Anda di halaman 1dari 3

Nama: Gita Puspa Maharani

NPM: 170510160034

Antropologi Pertahanan

1. Review buku Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia, Volume 1 oleh Rosihan
Anwar.

Daya tarik yang dimiliki oleh negara Timor Timur adalah kayu Cendana Putihnya
yang memikat orang-orang Portugis dan Belanda. Tadinya, negara yang merdeka pada
tanggal 20 Mei 2002 ini terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Di abad ke-16, dikuasai oleh 2
kerajaan bumiputera, yaitu kerajaan Belu dan Kerajaan Serviao. Kerajaan Belu terdiri dari 46
kerajaan yang memiliki kemerdekaannya masing-masing, menguasai bagian Timor Timur
hingga sebagian Timor Barat. Mereka menggunakan bahasa Tetum. Sedangkan kerajaan
Serviao terdiri dari 16 kerajaan yang mengakui kedaulatan raja Serviao, menguasai sebagian
wilayah Timor Barat. Menggunakan bahasa Vaiqueno.

Tahun 1566, Portugis mendirikan sebuah benteng di Pulau Solor. Dari Pulau Solor,
Pastor-pastor Ordo Dominican menasranisasikan orang-orang di wilayah Lombok, Flores,
Alor, dan termasuk di dalamnya Timor. Pada tahun 1613, Belanda mengirimkan pasukan ke
Timor untuk merebut kontrol dan monopoli atas perdagangan kayu cendana serta mengambil
alih benteng Portugis di Pulau Solor. Kemudian para pastor Dominican serta para
pengikutnya dan orang-orang Topas (orang-orang hasil peranakan orang Portugis dengan
wanita lokal) melarikan diri ke Larantuka, di ujung timur Pulau Flores.

Pada abad ke 18, terjadi pemberontakan oleh raja-raja di Timor dengan melakukan
sumpah darah dan berjanji untuk memberontak hingga Portugis terusir dari Timor. Mereka
bersekutu dengan orang-orang Topass dan pemberontakan ini dipimpin oleh seorang Topass
yang bernama Fransisco de Hornay. Meskipun lama terjadi pemberontakan, Portugis tidak
dapat dikalahkan hingga pada tahun 1769, Portugis memindahkan pusat kekuasaanya dari
Lifau, yang dikepung oleh orang Timor dan Topas, ke daerah Dili.

Pada akhir Mei 1974, dibentuklah Associacao Popular Democratica de Timor yang
prinsipnya menghendaki integrasi dengan Indonesia. Kemudian pada Oktober 1974,
diselenggarakan sidang Dewan Stabilisasi Politik dan Keamanan Nasional yang menyatakan
bahwa Indonesia menghormati hak rakyat Timor Timur dalam menentukan nasib bangsanya
sendiri. Pertengahan Oktober 1974, delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Letnan Jendral Ali
Moertopo melakukan perundingan di London bersama dengan delegasi Portugal. Dari
perundingan ini, didapat kesimpulan bahwa adanya pengakuan de facto Indonesia merupakan
salah satu faktor kekuatan yang terkait dalam dekolonisasi Timor Timur, sehingga Indonesia
harus diperhitungkan dan diikutsertakan.

April 1975, sebuah tim sebagai utusan Indonesia dikirim ke Dili untuk mengadakan
pembicaraan dengan Gubernur Portugis Lemos Pires, para pemimpin UDT, Fretilin, dan
Apodeti.pemimpin dari ketiga kelompok itu juga diundang ke Jakarta untuk bertukar pikiran.
Semua itu dilakukan untuk menyelesaikan masalah Timor Timur dengan baik dan tidak
sampai membahayakan keamanan Republik Indonesia. Dipertengahan tahun 1975, terjadi
perang saudara antara Fretilin dan para pengikut UDT. Peperangan ini terjadi karena salah
satunya adalah keberpihakan Portugis pada Fretilin yang berorientasi sayap kiri, dan
menyatakan dirinya sebagai wakil sah rakyat Timor Timur. Para pemimpin UDT mengimbau
para pemimpin Indonesia untuk memberikan bantuan pada para pengungsi UDT, juga
meminta amunisi dan senjata.

31 mei 1976, diambil keputusan mendesak Pemerintah RI untuk menerima dan


mengesahkan integrasi rakyat dan wilayah Timor-Timur ke dalam NKRI dengan referendum
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Setelah mengalami berbagai macam kerusuhan dan
pembumihangusan pada tahun 1999, pada 20 Mei 2002, rakyat Timor Timur
memproklamasikan kemerdekaan mereka dengan merayakan berdirinya Republik
Demokratik Timor Leste.

2. Review buku At the Edge of the State: Dynamic of State Formation in the
Indonesian Borderlands oleh Michael Eilenberg

Perbatasan ialah lokasi menarik untuk mengkonseptualisasi dinamika relasi state-


society dan jenis pemerintahan yang pernah dialami Indonesia sejak era kolonial,
kemerdekaan hingga era desentralisasi. Argumen utama buku ini berdasar pada relasi
penduduk perbatasan dan sejumlah kecil “elite perbatasan” yang aktif terlibat dalam proses
konstruksi area perbatasan. Namun, bagaimanapun juga kawasan ini tempat dimana otoritas
negara sepertinya diragukan dan dimanipulasi sehingga orang perbatasan memiliki loyalitas
dan identitas ganda dan sangat kontradiksi dengan konsepsi kedaulatan, teritori, dan
kewarganegaraan. Dalam buku ini membahas sekelompok orang yang disebut sebagai elite
perbatasan yang menjadi mediator diantara segmen state-society. Mereka ini yang berposisi
dalam institusi tradisional, dan memiliki jejaring kompleks dengan agensi negara baik pusat
atau daerah dan penghubung relasi bisnis. Mereka ini berperan ganda mulai dari sebagai
agensi negara, politisi, pedagang dan kepala suku tradisional.

Secara garis besar, buku ini menjelaskan tentang proses formasi negara di perbatasan
dalam konteks historis dan relasinya dalam state-society. Elite perbatasan lahir dari 150 tahun
menggeliatnya formasi negara di wilayah perbatasan. Mulai dari pihak kolonial Belanda yang
menggunakan figur pemimpin lokal sebagai agensi indirect rule di area terpencil. Mereka ini
bisa berperan sebagai penjaga kedaulatan nasional namun bisa juga melanggar hukum dan
aturan negara. Pada bagian bab 3, dijelaskan konteks historis keterlibatan iban dengan negara.
Kita belajar tentang kecemasan kolonial Belanda dan Inggris tentang populasi perbatasan dan
perkembangan wacana-wacana negara yang saling berkonflik di kedua sisi perbatasan. Bab 4
menunjukkan cara perbatasan ditarik ke dalam politik postkolonial dan pembangunan negara,
dengan fokus pada kekerasan militer dan persaingan atas ekstraksi sumber daya.

Secara umum, ada pola patronase tersendiri sebagai hasil efek perbatasan dan
cenderung membentuk susunan antara negara, elite daerah dan masyarakat lokal. Pola ini bisa
dipahami kepada jejaring patronase dan aliansi yang dibentuk di area masyarakat. Pola ini
akan berpengaruh pada bagaimana strategi untuk mengakses kontrol sumber daya alam dan
dinegosiasikan oleh berbagai pejabat negara dan lintas jejaring patron.

Anda mungkin juga menyukai