Anda di halaman 1dari 11

Lex Privatum, Vol.I/No.

3/Juli/2013

KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM berkaitan dengan harta. Undang-Undang


PERKAWINAN MENURUT PERSPEKTIF Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
HUKUM ISLAM1 telah merumuskan kriteria keabsahan
Oleh : Muhammad Nur2 suatu perkawinan, yang diatur di
dalampasal 2, sedangkan tentang
ABSTRAK kedudukan harta bersama, Undang-
Perkawinan tidak dapat dipisahkan dari Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak
kehidupan manusia. Itu adalah bagian menjelaskannya secara terperinci namun
normal dari kehidupan.Seiring dengan pengaturan harta bersama yang lebih
kemajuan zaman dan di era globalisasi lengkap dapat kita temukan didalam
tidak selamanya perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam.
keluargadan masyarakat berjalan dengan Kata Kunci : Perspektif
baik. Ditengah-tengah masyarakat banyak
timbul masalah-masalah dalam A. PENDAHULUAN
perkawinan yang memerlukan Seiring dengan kemajuan zaman dan di
penyelesaian,salah satu diantaranya era globalisasi tidak selamanya
adalah masalah harta bersama dalam perkawinan dalam keluarga dan
perkawinan. Permasalahan timbul atau masyarakat berjalan dengan baik.
berkembang menjadi suatu kasus setelah Ditengah-tengah masyarakat banyak
adanya perceraian atau kematian salah timbul masalah-masalah dalam
satu pihak atau kedua-duanya. Kalau perkawinan yang memerlukan
persoalan harta bersama bisa diselesaikan penyelesaian, salah satu diantaranya
secara musyawarah atau kekeluargaan adalah masalah harta bersama dalam
akan menjadi hal yang baik, tetapi bila perkawinan. Permasalahan timbul atau
timbul ketidaksesuaian pendapat maka berkembang menjadi suatu kasus
persoalan harta bersama ini bisa menjadi setelahadanya perceraian atau kematian
besar bahkan sampai ke Pengadilan untuk salah satu pihak atau kedua-duanya. Kalau
penyelesaiannya. Oleh karena ruang persoalan harta bersama bisa diselesaikan
lingkup penelitian ini adalah pada disiplin secara musyawarah atau kekeluargaan
Ilmu Hukum, maka dalam penelitian ini akan menjadi hal yang baik, tetapi bila
penulis menggunakan penelitian hukum timbul ketidaksesuaian pendapat maka
normatif yang merupakan salah satu jenis persoalan harta bersama ini bisa menjadi
penelitian yang dikenal umum dalam besar bahkan sampai ke Pengadilan untuk
kajian ilmu hukum.Penelitian ini penyelesaiannya.
merupakan bagian dari penelitian Pada pasal 35 UU No.1 Tahun 1974
kepustakaan yakni dengan cara meneliti dijelaskan bahwa Harta Bersama adalah
bahan pustaka atau yang dinamakan Harta benda yang diperoleh selama
penelitian hukum normatif. Hasil perkawinan. Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakatIndonesia sendiri, khususnya
keabsahan suatu perkawinan merupakan yang beragama Islam berbeda pendapat
suatu hal yang sangat prinsipil, karena tentang harta bersama, yang pertama
berkaitan erat dengan akibat-akibat masyarakat Islam yang memisahkan antara
perkawinan, baik yang menyangkut hak milik suami dan istri, yang artinya
dengan anak (keturunan) maupun yang tidak ditemui harta bersama antara suami-
istri, yang kedua yang mencampurkan
1
harta penghasilan suami dengan harta
Artikel Skripsi hasil usaha istri, yang artinya dalam
2
NIM 090711513

60
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013

masyarakat ini berpendapat bahwa suatu Penelitian ini merupakan penelitian


akad nikah mengandung persetujuan hukum normatif yang merupakan salah
kongsi/syirkah untuk menyatukan harta satu jenis penelitian yang dikenal umum
mereka. dalam kajian ilmu hukum.Penelitian ini
Demikian juga tentang kewenangan merupakan bagian dari penelitian
mengadili sengketa harta bersama, kepustakaan yakni dengan cara meneliti
termasuk bagi orang-orang yang beragama bahan pustaka atau yang dinamakan
Islam semula berada pada peradilan penelitian hukum normatif. 4
umum, alasannya adalah karena harta Penelitian ini sifatnya yuridis normatif,
bersama termasuk ke dalam hukum adat, oleh karenanya menggunakan data
namun setelah diberlakukannya Undang- sekunder yang terdiri dari :
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-
Peradilan agama, semua sengketa harta bahan hukum yang mengikat yang
bersama di kalangan orang beragama terdiri dari: Undang-Undang Nomor
Islam menjadi kewenangan Pengadilan 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
Agama. Peraturan Pemerintah Nomor 9
Di dalam Kompilasi Hukum Islam Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
(Inpres Nomor 1 Tahun 1991), diatur Undang-Undang Nomor 1 tahun
ketentuan mengenai pembagian dan 1974 tentang Perkawinan dan
besarnya porsi perolehan masing-masing Kompilasi Hukum Islam (Inpres
suami istri dari harta bersama apabila Nomor 1 Tahun 1991).
terjadi perceraian, baik cerai hidup b. Bahan hukum sekunder, yaitu
maupun cerai mati atau suami atau istri bahan yang memberikan
hilang. penjelasan mengenai bahan hukum
Masalah harta bersama dalam primer seperti : literature yang ada
perkawinan merupakan masalah yang kaitannya dengan Hukum
cukup pelik dan rumit, suatu perkawinan Perkawinan, hasil seminar, karya
yang dilaksanakan tidak mematuhi hukum ilmiah maupun hasil penelitian
perkawinan tersebut, akan berakibat pada yang ada kaitannya dengan
mereka yang melaksanakan perkawinan permasalahan yang dibahas.
tersebut, keturunan dan harta c. Bahan hukum tertier, yakni bahan
3
kekayaannya. yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap
B.Perumusan Masalah bahan hukum primer dan sekunder
1. Bagaimana perkawinan yang sah yang terdiri dari : Kamus Hukum,
menurut perspektif Hukum Islam Kamus umum Bahasa Indonesia,
dan kaitannya dengan harta maupun buku-buku petunjuk lain
perkawinan? yang ada kaitannya dengan
2. Bagaimanakah kedudukan harta permasalahan dalam penelitian ini.
bersama dalam perkawinan
menurut perspektif Hukum Islam? D. PEMBAHASAN
1. Perkawinan yang sah menurut Hukum
C. Metode Penulisan Islam dan kaitannya dengan harta
perkawinan.

3
H.M. Anshary, Hukum Perkawinan Di
4
Indonesia Masalah-masalah Krusial, Pustaka SoerjonoSoekanto dan Sri Mamudji,Penelitian
Pelajar, Yogyakarta, 2010,hal 45. Hukum Normatif,Rajawali , Jakarta,1985,hal 14.

61
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013

Keabsahan suatu perkawinan Dari ketentuan tersebut, dapat dilihat


merupakan suatu hal yang sangat prinsipil, bahwa perkawinan mempunyai kaitan erat
karena berkaitan erat dengan akibat- dengan masing-masing agama yang dianut
akibat perkawinan, baik yang menyangkut oleh calon mempelai. Dengan demikian,
dengan anak (keturunan) maupun yang suatu perkawinan baru dapat dikatakan
berkaitan dengan harta. Undang-Undang sebagai perkawinan yang sah secara
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yuridis apabila perkawinan tersebut
telah merumuskan kriteria keabsahan dilakukan menurut agama orang yang
suatu perkawinan, yang diatur di dalam melangsungkan perkawinan tersebut. Bagi
pasal 2, sebagai berikut : 5 orang yang beragama Islam, pernikahan
1. Perkawinan adalah sah apabila baru dikatakan sah secara hukum apabila
dilakukan menurut hukum masing- pernikahannya dilakukan menurut tata
masing agamanya dan cara yang sesuai dengan ketentuan Hukum
kepercayaannya itu. Islam.
2. Tiap-tiap perkawinan dicatat Suatu perkawinan dianggap sah
menurut peraturan perundang- menurut Hukum Islam tercantum secara
undangan yang berlaku. tegas dalam Bab II Dasar-dasar perkawinan
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun pasal 4 Kompilasi Hukum Islam, yang
1974 tersebut menetapkan dua garis berbunyi, perkawinan adalah sah apabila
hukum yang harus dipatuhi dalam dilakukan menurut Hukum Islam sesuai
melakukan suatu perkawinan. dengan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang
Ketentuan agama untuk sahnya suatu Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
perkawinan bagi umat Islam yang Bahwa dasar berlakunya Hukum Islam
dimaksud adalah yang berkaitan dengan khusus mengenai Hukum Perkawinan,
syarat dan rukun nikah. Perbedaan Talak dan Rujuk ialah: S. 1937 No.639 jo. S.
esensial antara syarat dan rukun adalah, 1937 No. 610 dan No. 116 jo. Peraturan
syarat adalah sesuatu yang harus ada Pemerintah No. 45 Tahun 1957 jo.
sebelum suatu perbuatan hukum Undang- undang No. 22 Tahun 1946 jo.
dilakukan. Sedangkan rukun adalah Undang-undang No 32 Tahun 1974,
sesuatu yang harus ada pada saat suatu sekarang Undang-undang Nomor 1 Tahun
perbuatan hukum itu dilakukan. 6 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974
Penjelasan ayat 1 tersebut menyatakan, Nomor 1), dan Kompilasi Hukum Islam
tidak ada perkawinan di luar hukum (Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991
masing-masing agamanya dan jo. SK Menteri Agama No. 154 Tahun
kepercayaannya itu sesuai dengan UUD 1991).
1945, yang dimaksud dengan hukum Setelah ditetapkannya Undang-Undang
masing-masing agamanya dan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
kepercayaannya itu termasuk ketentuan- maka dasar berlakunya Hukum Islam di
ketentuan perundang-undangan yang bidang perkawinan, talak dan rujuk
berlaku bagi golongan agamanya dan tentulah Undang-Undang Nomor 1 Tahun
kepercayaannya itu sepanjang tidak 1974, ini terutama pasal 2 ayat (1) dan
bertentangan dengan atau tidak pasal 2 ayat(2) yang menetapkan sebagai
ditentukan lain dalam undang-undang ini. berikut:
“Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut Hukum masing-masing
5
lihat Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 . agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-
6
Amir Syarifuddin,Hukum Perkawinan tiap perkawinan dicatat menurut
Islam,Kencana,Jakarta,2006,hal 13.

62
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013

peraturan-peraturan,perundang-undangan perkawinan itu dipaksakan. Dari Ibnu


yang berlaku.” Bagi suatu negara dan Abbas ra.Diriwayatkan bahwa seorang
bangsa seperti Indonesia mutlak perempuan perawan datang kepada
diperlukan adanya Undang-undang Nabi Muhammad saw. dan
Perkawinan Nasional yang sekaligus menceritakan bahwa bapaknya telah
menampung prinsip-prinsip dan mengawinkannya dengan seorang laki-
memberikan landasan Hukum Perkawinan laki, sedangkan ia tidak mau, maka Nabi
yang selama ini menjadi pegangan dan menyerahkan keputusan itu kepada
telah berlaku bagi berbagai golongan gadis itu, apakah mau meneruskan
dalam masyarakat. Dan bagi golongan perkawinan itu atau minta cerai.
orang-orang Islam harus diperlakukan 4. Keduanya bukan mahram, maksudnya
Hukum Perkawinan Islam seperti yang si pria tidak memiliki hubungan darah,
ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 1 semenda,maupun sepersusuan dengan
Tahun 1974 tentang perkawinan tersebut. si wanita, begitupun sebaliknya.
Sedangkan sahnya suatu perkawinan
menurut Hukum Islam harus memenuhi b. Rukun perkawinan, yaitu :
rukun-rukun dan syarat-syarat yang 1. Adanya calon pengantin laki-laki
ditentukan sebagai berikut:7 dan calon pengantin
a.Syarat Perkawinan, yaitu : perempuan.calon pengantin laki-laki
1. Perkawinan yang dilakukan tidak boleh dan calon pengantin perempuan ini
bertentangan dengan larangan- adalah suatu conditios inequanon
larangan yang termaktub dalam merupakan syarat mutlak ),absolut,
ketentuan QS.Al-Baqarah ayat 221 yaitu tidak dapat di mungkiri, bahwa logis
larangan perkawinan beda agama. dan rasional kiranya, karena tanpa
Namun terdapat pengecualiannya calon pengantin laki-laki dan calon
sebagaimana yang terkandung dalam pengantin perempuan, tentunya
QS.Al-Maidah ayat 5 yaitu khusus laki- tidak akan ada perkawinan.
laki muslim diperbolehkan mengawini 2. Harus Ada Wali Nikah
perempuan-perempuan ahli kitab Menurut mazhab As Syafi’i,
seperti yahudi dan nasrani. Kemudian berdasarkan suatu Hadist Rasulullah
tidak boleh juga bertentangan dengan SAW yang diriwayatkan Bukhari dan
ketentuan-ketentuan yang tersebut Muslim (As Shahihani) dari Siti
dalam QS.An-Nisa ayat 22,23 dan 24. ‘Aisyah, Rasulullah SAW pernah
2. Kedua calon mempelai itu haruslah mengatakan, tidak ada nikah tanpa
Islam, akil baligh (dewasa dan berakal), wali.
sehat baik rohani maupun jasmani. 3. Harus ada dua orang saksi yang
Baligh dan berakal, maksudnya ialah beragama Islam, dewasa dan adil.
dewasa dan dapat dipertanggung Dalam Al Quran tidak diatur secara
jawabkan terhadap sesuatu perbuatan tegas mengenai saksi nikah itu,
apalagi terhadap akibat-akibat tetapi di dalam hal talak dan rujuk
perkawinan, suami sebagai kepala ada disebutkan mengenai saksi,
keluarga dan istri sebagai ibu rumah maka dapat disimpulkan bahwa
tangga, jadi bukan orang yang di bawah untuk membuktikan telah diadakan
pengampuan(curatele). perkawinan antara seorang laki-laki
3. Harus ada persetujuan bebas antara dan seorang perempuan, di samping
kedua calon pengantin, jadi tidak boleh adanya wali harus pula adanya
saksi.
7
op-cit ,hal 50.

63
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013

Hal ini adalah penting untuk hanya dengan menyediakan makanan


kemaslahatan kedua belah pihak, dan yang terdiri dari kaki kambing. Walimah
kepastian hukum bagi masyarakat, artinya pesta perkawinan untuk
demikian juga baik suami maupun istri mengumumkannya kepada masyarakat.
tidak demikian saja secara mudah dapat Kemudian untuk memenuhi apa yang
mengingkari ikatan perjanjian terkandung didalam pasal 2 ayat 2
perkawinan yang suci tersebut. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
4. Adanya pemberian Mahar (Mas maka perkawinan juga harus dicatat.
Kawin) Pencatatan perkawinan di Indonesia diatur
Hendaklah suami membayar mahar di dalam beberapa pasal peraturan
kepada istrinya, seperti disebutkan perundang-undangan antara lain ;
dalam Al Quran surah An Nisaa’ ayat 25 1. Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang
(Q.IV:25) berikanlah mas kawin itu Nomor 1 Tahun 1974 yang
dengan cara yang patut. mengatur : “ Tiap-tiap perkawinan
5. Sebagai proses terakhir dan lanjutan dicatat menurut peraturan
dari Akad Nikah ialah pernyataan perundang-undangan yang
8
Ijab dan Qabul. Ijab ialah suatu berlaku”.
pernyataan kehendak dari calon 2. Pencatatan dilakukan oleh Pegawai
pengantin wanita yang lazimnya Pencatat Nikah (PPN), yang diatur
diwakili oleh wali. dalam Undang-Undang Nomor 32
Ijab merupakan suatu pernyataan Tahun 1954 tentang Pencatatan
kehendak dari pihak perempuan untuk Nikah, Talak dan Rujuk.
mengikatkan diri kepada seorang laki- 3. Tata cara pencatatannya diatur
laki sebagai suaminya secara formil, ketentuan Peraturan Pemerintah
sedangkan Qabul artinya secara Nomor 9 Tahun 1975, dalam pasal
letterlijk adalah suatu pernyataan 10 ayat 3 menyebutkan bahwa
penerimaan dari pihak laki-laki atas ijab perkawinan dilaksanakan di
pihak perempuan. hadapan Pegawai Pencatat yang
Itulah syarat-syarat dan rukun-rukun dihadiri oleh dua orang saksi fungsi
(arkan) untuk sahnya perkawinan menurut pencatatan disebutkan pada angka
Hukum Islam. Disamping itu untuk 4b. 9
memformulering secara resmi dalam 4. Untuk melakukan pencatatan
masyarakat maka setelah selesai upacara terhadap suatu perkawinan
akad nikah dengan proses sampai dengan tersebut ditujukan kepada segenap
ijab Qabul, disunatkan pula mengadakan warga Negara Indonesia, apakah ia
walimah (berwalimah) atau pesta berada di Indonesia atau di luar
perkawinan tetapi tidak wajib hukumnya, Indonesia.
seperti dikemukakan dalam Hadist Rasul 5. Bagi warga Negara Indonesia yang
yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik melangsungkan perkawinannya di
yang menceritakan bahwa sesudah luar Indonesia diatur dengan
perkawinan Nabi Muhammad SAW dengan ketentuan dalam Pasal 56 Undang-
Safiah binti Hujai bin Akhtab setelah Undang Nomor 1 Tahun 1974. 10
selesai perang khaibar. Nabi Muhammad 6. Pasal 11 ayat 1 dan ayat 3
berkata; Beritahukanlah, umumkanlah dinyatakan bahwa sesaat sesudah
kepada orang sekeliling kamu perkawinan
8
kita. Begitupun hadist qauliyah Rasul yang Op-cit,hal 14
9
berbunyi: Berwalimahlah kamu walaupun ibid,hal 14
10
ibid,hal 17

64
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013

perkawinan dilangsungkan, kedua B. Kedudukan harta bersama dalam


mempelai menandatangani akta perkawinan menurut perspektif
perkawinan yang telah disiapkan hukum Islam.
oleh Pegawai Pencatat tersebut. Tentang kedudukan harta bersama,
Dengan penandantanganan Akta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
perkawinan tersebut, perkawinan tidak menjelaskannya secara terperinci.
tersebut telah tercatat secara Harta bersama diatur dalam beberapa
resmi.11 pasal misalnya pasal 35, 36 dan 37.
7. Pasal 13 ayat 2 menyebutkan, Pengertian harta bersama menurut
kepada masing-masing suami istri pasal 35 adalah “Harta benda diperoleh
diberikan kutipan akta perkawinan selama perkawinan menjadi harta
tersebut. 12 bersama”. Pengaturan harta bersama yang
Dengan demikian, setelah diperolehnya lebih lengkap dapat kita temukan didalam
kutipan akta perkawinan itu maka Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan dalam
perkawinan tersebut telah dinyatakan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 (Kompilasi
sebagai perkawinan yang mempunyai Hak Hukum Islam) di Bab 1 Ketentuan Umum
mendapat pengakuan dan perlindungan di pasal 1(f) menyebutkan bahwa : “Harta
hukum. Ketentuan perundang-undangan kekayaan dalam perkawinan atau syirkah
yang memberi perintah pencatatan adalah harta yang diperoleh baik sendiri-
berlaku juga bagi warga negara Indonesia sendiri atau bersama suami istri selama
yang beragama Islam, hanya saja bedanya dalam perkawinan berlangsung
bahwa pencatatan perkawinan bagi umat selanjutnya disebut harta bersama.”
Islam di Kantor Urusan Agama, sedangkan Kemudian Kompilasi Hukum Islam
bagi warga negara Indonesia yang melalui pasal 91 menegaskan bahwa yang
beragama bukan Islam pencatatan termasuk dalam lingkup harta bersama
perkawinannya dilakukan di Kantor adalah benda berwujud dan tidak
Catatan Sipil. berwujud. Benda berwujud meliputi :13
Di Indonesia walaupun telah ada a. Benda tidak bergerak. Seperti rumah,
peraturan perundang-undangan tentang tanah, pabrik.
perkawinan yang secara tegas mengatur b. Benda bergerak, seperti perabot rumah
masalah keharusan mendaftarkan tangga, mobil.
perkawinan secara resmi pada pegawai c. Surat-surat berharga, seperti obligasi,
pencatat nikah, namun masyarakat masih deposito, cek, bilyet giro, dll.
tetap tidak mau memahami bahwa betapa Adapun benda yang tidak berwujud,
pentingnya suatu pencatatan perkawinan. dapat berupa :
Hal ini terlihat dari banyaknya dijumpai a. Hak. Seperti hak tagih terhadap piutang
praktek nikah Sirri yang dilakukan yang belum dilunasi,hak sewa yang
dihadapan kyai, uztadz dan sebagainya. belum jatuh tempo.
Walaupun bersifat administratif, akan b. Kewajiban. Seperti kewajiban
tetapi pencatatan mempunyai pengaruh membayar kredit, melunasi hutang-
besar secara yuridis tentang pengakuan hutang.
hukum terhadap keberadaan perkawinan Kompilasi Hukum Islam mengatur
tersebut. kriteria harta bersama lebih komplit
ketimbang ketentuan Undang-Undang
Perkawinan. Dalam Kompilasi Hukum
Islam diatur pula masalah actica dan
11
ibid,hal 36
12 13
ibid,hal 37 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 ,pasal 91.

65
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013

passiva. Hal ini dapat dilihat dari Perkawinan di Indonesia adalah menganut
ketentuan Pasal 91 ayat 3, yang berbunyi : asas terpisah. Artinya bahwa setiap harta
“ Harta bersama yang tidak berwujud bawaan yang dibawa masuk ke dalam
dapat berupa hak maupun kewajiban”.Hak perkawinan tidak secara otomatis menjadi
disini menunjukkan kepada activa, harta kesatuan bulat dengan harta yang
sedangkan kewajiban adalah passiva yakni diperoleh selama perkawinan, tetapi
kewajiban berupa membayar sejumlah masing-masing harta bawaan tersebut
hutang. Kompilasi Hukum Islam telah terpisah dan menjadi pengusaan dari
memasukkan semua passive ke dalam masing-masing suami-istri.
harta bersama. Dengan demikian, apabila Demikian juga halnya dalam Pasal 86
terjadi perceraian antara suami dan istri, dan Pasal 87 Kompilasi Hukum Islam diatur
kemudian mereka berbagi harta bersama, bahwa pada dasarnya tidak ada
maka yang dibagi bukan hanya harta yang percampuran antara suami dan harta istri
bersifat activa, tetapi semua hutang dan karena perkawinan. Artinya bahwa harta
kredit yang dibuat semasa ikatan bawaan masing-masing suami istri tidak
perkawinan atas persetujuan bersama secara otomatis merupakan harta
harus dimasukkan sebagai harta bersama kesatuan bulat karena perkawinan, tetapi
yang bersifat passiva. harta suami tetap menjadi hak suami dan
Pasal 35 (b) Undang-Undang Nomor 1 dikuasai penuh oleh suami. Demikian pula
Tahun 1974 mengatur masalah harta harta bawaan istri tetap menjadi hak dan
benda yang tidak termasuk harta bersama dikuasai penuh oleh istri. Dan terhadap
sebagai berikut :14 harta bawaan tersebut suami atau istri
1. Harta bawaan masing-masing suami mempunyai hak penuh untuk melakukan
istri. Yang dimaksud dengan harta perbuatan hukum. Termasuk harta yang
bawaan adalah harta yang diperoleh diterima dalam perkawinan dalam bentuk
masing-masing suami-istri sebelum hibah, wasiat, waris.
terjadinya ikatan perkawinan sah. Terhadap semua bentuk dan jenis harta
2. Harta yang diperoleh masing-masing bersama tersebut apabila dilakukan
suami istri dalam bentuk hibah, wasiat, transaksi harus atas persetujuan bersama
warisan yang diterima suami atau istri suami istri. Ketentuan tersebut diatur
sebelum atau setelah mereka dalam Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang
melakukanperkawinan. Nomor 1 Tahun 1974, yang berbunyi “
Semua harta yang tersebut dalam poin Mengenai harta bersama, suami istri dapat
1 dan 2 di atas adalah harta bawaan bertindak atas persetujuan kedua belah
masing-masing suami-istri yang pihak”. Dalam Kompilasi Hukum Islam
penguasaannya berada pada masing- Pasal 92 disebutkan “ Suami atau istri
masing suami-istri tersebut, yang tidak tanpa persetujuan pihak lain tidak
termasuk harta bersama, kecuali mereka diperbolehkan menjual atau
menentukan lain dengan suatu perjanjian memindahkan harta bersama “.
bahwa harta bawaan itu dijadikan sebagai Ketentuan pasal-pasal tersebut diatas
harta kesatuan bulat. melarang seorang suami atau istri menjual
Dari ketentuan Pasal 35 (b) di atas harta bersama tanpa adanya persetujuan
dapat diketahui bahwa asas yang dari pihak lain. Pasal tersebut melarang
terkandung dalam Undang-Undang pula suami atau istri untuk melakukan
pemindahan harta bersama tanpa
14
persetujuan pihak lain. Seperti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pasal
35 (b)

66
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013

menyewakan, menggadaikan, diambil dari harta bersama, tetapi diambil


menghibahkan, mengagunkan ke bank. 15 dari harta bawaan masing-masing suami
Sekiranya suami atau istri menjual atau atau istri yang mengadakan hutang itu.
mengalihkan harta bersama kepada pihak Ayat tersebut sebenarnya mempertegas
lain tanpa persetujuan dari suami atau bahwa setiap tindakan terhadap harta
istri, maka transaksi jual beli atau bersama harus atas persetujuan bersama
pengalihan tersebut dapat diajukan suami istri. Apabila tidak ada persetujuan
pembatalan ke pengadilan. tersebut, maka risiko ditanggung dari
Penerapan pasal tersebut, apabila harta bawaan sendiri.
terjadi gugatan harta bersama akibat Apabila terjadi perceraian di antara
perceraian, maka terhadap harta bersama suami istri tersebut, kemudian istri
yang telah dijual oleh suami atau istri, misalnya menuntut pembagian harta
hakim dapat menetapkan harta yang telah bersama, sementara suami diketahui
dijual itu merupakan bagian dari pihak kemudian mempunyai hutang kepada
yang telah menjualnya, tanpa harus orang lain tanpa sepengetahuan istri,
mengikutsertakan pihak pembeli sebagai maka majelis hakim yang bersidang
pihak dalam perkara. seharusnya tidak mempertimbangkan
Bagaimana halnya dengan masalah hutang-hutang si suami tersebut, dan
hutang piutang, sekiranya suami atau istri pelunasannya tidak dapat diambil dari
berutang kepada pihak lain selama dalam harta bersama.
ikatan perkawinan sedangkan perbuatan Lain halnya jika suami berhutang untuk
suami atau istri berhutang tersebut tidak kepentingan keluarga, dan hal itu jika
diketahui oleh pihak lain. Siapa yang terbukti di persidangan bahwa hutang itu
berkewajiban membayar dan dari harta untuk kepentingan keluarga, maka
mana pembayaran hutang dapat diambil ? menurut ketentuan ayat 2, 3 dan ayat 4
Ketentuan Pasal 93 Kompilasi Hukum Islam diatas, pembayarannya dibebankan
berbunyi sebagai berikut: kepada harta bersama. Jika harta bersama
1. Pertanggungjawaban terhadap hutang tidak mencukupi maka dibebankan kepada
suami atau istri dibebankan pada harta suami, atau jika tidak mencukupi
hartanya masing-masing. pula maka dibebankan kepada harta istri.
2. Pertanggungjawaban terhadap hutang Sebelum berlakunya Undang-Undang
yang dilakukan untuk kepentingan Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
keluarga, dibebankan kepada harta Agama, kewenangan mengadili sengketa
bersama. harta bersama, termasuk bagi orang-orang
3. Bila harta bersama tidak mencukupi, yang beragama Islam, berada pada
dibebankan kepada harta suami. Peradilan Umum.Alasannya adalah karena
4. Bila harta suami tidak ada atau harta bersama termasuk ke dalam
mencukupi dibebankan kepada harta lembaga hukum adat. Pasal 35 dan 36
istri. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Pada ketentuan ayat 1 tersebut secara tentang Perkawinan, tidak menunjuk
implisit, bahwa hutang yang dibuat oleh secara tegas bahwa sengketa harta
suami atau istri tanpa persetujuan pihak bersama bagi orang-orang yang beragama
lain, maka hutang tersebut merupakan Islam diselesaikan melalui Pengadilan
tanggung jawab dari pihak yang Agama. Walaupun sebenarnya Pasal 37
mengadakan hutang itu. Akibat logisnya telah memberi kewenangan kepada
bahwa pelunasan hutang itu tidak boleh Pengadilan Agama untuk
menyelesaikannya. Hal ini terlihat dari
15 bunyi Pasal 37 tersebut yang mengatakan
Inpres Nomor 1 Tahun 1991, Pasal 91 ayat 4.

67
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013

“ Bila perkawinan putus karena perceraian, Pasal 97 mengatakan: “ Janda atau


harta bersama diatur menurut hukumnya duda cerai hidup masing-masing berhak
masing-masing”. Dalam penjelasan pasal seperdua dari harta bersama sepanjang
tersebut disebutkan bahwa istilah tidak ditentukan lain dalam perjanjian
hukumnya masing-masing, menunjukkan perkawinan.
kepada agama yang dianut oleh orang Pasal-pasal di atas menegaskan bahwa
yang bersengketa tersebut. Undang- pembagian harta bersama antara suami
Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan diubah dan istri yang cerai hidup maupun yang
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun cerai mati, atau karena salah satunya
2006, melalui Pasal 49 dan penjelasannya hilang, masing-masing mereka mendapat
ayat 2 angka 10 bahwa : “ yang dimaksud seperdua/setengah dari harta bersama.
dengan bidang perkawinan yang diatur Tidak diperhitungkan siapa yang bekerja,
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun dan atas nama siapa harta bersama itu
1974 tentang Perkawinan antara lain terdaftar. Selama harta benda itu
adalah penyelesaian harta diperoleh selama dalam masa perkawinan
bersama”.Dengan demikian, sengketa sesuai Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-
harta bersama di kalangan orang yang Undang Nomor 1 Tahun 1974, maka harta
beragama Islam menjadi kewenangan yang diperoleh tersebut merupakan harta
Pengadilan Agama, karena termasuk bersama, dan dibagi dua antara suami dan
dalam bidang perkawinan. istri.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Ketentuan pasal-pasal di atas telah
tentang Perkawinan, serta Peraturan menggeser secara tegas ketentuan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan pembagian harta bersama yang berlaku
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 pada masyarakat adat di Indonesia, seperti
tentang Peradilan Agama yang diubah pada masyarakat adat Aceh dan
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun masyarakat adat di Jawa.
2006, tidak mengatur secara tegas Mahkamah Agung Republik Indonesia
pembagian harta bersama bila terjadi telah mendukung ketentuan yang
perceraian diantara suami istri. tercantum dalam Pasal 96 dan Pasal 97
Ketentuan mengenai pembagian dan Kompilasi Hukum Islam tentang
besarnya porsi perolehan masing-masing pembagian harta bersama serta besaran
suami istri dari harta bersama apabila perolehan masing-masing suami istri
terjadi perceraian, baik cerai hidup dengan putusan-putusannya. Seperti yang
maupun cerai mati, atau istri hilang, dapat diputus perkara sengketa oleh Pengadilan
kita jumpai di dalam ketentuan Pasal 96 Agama Jombang tahun 1996, dalam
dan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam. Pasal perkara nomor 167/Pdt.G./1996/PA.JBG.
96 mengatakan : Putusan Mahkamah Agung tersebut pada
a. Apabila terjadi cerai mati, maka hakikatnya adalah mengukuhkan putusan
separuh harta bersama menjadi hak Pengadilan Agama Jombang yang telah
pasanganyang hidup lebih lama. menetapkan bahwa bagian suami dan istri
b. Pembagian harta bersama bagi suami terhadap harta bersama setelah terjadi
atau istri yang istri atau suaminya perceraian adalah sama, yakni seperdua
hilang harus ditangguhkan sampai untuk suami dan seperdua untuk istri.
adanya kepastian matinya yang hakiki Dengan demikian, putusan-putusan
atau matinya secara hukum atas dasar Mahkamah Agung tersebut dengan
putusan Pengadilan Agama. sendirinya menggeser ketentuan hukum

68
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013

yang berlaku secara adat tentang sehingga tidak terjadi percampuran harta
pembagian harta bersama. bersama istri pertama, kedua dan
Ketentuan yang mengatur masalah seterusnya.
harta bersama dalam perkawinan poligami
juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam E. PENUTUP
dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah 1. Kesimpulan
Agung RI. 1. Perkawinan yang sah menurut
Pasal 94 Kompilasi Hukum Islam perspektif Hukum Islam adalah
mengatur tentang harta bersama pernikahan yang dilakukan
perkawinan poligami sebagai berikut : menurut tata cara yang sesuai
1. Harta bersama dari perkawinan dari dengan ketentuan agama mereka
seorang suami yang mempunyai istri yang melangsungkan pernikahan,
lebih dari seorang, masing-masing yang dalam hal ini yaitu agama
terpisah dan berdiri sendiri. Islam, sebagaimana yang
2. Pemilikan harta bersama dari dijelaskan dalam Kompilasi
perkawinan seorang suami yang Hukum Islam Bab II Dasar
mempunyai istri lebih dari seorang Perkawinan di pasal 4, yang mana
sebagaimana tersebut dalam ayat 1, berkaitan erat dengan syarat-
dihitung pada saat berlangsungnya syarat dan rukun nikah.
akad perkawinan yang kedua, ketiga Kemudian perkawinan harus juga
atau keempat. dicatat oleh Pegawai Pencatat
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nikah (PPN) sebagaimana yang
dengan surat Keputusan Ketua Mahkamah dimaksud dalam Undang-Undang
Agung Republik Indonesia Nomor : Nomor 32 Tahun 1954 tentang
KMA/032/SK/IV/2006 Tanggal 4 April 2006 Pencatatan Nikah, Talak dan
telah memberlakukan Buku II tentang Rujuk. Akibat perkawinan yang
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan tidak tercatat akan dirasakan
Administrasi Pengadilan, yang isinya oleh suami istri itu sendiri baik
antara lain mengenai masalah harta bagi keturunannya maupun harta
bersama dalam perkawinan poligami. perkawinannya seperti suami
Tujuan Mahkamah Agung mengatur atau istri yang ditinggal mati tidak
harta bersama dalam poligami, adalah dapat mewarisi harta
untuk menghindari terjadinya peninggalan karena perkawinan
penyelundupan hak istri terdahulu oleh tidak dicatat, atau kejelasan
suami. Biasa terjadi, ketika si istri telah hukum seorang anak yang lahir
memberi izin kepada suaminya untuk dari perkawinan yang tidak sah
menikah lagi, pada akhirnya istri terdahulu dan tidak tercatat sehingga tidak
sering tidak diperhatikan, dan hak-haknya mendapatkan pengakuan dan
dari harta bersama tereduksi oleh perlindungan hukum yang
kepentingan istri kedua. Oleh sebab itu, pantas.
Mahkamah Agung menghendaki ada 2. Ketentuan mengenai harta
pemisahan yang tegas antara harta bersama dan permasalahannya
bersama suami dengan istri terdahulu tidak ditemukan aturannya di
ketika suami akan melakukan poligami. dalam Al-Qur’an maupun Hadist
Untuk hal tersebut, ajaran agama Islam Nabi, namun para ahli Hukum
sangat menghendaki adanya pembukuan Islam di Indonesia memiliki
yang rapidan akuntabel, yang dibuat oleh perndapat yang berbeda-beda
suami istri yang memiliki harta bersama, mengenai harta bersama.

69
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013

Pendapat pertama beranggapan Anshary H.M, Hukum Perkawinan Di


bahwa harta bersama secara Indonesia Masalah-masalah Krusial,
tersirat diatur dalam Syariat Pustaka Pelajar, Jakarta, 2010.
Islam. Pendapat ini disandarkan Djamali Abdoel, Pengantar Hukum
kepada ayat-ayat Al-Quran yang Indonesia, PT RajaGrafindo,
terdapat dalam QS.Al-Baqarah Jakarta,2005.
ayat 228 dan An-Nisa ayat 21 dan Kansil.C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum Dan
34. Sedangkan pendapat kedua Tata Hukum Indonesia, Balai
beranggapan bahwa harta Pustaka, Jakarta, 1989.
bersama tidak dikenal dalam Mualy Basith Ust, Panduan Nikah Sirri &
Syariat Islam. Kecuali jika adanya Akad Nikah, Quntum media PT.Java
Syirkah atau perjanjian yang Pustaka Group, Surabaya, 2011.
dibuat oleh suami istri sebelum Natadimaja Harumiati, Hukum Perdata
atau sesaat setelah perkawinan mengenai Hukum Perorangan dan
berlangsung. Undang-undang Hukum Benda, Graha Ilmu, Yogyakarta,
Nomor 1 Tahun 1974 tentang 2009.
Perkawinan hanya mengatur Ramulyo Idris Mohd, Hukum Perkawinan
harta bersama dilihat dari cara Islam, Bumi Aksara, Jakarta,2002.
perolehannya saja, tetapi tidak Soekanto S, Mamudji S, Penelitian Hukum
mengatur tentang aspek-aspek Normatif Suatu TinjauanSingkat, PT.
lainnya. Aturan yang lebih Raja Grafindo, Jakarta,2004.
lengkap dapat ditemukan dalam Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT
Kompilasi Hukum Islam yang juga Intermasa, Jakarta, 1983.
mengatur tentang bentuk harta Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional,
bersama yang berwujud dan Rineka Cipta, Jakarta, 1994.
tidak berwujud, harta bersama Syahrani Riduan, Seluk Beluk dan Asas-
yang merupakan activa dan Asas Hukum Perdata, Alumni,
passiva dan aspek-aspek lainnya Bandung, 1992.
yang semuanya diatur dalam Wiranata A.B, Hukum Adat Indonesia
pasal 91, 92, 93, 95, 96 serta Perkembangannya dari Masa ke Masa,
pasal 97 Kompilasi Hukum Islam PT. Citra Aditya Bakti, 2005.
(Inpres Nomor 1 Tahun 1999)
Sumber- sumber lain :
2. Saran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Berdasarkan pembahasan diatas maka tentang Perkawinan
menurut penulis, pengaturan masalah Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
harta bersama dalam perkawinan 1975
merupakan masalah yang rumit dan dapat Kompilasi Hukum Islam Inpres Nomor 9
merugikan kedua belah pihak baik suami Tahun 1991
dan istri, oleh karenanya perlu dukungan
yang terus menerus dari Mahkamah Agung
RI untuk membuat keputusan yang adil
terhadap kasus-kasus akibat harta
bersama dalam perkawinan.

DAFTAR PUSTAKA

70

Anda mungkin juga menyukai