Covid-191
A. Pendahuluan
B. Pembahasan
1
Tulisan ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan rekan-rekan Notaris, mbaik secara langsung
kepada penulis maupun pertanayan-pertanyaan yang dsiajukan di media sosial
2
Penulis saat ini sebagai Notaris-PPAT di Kabupaten Tangerang, Pengajar di Prodi MKn
Universitas Indonesia, Prodi Mkn Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan Mahasiswa Prodi
Doktoral Universitas Pelita Harapan Jakarta.
3
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial
Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Pengananan Corona Virus Disease 2019 (Cocid-19)
(Permenkes 9 Tahun 2020), Pasal 13 ayat (1)
4
Ibid., Pasal 13 ayat (2)
a. Kewenangan Notaris
Ini berarti wewenang yang dikaitkan dengan “tempat” dimana akta itu dibuat.
Notaris harus mempunyai kewenangan di tempat dimana akta itu dibuat. Pasal 18
UUJN menentukan:”
Berdasarkan ketentuan pasal 18 UUJN tersebut maka harus kita bedakan antara
“tempat kedudukan notaris” serta “wilayah jabatan Notaris”. Tempat kedudukan
Notaris adalah satu wilayah kabupaten/kota dimana Notaris berkantor, sedangkan
wilayah jabatan notaris meliputi satu wilayah provinsi yang meiputi tempat kedudukan
Notaris. Seorang Notaris hanya mempunyai kewenangan untuk menjalankan jabatannya
di dalam wilayah jabatannya yaitu dalam satu propinsi yang meliputi tempat kedudukan
Notaris tersebut.P asal 17 ayat (1) huruf a UUJN, menentukan “Notaris dilarang untuk
menjalankan jabatannya diluar wilayah jabatannya.”“Dilarang menjalankan jabatan”
berarti tidak hanya dilarang untuk membacakan dan menandatangani akta di luar
wilayah jabatannya, akan tetapi menerima keterangan-keterangan dari klien
sehubungan dengan pembuatan akta tersebut juga dilarang, karena menerima
5
Indonesia, Undang-Undang Jabatan Notaris, UU No. 30 tahun 2004, LN No. 117 Tahun 2004, TLN No.
4432 diubah dengan Undang-Undang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014, TLN No. 5491, Pasal 15 ayat (1)
keterangan-keterangan tersebut dilakukan oleh Notaris di dalam menjalankan
jabatannya selaku Notaris.6 Misalnya seorang Notaris yang berkedudukan di Jakarta
Pusat, suatu saat diminta oleh kliennya untuk mengadakan pertemuan di kota Bogor
untuk membicarakan dan membahas suatu permasalahan yang terkait dengan akta
yang akan dibuat dihadapan Notaris tersebut. Oleh karena pembicaraan dan
pembahasan tersebut dilakukan oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya maka hal
tersebut termasuk di dalam larangan tersebut.
Pasal 17 ayat (2) UUJN menentukan :
“Notaris yang melanggar ketentuan ayat (1) dapat dikenakan sanksi berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Pemberhentian sementara;
c. Pemberhentian dengan hormat;
d. Pemberhentian dengan tidak hormat.”
Pelanggaran akan hal tersebut mengakibatkan akta yang bersangkutan hanya
mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta yang dibuat di bawah tangan apabila
ditandatangani oleh para pihak.
Pasal 19 ayat (1) UUJN menentukan” Notaris wajib mempunyai hanya satu
kantor, yaitu di tempat kedudukannya”, dan berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (3)
UUJN Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan tetap menjalankan jabatan
di luar tempat kedudukannya. Penjelasan Pasal 19 (3) UUJN menyatakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 19 ayat (3) UUJN mengakibatkan akta yang bersangkutan
hanya mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta yang dibuat dibawah tangan.
Ini berarti wewenang yang dikaitkan dengan “orang” untuk kepentingan siapa
akta itu dibuat. Notaris harus mempunyai kewenangan untuk membuat akta berkaitan
dengan orang yang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. Pada prinsipnya Notaris
mempunyai kewenangan untuk membuat akta untuk kepentingan setiap atau semua
orang, kecuali dilarang oleh undang-undang.
Orang-orang yang tidak dapat menjadi “pihak” sebagaimana ditentukan di dalam
Pasal 52 ayat (1) UUJN, adalah:
1) Notaris yang bersangkutan;
2) isteri/suami notaris;
3) orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik
karena perkawinan maupun hubungan sedarah dalam garis keturunan
lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam
garis ke samping sampai dengan derajat ketiga.
Larangan tersebut berlaku baik mereka menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam
suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.
Pasal 52 ayat (2) UUJN menentukan bahwa larangan tersebut tidak berlaku
dalam hal mereka (kecuali Notaris), menjadi penghadap dalam penjualan di muka
umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan di hadapan Notaris, persewaan umum,
atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya dibuat oleh
Notaris.
Ini berarti wewenang yang dikaitkan dengan “akta” yang dibuat oleh Notaris.
Berdasarkan ketentauan Pasal 15 ayat (1) UUJN, pada prinsipnya Notaris mempunyai
kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
6
G.H.S Lumban Tobing,Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : Erlangga, 1982, Cet. Ke 2, hal. 103
penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.
Namun ada akta yang kewenangan pembuatannya oleh UU diberikan kepada
pejabat lain dimana Notaris tidak berwenang untuk membuat akta yang
bersangkutan.Misalnya akta-akta Catatan Sipil (Akta perkawinan, akta kelahiran atau
akta kematian) dimana yang berwenanag membuatnya adalah Pejabat Kantor Catatan
Sipil (Dinas Dukcapil) atau akta risalah lelang dimana yang berwenang membuatnya
adalah pejabat lelang. Ada akta otentik, dimana Notaris dan pejabat lain sama-sama
berwenanag untuk membuatnya. Misalnya akta Surat Kuasa Untuk membebankan Hak
Tanggungan, yang dapat dibuat oleh Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Ini berarti Ini berarti wewenang yang dikaitkan dengan “waktu” . Pada prinsipnya
Notaris dapat menjalankan jabatannya di setiap waktu, tanpa terkecuali, baik di hari
kerja maupun di hari libur, sepanjang ia telah mengucapkan sumpah jabatannya selaku
Notaris dan tidak sedang dalam keadaan cuti.
Notaris tidak mempunyai hari kerja. Notaris wajib menjalankan jabatannya,
khususnya dalam pembuatan akta apabila diminta oleh masyarakat, sekalipun
permnintaan itu dilakukan pada hari minggu atau libur nasional lainnya. Notaris dilarang
untuk menolak pembuatan akta tanpa alasan yang sah. Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN
mewajibkan Notaris memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN,
kecuali ada alasan untuk menolaknya. Penolakan pembuatan akta dapat dilakukan
apabila:
a) Notaris berhalangan karena sakit atau karena pekerjaan jabatan lain;
b) Apabila para penghadap tidak dikenal oleh Notaris atau identitasnya tidak
dapat diterangkan kepada Notaris;
c) Apabila para pihak tidak dapat menerangkan kemauan mereka dengan jelas
kepada notaris;
d) Apabila para penghadap menghyendaki sesuatu yang bertentangan dengan
undang-undang;
e) Apabila pembuatan akta yang bersangkutan akan bertentangan dengan
ketentuan Pasal 52 UUJN.7
“Suatu akta autentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang
7
Ibid., hal. 98 - 99
8
Ibid., hal. 50.
berkuasa untuk itu di tempat akta dibuatnya.”9
Berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata tersebut maka suatu akta dapat
dikatakan memenuhi syarat sebagai akta Authentik apabila:
1) akta harus dibuat ”oleh” (door) atau ”di hadapan” (ten overstaan) seorang
pejabat umum;
2) akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;
3) Pejabat Umum oleh – atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta itu.10
Tidak dipenuhi salah satu syarat tersebut dapat mengakibatkan akta yang bersangkutan
hanya mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta yang dibuat di bawah tangan,
apabila ditandatangani oleh para pihak, sebagaimana ditentukan di dalam pasal 1869
KUHPerdata, yang menentukan :
“Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai
termaksud di atas atau karena suatu cacad dalam bentuknya , tidak dapat
diperlakukan sebagai akta otentik namun demikian mempunyai kekuatan
sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak.”
Ada 2 (dua) golongan akta Notaris, yaitu Akta yang dibuat ”dihadapan” Notaris
atau Akta Partai/Akta Pihak (partij akten) dan Akta yang dibuat ”oleh” Notaris atau akta
Relaas/Akta Pejabat (ambttelijke akten).
Menurut G.H.S. Lumban Tobing, Akta Partai/Akta pihak adalah akta Notaris
yang berisi ”cerita” dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak
lain di hadapan Notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain
kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu
sengaja datang di hadapan Notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan
perbuatan itu di hadapan Notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh
Notaris di dalam suatu Akta Autentik.11 Herlien Budiono mengatakan pada Akta Pihak,
membuat akta (”verlijden”) terdiri atas penyusunan. pembacaan, dan penandatanganan
akta oleh para penghadap, saksi-saksi dan notaris. Akta pihak merupakan akta yang
berisikan mengenai apa yang terjadi berdasarkan keterangan yang diberikan oleh para
penghadap kepada notaris dalam artian mereka menerangkan dan menceritakan
kepada notaris agar keterangan atau perbuatan tersebut dinyatakan olehn notaris di
dalam suatu akta notaris dan yang (para) penghadap menandatangani akta itu. Oleh
karena itu, dikatakan akta tersebut dibuat “dihadapan” (ten overstaan) notaris.12
Jadi dalam suatu akta Partai/Akta Pihak penghadap atau para penghadap hadir
dihadapan Notaris, melakukan perbuatan , membuat perjanjian atau ketetapan dan/atau
memberikan keterangan-keterangan terkait dengan perbuatan, perjanjian atau
ketetapan tersebut, kemudian meminta kepada Notaris agar perbuatan, perjanjian
atau ketetapan dan/atau keterangan-keterangan yang diberikannya dituangkan atau
dikonstatir oleh Notaris dalam akta. Akta Partij (Akta Partai) ini misalnya akta Perjanjian
Sewa Menyewa, Akta Pendirian PT, Akta Hibah.
Pada akta “relaas”/akta Pejabat, “membuat” akta diartikan sebagai pengamatan
Notaris pada suatu peristiwa atau fakta (hukum), menyusun berita acara, membacakan
dan menandatangani akta tersebut bersama para saksi, termasuk keterangan alasan
9
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijke Wetboek, diterjemahkan oleh Prof. R. Subekti, SH
dan H. Tjitrodibio, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1985, Cet. 19, Pasal 1868
10
G.H.S Lumban Tobing, op.cit, hal. 48
11
Ibid, hal. 51
12
Herlien Budiono, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, Cet. Ke 1. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2013), hal. 7
mengapa para penghadap tidak menandatangani aktanya.13 Akta relaas adalah bentuk
akta yang dibuat untuk bukti oleh (para) penghadap, di mana di dalam akta tersebut
diuraikan secara otentik tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau
disaksikan sendiri oleh Notaris di dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris. Akta
yang dibuat atas dasar apa yang dilihat dan disaksikan oleh Notaris dikenal sebagai
akta yang dibuat “oleh”(door ) Notaris. 14 Akta relaas tidak memberikan bukti mengenai
keterangan yang diberikan oleh (para) penghadap dengan menandatangani akta
tersebut, tetapi untuk bukti mengenai perbuatan dan kenyataan yang disaksikan oleh
Notaris di dalam menjalankan jabatannya. 15 Yang termasuk di dalam akta pejabat (akta
rellaas) ini misalnya akta Berita Acara Undian, Akta Berita Acara Rapat Umum Para
Pemegang Saham PT.
Terdapat satu perbedaan mendasar di antara akta Partai dan Akta Pejabat ini
yaitu perihal “adanya tandatangan” para penghadap dalam akta tersebut. Di dalam
akta Partai adanya tandatangan para pengahdap bersifat mutlak. Jika ada penghadap
yang tidak menandatangani akta tersebut maka tidak tercipta adanya akta tersebut
(aktanya tidak ada). Di dalam akta partai jika ada penghadap yang tidak dapat
membubuhkan tandatangannya sementara sebenarnya ia ingin menandatangani akta
tersebut maka akan dilakukan “surrogaat” tandatangan yaitu berupa keterangan yang
dicantumkan oleh notaris pada bagian akhir akta yang berasal dari penghadap, dimana
penghadap menerangkan bahwa ia ingin menandatangani akta tersebut akan tetapi
karena alasan tertentu ia tidak dapat membubuhkan tandatangannya. 16
Keterangan tersebut merupakan pengganti dari tandatangan penghadap yang
bersangkutan.
Di dalam akta Pejabat adanya tandatangan para penghadap bukan merupakan
syarat mutlak. Jika ada penghadap yang tidak menandatangani akta yang bersangkutan
baik karena ia tidak dapat membubuhkan tandatangannya maupun oleh karena ia
menolak untuk menandatangani akta tersebut maka hal tersebut cukup diterangkan oleh
Notaris pada bagian akhir akta dengan menyebutkan alasannya.17
18
Herlien Budiono, di dalam Alwesius, Dasar-Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, (Depok:
Badan Penerbir Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019), hal.38 - 39
19
UUJN, Pasal 17 ayat (1) huruf a dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., Pasal
1869
Dalam uraian diatas telah disebutkan bahwa dalam hal suatu daerah telah
ditetapkan sebagai daerah berlakunya PSBB maka berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat
(1) Permenkes No. 9 Tahun 2020 PSBB, tersebut meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan;
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;
d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;
e. pembatasan moda transportasi; dan
f. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Peliburan tempat kerja tersebut dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang
memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan
pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan,
komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
Yang menjadi pertanyaan bagaimana dengan Kantor Notaris? Apakah kantor
Notaris juga turut diliburkan? Menurut penulis, dalam rangka mendukung kebijakan
pemerintah tersebut memang Kantor Notaris juga harus diliburkan, jadi Notaris ikut
menutup kantornya dan meliburkan para karyawannya. Namun demikian sebegai
pejabat umum, yang merupakan pejabat yang tugas utmanya membuat akta otentik bagi
kepentingan masyarakat yang dilayaninya maka Notaris tetap dapat menhjalankan
jabatannya untuk membuat akta. Pembuatan akta dimasa berlakunya PSBB tidaklah
melanggar UU. Akta yang dibuat dan ditandatangani dalam masa PSBB tetap sah dan
berlaku sebagai akta authentik sepanjang dibuat sesuai ketentuan UUJN dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Sebagaimana telah diuraikan dalam uraian di atas, terkait dengan kewenangan
pembuatan akta, yang berkaitan dengan dengan “waktu” pembuatan akta, Notaris
berwenang membuat akta dalam waktu kapanpun, sepanjuang Notaris telah
mengucapkan sumpah jabatannya dan tidak sedang dalam keadaan cuti. Notaris tidak
mengenal jam kerja dan hari libur. Notaris tetap berwenang membuat akta sekalipun
akta itu dibuat pada hari libur nasional maupun hari libur yang ditetapkan pemerintah
sebagaimana bagi daerah-daerah yang dinyatakan dalam kedaan PSBB tersebut.
Namun demikian apabila suatu wilayah atau daerah dinayatkan sebagai daerah
PSBB maka hal tersebut merupakan alasan yang sah bai Notaris
C. Penutup
A.
B. Kewenangan RUPS
C. Tempat RUPS
222 Ibid.,
Pasal 77
223 Ketentuan ini tidak menghilangkan ketentuan mengenai
penyelenggaraan RUPS yang diatur dalam UUPT maupun
ketentuan pembuatan akta yang diatur dalam UUJN. RUPS
dilaksanakan melalui media telekonferensi atau sarana
media elektronik lainnya tetap mengikuti ketentuan RUPS yang
diatur dalam
UUPT yaitu diselenggarakan di tempat tertentu dan para
pemegang saham dapat bertetap muka secara langsung
mapun media elektronik.
150
Pengetahuan dan Praktik Pembuatan Akta Perseroan Terbatas 1501