Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIABETES MELITUS

OLEH:

NI KOMANG AYU CANDRA MONIKA

NIM. P07120320062

KELAS B/ PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Diabetus Mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat, jika
setelah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit vaskular
mikroangiopati (Sylvia & Lorrain, 2006).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi akibat pankreas yang
tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketidakefektifan tubuh dalam
menggunakan insulin. Salah satu faktor risiko dari diabetes melitus adalah gaya atau
pola hidup yang tidak sehat, salah satunya pola makan. Hal inilah yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan diabetes melitus. (Muliartha & Sudhana, 2015).
Ganggren adalah kondisi serius yang muncul ketika banyak jaringan tubuh
mengalami nekrosis atau mati. Kondisi ini terjadi setelah seseorang mengalami luka,
infeksi, atau masalah kesehatan kronis yang memengaruhi sirkulasi darah.

2. Klasifikasi Diabetes Melitus


Diabetes meilitus ini sendiri diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu klasifikasi klinis
dan klasifikasi resiko statistik (Nuarif & Kusuma, 2015)
1) Klasifikasi Klinis
a) Tipe I : IDDM (Insuline-Dependent Diabetes Meilitus )
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhands akibat autoimun
b) Tipe II : NIDDM (Non-Insuline-Dependent Diabetes Meilitus)
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.
Resistansi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa dari jaringan perifer.

3. Tanda dan Gejala


Secara umum dalam tanda dan gejala Diabetes Melitus (DM) adalah : (Smeltzer, 2001)
a. Poliuria
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsia
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum
c. Polifagia
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan
dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut,
sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara
otomatis.
e. Keletihan dan kelemahan perubahan pandangan secara mendadak, Sensasi
kesemutan atau kebas ditangan dan kaki, kulit kering, lesi kult atau luka yang
lambat sembuh serta infeksi berulang
f. Awitan diabetes tipe I dapat disertai dengan penurunan berat badan mendadak,
mual, muntah, dan nyeri lambung’
g. Awitan diabetes tipe II disebabkan intoleransi glukosa yang progresif serta
berlangsung perlahan dan mengakibatkan komplikasi jangka apabila diabtes tidak
teratasi
Berdasarkan tipe Diabetes Mellitus dalam (Smeltzer, 2001)adalah:
1) Diabetes tipe I
a. Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda ( <30 tahun)
b. Biasnya bertubuh kurus pada saat didiagnosis , dengan penurunan berat badan
yang baru saja terjadi
c. Etiologi mencakup factor genetic, imunologi, dan lingkungan
d. Sering memilki antibody sel pulau Langerhans
e. Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen
f. Memerlukan insulin untyk mempertahankan kelangsungan hidup
g. Cenderung mengalami ketosis jika tidak memilki insulin
h. Komplikasi akut hiperglikemi : ketoasidosis metabolic
2) Diabetes tipe II
a. Awitan terjadi di segala usia , biasnya diats 30 tahun
b. Biasanya bertubuh gemuk atau obesitas
c. Etilogi mencakup factor obesitas, herediter dan lingkungan
d. Tidak ada antibody sel pulau Langerhans
e. Mayoritas penderita obesitas mengendalikan kadar glukosa darahnya melalui
penurunan berat badan
f. Mungkin memerlukan insulin dalam waktu pendek mencegah hiperglikemia
g. Ketosis jarang terjadi, kecuali keaadna stress
h. Komplikasi akut : Sindrome hipeosmoler nonketotic
Gejala kronik
Gejala ini biasa muncul sesudah beberapa bulan atau tahun mengidap DM Gejala antara
lain:
1) Kesemutan.
2) Kulit terasa panas atau seperti di tusuk jarum.
3) Rasa tebal di kulit.
4) Kram dan capek.
5) Mudah ngantuk.
6) Mata kabur (sering ganti kacamata)
7) Gatal disekitar kemaluan terutama wanita.
8) Para ibu hamil sering mengalami keguguran.
9) Kepekaan genetik peristiwa lingkungan (benda asing) mengawali proses pada
indifidu yang peka.
10) Respon radang pankreas yang disebut “insulitis”. Sel yang menyerbuk pulau-pulau
adalah limfosit T aktif.
11) ktifasi auto imunitas. Perubahan pada permukaan sel-sel beta, sehingga oleh sisten
imun dikenal sebagai “non-self” (asing).
12) Timbul respon imun. Antibody sitotoksit menyerang se beta (lebih dari 90%)- DM.
Stadium
1) Stadium luka
a. Anatomi kulit
a) Partial Thickness hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis
paling atas.
b) Full Thickness: hilangnya lapisan sub kutan.
c) Stadium I: kulit berwaran merah, belum tampak adanya lapisan
epidermis.
d) Stadium II: hilangnya lapisan epidermis/lecet sampai batas dermis
paling atas.
e) Stadium III: rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan
subkutan.
f) Stadium IV: rusaknya lapisan subkutan hingga otot dan tulang.
b. Warna dasar luka
a) Red/merah: (pingk/merah/ merah tua) disebut jarinagn sehat,
granulasi/epiteisasi, vaskulerisasi.
b) Yellow/kuning: (kuning muda/ kuning kehijauan / kuning tua/ kuning
kecoklatan) disebut jaringan mati yang lunak, fibrinolitik, slough,
avaskularisasi.
c) Black/hitam: jaringan nekrosis, avaskularisasi.
c. Stadium Wagner untuk luka diabetic
a) Superfisial ulcers
i. Stadium 0: tidak terdapat lesi. Kulit dalam keadaan baik, tapi dengan
bentuk tulang kaki yang menonjol/ charcot arthropathies
ii. Stadium 1: hilang lapisan kulit hingga dermis dan kadang- kadang
tampak menonjol.
b) Deep ulcers
i. Stadium II: lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon
(dengan goa).
ii. Stadium III: penetrasi dalam, osteomyelitis, pyarthsis, plantar abses
atau infeksi hingga tendon.
c) Gangren
i. Stadium III: ganggrene sebagai, menyebar hingga sebagian dari jari
kaki, kulit sekitarnya selulitis, ganggren lembab kering.

4. Patofisiologi dan Pathway


Diabetes Mellitus mengalami defisiensi insulin menyebabkan glukagon meningkat
sehingga terjadi pemecahan gula baru (Glukoneogenesis) yang menyebabkan
metabolisme lemak meningkat kemudian terjadi proses pembentukan keton
(ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan
ketonuria (keton didalam urine) dan kadar natrium menurun serta PH serum menurun
yang menyebabkan asidosis. Difisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa ole h
sel menjadi menurun sehingga kadar glukosa darah dalam plasma tinggi
(hiperglikemia). Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal maka timbul
glikosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan deuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi.
Glukosuria menyebabkan keseimbangan kalorinegatif sehingga menimbulkan rasa
lapar (polifagfi). Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi
metabolisme energi menjadi menurunsehingga tubuh menjadi lemah. Hiperglikemia
dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil (arterikecil) sehingga suplai makanan dan
oksigen ke perifer menjadi berkurang yang akan menyebabkan luka tidak sembuh-
sembuh. Karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat yang mengakibatkan
terjadinya infeksi dan terjadi ganggren atau ulkus. Gangguan pembuluh darah
menyebabkan aliran ke retina menurun sehingga suplai makanan dan oksigen
berkurang, akibatnya pandangan menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal sehingga terjadi
nefropati. Diabetes mempengaruhi saraf – saraf perifer, sistem saraf otonom dansistem
saraf pusat sehingga mengakibatkan neuropati.(Smeltzer, 2001).
Diabetes Tipe I pada tipe I ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta telah di hancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu,
glukosa yang bersal dari makanan tidak dapat di simpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia).Diabetes Tipe II Tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan skresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibatnya terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel ini, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, polluria, polidipzia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi) penyakit diabetes
membuat gangguan atau komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh
tubuh disebut angiopati diabetik.Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu
gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut mkroangiopati dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ada 3 problem utama
yang terjadi bila kekurangan atau tanpa insulin Penurunan pengguna glukosa,
Peningkatan mobilisasi lemak, Peningkatan penggunaan protein, Penurunan pengguna
glukosa (Wijaya, 2013).
Reaksi Autoimun Obesitas, Usia, Genetik

DM tipe I DM tipe II

Sel beta pancreas hancur Sel beta pancreas hancur

Difisiensi Insulin

Anabolisme protein Metabolisme Lipolisis meningkat Aterosklerois Penurunan


protein menurun pemakaian glukosa

Kerusakan pada antibodi Gliserol asam lemak


betas meningkat Hiperglikemi
Merangsang
Kekebalan tubuh hipotalamus
menurun Aterosklerois Ketogenesis Glyosuria Viskositas
darah
Perut lapar dan haus meningkat
Ketonuria
Resiko Osmotic
Neuropati
Infeksi diuresis
sensori
Polidipsi & polifagi Ketoasidosis Aliran
perifer
daah
Poliuria melambat
- Nyeri abdomen
Defisit Nutrisi - Mual muntah
Klien merasa
tidak sakit - Hiperventilasi Iskemic
Dehidrasi
saat luka - Nafas bau keton
jaringan
- koma
Hipovole
Mikro vaskuler mia
Ketidaks
Makro vaskuler tabilan
Retina Kadar
Glukosa
Jantung Serebral Darah
Retina diabetik

Miocard Penyumbat
Gangguan penglihatan
infark an pada Stroke
otak
Resiko Cedera
Nyeri Akut

Nekrosis luka

Gangren

Gangguan Integritas
Kulit/Jaringan
5. Pemeriksaan Diagnostik
Mansjoer, 1999 mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang sangat penting
dilakukan pada penderita DM untuk menegakkan diagnose kelompok resiko DM yaitu
kelompok usia dewasa tua (lebih dari 40 tahun), obesitas, hipertensi, riwayat keluarga
DM riwayat kehamilan dengan bayi lebih dari 4000 gram, riwayat DM selama
kehamilan. Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan gula darah sewaktu kemudian
dapat diikuti dengan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Untuk kelompok resiko
yang hasil pemeriksaan nya negatif, perlu pemeriksaan ulang setiap tahunnya.
Pada pemeriksaan dengan DM dipemeriksaan akan didapatkan hasilgula darah
puasa >140 mg/dl pada dua kali pemeriksaan. Dan gula darah postprandial
>200mg/dl.Selain itu juga dapat juga dilakukan pemeriksaan antara lain:
1) Aseton plasma (keton) > positif secara mencolok
2) Asam lemak bebas:kadar lipid dan kolesterol meningkat
3) Elektrolit :natrium naik ,turun kalium naik, turun, fosfor turun
4) Gas Darah Arteri :menunjukkan PH menurun dan HCO3 menurun(Asidosis
Metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
5) Urine: Gula dan aseton positif (berat jenis dan osmolaritas meningkat.
6) Kultur dan Sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemihinfeks i
saluran pernafasan, dan infeksi pada luka
7) Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140 mg/dl
paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik
hiperglikemia atau IGT 115- 140 mg/dl.
8) Gula darah 2 jam post prondial < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan
evaluasi pengobatan bukan diagnostik.
9) Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
10) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam 1 jam ½ jam <200
mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
11) Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan
kontraindikasi atau terdapat kelainan gatrointestinal yang mempengaruhi absorbsi
glukosa.
12) Tes toleransi kortisen glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna.
Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan
penggunan gula darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM kadar
glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
13) Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan.
14) C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
15) Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat digunakan
dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian Diabetes.

6. Penatalaksanaan Medis
Strategi pengelolaan penderita neuropati diabetik dibagi 3 bagian :
1) Diagnosis neuropati diabetik sedini mungkin
2) Kontrol gula darah dan perawatan kaki / foot care sebaik-baiknya
3) Kontrol gula darah.
Studi dari The Diabetes Control Complications Trial (DCCT) menunjukkan bahwa
pengendalian gula darah ketat dapat menurunkan resiko terjadinya neuropati
diabetes hingga 60%. The American Association of Clinical Endocrinologists
merekomendasikan nilai gula darah post prandial (setelah makan) kurang dari 180
mg/dL dan nilai A1C <6,5 pada penyandang DM tipe 1 dan tipe 2.
Perawatan kaki / foot care. Jaga kebersihan kaki, hindari trauma kaki, gunakan alas
kaki yang aman dan nyaman, rutin memeriksa sendiri kaki setiap hari sehingga
dapat segera diketahui bila terdapat luka.
4) Pengendalian keluhan akibat neuropati diabetik setelah strategi kedua dikerjakan
Pengobatan simtomatik (sesuai gejala/keluhan), oleh dokter yang merawat.
Penatalaksanaanya secara medis yaitu:
1) Obat Hipoglikemik Oral
a) Golongaan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan dengan obat
golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfaglukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel-
sel beta pankreas, karena itumenjadi pilihan utama para penderita DM tipe 2
dengan berat badanberlebihan
b) Golongan Biguanad /metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
pengambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer)dianjurkan sebagai obat
tinggal pada pasien kelebihan berat badan.
2) Insulin
a) Indikasi insulin
Pada DM tipe 1 yang Human Monocommponent Insulin (40 UI dan100 UI/ml
injeksi) yang beredar adalah actrapidInjeksi insulin dapat diberikan kepada
penderita DM tipe11 yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak
berhasil denganpenggunaan obat-obatan anti DM dengan dosis maksimal atau
mengalami kontra indikasi dengan obat-obatan tersebut. Bila mengalami
ketoasidosis, hiperosmolar asidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik,
pasien operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM yang tidak dapat dikontrol
dengan pengendalian diet.
b) Jenis insulin
a. Insulin kerja cepatjenisnya adalah reguler insulin, cristalin zink, dan
semilente
b. Insulin kerja sedang, Jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat, Jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
Penatalaksanaan secara keperawatan yaitu:
1. Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makananwalaupun
telah mendapat penyuluhan perencanaan makanan, lebihdari 50% pasien tidak
melaksanakannya. Penderita DM sebaiknyamempertahankan menu yang seimbang
dengan komposisi Idealnya sekitar 68% karbohidrat, 20% lemak dan 12% protein.
Karena itudiet yang tepat untuk mengendalikan dan mencugah agar beratbadan
ideal dengan cara:
a) Kurangi Kalori
b) Kurangi Lemak
c) Kurangi Karbohidrat komplek
d) Hindari makanan manis
e) Perbanyak konsumsi serat
a. Tujuan Diet
Membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olah raga untuk
mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik dengan cara :
1) Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan
menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin (endogenous atau
exogenous), dengan obat penurun glukosa dan aktifitas fisik.
2) Mencapai dan mempertahankan kadar lipida normal.
3) Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan
normal.
4) Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan
insulin seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek dan jangka lama
serta masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani.
5) Meningkatkan dejarat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
b. Syarat Diet
1) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk
metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg berat badan normal, ditambah
kebutuhan untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan
atau laktasi serta ada tidaknya komplikasi . Makanan dibagi dalam tiga porsi
besar, yaitu makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi
kecil untuk makanan selingan (10-15%).
2) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total.
3) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam
bentuk < 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, 10%
dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak jenuh
tunggal. Asupan kolesterol dibatasi, yaitu < 300 mg per hari.
4) Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total , yaitu 60-
70%.
5) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan
kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu.
6) Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas. Gula alternatif adalah
bahan pemanis selain sakarosa. Misalnya, fruktosa, gula alkohol, aspartam
dan sakarin.
7) Asupan serat dianjurkan 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut air
yang terdapat di dalam sayur dan buah. Menu seimbang rata-rata memenuhi
kebutuhan serat sehari.
8) Pasien DM dengan tekanan darah normal diperbolehkan mengkonsumsi
natrium dalam bentuk garam dapur seperti orang sehat, yaitu 3000 mg/hari.
Apabila mengalami hipertensi, asupan garam harus dikurangi
9) Cukup vitamin dan mineral. (Katsilambros, Dimosthenopoulos ,
Kontogianni, Manglara, & Poulia, 2013)
2. Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuatinsulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung dan mengurangi stress .Bagi pasien DM melakukan olahraga
dengan teratur akan lebih baik tetapi jangan mmelakukan olahraga terlalu berat.
Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama ± ½ jam. Adanya kontraksi
otot akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glikosa ke dalam sel.
Penderita diabetes dengan kadar glukosa darah >250mg/dl dan menunjukkan
adanya keton dalam urine tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan
keton urine menunjukkan hasil negatif dan kadar glukosa darah mendekati normal.
Latihan dengan kadar glukosa tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth
hormon dan katekolamin. Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih
banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah. Untuk pasien yang
menggunakan insulin setelah latihan dianjurkan makan cemilan untuk mencegah
hipoglikemia dan mengurangi dosis insulinnya yang akan memuncak pada saat
latihan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang daptdiperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
b. Anamnesea
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Kaji Kemungkinan ditemukan gejala banyak minum,banyak kencing,dan
banyak makan,klien mengeluh pandangan kabur,baal atau kesemutan pada kaki
atau tangan
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji pengobatan apa yang dilakukan oleh klien., apa yang dirasakan atau
keluhan klien saat pengkajian, tanda hipoglikemia, kulit dingin, pucat, takikardi
serta adanya penurunan berat badan
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji Kemungkinan klien mengalami riwayat obesitas, aktifitas fisik yang
kurang, pola makan yang salah, pernah operasi atau infeksi pankreas,Adanya
riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji terdapat salah satu anggotakeluarga yang juga menderita DM atau penyakit
keturunanyang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal
hipertensi, jantung
6) Riwayat psikososial
Kaji meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yangdialami
pendserita sehubungan dengan penyakitnya sertatanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
c. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, tingkat kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran padaleher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebihkental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah,apakah penglihatan kabur / ganda, , lensa mata keruh.
3) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkusdan gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambutdan kuku.
4) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
5) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi
6) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atausakit saat berkemih.
8) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren diekstrimitas.
9) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah
2) Hipovolemia
3) Defisit nutrisi
4) Gangguan integritas kulit/jaringan
5) Nyeri akut
6) Risiko infeksi
7) Risiko cedera
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan

1. Ketidakstabilan Kadar Setelah dilakukan Manajemen Hiperglikemia


Glukosa Darah (D.0027) intervensi keperawatan Observasi
...x...... jam maka  Identifikasi kemungkinan
Variasi kadar glukosa darah
ketidakstabilan kadar penyebab hiperglikemia
naik/turun dari rentang normal.
glukosa darah teratasi  Identifikasi situasi yang
Penyebab : dengan kriteria hasil : menyebabkan kebutuhan
 Koordinasi insulin meningkat
Hiperglikemia
meningkat (5)  Monitor kadar glukosa
 Disfungsi pancreas  Kesadaran darah, jika perlu
 Resistensi insulin meningkatan (5)  Monitor tanda dan gejala
 Gangguan toleransi  Lelah /lesu menurun hiperglikemia
glukosa darah (5)  Monitor intake dan outpun
 Gangguan glukosa darah  Keluhan lapar cairan
puasa menurun (5)  Monitor keton urine,kadar
Hipoglikemia  Mulut kering analisa gas

 Penggunaan insulin atau menurun (5) darah,elektrolit,tekanan

obat glikemik oral  Rasa haus menurun darah ortostatik dan

 Hiperinsulinemia (mis. (5) frekuensi nadi

insulinoma)  Perilaku aneh Terapeutik


 Endokriopati (mis. menurun (5)  Berikan asupan cairan oral

kerusakan adrenal atau  Kesulitan bicara  Konsultasi dengan medis


pituitari) menurun (5) jika tanda dan gejala
 Disfungsi hati  Kadar glukosa hiperglikemia tetap ada atau
 Disfungsi ginjal kronis dalam darah memburuk
 Efek agen farmakologis membaik (5) Edukasi
 Tidakan pembedahan  Kadar glukosa  Anjurkan monitor kadar
neoplasma dalam urine glukosa darah secara
 Gangguan metabolic membaik (5) mandiri
bawaan (mis. gangguan
penyimpanan lisosomal,  Jumlah urine  Ajarkan indikasi dan
galaktosemia, gangguan membaik (5) pentingnya pengujian keton
penyimpanan glikogen) urine, jika perlu
Gejala dan Tanda Mayor :  Ajarkan mengelola diabetes
Kolaborasi
Subjektif :
 Kolaborasi pemberian
Hipoglikemia insulin, jika perlu

 Mengantuk  Kolaborasi emberian cairan

 Pusing IV, jika perlu

Hiperglikemia  Kolaborasi pemberian


kalium, jika perlu
 Lelah atau lesu
Objektif : Manajemen Hipoglikemia

Hipoglikemia Observasi
 Identifikasi tanda dan gejala
 Gangguan koordinasi
hipoglikemia
 Kadar glukosa dalam
 Identifikasi kemungkinan
darah/uin rendah
penyebab hipoglikemia
Hiperglikemia
Terapeutik
 Kadar glukosa dalam  Berikan karbohidrat
darah/urin tinggi sederhana, jika perlu
Gejala dan Tanda Minor  Berikan glukagon, jika perlu
 Berikan karbohidrat
Subjektif :
kompleks dan sesuai diet
Hipoglikemia  Pertahankan kepatenan jalan
napas
 Palpitasi
 Pertahankan akses IV, jika
 Mengeluh lapar
perlu
Hiperglikemia
Edukasi
 Mulut kering  Anjurkan monitor kadar
 Haus meningkat glukosa darah
Objektif :  Jelaskan interaksi antara
diet, insulin/agen oral, dan
Hipoglikemia
olahraga
 Gemetar  Anjurkan pearawatan
 Kesadaran menurun mandiri untuk mencegah
 Perilaku aneh hipoglikemia (mis.
 Sulit bicara mengurangi insulin/agen
 Berkeringat oral dan/atau meningkatkan
Hiperglikemia asupan makanan untuk
berolahraga
 Jumlah urin meningkat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
Kondisi Klinis Terkait :
deksrose, jika perlu
 Diabetes mellitus  Kolaborasi pemberian
 Ketoasidosis diabetic glukagon , jika perlu
 Hipoglikemia
 Hiperglikemia
 Diabetes gestasional
 Penggunaan
kortikosteroid
 Nutrisi parentera total
(TPN)
2. Hipovolemia (D.0023) Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
Definisi: tindakan keperawatan Observasi
Penurunan volume cairan selama …...x…... jam,  Periksan tanda dan gejala
instravaskular, interstisial, maka hypovolemia hipovolemias (mis. Nadi
dan/atau intraseslukler. membaik dengan kriteria meningkat, nadi teraba
hasil: lemah, tekanan darah
Penyebab mneurun, tekanan nadi
Status Cairan:
 Kehilangan cairan aktif menyempit, turgor kulit
 Kekuatan nadi (5)
 Kegagalan mekanisme menurun, membrane
 Turgor kulit (5)
regulasi mukosa kering, volume
 Output urine (5)
 Pengsisian vena (5)
 Peningkatan permeabilitas  Frekuensi nadi (5) urine menurun, hematokrit
kapiler  Tekanan darah (5) meningkat, haus, lemah)
 Kekurangan intake cairan  Tekanan nadi (5)  Monitor intake dan output
 Evaporasi  Membrane mukosa cairan
(5) Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor:  Jugular Venous  Hitung kebutuhan cairan
Subjektif Pressure (JVP) (5)  Berikan posisi modified
- Integritas Kulit dan Trendelenburg
Objektif: Jaringan:  Berikan asuoan cairan oral
 Frekuensi nadi meningkat  Elastisitas (5) Edukasi
 Nadi teraba lemah  Hidrasi (5)  Anjurnkan memperbanyak
 Tekanan darah menurun  Perfusi jaringan (5) asupan cairan oral
 Tekanan nadi menyempit  Kerusakan jaringan  Anjurkan menghindari

 Turgor kulit menurun (5) perubahan posisi mendadak

 Membrane mukosa kering  Kerusakan lapisan Kolaborasi


 Volume urine menurun kulit (5)  Kolaborasi pemberian

 Hematokrit meningkat cairan IV isotonis (mis.


NaCl, RL)

Gejala dan Tanda Minor  Kolaborasi pemberian

Subjektif; cairan IV hipotonis (mis.

 Merasa lemah Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)

 Mengeluh haus  Kolaborasi pemberian

Objektif: cairan koloid (mis.

 Pengisian vena menurun Albumin, Plasmanate)

 Status mental berubah  Kolaborasi pemberian


produk darah.
 Suhu tubuh meningkat
 Konsentrasi urine
meningkat Manajemen Syok Hipovolemik
Observasi
 Berat badan turun tiba -
 Monitor status
tiba
kardiopulmonal (frekuensi
dan tekanan nadi, frekuensi
napas, TD, MAP)
Kondisi Klinis Terkait:  Monitor status oksigena si
 Penyakit Addison (oksimetri nadi, AGD)
 Trauma atau perdarahan  Monitor status cairan
 Luka bakar (masukan dan haluaran,
 AIDS turgor kulit, CRT)
 Penyakit Crohn Terapeutik
 Muntah  Pertahankan jalan napas
 Diare paten
 Colitis ulseratif  Berikan oksigen untuk
 Hipoalbuminemia mempertahankan satirasi
oksigen >94%
 Perispaan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika perlu
 Berikan posisi syok
(modified Trendelenberg)
 Pasang jalur IV
 Pasang katetr urine untuk
menilai produksi urine
 Pasang selang nasogastric
untuk dekompresi lambung,
jika perlu
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
epinefrin
 Kolaborasi pemberian
dipenhidramin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu
 Kolaborasi
krikotiroidotomi, jika perlu
 Kolaborasi intubasi
endotracheal, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
resusitasi cairan, jika perlu
3. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Definisi intervensi keperawatan Observasi
Asupan nutrisi tidak cukup selama …..x...... jam,  Identifikasi nutrisi
untuk memenuhi kebutuhan maka status nutrisi  Identifikasi alergi dan
metabolisme membaik dengan kriteria intolerasni makanan
hasil:  Identifikasi makanan yang
Penyebab  Berat badan disukai
 Ketidakmampuan membaik (5)  Identifikasi kebutuhan
menelan makanan  Indeks Massa kalori dan jenis nutrient
 Ketidakmampuan Tubuh (IMT)  Identifikasi perlunya
mncerna makanan membaik (5) penggunaan selang
 Ketidakmampuan  Nafsu makan nasogastric
mengabsorbsi nutrient membaik (5)  Monitor asupan makanan
 Peningkatan kebutuhan  Bising usus  Monitor berat badan
metabolism membaik (5)  Monitor hasil pemeriksaan
 Faktor ekonomi (mis.  Membrane laboratorium
finansial tidak mukosa membaik Terapeutik
mencukupi) (5)  Lakukan oral hygiene
 Faktor psikologis (mis.  Diare menurun (5) sebelum makan, jika perlu
stress, keengganan untuk  Perasaan cepat  Fasilitasi menentukan
makan) kenyang menurun pedoman diet
(5)  Sajkan makanan secara
Gejala dan Tanda Mayor  Porsi makanan menarik dan suhu yang
Subjektif yang dihabiskan sesuai
(Tidak tersedia) meningkat (5)  Berikan makanan tinggi
Objektif  Kekuatan otot serat untuk mencegah
 Berat badan menurun pengunyah konstipasi
minimal 10% di bawah meningkat (5)  Berikan makanan tinggi
rentang ideal  Kekuatan otot kalori dan tinggi protein
menelan  Berikan suplemen
meningkat (5) makanan, jika perlu
Gejala dan Tanda Minor  Hentikan pemberian makan
Subjektif melalui selang nasogastric
 Cepat kenyang setelah jika asupan oral dapat
makan ditoleransi
 Kram/nyeri abdomen Edukasi
 Nafsu makan menurun  Anjurkan posisi duduk, jika
Objektif mampu
 Bising usus hiperaktif  Ajarkan diet yang
 Otot pengunyah lemah diprogramkan
 Otot menelan lemah Kolaborasi

 Membrane mukosa pucat  Kolaborasi pemberian

 Sariawan medikasi sebelum makan

 Serum albumin turun (mis. pereda nyeri,

 Rambut rontok berlebihan antimetik), jika perlu

 Diare  Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah

Kondisi Klinis Terkait kalori dan jenis nutrient

 Stroke yang dibutuhkan

 Parkinson
 Mobius syndrome
 Cerebral palsy
 Cleft lip
 Cleft palate
 Amvotropic lateral
sclerosis
 Luka bakar
 Kanker
 Infeksi
 AIDS
 Penyakit Crohn’s
 Enterokolitis
 Fibrosis kistik
4. Gangguan Integritas Setelah diberikan Perawatan Integritas Kulit
Kulit/ Jaringan (D.0129) intervnesi keperawatan Observasi
Definisi selama …….. x ......  Identifikasi penyebab
Kerusakan kulit (dermis jam maka integritas gangguan integritas kulit
dan/atau epidermis) atau kulit dan jaringan (mis. perubahan sirkualsi,
jaringan (membrane mukosa, meningkat dengan perubahan status nutrisi,
kornea, fasia, otot, tendon, kriteria hasil: penurunan kelembaban,
tulang, kartilago, kapsul sendi  Elastisitas suhu lingkunagn ekstrim,
dan/atau ligament). meningkat (5) penurunan mobilitas)
 Hidrasi meningkat Terapeutik
Penyebab (5)  Ubah posisi tiap 2 jam jika
 Perubahan sirkualsi  Perfusi jaringan tirah baring
 Perubahan status meningkat (5)  Lakukan pemijatan pada
nutrisi (kelebihan  Kerusakan jaringan area penonjolan tulang,
atau menurun (5) jika perlu
kekurangan)  Kerusakan lapisan  Bersihkan perineal dengan
 Kekurangan / kulit menurun (5) air hangat, terutama selama
kelebihan volume  Nyeri menurun (5) periode diare
cairan  Perdarahan  Gunakan produk berbahan
 Penurunan mobilitas menurun (5) petroleum atau minyak
 Bahan kimia iriatif  Kemerahan pada kulit kering
 Suhu lungkungan yang menurun (5)  Gunakan produk
ekstrim  Hematoma berhbahan ringan/ alami
 Faktor mekanis (mis. menurun (5) dan hipoalergik pada kulit
penekanan pada  Pigmentasi sensitive
 tonjolan tulang, abnormal menurun  Hindari produk berbahan
gesekan) atau faktor (5) dasar alkohol pada kulit
elektris (mis.  Jaringan parut kering anjurkan
elektrodiatermi, menurun (5) menggunakan pelembab
energy listrik  Nekrosis menurun (mis.lotion, serum)
bertegangan tinggi) (5) Edukasi
 Efek samping terapi  Abrasi kornea  Anjurkan minum air yang
radia menurun (5) cukup
 Kelembaban  Suhu kulit  Anjurkan menggunakan
 Proses penuaan membaik (5) pelembab (mis. lotion,
 Neuropati  Sensai membaik serum)
 Kurang terpapar (5)  Anjurkan meningkatkan
informasi tentang  Tekstur membaik asupan nutrisi
upaya (5)  Anjurkan meningkatkan
mempertahankan  Pertembuhan asupan buah dan sayur
/melidungi intergitas rambut membaik  Anjurkan menghindari
kulit) (5) terpapar suhu ekstrim
 Anjurkan mengguanakn
Gejala Tanda dan Mayor SFP minimal 30 saat
Subjektif : berada di luar ruangan
(Tidak tersedia)  Anjurkan mandi dan
Objektif : mengguanakan sabun
 Kerusakan integritas secukupnya
jaringan dan/atau
lapisan kulit Perawatan Luka
Observasi
Gejala Tanda dan Minor  Monitor karakteristik luka
Subjektif : (mis. drainase, warna,
(Tidak tersedia) ukuran,bau)
Objektif  Monitor tanda-tanda
 Nyeri infeksi
 Perdarahan Terapeutik
 Kemerahan  Lepaskan balutan dan
 Hematoma plester secara perlahan
Kondisi Klinis Terkait  Cukur rambut di sekitar
 Imobilisasi daerah luka, jika perlu
 Gagal jantung  Bersihkan dengan cairan
kongestif NaCl atau pembersih
 Gagal ginjal nontoksik, sesuai
 Diabetes mellitus kebutuhan
 Imunodefisiensi (mis.
AIDS)  Bersihkan jaringan
nekrotik
 Berikan salep sesuai jenis
luka prtahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai
eksudat dan drainase
 Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
 Berikan diet dengan kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis. vitamin
A, vitamin C, Zinc, asam
amino), sesuai indikasi
 Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transkytancus), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Anjurkan mengonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
 Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement (mis.
enzimatik, biologis ,
mekanis, autolitik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

5. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


Definisi intervensi keperawatan Observasi
Pengalaman sensorik atau selama .... x .... jam  Identifikasi lokasi,
emosional yang berkaitan diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
dengan kerusakan jarigan menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas ,
actual atau fungsional, dengan hasil: intensitas nyeri
onset mendadak atau lambat  Keluhan nyeri  Identifikasi skala nyeri
dan berintensitas ringan hingga menurun (5)  Identifikasi respons nyeri
berat yang berlangsung kurang  Meringis non verbal
dari 3 bulan. menurun (5)  Identifikasi faktor yang
 Sikap protektif memperberat nyeri dan
Penyebab
menurun (5) memperingan nyeri
 Agen pencedera
 Gelisah menurun  Identifikasi pengetahuan
fisiologis (mis.
(5) dan keyakinan tentang
Inflamai,iskemia,
 Kesulitan tidur nyeri
neoplasma
menurun (5)  Identifikasi pengaruh
 Agen pencedera kimiawi
 Menarik diri budaya terhadap respon
(mis. Terbakar, bahan
menurun (5) nyeri
kimia iritan)
 Berfokus pada diri  Identifikasi pengaruh nyeri
 Agen pencedera fisik
sendiri menurun pada kualitas hidup
(mis. Abses, amputasi,
(5)  Monitor keberhasilan
terbakar, terpotong,
 Diaforesis terapi komplementer yan
mengangkat berat,
menurun (5) sudah diberikan
prosedur operasi,
trauma, latihan fisik  Perasan takut  Monitor efek samping
berlebih) mengalami cedera penggunaan analgetik
berulang menurun Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor (5)  Berikan teknik
Subjektif  Ketegangan otot nonfarmakologis untuk
 Mengeluh nyeri menurun (5) mengurangi rasa nyeri
Objektif  Frekuensi nadi (mis. TENS, hypnosis,
 Tampak meringis membaik (5) akupresur, terapi music,
 Bersikap protektif (mis.  Pola napas biofeedback, terapi pijat,
Waspada, posisi membaik (5) aromaterapi, teknik
menghindari nyeri)  Tekanan darah imajinasi terbimbing,
 Gelisah membaik (5) kompres hangat/dingin,
 Frekuensi nadi  Nafsu makan terapi bermain)
meningkat membaik (5)  Kontrol lingkungan yang
 Sulit tidur  Pola tidur memperberat rasa nyeri
membaik (5) (mis. Suhu ruangan,
Kontrol nyeri pencahayaan, kebisingan)
Gejala dan Tanda Minor
 Melaporkan nyeri  Fasilitas istirahat dan tidur
Subjektif
terkontrol (5)  Pertimbangkan jenis dan
-
 Kemampuan sumber nyeri dalam
Objektif
mengenali onset pemilihan strategi
 Tekanan darah
nyeri (5) meredakan nyeri
meningkat
 Pola napas berubah  Kemampuan Edukasi
mengenali  Jelaskan penyebab,
 Nafsu makan berubah
penyebab nyeri periode, dan pemicu
 Proses berpikir
terganggu (5)  Jelaskan strategi

 Menarik diri  Kemampuan meredakan nyeri

 Berfokus pada diri menggunakan  Anjurkan memonitor nyeri

sendiri teknik non- secara mandiri

 Diaforesis farmakologis (5)  Anjurkan menggunakan


 Dukungan orang analgetik secara tepat

Kondisi Klinis Terkait terdekat (5)

 Kondisi pembedahan  Keluhan nyeri (5)


 Cedera traumatis  Penggunaan  Ajarkan teknik
 Infeksi analgesic (5) nonfarmakologis untuk
 Sindrom koroner akut mengurangi rasa nyeri
 Glaukoma Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik
Observasi
 Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi
obat
 Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non narkotika,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapu dan
efek samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
6. Risiko infeksi Setelah dilakukan Edukasi pencegahan infeksi
Definisi intervensi keperawatan Observasi
Berisiko mengalami selama … x … jam maka □ Periksa kesiapan dan
peningkatan terserang risiko infeksi menurun kemampuan menerima
organisme patogenik. dengan kriteria hasil: informasi
Tingkat infeksi Edukasi
Faktor Risiko □ Kebersihan tangan □ Jelaskan tanda dan
□ Penyakit kronis (mis. meningkat (5) gejalan infeksi lokas atau
DM,) □ Kebersihan badan sistemik
□ Efek prosedur invasive meningkat (5) □ Informasikan
□ Malnutrisi □ Nafsu makanan pemeriksaan laboratorim
□ Peningkatan paparan meningkat (5) (mis leukosit, WBC)
organisme petogen □ Demam menurun □ Anjurkan mengikuti
lingkungan (5) tindakan pencegahan
□ Kemerahan sesuai kondisi
menurun (5)
□ Ketidakadekuatan □ Nyeri menurun (5) □ Anjurkan membatasi
pertahanan tubuh □ Bengkak menurun pengunjung
primer: (5) □ Anjurkan kecukupan
1) Gangguan peristaltic □ Periode menggigil nutrisi, cairan, dan
2) Kerusakan integritas menurun (5) istirahat
kulit □ Letargi menurun (5) □ Anjurkan kecukupan
3) Perubahan sekresi □ Kadar sel darah mobilisasi dan olahraga
Ph putih membaik (5) sesuai kebutuhan
4) Penurunan kerja □ Kultur darah □ Anjurkan latihan napas
siliaris membaik (5) dalam bentuk sesuai
5) Ketuban pecah lama □ Kultur urine kebutuhan
6) Ketuban pecah membaik (5) □ Anjurkan mengelola
sebelum waktunya Status imun antibiotic, sesuai resep
7) Merokok □ Integritas kulit □ Anjarkan cara mencuci
8) Statis cairan tubuh meningkat (5) tangan
□ Ketidakadekuatan □ Integritas mukosa
pertahan tubuh meningkat (5) Pencegahan Infeksi
sekunder: □ Imunisasi Observasi
1) Penurunan meningkat (5)  Monitor tanda dan gejala
hemoglobin □ Suhu tubuh infeksi local dan sistemik
2) Imunosupresi membaik (5) Terapeutik
3) Leukopenia □ Sel darah putih  Batasi jumlah
4) Supresi respon membaik (5) oengunjung
inflamasi  Berikan perawatan kulit
5) Vaksinasi tidak pada area edema
adekuat  Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
Kondisi Klinis Terkait pasien dan lingkungan
□ AIDS pasien
□ Luka bakar  Pertahankan Teknik
□ Penyakit paru aseptik pada pasien
obstruktif kronis berisiko tinggi
□ DM Edukasi
□ Tindakan invasif  Jelaskan tanda dan gejala
□ Kondisi penggunaan infeksi
terapi steroid  Ajarkan cara mencuci
□ Penyalahgunaan obat tangan dengan benar
□ Ketuban pecah sebelum Kolaborasi
waktunya  Kolaborasi pemberian
□ Kanker imunisasi, jika perlu
□ Gagal ginjal  Kolaborasi pemberian Vit
□ Imunosupresi K dan salep mata
□ Lympedema
□ Leukositopenia
□ Gangguan fungsi hati

7. Risiko Cedera Setelah dilakukan Pencegahan Cidera


Definisi intervensi keperawatan Observasi
Berisiko mengalami bahaya ……x….. jam diharapkan  Identifikasi area
atau kerusakan fisik yang tingkat cedera menurun lingkungan yang berpotensi
menyebabkan seseorang tidak dengan kriteria hasil: menyebabkan cedera
lagi sepenuhnya sehat atau  Kejadian cedera Terapeutik
dalam kondisi baik menurun (5)  Sediakan pencahayaan
 Frekuensi nadi yang memadai
Factor risiko membaik (5)  Sosialisasikan pasien dan
Eksternal  Frekuensi nafas keluarga dengan
 Terpapar pathogen membaik (5) lingkungan ruang rawat
 Terpapar zat kimia toksik  Denyut jantung Edukasi
 Terpapar agen nosocomial apikal membaik (5)  Jelaskan alasan
 Ketidakamanan  Denyut jantung intervensi pencegahan
transportasi radialis membaik jatuh kepasien dan
Internal (5) keluarga.
 Ketidaknormalan profile Tingkat Jatuh
darah menurun
 Perubahan orientasi afektif  Jatuh dari tempat
 Perubahan sensasi tidur menurun (5)
 Disfungsi autoimun  Jatuh saat
 Disfungsi biokimia dipindahkan
 Hipoksia jaringan menurun (5)
 Kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh
 Malnutrisi
 Perubahan fungsi
psikomotor
 Perubahan fungsi kognitif

Kondisi klinis terkait


 Kejang
 Sinkop
 Vertigo
 Gangguan penglihatan
 Gangguan pendengaran
 Penyakit Parkinson
 Hipotensi
 Kelainan nervus
vestibularis
 Retardasi mental

4. Implementasi Keperawatan
Dilaksanakan sesuai intervensi.

5. Evaluasi Keperawatan
a. Evaluasi Formatif: evaluasi segera terhadap klien terhadap respon langsung pada
intervensi keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif: evaluasi rekapitulasi mengenai status kesehatan klien terhadap
waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Anisa. (2017). Gambar Kerangka Masalah Diabetes Mellitus

Ernawati. (2013). Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta:


MitraWacanaMedika.

Fauzi,Isma.(2014). Buku Pintar Deteksi Dini Gejala, dan Pengobatan Asam Urat, Diabetes
Mellitus dan Hipertensi. Jakarta: Araska.

Nurarif,Amin Huda dan Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic – Noc. Jogjakarta:Mediaction.

SDKI 2016. Standar Diagnosis Keperawatan IndonesiaDefinisi dan Indikator Diagnostik


2016.Tim Pokja SDKI DPP PPNI.

SLKI 2018. Standar Luaran Keperawatan IndonesiaDefinisi dan Kriteria Hasil Keperawatan
2018.Tim Pokja SLKI DPP PPNI.

SIKI 2018. Standar Intervensi Keperawatan IndonesiaDefinisi dan Tindakan Keperawatan


2018.Tim Pokja SIKI DPP PPNI.

Soegondo,S., Soewondo,P., Subekti,I. (2011). Penatalaksanaa Diabetes Mellitus Terpadu.


FKUI Indonesia.

Wijaya,Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2
Keperawatan Dewasa Teoridan Contoh Askep. Jogjakarta: Nuha Medika.
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 2020

Mengetahui,
Pembimbing / CT Mahasiswa

I Ketut Suardana, S.Kp., M.Kes Ni Komang Ayu Candra Monika


NIP. 196509131989031002 NIM. P07120320062

Anda mungkin juga menyukai