Anda di halaman 1dari 18

Pelaksanaan tugas jabatan Notaris dalam pembuatan akta di masa pandemi

Covid-191

Oleh : Alwesius, S.H, M.Kn2

A. Pendahuluan

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID19) di Indonesia semakin hari


semakin mengkhawatirkan. Kekhawatiran tersebut juga dirasakan oleh para Notaris
Indonesia. Khususnya dalam menghadapi anjuran pemerintah untuk bekerja dari rumah,
Work From Home (WFH) dan juga dengan akan mulai diberlakukannya Pembatasan
Sosial Bersekala Besar (PSBB), masing-masing dengan melaksanakan Social
Distancing dan Physical Distancing.
Anjuran pemerintah untuk melaksanakan WFH tentunya harus didukung oleh
para Notaris Indonesia, demikian juga apabila kemudian wilayah kabupaten/kota yang
menjadi tempat kedudukan Notaris atau wilayah Provinsi yang menjadi wilayah jabatan
Notaris dinyatakan sebagai wilayah yang masuk sebagai wilayah PSBB. Berdasarkan
Pasal 13 ayat (1) Permenkes No. 9 Tahun 2020 PSBB tersebut meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan;
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;
d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;
e. pembatasan moda transportasi; dan
f. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.3
Peliburan tempat kerja tersebut dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang
memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan
pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan,
komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.4
Sehubungan dengan hal tersebut maka terdapat permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah Notaris tetap dapat menjalankan jabatannya, termasuk untuk dapat
melaksanakan pembuatan akta menghadapi anjuran WFH?
2. Apakah pengecualian untuk menutup kantor sebagaimana ditetapkan dalam
pasal 13 ayat (2) Permenkes No. 9 Tahun 2020 berlaku bagi Notaris?
3. Apakah Notaris dapat melaksanakan pembuatan akta melalui media elektronik
(media telekonference atau video konferensi)?

B. Pembahasan

1. Pelaksanaan jabatan Notaris dalam pembuatan akta sesuai Undang-Undang


Jabatan Notaris (UUJN)

1
Tulisan ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan rekan-rekan Notaris, mbaik secara langsung
kepada penulis maupun pertanayan-pertanyaan yang dsiajukan di media sosial
2
Penulis saat ini sebagai Notaris-PPAT di Kabupaten Tangerang, Pengajar di Prodi MKn
Universitas Indonesia, Prodi Mkn Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan Mahasiswa Prodi
Doktoral Universitas Pelita Harapan Jakarta.
3
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial
Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Pengananan Corona Virus Disease 2019 (Cocid-19)
(Permenkes 9 Tahun 2020), Pasal 13 ayat (1)
4
Ibid., Pasal 13 ayat (2)
a. Kewenangan Notaris

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jabatan


Notaris, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN)
menentukan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. 5Selanjutnya Pasal 15 ayat (1)
UUJN menentukan:

“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,


perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. notaris adalah pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
untuk dinyatakan dalam akta otentik, sedangkan pejabat lain hanya merupakan
kekecualian.”

Kewenangan Notaris dalam pembuatan akta Authentik tersebut meliputi :


1) Wewenang berkaitan dengan “Tempat”
2) Wewenang berkaitan dengan “Waktu”
3) Wewenang berkaitan dengan “Orang”
4) Wewenang berkaitan dengan “Akta”

1) Wewenang berkaitan dengan “Tempat”

Ini berarti wewenang yang dikaitkan dengan “tempat” dimana akta itu dibuat.
Notaris harus mempunyai kewenangan di tempat dimana akta itu dibuat. Pasal 18
UUJN menentukan:”

(1) Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota.


(2) Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari
tempat kedudukannya.”

Berdasarkan ketentuan pasal 18 UUJN tersebut maka harus kita bedakan antara
“tempat kedudukan notaris” serta “wilayah jabatan Notaris”. Tempat kedudukan
Notaris adalah satu wilayah kabupaten/kota dimana Notaris berkantor, sedangkan
wilayah jabatan notaris meliputi satu wilayah provinsi yang meiputi tempat kedudukan
Notaris. Seorang Notaris hanya mempunyai kewenangan untuk menjalankan jabatannya
di dalam wilayah jabatannya yaitu dalam satu propinsi yang meliputi tempat kedudukan
Notaris tersebut.P asal 17 ayat (1) huruf a UUJN, menentukan “Notaris dilarang untuk
menjalankan jabatannya diluar wilayah jabatannya.”“Dilarang menjalankan jabatan”
berarti tidak hanya dilarang untuk membacakan dan menandatangani akta di luar
wilayah jabatannya, akan tetapi menerima keterangan-keterangan dari klien
sehubungan dengan pembuatan akta tersebut juga dilarang, karena menerima
5
Indonesia, Undang-Undang Jabatan Notaris, UU No. 30 tahun 2004, LN No. 117 Tahun 2004, TLN No.
4432 diubah dengan Undang-Undang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014, TLN No. 5491, Pasal 15 ayat (1)
keterangan-keterangan tersebut dilakukan oleh Notaris di dalam menjalankan
jabatannya selaku Notaris.6 Misalnya seorang Notaris yang berkedudukan di Jakarta
Pusat, suatu saat diminta oleh kliennya untuk mengadakan pertemuan di kota Bogor
untuk membicarakan dan membahas suatu permasalahan yang terkait dengan akta
yang akan dibuat dihadapan Notaris tersebut. Oleh karena pembicaraan dan
pembahasan tersebut dilakukan oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya maka hal
tersebut termasuk di dalam larangan tersebut.
Pasal 17 ayat (2) UUJN menentukan :
“Notaris yang melanggar ketentuan ayat (1) dapat dikenakan sanksi berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Pemberhentian sementara;
c. Pemberhentian dengan hormat;
d. Pemberhentian dengan tidak hormat.”
Pelanggaran akan hal tersebut mengakibatkan akta yang bersangkutan hanya
mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta yang dibuat di bawah tangan apabila
ditandatangani oleh para pihak.
Pasal 19 ayat (1) UUJN menentukan” Notaris wajib mempunyai hanya satu
kantor, yaitu di tempat kedudukannya”, dan berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (3)
UUJN Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan tetap menjalankan jabatan
di luar tempat kedudukannya. Penjelasan Pasal 19 (3) UUJN menyatakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 19 ayat (3) UUJN mengakibatkan akta yang bersangkutan
hanya mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta yang dibuat dibawah tangan.

2) Wewenang berkaitan dengan “Orang”

Ini berarti wewenang yang dikaitkan dengan “orang” untuk kepentingan siapa
akta itu dibuat. Notaris harus mempunyai kewenangan untuk membuat akta berkaitan
dengan orang yang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. Pada prinsipnya Notaris
mempunyai kewenangan untuk membuat akta untuk kepentingan setiap atau semua
orang, kecuali dilarang oleh undang-undang.
Orang-orang yang tidak dapat menjadi “pihak” sebagaimana ditentukan di dalam
Pasal 52 ayat (1) UUJN, adalah:
1) Notaris yang bersangkutan;
2) isteri/suami notaris;
3) orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik
karena perkawinan maupun hubungan sedarah dalam garis keturunan
lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam
garis ke samping sampai dengan derajat ketiga.
Larangan tersebut berlaku baik mereka menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam
suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.
Pasal 52 ayat (2) UUJN menentukan bahwa larangan tersebut tidak berlaku
dalam hal mereka (kecuali Notaris), menjadi penghadap dalam penjualan di muka
umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan di hadapan Notaris, persewaan umum,
atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya dibuat oleh
Notaris.

3) Wewenang berkaitan dengan “Akta”

Ini berarti wewenang yang dikaitkan dengan “akta” yang dibuat oleh Notaris.
Berdasarkan ketentauan Pasal 15 ayat (1) UUJN, pada prinsipnya Notaris mempunyai
kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan

6
G.H.S Lumban Tobing,Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : Erlangga, 1982, Cet. Ke 2, hal. 103
penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.
Namun ada akta yang kewenangan pembuatannya oleh UU diberikan kepada
pejabat lain dimana Notaris tidak berwenang untuk membuat akta yang
bersangkutan.Misalnya akta-akta Catatan Sipil (Akta perkawinan, akta kelahiran atau
akta kematian) dimana yang berwenanag membuatnya adalah Pejabat Kantor Catatan
Sipil (Dinas Dukcapil) atau akta risalah lelang dimana yang berwenang membuatnya
adalah pejabat lelang. Ada akta otentik, dimana Notaris dan pejabat lain sama-sama
berwenanag untuk membuatnya. Misalnya akta Surat Kuasa Untuk membebankan Hak
Tanggungan, yang dapat dibuat oleh Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

4) Wewenang berkaitan dengan “Waktu”

Ini berarti Ini berarti wewenang yang dikaitkan dengan “waktu” . Pada prinsipnya
Notaris dapat menjalankan jabatannya di setiap waktu, tanpa terkecuali, baik di hari
kerja maupun di hari libur, sepanjang ia telah mengucapkan sumpah jabatannya selaku
Notaris dan tidak sedang dalam keadaan cuti.
Notaris tidak mempunyai hari kerja. Notaris wajib menjalankan jabatannya,
khususnya dalam pembuatan akta apabila diminta oleh masyarakat, sekalipun
permnintaan itu dilakukan pada hari minggu atau libur nasional lainnya. Notaris dilarang
untuk menolak pembuatan akta tanpa alasan yang sah. Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN
mewajibkan Notaris memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN,
kecuali ada alasan untuk menolaknya. Penolakan pembuatan akta dapat dilakukan
apabila:
a) Notaris berhalangan karena sakit atau karena pekerjaan jabatan lain;
b) Apabila para penghadap tidak dikenal oleh Notaris atau identitasnya tidak
dapat diterangkan kepada Notaris;
c) Apabila para pihak tidak dapat menerangkan kemauan mereka dengan jelas
kepada notaris;
d) Apabila para penghadap menghyendaki sesuatu yang bertentangan dengan
undang-undang;
e) Apabila pembuatan akta yang bersangkutan akan bertentangan dengan
ketentuan Pasal 52 UUJN.7

Tidak dipenuhinya salah satu syarat mengenai kewenangan Notaris tersebut


dapat mengakibatkan akta yang bersangkutan tidak otentik dan hanya mempunyai
kekuatan pembuktian seperti akta yang dibuat dibawah tangan, apabila akta itu
ditandatangani oleh para penghadap.8 Misalnya pelanggaran terhadap ketentuan Pasal
52 ayat (1) UUJN (mengenai larangan orang tertentu untuk menjadi pihak) dan Pasal
40 (mengenai akta harus dibuat dengan dihadiri oleh 2 orang saksi dan syarat untuk
menjadi saksi).

b. Syarat agar akta Notaris memenuhi syarat sebagai akta Authentik

Pasal 1868 KUHPerdata menentukan:

“Suatu akta autentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang

7
Ibid., hal. 98 - 99
8
Ibid., hal. 50.
berkuasa untuk itu di tempat akta dibuatnya.”9

Berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata tersebut maka suatu akta dapat
dikatakan memenuhi syarat sebagai akta Authentik apabila:
1) akta harus dibuat ”oleh” (door) atau ”di hadapan” (ten overstaan) seorang
pejabat umum;
2) akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;
3) Pejabat Umum oleh – atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta itu.10
Tidak dipenuhi salah satu syarat tersebut dapat mengakibatkan akta yang bersangkutan
hanya mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta yang dibuat di bawah tangan,
apabila ditandatangani oleh para pihak, sebagaimana ditentukan di dalam pasal 1869
KUHPerdata, yang menentukan :
“Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai
termaksud di atas atau karena suatu cacad dalam bentuknya , tidak dapat
diperlakukan sebagai akta otentik namun demikian mempunyai kekuatan
sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak.”

c. Akta Partai dan Akta Relaas/Akta Pejabat

Ada 2 (dua) golongan akta Notaris, yaitu Akta yang dibuat ”dihadapan” Notaris
atau Akta Partai/Akta Pihak (partij akten) dan Akta yang dibuat ”oleh” Notaris atau akta
Relaas/Akta Pejabat (ambttelijke akten).
Menurut G.H.S. Lumban Tobing, Akta Partai/Akta pihak adalah akta Notaris
yang berisi ”cerita” dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak
lain di hadapan Notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain
kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu
sengaja datang di hadapan Notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan
perbuatan itu di hadapan Notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh
Notaris di dalam suatu Akta Autentik.11 Herlien Budiono mengatakan pada Akta Pihak,
membuat akta (”verlijden”) terdiri atas penyusunan. pembacaan, dan penandatanganan
akta oleh para penghadap, saksi-saksi dan notaris. Akta pihak merupakan akta yang
berisikan mengenai apa yang terjadi berdasarkan keterangan yang diberikan oleh para
penghadap kepada notaris dalam artian mereka menerangkan dan menceritakan
kepada notaris agar keterangan atau perbuatan tersebut dinyatakan olehn notaris di
dalam suatu akta notaris dan yang (para) penghadap menandatangani akta itu. Oleh
karena itu, dikatakan akta tersebut dibuat “dihadapan” (ten overstaan) notaris.12
Jadi dalam suatu akta Partai/Akta Pihak penghadap atau para penghadap hadir
dihadapan Notaris, melakukan perbuatan , membuat perjanjian atau ketetapan dan/atau
memberikan keterangan-keterangan terkait dengan perbuatan, perjanjian atau
ketetapan tersebut, kemudian meminta kepada Notaris agar perbuatan, perjanjian
atau ketetapan dan/atau keterangan-keterangan yang diberikannya dituangkan atau
dikonstatir oleh Notaris dalam akta. Akta Partij (Akta Partai) ini misalnya akta Perjanjian
Sewa Menyewa, Akta Pendirian PT, Akta Hibah.
Pada akta “relaas”/akta Pejabat, “membuat” akta diartikan sebagai pengamatan
Notaris pada suatu peristiwa atau fakta (hukum), menyusun berita acara, membacakan
dan menandatangani akta tersebut bersama para saksi, termasuk keterangan alasan

9
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijke Wetboek, diterjemahkan oleh Prof. R. Subekti, SH
dan H. Tjitrodibio, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1985, Cet. 19, Pasal 1868
10
G.H.S Lumban Tobing, op.cit, hal. 48
11
Ibid, hal. 51
12
Herlien Budiono, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, Cet. Ke 1. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2013), hal. 7
mengapa para penghadap tidak menandatangani aktanya.13 Akta relaas adalah bentuk
akta yang dibuat untuk bukti oleh (para) penghadap, di mana di dalam akta tersebut
diuraikan secara otentik tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau
disaksikan sendiri oleh Notaris di dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris. Akta
yang dibuat atas dasar apa yang dilihat dan disaksikan oleh Notaris dikenal sebagai
akta yang dibuat “oleh”(door ) Notaris. 14 Akta relaas tidak memberikan bukti mengenai
keterangan yang diberikan oleh (para) penghadap dengan menandatangani akta
tersebut, tetapi untuk bukti mengenai perbuatan dan kenyataan yang disaksikan oleh
Notaris di dalam menjalankan jabatannya. 15 Yang termasuk di dalam akta pejabat (akta
rellaas) ini misalnya akta Berita Acara Undian, Akta Berita Acara Rapat Umum Para
Pemegang Saham PT.
Terdapat satu perbedaan mendasar di antara akta Partai dan Akta Pejabat ini
yaitu perihal “adanya tandatangan” para penghadap dalam akta tersebut. Di dalam
akta Partai adanya tandatangan para pengahdap bersifat mutlak. Jika ada penghadap
yang tidak menandatangani akta tersebut maka tidak tercipta adanya akta tersebut
(aktanya tidak ada). Di dalam akta partai jika ada penghadap yang tidak dapat
membubuhkan tandatangannya sementara sebenarnya ia ingin menandatangani akta
tersebut maka akan dilakukan “surrogaat” tandatangan yaitu berupa keterangan yang
dicantumkan oleh notaris pada bagian akhir akta yang berasal dari penghadap, dimana
penghadap menerangkan bahwa ia ingin menandatangani akta tersebut akan tetapi
karena alasan tertentu ia tidak dapat membubuhkan tandatangannya. 16
Keterangan tersebut merupakan pengganti dari tandatangan penghadap yang
bersangkutan.
Di dalam akta Pejabat adanya tandatangan para penghadap bukan merupakan
syarat mutlak. Jika ada penghadap yang tidak menandatangani akta yang bersangkutan
baik karena ia tidak dapat membubuhkan tandatangannya maupun oleh karena ia
menolak untuk menandatangani akta tersebut maka hal tersebut cukup diterangkan oleh
Notaris pada bagian akhir akta dengan menyebutkan alasannya.17

d. Kehadiran penghadap dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan


akta Notaris

Dalam dunia kenotariatan kalimat yang digunakan oleh Notaris untuk


menunjukkan tindakan seseorang hadir dihadapan Notaris guna keperluan pembuatan
akta adalah “Berhadapan dengan saya …”, “Menghadap kepada saya” atau “Hadir
dihadapan saya”. Dr. Herlien Budiono, SH, yang menyatakan:“Frasa “Menghadap
kepada saya”, “Hadir dihadapan saya”, atau “Berhadapan” sebenarnya merupakan
terjemahan dari bahasa Belanda “verscheen” dari kata kerja “verschijnen” yang berarti
“te voorcvhijn komen, zich vertonen” atau dalam bahasa Indonesia “datang dan
menghadap” yang mengandung muatan “hadir”nya {para} penghadap. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, “menghadap” diantaranya, berarti “datang bertemu dengan”;
“datang menjumpai”; “datang ke”; dan “bertemu muka dengan”. Ada kemungkinan
penandatanganan akta notaris tidak dilakukan di kantor notaris, tetapi muatan isi dari
kata “Menghadap”, “Hadir”, atau “Berhadapan” tidak mengurangi kenyataan atau
ketegasan akan benar-benar hadirnya (para) penghadap pada waktu pembacaan dan
penandatanganan akta. Oleh karena itu, terserah pada Notaris ingin menggunakan frasa
yang mana, karena tidak lain frasa-frasa tersebut adalah jaminan yang diberikan Notaris
bahwa (para) penghadap benar-benar telah hadir pada waktu pembacaan dan
13
Ibid
14
G.H.S Lumban Tobing, op.cit, hal. 51
15
Herlien Boediono, op.cit, hal. 8
16
G.H.S Lumban Tobing, op.cit, hal. 212
17
Ibid,hal. 53
penandatanganan akta.” 18
Sehubungan dengan apa yang diuraikan diatas maka dalam rangka pembuatan
akta Notaris seorang penghadap hadir dihadapan atau datang bertemu atau datang
menjumpai Notaris dalam arti kehadiran penghadap adalah kehadiran secara fisik.
Kehadiran penghadap dihadapan Notaris hanya dimungkinkan dengan kehadiran secara
fisik atau berhadap-hadapan dengan Notaris secara langsung. Seseorang tidaklah
dikatakan “hadir dihadapan” atau “berhadapan” atau “menghadap” Notaris apabila orang
yang bersangkutan (penghadap) tidak benar-benar berada dihadapan Notaris, misalnya
seorang penghadap tampil melalui media elektronik.
Disamping apa yang diuraikan di atas, sesuai ketentuan UUJN pambuatan
akta Notaris masih dilakukan dengan pembuatan akta dalam bentuk “minuta” akta.
Minuta Akta adalah asli Akta yang mencantumkan tanda tangan para penghadap,
saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai bagian dari Protokol Notaris.
Penandatangan akta dilakukan penghadap (para penghadap) dengan langsung
membubuhkan tandatangan mereka pada minuta akta yang bersangkutan yang
disimpan oleh Notaris. Hal tersebut hanya dapat dilakukan apabila penghadap (para
penghadap) hadir dihadapan Notaris. Dalam pembuatan akta secara elektronik
tentunya hal ini tidak dapat dipenuhi, oleh karena asli akta yang bersangkutan tidak
dapat diserahkan kepada Notaris untuk disimpan. Asli akta dalam pembuatan akta
secara elektronik berada di server penyelenggara sistem elektronik yang digunakan
dalam pembuatan akta yang bersangkutan.
berupa dan ketentuan pembuatan akta Authentik yang diauar berdasarkan
sistem hukum yang kita anut sekarangKehadiran langsung secara fisik dihadapan
Notaris juga diperlukan untuk memperoleh kepastian mengenai tempat dimana atau
waktu kapan perbuatan hukum tersebut dilakukan.

2. Pelaksanaan jabatan Notaris menghadapi anjuran WFH, Social Distancing


dan Physical Distancing

Dalam uasaha untuk emmberantas penyebaran Covid-19, Pemerintah


menganjurkan antara lain untuk dilakukan pekerjaan di rumah atau WFH, serta
dilaksanakannya Social Distancing dan Physical Disatancing. Anjuran pemerintah
tersebut dsangat didukung oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI). Dalam rangka
mendungkung kebijakan pemerintah tersebut Pengurus Pusat INI (PP INI) telah
memberikan himbauan kepadam para Notaris untuk mengikuti himbauan pemerintah
tersebut dan agar tetap menjalankan jabatannya sesuai UUJN dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka mendukung himbauan agar melakukan WFH tersebut, hal tersebut
hanya dapat dilaksanakan oleh Notaris yang bertempat tinggal di dalam wilayah
jabatannya, yaitu bertempat tinggal di dalam wilayah propinsi dimana Notaris terbut
berkedudukan dan berkantor. Hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh Notaris, yang
bertempat tinggal di luar wilayah jabatannya, oleh karena Notaris dilarang menjalankan
jabatannya diluar wilayah jabatannya sebagaimana telah diuraikan di atas. Pelanggaran
jabatan ini akan berakibat kepada akta yang dibuat dimana akta yang bersangkutan
hanya berlaku sebagai akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta
yang dibuat dibawah tangan.19

3. Pelaksananaan jabatan Notaris dalam kondisi PSBB

18
Herlien Budiono, di dalam Alwesius, Dasar-Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, (Depok:
Badan Penerbir Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019), hal.38 - 39
19
UUJN, Pasal 17 ayat (1) huruf a dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., Pasal
1869
Dalam uraian diatas telah disebutkan bahwa dalam hal suatu daerah telah
ditetapkan sebagai daerah berlakunya PSBB maka berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat
(1) Permenkes No. 9 Tahun 2020 PSBB, tersebut meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan;
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;
d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;
e. pembatasan moda transportasi; dan
f. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Peliburan tempat kerja tersebut dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang
memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan
pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan,
komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
Yang menjadi pertanyaan bagaimana dengan Kantor Notaris? Apakah kantor
Notaris juga turut diliburkan? Menurut penulis, dalam rangka mendukung kebijakan
pemerintah tersebut memang Kantor Notaris juga harus diliburkan, jadi Notaris ikut
menutup kantornya dan meliburkan para karyawannya. Namun demikian sebegai
pejabat umum, yang merupakan pejabat yang tugas utmanya membuat akta otentik bagi
kepentingan masyarakat yang dilayaninya maka Notaris tetap dapat menhjalankan
jabatannya untuk membuat akta. Pembuatan akta dimasa berlakunya PSBB tidaklah
melanggar UU. Akta yang dibuat dan ditandatangani dalam masa PSBB tetap sah dan
berlaku sebagai akta authentik sepanjang dibuat sesuai ketentuan UUJN dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Sebagaimana telah diuraikan dalam uraian di atas, terkait dengan kewenangan
pembuatan akta, yang berkaitan dengan dengan “waktu” pembuatan akta, Notaris
berwenang membuat akta dalam waktu kapanpun, sepanjuang Notaris telah
mengucapkan sumpah jabatannya dan tidak sedang dalam keadaan cuti. Notaris tidak
mengenal jam kerja dan hari libur. Notaris tetap berwenang membuat akta sekalipun
akta itu dibuat pada hari libur nasional maupun hari libur yang ditetapkan pemerintah
sebagaimana bagi daerah-daerah yang dinyatakan dalam kedaan PSBB tersebut.
Namun demikian apabila suatu wilayah atau daerah dinayatkan sebagai daerah
PSBB maka hal tersebut merupakan alasan yang sah bai Notaris

4. Pembuatan akta Notaris melalui media elektronik (media telekonference


atau video konferensi)?

a. Dalam pembuatan Akta Partai


b. Dalam Pembuatan Akta Relaas/Akta Pejabat

C. Penutup

A.

RUPS merupakan Organ Perseroan tertinggi


Perihal RUPS diatur di dalam Pasal 75 – 91 UUPT dan kemudian diatur
lebih lanjut di dalam anggaran dasar Perseroan. RUPS merupakan Organ Perseroan
tertinggi di dalam Perseroan. RUPS dapat mengambil segala keputusan yang
dikehendaki oleh para pemegang saham, termasuk untuk membubarkan Perseroan,
sepanjang dilakukan sesuai UUPT dann perturan perundang-undangan yang berlaku
serta anggaran dasar Perseroan.

B. Kewenangan RUPS

RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau


Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran
dasar. Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang
berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang
berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan
Perseroan.217 Hal ini berkenaan dengan hak pemegang saham untuk
memperoleh keterangan berkaitan dengan mata acara rapat dengan tidak
mengurangi hak pemegang saham untuk mendapatkan keterangan lainnya berkaitan
dengan hak pemegang saham yang diatur dalam UUPT, antara lain hak pemegang
saham untuk melihat Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4) UUPT, serta hak pemegang saham untuk
mendapatkan bahan-bahan rapat segera setelah panggilan RUPS
sebagaimana

217 Ibid., Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2)


dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) dan ayat (4) UUPT.218
RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak
mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham
hadir dan/atau diwakili
dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat.
Keputusan
atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui
dengan suara bulat.219

C. Tempat RUPS

RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di


tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama
sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar. RUPS
Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa
di mana saham Perseroan dicatatkan. Tempat RUPS tersebut
harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia. 220
Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua
pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui
diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat
diadakan di manapun, sepanjang berada di dalam wilayah
negara Republik Indonesia. RUPS tersebut dapat mengambil
keputusan jika keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
221

D. RUPS melalui Media Elektronik

RUPS dapat juga dilakukan melalui media elektronik,


sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 77 UUPT, yang
berbunyi:”
(1) Selain penyelenggaraan RUPS
sebagaimana

218 Ibid., Penjelasan Pasal 75 ayat (2)


219 Ibid., Pasal 75 ayat (3) dan ayat (4)
220 Ibid., Pasal 76 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
221 Ibid., Pasal 76 ayat (4) dan ayat (5)
dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga
dilakukan melalui media telekonferensi, video
konferensi, atau sarana media elektronik
lainnya yang memungkinkan semua peserta
RUPS saling melihat dan mendengar secara
langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
(2) Persyaratan kuorum dan persyaratan
pengambilan keputusan adalah persyaratan
sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini dan/atau
sebagaimana
diatur dalam anggaran dasar
Perseroan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta
RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(4) Setiap penyelenggaraan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dibuatkan risalah rapat
yang disetujui dan ditandatangani oleh
semua peserta RUPS.”222

Berdasarkan ketentuan Pasal 77 UUPT tersebut, maka terkait


dengan penyelenggaraan RUPS, selain penyelenggaraan
RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 UUPT, yaitu
RUPS yang diselenggarakan di tempat RUPS yang telah
ditentukan, dimana para pemegang saham hadir secara fisik di
tempat RUPS dan bertatap muka secara langsung dengan para
pemegang saham lainnya. RUPS dapat juga dilakukan melalui
media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS
saling melihat dan mendengar secara langsung serta
berpartisipasi dalam rapat. 223

222 Ibid.,
Pasal 77
223 Ketentuan ini tidak menghilangkan ketentuan mengenai
penyelenggaraan RUPS yang diatur dalam UUPT maupun
ketentuan pembuatan akta yang diatur dalam UUJN. RUPS
dilaksanakan melalui media telekonferensi atau sarana
media elektronik lainnya tetap mengikuti ketentuan RUPS yang
diatur dalam
UUPT yaitu diselenggarakan di tempat tertentu dan para
pemegang saham dapat bertetap muka secara langsung
mapun media elektronik.
150
Pengetahuan dan Praktik Pembuatan Akta Perseroan Terbatas 1501

Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan


keputusan terkait penyelenggraan RUPS secara elektronik
tersebut, juga menggunakan persyaratan yang diatur di dalam
UUPT dan anggaran dasar Perseroan. Persyaratan tersebut
dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS yang
diselenggarakan secara elektronik tersebut.
Setiap penyelenggaraan RUPS secara elektronik harus
dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani
oleh
semua peserta RUPS. Persetujuan dan penandatanganan
tersebut
dapat dilakukan secara fisik atau secara elektronik.224Risalah
rapat yang dibuat terkait penyelenggaran RUPS secara
elektronik merupakan dokumen elektronik sebagaimana
dimaksud di dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
(“UU ITE”), yang pembuatannya harus memenuhi ketentuan di
dalam
UU ITE maupun peraturan
pelaksanaannya.
Terkait dengan pengertian Dokumen Elektronik tersebut,
Pasal
1 angka 4 UU ITE
menentukan:

“Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik


yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,
optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,
dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem
Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi
yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.”225

Dan Pasal 5 UU ITE,


menentukan:”
151
Pengetahuan
(1) dan Praktik Pembuatan
Informasi Akta Perseroan
Elektronik Terbatas
dan/atau 1511
Dokumen
Elektronik

224 Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, op.cit.,


Penjelasan Pasal
77 ayat (4)
225 Indonesia, Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik, UU No.
11 tahun 2008, LN No. 58 Tahun 2008, TLN No. 4843, Pasal 1
angka 4
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti
hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik
dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat
bukti yang sah
sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku
di
Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan
Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam UndangUndang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik
dan/atau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang
harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang
menurut Undang-Undang harus dibuat
dalam bentuk akta notaril atau akta yang
dibuat oleh pejabat
pembuat akta.

Di dalam Pasal 5 ayat (1) UU ITE ditentukan bahwa


Informasi Elektronik dan/atau Dokumen elektronik dan/atau
hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Hal
tersebut merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai
dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Informasi
dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam UU ITE.

Ketentuan dalam Pasal 5 ayat 1 UU ITE, tidak berlaku


bagi :

a. Surat yang menurut UU harus dibuat dalam


bentuk tertulis; dan
b. Surat beserta dokumennya yang menurut UU
harus
dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta
yang dibuat boleh pejabat pembuat akta.
Dengan adanya ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b UU ITE tersebut maka dalam hal
penyelenggaraan RUPS secara elektronik maka Risalah Rapat yang dibuat secara
elektronik yang ditandatangani oleh semua peserta rapat dapat dipakai sebagai dasar untuk
dibuatnya akta Pernyataan Keputusan Rapat dihadapan Notaris. Namun demikian Risalah
Rapat terkait dengan RUPS yang diadakan secara elektronik tersebut dapat juga dibuat
dalam bentuk akta notaris.

Anda mungkin juga menyukai