Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH BIOLOGI MOLEKULER

PCR ( Polimerase Chain Reaction )


 Dosen Pengampu ; Nurminha,
 
 

 
 
 
 
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 ;
1. Firli Aniroh 1813453062
2. Reza Marqoriatul A 1813453063
3. Devi Rahma Sari 1813453064
4. Rio Fadila 1813453065
5. Monicha Kusuma Dewi 1813453066
6. Shofa Abrori 1813453067
7. Faris Zamzami 1813453068
8. Hukku Diana 1813453069
9. Histi Wahyu Ningtyas 1813453070
10.Tias Idamatu Rizkia F 1813453071
11.Nadhifa Najla Thufaila 1813453072
 
 
  
 
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK PRODI DIII
TINGKAT 2 REGULER 2
POLTEKKES KEMENKES TANJUNGKARANG
TP 2018/2019
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena nikmat dan kesempatan yang
diberikannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Makalah ini berisi tugas mata kuliah Biologi Molekuler

Makalah ini terselesaikan tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Ucapan terima kasih
penulis ucapkan kepada Ibu Nurminha selaku dosen pengampu mata kuliah Biologi
Molekuler yang telah membimbing dan mengarahkan jalannya pembuatan makalah ini.

Penulis memohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari semua
pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Bandar Lampung, 06  November 2019

 Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1 Latar belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ................


3
2.1 Pengertian PCR (Polimerase Chain Reaction).................................................................3

2.2 komponen.........................................................................................................................5

2.3 Prinsip Kerja..............................................................................................................................5

2.4 Perancangan Primer .................................................................................................................7

2.5 Aplikasi teknik PCR ...............................................................................................................7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................................................11
3.2 Saran................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Genetika adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat keturunan (hereditas) serta segala
sluk beluknya selama ilmiah. Genetika disebut juga ilmu keturunan, ilmu ini mempelajari
berbagai aspek yang menyangkut pearisan sifat, bagaimana sifat keturunan ilmu itu
diturunkan dari generasi kegenerasi serta variasi-variasi yang mungkin timbul didalamnya
atau yang menyertainya. Pewarisan sifat tersebut dapat terjadi melalui proses seksual.
Genetika berusaha membawakan material pembawa informasi untuk diwariskan (bahan
genetik), bagaimana informasi tersebut di ekspresikan ekspresi genetic dan bagaimana
informasi tersebut dipindahkan dari individu satu ke individu lain.

PCR adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu
DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang
berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan
amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas
penggunaannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan PCR


2. Komponen-komponen apa saja yang dimiliki oleh PCR
3. Bagaimana prinsip kerja dari PCR
 
1.3.      Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari mempelajari materi ini yaitu dapat mengetahui kegunaan
dari PCR, komponan-komponan PCR dan proses PCR.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Pengertian PCR (Polimerase Chain Reaction)

Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (polymerase chain
reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan
(replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA
dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan
berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada
tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut.
Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif
murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. PCR (Polimerase Chain Reaction)
atau reaksi berantai polimerase adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk
mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang
menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan
tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik
ini semakin luas penggunaannya.
 

2.2.      Komponen
Selain DNA template yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase, komponen
lain yang dibutuhkan adalah:

2.2.1 Primer
Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang
menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. Jadi
jangan membayangkan kalau PCR mampu menggandakan seluruh DNA bakteri E. coli yang
panjangnya kira-kira 3 juta bp itu. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada daerah
tertentu sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa sampai 40000
bp. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA template, jadi
dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu yang kita inginkan.
2.2.2 dNTP (deoxynucleoside triphosphate)
dNTP alias building blocks sebagai ‘batu bata’ penyusun DNA yang baru. dNTP
terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP dan
dTTP.

2.2.3 Buffer
Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikanreaksi
agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase.

2.2.4 Ion Logam


Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim DNA
polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja.Ion logam monovalen,
kalsium (K+).

2.3.      Prinsip Kerja


Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 20–30 kali siklus.
Setiap siklus terdiri atas tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR dalam satu
siklus:
1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu
tinggi, 94–96 °C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi
berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama
(sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini
menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat (“patokan”) bagi primer.
Durasi tahap ini 1–2 menit.
2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA templat yang
komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 45–60 °C. Penempelan
ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan
atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 1–2 menit.
3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA
polimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada
suhu 76 °C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.
Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Akibat denaturasi dan renaturasi,
beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat
berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang
dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara ksponensial.

Pada tahap denaturasi, pasangan untai DNA templat dipisahkan satu sama lain sehingga
menjadi untai tunggal. Pada tahap selanjutnya, masing-masing untai tunggal akan ditempeli
oleh primer. Jadi, ada dua buah primer yang masing-masing menempel pada untai tunggal
DNA templat. Biasanya, kedua primer tersebut dinamakan primer maju (forward
primer) dan primer mundur(reverse primer). Setelah menempel pada untai DNA templat,
primer mengalami polimerisasi mulai dari tempat penempelannya hingga ujung 5’ DNA
templat (ingat polimerisasi DNA selalu berjalan dari ujung 5’ ke 3’ atau berarti dari ujung
3’ ke 5’ untai templatnya). Dengan demikian, pada akhir putaran reaksi pertama akan
diperoleh dua pasang untai DNA jika DNA templat awalnya berupa sepasang untai DNA.

Pasangan-pasangan untai DNA yang diperoleh pada suatu akhir putaran reaksi akan
menjadi templat pada putaran reaksi berikutnya. Begitu seterusnya hingga pada putaran yang
ke n diharapkan akan diperoleh fragmen DNA pendek sebanyak 2 n – 2n. Fragmen DNA
pendek yang dimaksudkan adalah fragmen yang ukurannya sama dengan jarak antara kedua
tempat penempelan primer. Fragmen pendek inilah yang merupakan urutan target yang
memang dikehendaki untuk digandakan (diamplifikasi).

Bisa kita bayangkan seandainya PCR dilakukan dalam 20 putaran saja, maka pada akhir
reaksi akan diperoleh fragmen urutan target sebanyak 220 – 2.20 = 1.048576 – 40 =
1.048536 ! Jumlah ini masih dengan asumsi bahwa DNA templat awalnya hanya satu untai
ganda. Padahal kenyataannya, hampir tidak mungkin DNA templat awal hanya berupa satu
untai ganda. Jika DNA templat awal terdiri atas 20 untai ganda saja, maka jumlah tadi tinggal
dikalikan 20 menjadi 20.970.720, suatu jumlah yang sangat cukup bila akan digunakan
sebagai fragmen pelacak.
 

2.4.      Perancangan Primer


Tahapan PCR yang paling menentukan adalah penempelan primer. Sepasang primer
oligonukleotida (primer maju dan primer mundur) yang akan dipolimerisasi masing-masing
harus menempel pada sekuens target, tepatnya pada kedua ujung fragmen yang akan
diamplifikasi. Untuk itu urutan basanya harus komplementer atau setidak-tidaknya memiliki
homologi cukup tinggi dengan urutan basa kedua daerah ujung fragmen yang akan
diamplifikasi itu. Padahal, kita belum mengetahui dengan pasti urutan basa sekuens target.
Oleh karena itu, diperlukan cara tertentu untuk merancang urutan basa kedua primer yang
akan digunakan.

Dasar yang digunakan adalah urutan basa yang diduga mempunyai kemiripan dengan
urutan basa sekuens target. Urutan ini adalah urutan serupa dari sejumlah spesies/strain
organisme lainnya yang telah diketahui/dipublikasikan. Sebagai contoh, untuk merancang
sepasang primer yang diharapkan dapat mengamplifikasi sebagian gen lipase pada
isolat Bacillus termofilik tertentu dapat digunakan informasi urutan basa gen lipase dari
strain-strain Pseudomonas fluorescens, P. mendocina , dan sebagainya, yang sebelumnya
telah diketahui.
Urutan-urutan basa fragmen tertentu dari berbagai strain tersebut kemudian dijajarkan
dan dicari satu daerah atau lebih yang memperlihatkan homologi tinggi antara satu strain dan
lainnya. Daerah ini dinamakan daerah lestari (conserved area). Sebagian/seluruh urutan basa
pada daerah lestari inilah yang akan menjadi urutan basa primer.
Sebenarnya, daerah lestari juga dapat ditentukan melalui penjajaran urutan asam amino pada
tingkat protein. Urutan asam amino ini kemudian diturunkan ke urutan basa DNA. Dari satu
urutan asam amino sangat mungkin akan diperoleh lebih dari satu urutan basa DNA karena
setiap asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu triplet kodon. Dengan demikian, urutan
basa primer yang disusun dapat merupakan kombinasi beberapa kemungkinan. Primer
dengan urutan basa semacam ini dinamakan primer degenerate. Selain itu, primer yang
disusun melalui penjajaran urutan basa DNA pun dapat merupakan primer degenerate karena
urutan basa pada daerah lestari di tingkat DNA pun tidak selamanya memperlihatkan
homologi sempurna (100%).
Urutan basa pasangan primer yang telah disusun kemudian dianalisis menggunakan
program komputer untuk mengetahui kemungkinan terjadinya primer-dimer akibat homologi
sendiri(self-homology) atau homologi silang (cross-homology). Selain itu, juga perlu dilihat
kemungkinan terjadinya salah tempel(mispriming), yaitu penempelan primer di luar sekuens
target. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui titik leleh (Tm) masing-masing primer dan
kandungan GC-nya. Sepasang primer yang baik harus mempunyai Tm yang relatif sama
dengan kandungan GC yang cukup tinggi.
 

2.5.      Aplikasi teknik PCR


Kary B Mullis yang telah menemukan dan mengaplikasikan PCR pada tahun 1984.
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya:

a. Isolasi Gen

Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia
saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen. Sebagaimana
kita tahu bahwa fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel
dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA kemudian
diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari sekian panjang
DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak
menyandikan protein atau disebut ‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum
diketahui dengan baik. Kembali ke pembahasan isolasi gen, para ahli seringkali
membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita harus mengekstrak
insulin langsung dari pankreas sapi atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses
yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau
babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.

Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin
dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar
bakteri dapat memproduksi insulin juga. Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang
dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih
cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus
‘mengorbankan’ sapi atau babi. Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal
dengan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita
inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan
gen tersebut.

b.      DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang
umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah
dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi
PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa
menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent.
Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak
diketahui bisa ditentukan.

c.       Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban
kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak
mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil
dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-
bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik
bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki
pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat
tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud. Konon banyak kalangan tertentu
yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang
anak jika sang orang tua merasa ragu.

d.      Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat ini,
bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa
yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini
memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena
PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A
(H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.

 
 

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (kependekan dari
istilah bahasa Inggris polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode
perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Secara
prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara dua puluh sampai tiga puluh kali
siklus. Setiap siklus terdiri atas tiga tahap yaitu Tahap peleburan (melting) atau denaturasi,
Tahap penempelan atau annealing dan Tahap pemanjangan atau elongasi. Lepas tahap ketika,
siklus diulang kembali mulai tahap satu. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas
baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas DNA yang
panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah
karena penambahan terjadi secara eksponensial.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas. 

 
DAFTAR PUSTAKA

Brown, T.A (2002) DNA in Genomes, 2nd ed.,

David, J. C, Jannet L.,Comparison of Vitek® 32 and Microlog® ML3 System for


Identification of Select Biological Warfare Agents, Armed Force Institute  of Pathology,
American Registry of Pathology, Washington, DC, 2001de Nogueira L., Bittrich, V.P.C.,
Shepherd, G. J., Lopes A. V., and Marsaioli, A. J. 2001.
 

Marlina, Radu, S., Kqueen, C. Y., Napis, S., Zakaria, Z., Mutalib, S. A. and Nishibuchi, M.
Occurrence of tdh and trh genes in Vibrio parahaemolyticus isolated from Corbicula
moltkiana  Prime in West Sumatera, Indonesia. Southeast Asian Journal of Tropical Medical
Public Health  Vol.38 No. 2 March 2007.
 

Anda mungkin juga menyukai