Anda di halaman 1dari 1

Latar budaya DUHAM (1948)

Dewan Universal Hak-hak Asasi Manusia dari sudut pandang sejarah dari budaya
eropa dan amerika bagaimana memandang dari aspek-aspek, kodrat manusia, moral,
hukum, maupun perilaku buruk. Menurut idealisme budaya Kristen yang mengatakan
bahwa manusia diciptakan Allah menurut gambar Allah, manusia menjadi dirinya sendiri
dan negara tidak sepantasnya mengatur manusia, baik buruknya manusia tidak hanya
diukur dari kepatuhan pada hukum saja melainkan sejauhmana baik dan adil menjadi tolak
ukur utama manusia sebagai manusia itu sendiri. Jika sebuah negara melakukan
pelanggaran moral, maka negara akan di cap buruk. Sudut pandang politik, kodrat manusia
ditentukan dari akal budinya. Negarapun juga tidak boleh terlalu campur tangan pada
kepentingan individu karena akan di nilai buruk, puncak dari kehidupan itu sendiri
merupakan realisasi pribadi dengan segala bakat dan minatnya terpenuhi.

Latar budaya DUHAMIS


Dewan Universal Hak-hak Asasi Manusia Islam terlahirkan oleh dewan islam eropa
pada tanggal 19 september 1981. Pada budaya Islam martabat manusia adalah UMMA
secara agama dan negara , hukum dan moral manusia diturunkan dari syariah islam yaitu
ada 7 sumber hukum ,akan tetapi jika tidak mengambil perhatian tersebut dapat dinamkan
sebagai shrik ,antara lain :
1. Al-Quran
2. Sunnah (tradisi yang berisi perkataan dan perbuatan nabi Muhhamad SAW)
3. A-Idsyma (kesepakatan ahli hukum)
4. Al-qiyas (yurisprudensi)
5. Al-istihsan (anomali atas dasar kasuistis)
6. Al-istilah ( putusan tanpa mengacu Al-Quran dan sunnah demi kepentingan publik )
7. Al-‘urf ( adat istiadat masyarakat )
Budaya Islam mengutamakan equity yang artinya tidak ada diskriminasi, terkecuali
diskriminasi berdasarkan agama, seperti budaya Islam yang menyatakan bahwa Pria Muslim
lebih tinggi kedudukannya daripada wanita Muslim.

Prioritas hak daripada kewajiban HAM


Pemahaman HAM dari pola pikir politikus atau filsuf (filsafat) membawa sebuah
kecenderungan tertentu yang berbeda, pada secara logika melakukan penalaran untuk
menarik kesimpulan bahwa perlunya menekan-kan kewajiban terlebih dahulu dari pada
HAK. Tekanan prioritas kita yang penting adalah BUKAN menekankan pada kewajiban warga
negara , melainkan terhadap HAK, seperti pertnyataan Hannah arendt , bahwa yang paling
mendasar adalah HAK untuk memiliki HAK , jadi kita harus mempunyai suatu hak untuk
sesuatu hal.

Anda mungkin juga menyukai