Anda di halaman 1dari 21

7

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA CAPITIS

I. Konsep Dasar Medis


A. Defenisi
Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak,
yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosional, social maupun
vokasional [ CITATION Jen12 \l 1033 ].
Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera
kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari
luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Trauma Capitis berat merupakan cidera kepala yang mengakibatkan
penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24
jam (Haddad, 2012 dalam [ CITATION Har12 \l 1033 ]).
B. Klasifikasi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale
( GCS ) nya, yaitu :
1. Ringan
a. GCS = 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS = 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS = 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

7
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Menurut, [ CITATION Bru01 \l 1033 ] cedera kepala ada 2 macam yaitu:


1. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini
ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga
dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan
otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda
tajam/tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen
memiliki abses langsung ke otak.
2. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah
goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang
bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan
tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak.
C. Etiologi
Menurut Borley & Grace (2006) cidera kepaladapat disebabkan
karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. Pukulan langsung, dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi
pukulan (coup injury) atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan
ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding yang
berlawanan (contrecoup injury)
2. Rotasi/deselerasi, fleksi, ekstensi,dan rotasi leher menghasilkan
serangan pada otak yang menyerang titi titik tulangda tengkorak
(misalnya pada sayap dari tulang sfenoid).
3. Tabrakan, otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika
berat (terutama pada anak-anak yang elastis).
4. Peluru, cenderung menimbulkan hilangnya jaringan seiring dengan
trauma.
5. Efek dari kekuatan atau energy yang diteruskan oleh otak
D. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena
lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala
membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau
tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat
gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila
posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak,
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi
permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi
stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu
benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi
alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan
trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh
sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari
proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan
lebih merupakan fenomena metabolik sebagai a`kibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada
area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma
ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun,
hipotensi (Soetomo, 2002).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa
terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009).
E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005).
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku.
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma
ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan
atau bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan (dengan atau tanpa kontras ) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Cat :
untuk me ngetahui adanya infark/ iskemia, jangan dilakukan pada 24-72
jam setelah injury.
2. MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3. Cerebral angiografi : menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan /edema), fragmen tulang.
6. BAER : mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
7. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF : lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan TIK
10. Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan TIK
11. Screen toxicologi : untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

G. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala juga dapat dilakukan
dengan cara :
a. Obliteri sisterna : Pada semua pasien dengan cedera kepala / leher,
lakukan foto tulang belakang servikal kolar servikal baru dilepas
setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal c1-c7 normal.
b. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang berat, lakukan
prosedur berikut : pasang infuse dengan larutan normal salin (nacl
0,9 %)/ larutan ringer rl dan larutan ini tidak menambah edema
cerebri.
c. Lakukan CT Scan, pasien dengan cedera kepala ringan, sedang dan
berat harus dievaluasi adanya:Hematoma epidural, Darah dalam
subraknoid dan infra ventrikel, Kontusio dan perdarahan jaringan
otak, Edema serebri,
d. Elevasi kepala 30o
e. Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandotorik
intermitten dengan kecepatan 16-20 kali /menit dengan volume tidal
10-12 ml/kg
f. Berikan manitol 20 % 19/kg intravena dalam 20-30 menit
g. Pasang kateter foley
h. Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi

H. Komplikasi
komplikasi dari cedera kepala adalah:
1. Edema pulmonal
2. Kejang
3. Kebocoran cairan serebrospinalis
4. Diabetes insipidus
5. Pendaahan intra kranial
II.Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas : identitas adalah tanda pengenal bagi klien, identitas dibagi
menjadi 2 yaitu identitas pribadi dan identitas sosial. Identitas pribadi
yaitu identitas yang   melekat pada pribadi pasien ( termasuk ciri-
cirinya) misalnya Nama,Tanggal Lahir/Umur,Jenis Kelamin,Alamat,
Status Perkawinan dan lain-lain termasuk.Sedangkan identitas sosial
meliputi identitas yang menjelaskan tentang sosial,ekonomi dan
budaya pasien misalnya, agama, pendidikan,pekerjaan,identitas orang
tua,identitas penanggung jawab pembayaran dan lain-lain.
2. Pengkajian Primer (Primary Survey)
a. Airway (Jalan napas) dengan control cervical
- Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas
Sumbatan jalan napas total :
 Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis
 Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas,
mendengkur
Sumbatan jalan napas parsial :
 Tampak kesulitan bernapas
 Retraksi supra sterna
 Masih terdengar suara sursling, snoring, atau stridor
- Distress pernapasan
- Kemungkinan fraktur cervical
b. Breathing ( Pernapasan)
- Kaji frekuensi napas
- Suara napas
- Adanya udara keluar dari jalan napas
Cara pengkajian : look (lihat pergerakan dada, kedalaman,
simetris atau tidak), listen (suara napas dengan atau tanpa
stetoskop), feel (rasakan hembusan napas, atau dengan perkusi
dan palpasi)
c. Circulation (Sirkulasi)
- ada tidaknya denyut nadi karotis
- Ada tidaknya tanda-tanda syok
- Ada tidaknya perdarahan eksternal
d. Disability (Tingkat Kesadaran)
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran
dibedakan menjadi :
 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya.
 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal.
 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri.
 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign. GCS
(Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.

Tabel 2.1 Tingkat Kesadaran Glasglow Coma Scale


e. Exposure ( control pada kasus trauma, dengan membuka pakaian
pasien tetapi cegah hipotermi)
[ CITATION HIP14 \l 1033 ].
3. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalanI pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat.
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-
obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien
yang meliputi :
 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa
yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda
terbangun saat tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti
diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik,
diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah
nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat?
Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang
timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah
nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah
pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,
frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala
nyeri.
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Menurut (Wahyu Widagdo, 2008) disesuaikan dengan [ CITATION Her17 \l
1033 ] Dalam NANDA Internasional.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuscular,
ketidakmampuan mengelurkan secret
2. Pola napas tidak efektif b.d Gangguan neurologis (Trauma Kepala)
3. Ketidakfektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah ke
otak (Iskemia)
4. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik (trauma), peningkatan TIK
5. Resiko Infeksi
6. Resiko perdarahan
C. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

(NANDA) (NOC)
(NIC)
Ketidakefektifan NOC:
bersihan jalan napas  Respiratory status :  Pastikan
Defenisi : Ventilation kebutuhan oral /
Ketidak mampuan  Respiratory status : tracheal
membersihkan sekresi Airway patency suctioning.
atau obstruksi dari  Aspiration Control  Berikan
saluran napas untuk O2… l/mnt,
memperthanakan kriteria hasil : metode………
bersihan jalan napas  Mendemonstrasikan  Anjurkan
batuk efektif dan suara nafas pasien untuk
Batasan yang bersih, tidak ada istirahat dan
Karakteristik : sianosis dan dyspneu napas dalam
 Batuk yang tidak (mampu mengeluarkan  Posisikan
efektif sputum, bernafas dengan pasien untuk
 Dispneu mudah, tidak ada pursed memaksimalkan
 Gelisah lips) ventilasi
 Kesulitan verbalisasi  Menunjukkan jalan  Lakukan
 Mata terbuka lebar nafas yang paten (klien tidak fisioterapi dada
 Ortopnea merasa tercekik, irama jika perlu

 Penurunan bunyi nafas, frekuensi pernafasan  Keluarkan


napas dalam rentang normal, tidak sekret dengan

 Perubahnan frekuensi ada suara nafas abnormal) batuk atau

napas  Mampu suction

 Perubahan pola napas mengidentifikasikan dan  Auskultasi

 Sianosis mencegah faktor yang suara nafas, catat


 Sputum dalam penyebab. adanya suara
jumlah yang  Saturasi O2 dalam tambahan
berlebihan batas normal  Berikan
 Suara napas  Foto thorak dalam bronkodilator :
tambahan batas normal  Monitor
 Tidak ada batuk status
hemodinamik
Faktor yang  Berikan
berhubungan : pelembab udara
Lingkungan : Kassa basah
 Perokok NaCl Lembab
 Perokok pasif  Berikan
 Terpajan asap antibiotik :
 Atur intake
Obstruksi Jalan napas untuk cairan

 Adanya jalan napas mengoptimalkan

buatan keseimbangan.

 Benda asing dalam  Monitor

jalan napas respirasi dan

 Eksudat dalam status O2

alveoli  Pertahankan

 Hyperplasia pada hidrasi yang

dinding bronchus adekuat untuk

 Mucus berlebihan mengencerkan


sekret
 Penyakit paru
obstruksi kronis  Jelaskan
pada pasien dan
 sekresi yang tertahan
keluarga tentang
 spasme jalan napas
penggunaan
peralatan : O2,
Fisiologi :
Suction, Inhalasi.
 Asma
 Disfungsi
neuromuscular
 Infeksi
 Jalan napas alergik

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Pola Napas


Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan (NOC)
(NANDA) (NIC)
Ketidakefektifa NOC: NIC:
n pola napas - Respiratory status: Airway Management
Definisi: inspirasi ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
dan/ atau - Respiratory status: chin lift atau jaw thrust bila perlu
ekspirasi yang airway patency 2. Posisikan pasien untuk
tidak member - Vital sign status memaksimalkan ventilasi
ventilasi Kriteria Hasil: 3. Identifikasi pasien perlunya
Batasan 1. Mendemonstrasika pemasangan alat jalan nafas
Karakteristik: n batuk efektif dan buatan
 Perubahan suara nafas yang 4. Pasang mayo bila perlu
kedalaman bersih , tidak ada 5. Lakukan fisoterapi dada jika
pernapasan sianosis dan perlu
 Perubahan dyspneu (mampu 6. Keluarkan secret dengan batuk
ekskursi dada mengeluarkan atau suction
 Mengambil sputum, mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat
posisi tiga titik bernafas dengan adanya suara tambahan

 Bradipneu mudah, tidak ada 8. Lakukan suction pada mayo

 Penurunan pursed lips) 9. Berikan bronkodilator bila perlu

tekanan 2. Menunjukkan jalan 10. Berikan pelembab udara kassa

ekspirasi nafas yang paten basah NaCl lembab

 Penurunan 3. Tanda – tanda vital 11. Atur intake untuk cairan

ventilasi dalam rentang mengoptimalkan keseimbanagn


normal 12. Monitor respirasi dan status O2
semenit Oxygen Therapy
 Penurunan 1. Bersihkan mulut, hidung dan
kapasitas vital secret trakea
 Dispneu 2. Pertahankan jalan nafas yang
 Peningkatan paten
diameter 3. Atur peralatan oksigenasi
anterior- 4. Monitol aliran oksigen
posterior 5. Pertahankan posisi pasien

 Pernapasan 6. Observasi adanya tanda – tanda

cuping hidung hipoventilasi

 Ortopneu 7. Monitor adanya kecemasan


pasien terhadap oksigenasi
 Fase ekspirasi
memenjang
Vital sign monitoring
 Pernapasan
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
bibir
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
 Takipneu
darah
 Penggunaan
3. Monitor VS saat pasien
otot aksesorius
berbaring, duduk atau berdiri
untuk bernapas
4. Auskultasi TD pada kedua
Faktor yang
lengan dan bandingkan
berhubungan :
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
 Gangguan
selama, dan setelah aktifitas
neurologis
6. Monitor kualitas dari nadi
(Trauma,
7. Monitor frekuensi dan irama
kejang)
pernapasan
 Nyeri
8. Monitor suara paru
 Cedera
9. Monitor pola pernapasan
medulla
abnormal
spinalis
10. Monitor suhu, waran dan
 Disfungsi
kelmbaban kulit
neuromuscular
11. Monitor sianosis perifer
 Keltihan otot
pernafasan 12. Monitor adanya cushing triad
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Pola Napas


Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan (NOC)
(NANDA) (NIC)
Ketidakefektifan NOC : NIC :
perfusis jaringan  Circulation status  Monitor
otak  Neurologic status TTV
Defenisi :  Tissue Prefusion : cerebral  Monitor
Penurunan sirkulasi Setelah dilakukan asuhan AGD, ukuran
jaringan otak yag selama………ketidakefektifan pupil,
dapat menganggu perfusi jaringan cerebral teratasi ketajaman,
kesehatan dengan kriteria hasil: kesimetrisan
 Tekanan systole dan dan reaksi
Batasan diastole dalam rentang yang  Monitor
Karakteristik : diharapkan adanya
(Nanda 2014)  Tidak ada diplopia,
 Gangguan ortostatikhipertensi pandangan
status mental  Komunikasi jelas kabur, nyeri
 Perubahan kepala
 Menunjukkan konsentrasi
perilaku  Monitor
dan orientasi
 Perubahan level
 Pupil seimbang dan reaktif
respon motorik kebingungan
 Bebas dari aktivitas kejang
 Perubahan dan orientasi
 Tidak mengalami nyeri
reaksi pupil  Monitor
kepala
 Kesulitan tonus otot
menelan pergerakan
 Kelemahan  Monitor
atau paralisis tekanan
ekstrermitas intrkranial dan
 Abnormalita respon
s bicara nerologis
 Catat
perubahan
pasien dalam
merespon
stimulus
 Monitor
status cairan
 Pertahankan
parameter
hemodinamik
 Tinggikan
kepala 0-45o
tergantung pada
konsisi pasien
dan order medis

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

(NANDA) (NOC)
(NIC)
Nyeri akut NOC : NIC :
 Pain Level,  Lakukan
Nanda hal: 469  pain control, pengkajian nyeri
Domain 12 : Kenyamanan  comfort level secara komprehensif
Kelas 1 : Kenyamanan fisik Setelah dilakukan termasuk lokasi,
Code : 00132 tinfakan keperawatan karakteristik, durasi,
selama …. Pasien frekuensi, kualitas
Defenisi : tidak mengalami dan faktor
Pengalaman sensori dan nyeri, dengan kriteria presipitasi
emosional tidak hasil:  Observasi
menyenangkan yang muncul reaksi nonverbal
akibat kerusakan jaringan  Mampu dari
actual atau potensial atau yang mengontrol nyeri ketidaknyamanan
digambarkan sebagai (tahu penyebab  Bantu pasien
kerusakan, awitan yang tiba- nyeri, mampu dan keluarga untuk
tiba atau lambat, dari menggunakan mencari dan
intensitas ringan sampai berat tehnik menemukan
dengan akhir yang dapat nonfarmakologi dukungan
diantisipasi atau diprediksi untuk mengurangi  Kontrol
nyeri, mencari lingkungan yang
Batasan Karakteristik : bantuan) dapat
 Melaporkan mempengaruhi nyeri
 Diaphoresis bahwa nyeri seperti suhu
 Dilatasi pupil berkurang dengan ruangan,
 Ekspresi wajah nyeri menggunakan pencahayaan dan
 Focus menyempit manajemen nyeri kebisingan

 Keluhan tentang intensitas  Mampu  Kurangi faktor

standar skala nyeri mengenali nyeri presipitasi nyeri

 Keluhan tentang (skala, intensitas,  Kaji tipe dan

karakteristik nyeri frekuensi dan sumber nyeri untuk

 Laporan tentang perilaku tanda nyeri) menentukan

nyeri  Menyatakan intervensi

 Perilaku distraksi rasa nyaman  Ajarkan


setelah nyeri tentang teknik non

Faktor yang berhubungan : berkurang farmakologi: napas

 Agen cedera biologis  Tanda vital dala, relaksasi,


dalam rentang distraksi, kompres
 Agen cedera fisik
normal hangat/ dingin
 Agen cedera kimiawi
 Tidak  Berikan
mengalami analgetik untuk
gangguan tidur mengurangi nyeri:
……...
 Tingkatkan
istirahat
 Berikan
informasi tentang
nyeri seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
 Monitor vital
sign sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
Tabel 2.5 Nyeri Akut
Tabel 2.6 Intervensi Risiko Perdarahan
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
(NOC)
(NIC)
(NANDA)

Risiko Perdarahan  TTV dalam batas  Mengawasi adanya perubahan


Defenisi : normal warna kulit
Rentan mengalami  Tidak ada tanda-  Mengawasi adanya perbahan
penurunan volume tanda syok kesadaran mengukur tanda –
darah, yang dapat ( akral dingin,TD tanda vital
mengganggu dalam batas  Memonitor perubahan turgor,
kesehatan. normal, mukosa dan capillary refiil time
CRT<2detik)  Mengobservasi adanya tanda-
Faktor risko : tanda edema paru : dispneu dan
 Aneurisme ronkhi.
 Gangguan fungsi  Mengkaji kekuatan nadi prifer
hati
 Gangguan GI  Mengkaji tanda-tanda dehidrasi
 Koagulopati  Memonitor intake-output cairan
inheren setiap jam : pasang kateter dll.
 Komplikasi  Mengoservasi balance cairan
kehamilan  Mengawasi adanya edema
 Riwayat jatuh perifer
 Sirkumsisi  Mengobservasi adanya urine
 Trauma output < 30 ml/jam dan
peningkatan BJ urine
 Meninggikan daerah yang
cedera jika tidak ada kontra
indikasi
 Memberikan cairan peroral jika
masih memungkinkan hingga
2000-2500 cc/hr.
 Mengontrol perdarahan dengan
balut tekan
 Mengobservasi tanda-tanda
adanya sindrom konpartemen
( nyeri lokal daerah cederah,
pucat, penurunan tekanan nadi,
nyeri bertambah berat saat
digerakkan, pertubahan
sensori/baal dan kesemutan )
 Menyiapkan alat-alat untuk
pemasangan CVP jika di
perlukan
 Memonitor CVP jika di
perlukan
 Memonitor CVP dan perubahan
nilai elektrolit tubuh
Kolaborasi
 Melakukan infus dengan jarum
yang besar 2 line
 Menyiapkan pemberian
transfusi darah jika
penyebabnya perdarahan, koloid
jika darah transpuse susah
didapat
 Pemberian atau maintenance
cairan IV
 Tindakan RJP
 kolaborasi pemberian obat-
obatan

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
(NOC)
(NIC)
(NANDA)

Risiko Infeksi NOC : NIC :


Defenisi :  Immune  Pertahankan teknik
Rentan mengalami Status aseptif
invasi dan  Knowledge :  Batasi pengunjung bila
multiplikasi organism Infection control perlu
patogenik yang dapat  Risk control  Cuci tangan setiap
mengganggu kriteria hasil: sebelum dan sesudah
kesehatan  Klien bebas tindakan keperawatan
Faktor Risiko : dari tanda dan  Gunakan baju, sarung
 Gangguan gejala infeksi tangan sebagai alat pelindung
Integritas kulit  Menunjukka  Ganti letak IV perifer dan
 Penurunan kerja n kemampuan dressing sesuai dengan
siliaris untuk mencegah petunjuk umum
 Penyakit kronis timbulnya infeksi  Gunakan kateter
 Prosedur invasive  Jumlah intermiten untuk
 Malnutrisi leukosit dalam menurunkan infeksi kandung
 Pecah ketuba dini batas normal kencing

 Imunosupresi  Menunjukka  Tingkatkan intake nutrisi

 Leukemia n perilaku hidup  Berikan terapi

 Merokok sehat antibiotik:...............................

 Stasis cairan  Status imun, ..

tubuh gastrointestinal,  Monitor tanda dan gejala


genitourinaria infeksi sistemik dan lokal
dalam batas  Pertahankan teknik isolasi
normal k/p
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia setiap 4
jam

Anda mungkin juga menyukai