Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn.K UMUR 44 TAHUN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


OKSIGENASI SEHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT PARU
OBTRUKSI KRONIS (PPOK)

DI RUANG SUNAN GUNUNG JATI I

RUMAH SAKIT ISLAM SAKINAH

OLEH

VINKA AYU RAHAYU

201802021

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

STIKes BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO


LEMBAR PENGESAHAN

URAIAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.K


UMUR 44 TAHUN DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI SEHUBUNGAN
DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

DI RUANG SUNAN GUNUNG JATI I

RUMAH SAKIT ISLAM SAKINAH

Di susun pada :

Hari : Jum’at

Tanggal : 19 Juli 2019

Mahasiswa

Vinka Ayu Rahayu

NIM. 201802021

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Veryudha Eka P, S.ST.,M.Kes M. Agung M, S.Kep.,Ns

NIK. 162 601 109 NIP. 02.536

Kepala Ruangan

Nur Laili Fitriyah S.Kep.,Ns

NIP. 02.415

LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA Tn.K UMUR 44 TAHUN

DI RUANG SUNAN GUNUNG JATI I

RUMAH SAKIT ISLAM SAKINAH

Oleh :

Vinka Ayu Rahayu

201802021

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

STIKes BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

TAHUN AKADEMIK 2018/2019

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. DEFINISI

Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen(O2). Kebutuhan fisiologis


oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan
metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas
berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit organ tidak mendapatkan oksigen
maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya
pasien akan meninggal. Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia
yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup
dan aktivitas berbagai organ atau sel. Dalam keadaan biasa manusia membutuhkan
sekitar 300cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar 0,5cc tiap menit. Respirasi
berperan dalam mempertahankan kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di
perlukan fungsi respirasi yang edukuat. Respirasi juga berarti gabungan aktivitas
mekanisme yang berperan dalam proses suplai O 2 ke seluruh tubuh dan pembuangan
CO2. Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam mempertahankan
oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen
yang edukuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress
pada miokardium.

B. ETIOLOGI

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan oksigenasi


menurut NANDA(2013), yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas tulang dan
dinding dada, nyeri, cemas, penurunan energi/kelelahan, kerusakan neuromaskular,
kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif/persepsi, obesitas, posisi tubuh.
Imanuturitas neurologis kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan membrane
kapiler-alveoli.

C. PATOFISIOLOGI

Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, disfungsi dan transportasi.


Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigenasi yang masuk dan keluar dari
dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat
tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda
asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi(penyaluran oksigen dari
alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran
gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi
seperti pertumbuhan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard
juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2002).
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN OKSIGENASI SEHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT PARU
OBTRUKSI KRONIS (PPOK)

A. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit obstruksi jalan nafas karena
bronkitis kronis atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bisa
disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversible. Bronkitis kronis ditandai
dengan batuk-batuk hamper setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3
bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema
adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal
saluran udara (Mansjoer, 2000).

B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit paru obstruksi kronis menurut
Brashers (2007) :

1. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita
PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara
cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru
dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.

2. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada
kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang diturunkan
yang menyebabkan awitan awal emfisema.

3. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan dengan
rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko
terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia
mungkin berperan dalam terjadinya PPOK.

4. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko


morbiditas PPOK.

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi menurut Brashers (2007), Mansjoer (2000) dan Reeves (2001)
adalah :
Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan mengiritasi
saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini , kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir
dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir
yang dihasilkan serta terjadi batuk, batuk dapat menetap selama kurang lebih 3 bulan
berturut-turut. Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi menyempit, berkelok-kelok dan
berobliterasi serta tersumbat karena metaplasia sel goblet dan berkurangnya elastisitas
paru. Alveoli yang berdekatan dengan bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis mengakibatkan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam
menghancurkan partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan terkena
infeksi.

Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya


dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding
bronkhial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi
atau obstruksi tersebut menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan penurunan kapasitas
vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas total
paru sehingga terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi atau ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi.

Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari berkurangnya
permukaan alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini
menyebabkan hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan
normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi
terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama. Saluran
pernafasan yang terhalang mukus kental atau bronkospasma menyebabkan penurunan
ventilasi, akan tetapi perfusi akan tetap sama atau berkurang sedikit.

Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan perubahan


pada pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan nafas yang diakibatkan
oleh semua perubahan patologis yang meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak
kemampuan paru-paru untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida.
Akibatnya kadar oksigen menurun dan kadar karbondioksida meningkat. Metabolisme
menjadi terhambat karena kurangnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh, tubuh
melakukan metabolisme anaerob yang mengakibatkan produksi ATP menurun dan
menyebabkan defisit energi. Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan
anoreksia.

Selain itu, jalan nafas yang terhambat dapat mengurangi daerah permukaan yang
tersedia untuk pernafasan, akibat dari perubahan patologis ini adalah hiperkapnia,
hipoksemia dan asidosis respiratori. Hiperkapnia dan hipoksemia menyebabkan
vasokontriksi vaskular pulmonari, peningkatan resistensi vaskular pulmonary
mengakibatkan hipertensi pembuluh pulmonary yang meningkatkan tekanan vascular
ventrikel kanan atau dekompensasi ventrikel kanan.
D.

PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Mansjoer (2000) adalah :

1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.

2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :

a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini


umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.

b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman


penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi
beta laktamase.

c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada


pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dam
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari
selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia
dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.

e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.

f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik.


Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250
mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv
secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :

a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,25-


0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.

b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap


pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari
fungsi faal paru.

c. Fisioterapi.

d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.

e. Mukolitik dan ekspektoran.

f. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan
PaO2<7,3kPa (55 mmHg).

g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan


terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah fisioterapi,
rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.

Asih (2003) menambahkan penatalaksanaan medis pada pasien dengan


Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :

1.Penatalaksanaan medis untuk asma adalah penyingkiran agen penyebab dan


edukasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma
adalah untuk meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala
kekambuhan, mencegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan
utama dari berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk
membuat klien mencapai relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan
berkelanjutan. Karena diperkirakan bahwa inflamasi adalah merupakan proses
fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid bersamaan preparat inhalasi beta
dua adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan
bahwa obat mencapai lebih dalam ke dalam paru dan tidak menyebabkan efek
samping yang berkaitan dengan steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi
beta dua adrenergik diberikan terlebih dahulu untuk membuka jalan nafas,
kemudian inhalasi steroid akan menjadi lebih berguna.

2. Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada pemeriksaan


fisik, radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas darah. Pemeriksaan
ini mencerminkan sifat progresif dari penyakit. Pengobatan terbaik untuk bronkitis
kronis adalah pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi pada penyakit
ini bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu mencari bantuan medis
untuk mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah terjadi sedemikian besar.

Jika individu berhenti merokok, progresi penyakit dapat ditahan. Jika merokok
dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun dan
pada akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok. Bronkodilator,
ekspektoran, dan terapi fisik dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan
kesehatan untuk individu termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory,
pengenalan tanda-tanda dini infeksi, dan teknik yang meredakan dispnea, seperti
bernafas dengan bibir dimonyongkan, beberapa individu mendapat terapi
antibiotik profilaktik, terutama selama musim dingin. Pemberian steroid sering
diberikan pada proses penyakit tahap lanjut.

3. Penatalaksanaan medis bronkhiektasis termasuk pemberian antibiotik, drainase


postural untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mencegah batuk, dan
bronkoskopi untuk mengeluarkan sekresi yang mengental. Pemeriksaan CT Scan
dilakukan untuk menegakkan diagnosa. Terkadang diperlukan tindakan
pembedahan bagi klien yang terus mengalami tanda dan gejala meski telah
mendapat terapi medis. Tujuan utama dari pembedahan ini adalah untuk
memulihkan sebanyak mungkin fungsi paru. Biasanya dilakukan segmentektomi
atau lubektomi. Beberapa klien mengalami penyakit dikedua sisi parunya, dalam
kondisi seperti ini, tindakan pembedahan pertama-tama dilakukan pada bagian
paru yang banyak terkena untuk melihat seberapa jauh perbaikan yang terjadi
sebelum mengatasi sisi lainnya.

4. Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki kualitas hidup,


memperlambat progresi penyakit, dan mengatasi obstruksi jalan nafas untuk
menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik menurut Asih (2003) mencakup
tindakan pengobatan dimaksudkan untuk mengobati ventilasi dan menurunkan
upaya bernafas, pencegahan dan pengobatan cepat infeksi, terapi fisik untuk
memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonal, memelihara kondisi
lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernafasan dan dukungan psikologis
serta penyuluhan rehabilitasi yang berkesinambungan.

Anda mungkin juga menyukai