Anda di halaman 1dari 5

PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS

Dr. ADANG OKTORI, S.H., M.H

Ketika ada seorang Notaris dipanggil oleh penyidik Polri untuk dimintai keterangan,
maka yang terjadi adalah adanya upaya untuk menghindari pemeriksaan penyidik tersebut
dengan dalih Notaris tidak perlu harus diperiksa apabila berkaitan dengan akta otentik
yang dibuat oleh Notaris tersebut. Apabila penyidik memaksakan untuk meminta
keterangan Notaris maka akan muncul anggapan “Kriminalisasi Notaris”.
Selama ini arti kata “kriminalisasi” selalu disamakan dengan tindakan penyidik yang
memaksa mempidanakan Notaris atau dengan kata lain sengaja menjerat Notaris dengan
pidana. Mari kita pahami secara benar menurut hukum apa pengertian “kriminalisasi”.
Kata Kriminaslisasi bukan merupakan neologisme (kata baru) seperti halnya kata
“imunisasi”, “Pavingisasi” dan sebagainya. Kata Kriminalisasi berasal dari bahasa inggris
“ciminalization”, di dalam kamus hukum Black’s Law Dictionary yang disusun oleh Bryan
Garner, 2004. hal. 402 Criminalization diartikan: “The act or an instance of making a
previously lawful act criminal, usually by passing a statute” (perbuatan atau cara berbuat
yang sebelumnya boleh dilakukan kemudian dilarang berdasarkan ketentuan dalam
undang-undang). Dengan demikian yang dapat mempidanakan Notaris adalah undang-
undang bukan penyidik.Penyidik tidak bisa mempidanakan seorang Notaris jika tidak ada
ketentuan hukum pidana yang dapat diterapkan terhadap Notaris yang dianggap
melakukan pelanggaran hukum pidana.

Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 maupun di dalam Undang-Undang


Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris tidak diatur secara khusus tentang
perbuatan Notaris yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, namun tidak berarti
Notaris tidak dapat dipidanakan dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai Notaris. Di
dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 diatur :

Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib :

(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:

a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga


kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari
Protokol Notaris;

c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;

/d. mengeluarkan…..
2

d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta
Akta;

e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali


ada alasan untuk menolaknya;

f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan
yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali
undang-undang menentukan lain;

g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak
lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu
buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah
Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat
berharga;

i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan Akta setiap bulan;

j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang
berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari
pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir
bulan; l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat
kedudukan yang bersangkutan;

m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua)
orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di
bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan
Notaris; dan

Kewajiban bagi Notaris di dalam Pasal 16 ayat (1) di atas harus benar-benar dipahami
oleh Notaris, karena kewajiban dalam Pasal 16 ayat (1) tersebut bisa menjadi jerat bagi
Notaris yang mengarah pada perbuatan yang dapat dikategorikan tindak pidana.

 Penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf b : Kewajiban dalam ketentuan ini dimaksudkan

untuk…..
3

untuk menjaga keautentikan suatu Akta dengan menyimpan Akta dalam bentuk
aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan, atau
kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan
aslinya.

 huruf d. Grosse Akta yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan ini adalah Grosse
pertama, sedang berikutnya hanya dikeluarkan atas perintah pengadilan .

 huruf e. Yang dimaksud dengan "alasan untuk menolaknya" adalah alasan yang
mengakibatkan Notaris tidak berpihak, seperti adanya hubungan darah atau semenda
dengan Notaris sendiri atau dengan suami/istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai
kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak
dibolehkan oleh undang-undang.

 huruf f. Kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan


Akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang
terkait dengan Akta tersebut.

 huruf g. Akta dan surat yang dibuat Notaris sebagai dokumen resmi bersifat autentik
memerlukan pengamanan baik terhadap Akta itu sendiri maupun terhadap isinya
untuk mencegah penyalahgunaan secara tidak bertanggung jawab.

 huruf i. Kewajiban yang diatur dalam ketentuan ini adalah penting untuk memberi
jaminan perlindungan terhadap kepentingan ahli waris, yang setiap saat dapat
dilakukan penelusuran atau pelacakan akan kebenaran dari suatu Akta wasiat yang
telah dibuat di hadapan Notaris.

 huruf k. Pencatatan dalam repertorium dilakukan pada hari pengiriman, hal ini penting
untuk membuktikan bahwa kewajiban Notaris sebagaimana dimaksud dalam huruf f
dan huruf g telah dilaksanakan.

 Huruf m. Notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani Akta di hadapan
penghadap dan saksi.

Pelanggaran terhadap kewajiban Notaris di atas sesuai ketentuan dalam pasal Pasal
16 ayat (11) huruf a sampai dengan huruf l diberikan sanksi berupa :

a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.

Selain…..
4

Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita
kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Sedangka terhadap pelanggaran kewajiban dalam huruf M tidak disebutkan sanksi apa
yang dapat jatuhkan.

Kewajiban bagi Notaris di dalam Pasal 16 ayat (1) di atas harus benar-benar dipahami
oleh Notaris, karena kewajiban dalam Pasal 16 ayat (1) tersebut selain diberikan sanksi
yang bersifat administrasi, bisa juga menjadi jerat bagi Notaris yang mengarah pada
perbuatan yang dapat dikategorikan tindak pidana.

Sebagai contoh, adanya alasan untuk menolak, jika Notaris mengetahui adanya hal-hal
yang dapat menjadi alasan untuk menolak permintaan pembuatan akta, namun tetap
dibuatkan dan ternyata menimbulkan kerugian pihak lain atau materi yang tertuang dalam
Akta Notaris terdapat kepalsuan, maka Notaris tidak dapat menghindarkan diri apabila
perkara tersebut dilaporkan kepada penyidik dan penyidik memerlukan keterangan dari
Notaris.

Yurisprudensi Mahkamah Agung (Putusan Mahkamah Agung No. 702 K/Sip/1973,


tanggal 5 September 1973) menyatakan: “Notaris fungsinya hanya mencatat/ menuliskan
apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap notaris
tersebut. Tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara materil apa-apa (hal-
hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan notaris tersebut.” Dalam
perkembangannya Notaris tidak dapat lagi berlindung pada putusan MA di atas dengan
berdalih tugas Notaris hanya mengkonstatir apa-apa yang dikehendaki para pihak.

Terbukti dalam Putusan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1099 K/PID/2010,


tanggal 29 Juni 2010, yang menolak Kasasi Seorang Notaris (San Smith) dalam perkara
menempatkan site plan yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya di Medan, sehingga
Notaris tersebut dijatuhi hukuman berdasarkan Pasal 266 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP (turut serta menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik),
sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor:82/PID/2010/
PT.MDN,tanggal 25 Februari 2010, yang menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi dan
menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Medan No.3036/PID.B/2009/PN.Mdn dan
menambah hukuman bagi sang notaris dari hukumannya 1 (satu) tahun menjadi 2 (dua)
tahun.

Solusi yang harus dilakukan oleh para Notaris agar tidak sampai terjerat dalam
proses penyidikan bahkan dilibatkan dalam tindak pidana yang dilakukan oleh para pihak

yang…..
5

yang mengajukan pembuatan akta Notaris, maka Notaris harus benar-benar secara
cermat memahami dan melaksanakan kewajiban-kewajiban Notaris tersebut secara benar,
jangan memberikan toleransi jika memang harus ditolak, prinsip kehati-hatian harus
dikedepankan dan menjadi pedoman utama Notaris.

Anda mungkin juga menyukai