merah (karena sifat hipervaskularitas-nya), menonjol dan
keras. Penanganan parut terutama dilaksanakan dalam fase rehabilitasi sesudah
luka bakarnya menutup. Parut yang hipertrofik dapat menyebabkan kontraktur
yang hebat pada persendian yang terkena. Namun demikian, parut ini hanya
terbatas pada daerah luka bakar dan secara berangsur-angsur akan mengalami
regresi dengan berlalunya waktu.
2) Keloid
Pada sebagian pasien yang lain, massa jaringan parut yang besar dan
bertumpuk akan terjadi dan dapat meluas sampai di luar permukaan luka.
Massa ini dinamakan koloid. Keloid cenderung ditemukan pada orang yang
kulitnya berpigmen (berwarna gelap), tumbuh di luar tepi luka dan lebih besar
kemungkinannya untuk timbul kembali sesudah dilakukan eksisi.
3) Kegagalan untuk Sembuh
Kegagalan luka untuk sembuh dapat disebabkan oleh banyak faktor yang
mencakup infeksi dan nutrisi yang tidak adekuat. Kadar albumin serum di
bawah 2 gm/dl biasanya menjadi salah satu faktor yang mengganggu
kesembuhan pada pasien luka bakar.
4) Kontraktur
Kontraktur merupakan masalah lain yang dikhawatirkan terjadi ketika luka
bakarnya sembuh. Jaringan tubuh yang terbakar akan memendek karena gaya
yang ditimbulkan oleh sel-sel fibroblast dan fleksi otot dalam proses
kesembuhan luka yang alami. Gaya lawan yang ditimbulkan oleh bidai, traksi
dan pengaturan posisi serta latihan gerak yang bertujuan harus digunakan
untuk melawan deformitas pada luka bakar yang mengenai persendian.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Ke perawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi: nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal MRS, diagnosa medis, no. Register.
2) Keluhan utama
Biasanya pada luka bakar akan mengalami peningkatan panas dalam tubuh dan
disertai nyeri pada daerah yang terbakar.
3) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit luka bakar biasanya terjadinya karena kontak dengan suhu
tinggi, seperti: api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.
4) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan antara lain apakah klien pernah mengalami penyakit ini (luka
bakar) atau pernah punya penyakit yang menular / menurun sebelumnya.
5) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Perlu ditanyakan kebiasaan klien, apakah klien suka oleh raga, merokok,
penggunaan alkohol /penggunaan tembakau.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu ditanyakan apakah mengalami gangguan penurunan nafsu makan
pada klien dengan combustio dibuatkan diit TKTP.
c) Pola eliminasi
Terjadi gangguan eliminasi, jika luka bakar mengenai daerah genetalia.
d) Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan
oleh nyeri, misalnya nyeri yang hebat pada otot dan tulang.
e) Pola aktivitas dan latihan
Aktifitas dan latihan mengalami perubahan atau gangguan akibat dari
penyakitnya, sehingga kebutuhan klien perlu di bantu baik oleh perawat
atau keluarga.
f) Pola persepsi dan konsep diri
Pada klien dengan penyakit luka bakar biasanya mengalami gangguan
persepsi atau konsep diri.
g) Pola sensori dan kognotif
Perlu ditanyakan seberapa berat klien merasa nyeri.
h) Pola reproduksi seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan mengalami
pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga maka tidak akan
mengalami gangguan dalam reproduksi seksual.
i) Pola hubungan dan peran
Perlu ditanyakan bagaimana hubungan klien dengan orang lain, interaksi
klien dengan orang lain.
j) Pola penanggulangan stress
Perlu ditanyakan apa yang membuat klien menjadi stress dan bagaimana
cara menanggulanginya.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Perlu ditanyakan apakah klien masih menjalankan ibadah seperti biasanya.
6) Pemeriksaan penunjang
- Radiologi.
- Pemeriksaan laboraturium.
(Martynn E. Doenges, 2001)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipovolemia berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke dalam
rongga intestinal.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit (luka bakar)
c. Nyeri Akut berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan, pembentukan edema.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1 Hipovolemia (D.0023) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia
Definisi: keperawatan selama Observasi:
Penurunan volume cairan …...x…... menit diharapkan  Periksan tanda dan
instravaskular, interstisial, dan/atau Hipovolemia Membaik gejala hipovolemias
intraseslukler. dengan kriteria hasil: (mis. Nadi meningkat,
Penyebab: Status Cairan: nadi teraba lemah,
 Kehilangan cairan aktif  Kekuatan nadi (5) tekanan darah
 Kegagalan mekanisme regulasi  Turgor kulit (5) mneurun, tekanan nadi
 Peningkatan permeabilitas  Output urine (5) menyempit, turgor kulit
kapiler  Pengsisian vena (5) menurun, membrane
 Kekurangan intake cairan  Frekuensi nadi (5) mukosa kering, volume

 Evaporasi  Tekanan darah (5) urine menurun,

Gejala dan Tanda Mayor:  Tekanan nadi (5) hematokrit meningkat,

Subjektif  Membrane mukosa (5) haus, lemah)

-  Jugular Venous  Monitor intake dan

Objektif: Pressure (JVP) (5) output cairan

 Frekuensi nadi meningkat Integritas Kulit dan Terapeutik


 Nadi teraba lemah Jaringan:  Hitung kebutuhan

 Tekanan darah menurun  Elastisitas (5) cairan

 Tekanan nadi menyempit  Berikan posisi modified


 Hidrasi (5)
Trendelenburg
 Turgor kulit menurun  Perfusi jaringan (5)
 Berikan asuoan cairan
 Membrane mukosa kering  Kerusakan jaringan (5)
oral
 Volume urine menurun  Kerusakan lapisan kulit
Edukasi
 Hematokrit meningkat (5)
 Anjurkan
Gejala dan Tanda Minor
memperbanyak asupan
Subjektif;
cairan oral
 Merasa lemah
 Anjurkan menghindari
 Mengeluh haus
Objektif: perubahan posisi
 Pengisian vena menurun mendadak
 Status mental berubah Kolaborasi
 Suhu tubuh meningkat  Kolaborasi pemberian
 Konsentrasi urine meningkat cairan IV isotonis (mis.

 Berat badan turun tiba-tiba NaCl, RL)

Kondisi Klinis Terkait:  Kolaborasi pemberian


 Penyakit Addison cairan IV hipotonis

 Trauma atau perdarahan (mis. Glukosa 2,5%,

 Luka bakar NaCl 0,4%)

 AIDS  Kolaborasi pemberian

 Penyakit Crohn cairan koloid (mis.

 Muntah Albumin, Plasmanate)

 Diare  Kolaborasi pemberian


produk darah.
 Colitis ulseratif
 Hipoalbuminemia Manajemen Syok
Hipovolemik
Observasi
 Monitor status
kardiopulmonal
(frekuensi dan tekanan
nadi, frekuensi napas,
TD, MAP)
 Monitor status
oksigenasi (oksimetri
nadi, AGD)
 Monitor status cairan
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
Terapeutik
 Pertahankan jalan
napas paten
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan
satirasi oksigen >94%
 Perispaan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
 Berikan posisi syok
(modified
Trendelenberg)
 Pasang jalur IV
 Pasang katetr urine
untuk menilai produksi
urine
 Pasang selang
nasogastric untuk
dekompresi lambung,
jika perlu
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
epinefrin
 Kolaborasi pemberian
dipenhidramin, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika
perlu
 Kolaborasi
krikotiroidotomi, jika
perlu
 Kolaborasi intubasi
endotracheal, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
resusitasi cairan, jika
perlu
2 Gangguan Integritas Kulit/ Setelah diberikan asuhan Perawatan Integritas
Jaringan (D.0129) keperawatan selama …….. Kulit (L.11353)
Definisi : x ...... jam diharapkan Observasi
Integritas Kulit dan
Kerusakan kulit (dermis dan/atau  Identifikasi penyebab
Jaringan meningkat
epidermis) atau jaringan gangguan integritas
dengan kriteria hasil:
(membrane mukosa, kornea, fasia, kulit (mis. perubahan
 Elastisitas meningkat
otot, tendon, tulang, kartilago, sirkualsi, perubahan
(5)
kapsul sendi dan/atau ligament). status nutrisi,
 Hidrasi meningkat (5)
penurunan
 Perfusi jaringan
Penyebab kelembaban, suhu
meningkat (5)
 Perubahan sirkualsi lingkunagn ekstrim,
 Kerusakan jaringan
 Perubahan status nutrisi ( penurunan mobilitas)
menurun (5)
kelebihan atau kekurangan) Terapeutik
 Kerusakan lapisan
 Kekurangan / kelebihan  Ubah posisi tiap 2
kulit menurun (5)
volume cairan jam jika tirah baring
 Nyeri menurun (5)
 Penurunan mobilitas  Lakukan pemijatan
 Perdarahan menurun
 Bahan kimia iriatif pada area penonjolan
(5)
 Suhu lungkungan yang tulang, jika perlu
 Kemerahan menurun
ekstrim  Bersihkan perineal
(5)
 Factor mekanis dengan air hangat,
 Hematoma menurun terutama selama
Misalnya tonjolan tulang,
(5) periode diare
gesekan) atau faktor
 Pigmentasi abnormal  Gunakan produk
elektris (mis.
menurun (5) berbahan petroleum
elektrodiatermi, energy
 Jaringan parut atau minyak pada
listrik bertegangan tinggi)
menurun (5)
 Efek samping terapi radia kulit kering
 Nekrosis menurun (5)  Gunakan
 Kelembaban produk
 Abrasi kornea
 Proses penuaan berhbahan ringan/
menurun (5) alami dan hipoalergik
 Neuropati
 Suhu kulit membaik pada kulit sensitive
 Kurang terpapar informasi
(5)  Hindari produk
tentang upaya
 Sensai membaik (5) berbahan dasar
mempertahankan/
 Tekstur membaik (5) alkohol pada kulit
melindungi integritas kulit
Gejala Tanda dan Mayor  Pertembuhan rambut kering anjurkan
Subjektif : membaik (5) menggunakan
(Tidak tersedia) pelembab (mis.lotion,
Objektif : serum)
 Kerusakan integritas Edukasi
jaringan dan atau lapisan  Anjurkan minum air
kulit yang cukup
 Anjurkan
Gejala Tanda dan Minor menggunakan
Subjektif : pelembab (mis.
(Tidak tersedia) lotion, serum)
Objektif  Anjurkan
 Nyeri meningkatkan asupan
 Perdarahan nutrisi
 Kemerahan
 Hematoma  Anjurkan
Kondisi Klinis Terkait meningkatkan asupan
 Imobilisasi buah dan sayur
 Gagal jantung kongestif  Anjurkan
 Gagal ginjal menghindari terpapar
 Diabetes mellitus suhu ekstrim
 Imunodefisiensi (mis.  Anjurkan
AIDS) mengguanakn SFP
minimal 30 saat
berada di luar ruangan
 Anjurkan mandi dan
mengguanakan sabun
secukupnya
Perawatan Luka
(L.14564)
Observasi
 Monitor karakteristik
luka (mis. drainase,
warna, ukuran,bau)
 Monitor tanda-tanda
infeksi
Terapeutik
 Lepaskan balutan dan
plester secara
perlahan
 Cukur rambut di
sekitar daerah luka,
jika perlu
 Bersihkan dengan
cairan NaCl atau
pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan
nekrotik
 Berikan salep sesuai
jenis luka prtahankan
teknik steril saat
melakukan perawatan
luka
 Ganti balutan sesuai
eksudat dan drainase
 Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi
pasien
 Berikan diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen
vitamin dan mineral
(mis. vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam
amino), sesuai
indikasi
 Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transkytancus), jika
perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Anjurkan
mengonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
 Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement (mis.
enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik),
jika perlu
 Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
3 Nyeri Akut (D. 0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
Definisi: keperawatan selama .... x .... Observasi
Pengalaman sensorik atau jam diharapkan Nyeri  Identifikasi lokasi,
emosional yang berkaitan dengan Berkurang dengan kriteria karakteristik, durasi,
kerusakan jarigan actual atau hasil : frekuensi, kualitas ,
fungsional, dengan onset mendadak Tingkat nyeri : intensitas nyeri
atau lambat dan berintensitas  Keluhan nyeri  Identifikasi skala nyeri
ringan hingga berat yang menurun (5)  Identifikasi respons
berlangsung kurang dari 3 bulan.  Meringis menurun nyeri non verbal
(5)  Identifikasi faktor
Penyebab:  Sikap protektif yang memperberat
 Agen pencedera fisiologis menurun (5) nyeri dan
(mis. Inflamai,iskemia,  Gelisah menurun (5) memperingan nyeri
neoplasma  Kesulitan tidur  Identifikasi
 Agen pencedera kimiawi menurun (5) pengetahuan dan
(mis. Terbakar, bahan kimia  Menarik diri keyakinan tentang
iritan) menurun (5) nyeri
 Agen pencedera fisik (mis.  Berfokus pada diri  Identifikasi pengaruh
Abses, amputasi, terbakar, sendiri menurun (5) budaya terhadap
terpotong, mengangkat berat,  Diaforesis menurun respon nyeri
prosedur operasi, trauma, (5)  Identifikasi pengaruh
latihan fisik berlebih)  Perasan takut nyeri pada kualitas

Gejala dan Tanda Mayor mengalami cedera hidup

Subjektif berulang menurun  Monitor keberhasilan

 Mengeluh nyeri (5) terapi komplementer

Objektif  Ketegangan otot yan sudah diberikan

 Tampak meringis menurun (5)  Monitor efek samping

 Bersikap protektif (mis.  Frekuensi nadi penggunaan analgetik

Waspada, posisi menghindari membaik (5) Terapeutik


nyeri)  Pola napas membaik  Berikan teknik

 Gelisah (5) nonfarmakologis

 Frekuensi nadi meningkat  Tekanan darah untuk mengurangi rasa

 Sulit tidur membaik (5) nyeri (mis. TENS,

Gejala dan Tanda Minor  Nafsu makan hypnosis, akupresur,

Subjektif membaik (5) terapi music,

-  Pola tidur membaik biofeedback, terapi

Objektif (5) pijat, aromaterapi,

 Tekanan darah meningkat Kontrol Nyeri teknik imajinasi

 Pola napas berubah  Melaporkan nyeri terbimbing, kompres


 Nafsu makan berubah terkontrol (5) hangat/dingin, terapi
 Proses berpikir terganggu  Kemampuan bermain)
 Menarik diri mengenali onset  Kontrol lingkungan
 Berfokus pada diri sendiri nyeri (5) yang memperberat
 Diaforesis  Kemampuan rasa nyeri (mis. Suhu
mengenali penyebab ruangan, pencahayaan,
Kondisi Klinis Terkait nyeri (5) kebisingan)
 Kondisi pembedahan  Kemampuan  Fasilitas istirahat dan
 Cedera traumatis menggunakan teknik tidur
 Infeksi non-farmakologis  Pertimbangkan jenis
 Sindrom koroner akut (5) dan sumber nyeri
 Glaukoma  Dukungan orang dalam pemilihan
terdekat (5) strategi meredakan
 Keluhan nyeri (5) nyeri
 Penggunaan Edukasi
analgesic (5)  Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Pemberian Analgesik
Observasi
 Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis. Pencetus,
pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat
alergi obat
 Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non
narkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
 Monitor tanda tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
 Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis
analgesic yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
 Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
 Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk
mengoptimalkan
respon pasien
 Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapu
dan efek samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian dosis dan
jenis analgesik,
sesuai indikasi
4 Resiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi
Definisi : beresiko mengalami keperawatan selama Observasi
peningkatan terserang organisme …x...jam diharapkan dapat Monitor tanda dan
patogenik mengatasi Resiko Infeksi gejela infeksi local dan
Faktor Resiko : dengan kriteria hasil: sitemik
 Penyakit kronis (mis. Diabetes Tingkat infeksi
militus) Kebersihan tangan Terapeutik
 Efek prosedur invasive meningkat (5)  Batasi jumlah
 Malnutrisi Kebersihan badan pengunjung

 Peningkatan paparan meningkat (5)  Berikan perawatan

organisme pathogen Nafsu makan kulit pada area edema

lingkungan meningkat (5)  Cuci tangan sebelum

 Ketidakadekuatan pertahanan Demam menurun (5) dan sesudah kontak

tubuh primer Kemerahanmenurun dengan pasien dan

 Gangguan peristaltic (5) lingkungan pasien


Nyeri menurun (5)  Pertahankan kondisi
 Kerusakan integritas kulit
 Perubahan sekresi pH Bengkak menurun (5) aseptik pada pasien
 Penurunan kerja silialis Vesikel menurun (5) beresiko tinggi

 Ketuban pecah lama Cairan berbau busuk Edukasi


 Ketuban pecah sebelum menurun (5)  Jelaskan tanda dan

waktunya Sputum berwarna gejala infeksi

 Merokok hijau menurun (5)  Ajarkan cara mencuci

 Status cairan tubuh Drainase tangan dengan benar

 Ketidakadekuatan pertahanan purulenmenurun (5)  Ajarkan etika batuk

tubuh sekunder Pluria menurun (5)  Ajarkan cara


Periode malaise memeriksa kondisi luka
 Penurunan hemoglobin
menurun (5) atau luka oprasi
 Imununosupresi
Periode menggigil  Anjurkan
 Leukopenia
menurun (5) meningkatkan asupan
 Supresi respon inflamasi
Letargi menurun (5) nutrisi
 Faksinasi tidak adekuat
Gangguan kognitif  Anjurkan
Kondisi klinis terkait :
menurun (5) meningkatkan asupan
 AIDS
Kadar sel darah putih cairan
 Luka bakar
membaik (5) Kolaborasi
 Penyakit paru obstruktif
Kultur darah membaik  Kolaborasi pemberian
kronis
(5) imunisasi, jika perlu
 Diabetes militus
Kultur urine membaik
 Tindakan infasif
(5)
 Kondisi penggunaan terapi Kultur sputum
steroid membaik (5)
 Penyalahgunaan obat Kultur area luka
 Ketuban pecah sebelum membaik (5)
waktunya (KPSW)  Kultur feses membaik
 Kanker (5)
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati
4. Implementasi Keperawaan
Dilakukan sesuai intervensi

5. Evaluasi
a. Evaluasi Formatif : Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan

b. Evaluasi Sumatif : merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis


mengenai status kesehatan klien terhadap waktu ( Poer, 2012 )
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Gloria M. Bulechek dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), Jakarta.
ELSEVIER
Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) ” Patofisiologi Luka Bakar”, Jakarta: EGC.
NANDA International. 2015-2017. Diagnosa Keperawatan 2015-2017. Jakarta. EGC
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat P P NI:
Jakarta Selatan.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.

Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit”,Jakarta : EGC.
Sudoyo Aru, dkk (2006) “Ilmu Penyakit Dalam”. Jakarta: FKUI.
Sue Moorhead dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta.
ELSEIVER
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 2020

Mengetahui,
Pembimbing / CT Mahasiswa

I Ketut Suardana, S.Kp., M.Kes Ni Komang Ayu Candra Monika


NIP. 196509131989031002 NIM. P07120320062

Anda mungkin juga menyukai