1
kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, perekonomian Indonesia pada
tahun 2009 lalu masih dapat tumbuh 4.5%. Basis ekonomi kita yang lebih
banyak ditopang permintaan domestik, terutama konsumsi, ternyata lebih
berdaya tahan terhadap rambatan krisis global tersebut. Indonesia pun
disejajarkan dengan China dan India sebagai tiga negara yang masih
membukukan pertumbuhan positif sepanjang 2009.
Pada tahun 2010 ini Bank Indonesia memperkirakan perekonomian kita akan
tumbuh 6.1%, masih merupakan pencapaian yang cukup tinggi dalam skala
kawasan. Pada tahun 2011 dan selanjutnya, apabila didukung oleh
peningkatan investasi yang memadai, Bank Indonesia memprediksi bahwa
ekonomi domestik dapat terus tumbuh di atas 6.0%.
Kekuatan ekonomi kita juga didukung oleh kinerja perdagangan yang tetap
solid. Neraca pembayaran pada tahun ini diperkirakan akan mencatat surplus
sebesar USD 27.4 miliar, sehingga akumulasi cadangan devisa akan terus
meningkat. Cadangan devisa kita per 28 Oktober telah mencapai USD 91.1
miliar.
2
mengecil, akibat industri berbasis sumber daya alam yang semakin menonjol.
Apabila dibiarkan, persoalan ini dapat mengarah pada deindustrialisasi yang
dapat berdampak pada menurunnya nilai tambah industri nasional dan
tergerusnya produktivitas perekonomian. Disamping itu, ditengah-tengah
persoalan pengangguran dan kemiskinan yang masih dihadapi Indonesia,
kehadiran industri padat karya yang luas masih dibutuhkan.
Di sisi lain, industri manufaktur domestik kita masih kental dengan muatan
impor. Ini membuat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dibarengi
dengan naiknya impor secara cukup signifikan, yang berdampak pada
menurunnya surplus pada neraca transaksi berjalan (current account).
Apabila struktur industri kita yang bermuatan impor tinggi tersebut tidak
berubah, maka terdapat risiko kita akan mengalami defisit. Dalam kondisi
defisit, apabila sumber pembiayaan tetap mengandalkan arus modal masuk
jangka pendek yang memiliki volatilitas tinggi, seperti yang terjadi sekarang,
maka akan menimbulkan kerentanan. Kaitan struktur industri dengan
kerentanan neraca pembayaran masih merupakan persoalan yang harus
sama-sama kita kaji dan cari solusinya.
Dari sisi komposisi, neraca modal dan keuangan ( capital and financial
account) kita memang masih kurang berimbang. Pada 2009, arus masuk
modal ke investasi portofolio kita sebesar USD 10,3 milyar, jauh lebih besar
dari investasi langsung jangka panjang (FDI) yang hanya sebesar USD 1.9
milyar. Bank Indonesia memproyeksikan bahwa di tahun 2010, kondisi akan
sedikit membaik, dengan investasi portofolio akan mencapai USD 15.5 milyar
sementara FDI meningkat menjadi USD 9.4 milyar. Bila dilihat lebih dalam,
latar belakang masuknya FDI ke Indonesia ternyata cenderung berorientasi
pasar domestik ketimbang untuk ekspor. FDI yang masuk tersebut juga
membutuhkan impor tambahan sebagai komplemen modal. Kondisi ini
membuat FDI yang meningkat dapat membuat impor meningkat, yang
kembali dapat mengarah pada defisit transaksi berjalan dan terganggunya
keseimbangan eksternal.
Perekonomian kita yang cepat memanas di sisi neraca pembayaran juga
ternyata juga diikuti pada sisi internal. Kondisi infrastruktur yang masih
3
belum memadai, dikombinasikan dengan tantangan geografis yang kita
miliki, menjadikan kendala yang tampak semakin serius dalam produksi dan
distribusi. Kendala di sisi penawaran (supply side constraint) ini telah
secara konsisten membuat inflasi kita tetap lebih tinggi dari negara-negara
kawasan. Proyeksi terakhir Bank Indonesia menunjukkan inflasi inti sudah
kembali merangkak naik, ke arah 4.5% di 2010 dan 5.0% di 2011.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang diiiringi dengan potensi peningkatan
inflasi yang tinggi, utamanya dipacu dari sisi penawaran, menunjukkan
adanya persoalan pada keseimbangan internal.
Adanya potensi ketidakseimbangan internal dan ekternal, di balik kisah
sukses perekonomian Indonesia selama menghadapi krisis, merupakan
tantangan nyata bagi kita semua yang harus segera dijawab.
Financial accelerator ini berkerja sebagai berikut. Pada periode boom atau
positive shock, kenaikkan harga aset biasanya dibarengi dengan
4
bertambahnya modal bank dan berkurangnya leverage, yang mendorong
bank melakukan ekspansi. Kenaikkan harga aset juga memudahkan sektor
rumah tangga dan bisnis memperoleh pinjaman dari bank, yang pada
gilirannya memacu konsumsi dan investasi.
Sebaliknya, pada periode krisis atau negative shock, jatuhnya harga aset
menyebabkan modal bank merosot dan leverage bank naik. Karena dalam
masa krisis sangat sulit bagi bank meraih modal baru, bank cenderung
melikuidasi asset, sehingga membuat harga aset lebih merosot. Dampak
terhadap sektor riil dan ekonomi akan terasa lebih berat saat negative
shock tersebut menimpa bank-bank besar secara serentak, atau terjadi efek
sistemis dari neraca bank yang memburuk.
5
Momentum pemulihan ekonomi di banyak negara maju memang terlihat
melemah. Kondisi tersebut tergambar jelas dari masih tingginya tingkat
pengangguran, melemahnya kembali konsumsi rumah tangga yang disertai
dengan menguatnya ancaman deflasi di Amerika, Eropa, dan Jepang. Di pihak
lain, pemulihan ekonomi negara-negara emerging market khususnya di Asia
dan Amerika Latin melaju pesat, disertai dengan mulai munculnya tekanan
inflasi.
Dari uraian tadi, terlihat bahwa dari sisi arus modal memang terdapat push
factor, yaitu berlimpahnya likuiditas dan rendahnya suku bunga di negara
maju, yang pada saat bersamaan disertai pull factor, yaitu membaiknya
fundamental ekonomi, tingginya suku bunga, dan membaiknya persepsi risiko
ke emerging market. Kedua faktor tersebut secara bersamaan telah, sedang
menyebabkan derasnya aliran modal ke emerging
market, termasuk ke Indonesia.
Pada saat ini Indonesia memang menjadi magnet tujuan investasi bagi
kalangan pengelola modal portofolio internasional. Intensitas arus masuk
modal portfolio ke Indonesia dalam tiga bulan terakhir bahkan semakin kuat
karena para investor global tersebut mengantisipasi langkah- langkah
lanjutan kebijakan moneter di Amerika.
Terkait QE jilid II yang baru saja diumumkan, the Fed diperkirakan akan
mengaktifkan kembali program pembelian aset dalam skala besar ( large-
scale asset purchases/LSAP). Program ini dipastikan akan semakin
menekan lagi suku bunga jangka panjang di AS, yang pada gilirannya
semakin memperderas arus modal ke negara emerging market.
6
akumulasi cadangan devisa oleh negara emerging market pun meningkat
pesat.
7
menjauh dari nilai fundamentalnya (overshoothing). Selain itu, derasnya
arus modal saat ini dirasa sudah lebih besar dari kemampuan sektor riil dan
pasar keuangan kita untuk dapat menyerapnya. Dari segi kedalaman
maupun ketersediaan instrumen, pasar keuangan kita tampak belum siap
untuk menerima begitu derasnya arus masuk modal jangka pendek.
Kurang dalamnya pasar keuangan kita relatif terhadap besarnya modal asing
menjadikan sistem keuangan domestik rentan terhadap perubahan
mendadak sentimen investor global. Pada Mei lalu kita menyaksikan
bagaimana munculnya sentimen negatif berupa memuncaknya kekhawatiran
terhadap krisis ekonomi di Yunani telah memicu penarikan dana asing dalam
skala besar dan mendadak (large and sudden reversal) dari perekonomian
Indonesia yang menimbulkan tekanan kuat terhadap Rupiah.
Capital control memiliki alasan kuat untuk menjadi bagian dari perangkat
kebijakan dalam mengelola arus masuk modal apabila tekanan inflasi
meningkat, apabila kecukupan cadangan devisa sudah lebih dari optimal,
apabila nilai mata uang domestik overvalued, dan apabila arus modal yang
masuk mayoritas bersifat sementara (transitory).
Melihat kondisi sekarang, memang semakin banyak otoritas di sejumlah
negara emerging market yang mulai mempertimbangkan untuk menrancang
dan menerapkan kebijakan capital control namun secara specifik dan tepat
sasaran (targeted). Agar kebijakan capital control tersebut efektif maka
sangat penting untuk dapat menbedakan antara sumber dan jenis aliran
modal, mempertimbangkan secara hati-hati pilihan instrumen yang akan
digunakan, memperkuat komunikasi dan kapasitas institusional, serta
merancang mekanisme entry/exit dan penyesuaian terhadap instrumen yang
telah ditetapkan.
Secara umum, instrumen capital control yang memerlukan perubahan
minimal dari sistem yang sudah tersedia akan lebih mudah disesuaikan,
dikomunikasikan, dan diimplementasikan. Namun, instrumen capital control
yang memerlukan perubahan mendasar dari sistem yang sudah ada dapat
menimbulkan dampak psikologis yang lebih besar dan mungkin risiko gagal.
10
sebesarsebesarnya dari arus modal masuk tersebut guna mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan kata lain, persoalan
fundamental yang perlu kita jawab bersama adalah bagaimana kita mampu
memanfaatkan aliran modal ini ke jangka waktu yang lebih panjang.
Terdapat sejumlah langkah yang dapat kita tempuh. Pertama, kita
seyogyanya mampu mendorong pemanfaatan aliran modal tersebut untuk
pembiayaan bagi perusahaan dan pendalaman pasar keuangan domestik.
Kemudahan-kemudahan dan stimulus di pasar modal dapat diberikan baik
untuk mendorong penerbitan saham (initial/secondary public offering)
maupun obligasi (bond issuance) bagi korporasi. Bahkan besarnya minat
investasi dari luar negeri tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk
mendukung upaya-upaya untuk penerbitan saham dan obligasi
perusahaanperusahaan BUMN kita.
Kedua, yang juga sangat penting dan mendesak, kita sebaiknya mampu
mendorong perbaikan iklim investasi dan pembangunan infrastruktur dengan
memanfaatkan peluang dari besarnya minat investasi asing tersebut. Diskusi
tentang hal ini sudah sama-sama kita ikuti dan berbagai rekomendasi
kebijakan juga sudah disampaikan dan dirumuskan. Kini tinggal bagaimana
kita secara kokoh dan konsisten mengimplementasikannya.
Mendorong investasi sangatlah penting untuk meningkatkan kapasitas
perekonomian. Memacu pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi dengan
peningkatan kapasitas produksi hanya akan menghasilkan tekanan inflasi
yang utamanya muncul akibat keterbatasan sisi penawaran. Ke depan, Insya
Allah, dengan fundamental ekonomi kita yang semakin baik, minat asing
untuk berinvestasi di Indonesia akan sangat besar. Apalagi, Indonesia
memiliki peluang untuk memasuki peringkat investment grade tahun depan.
11
Intinya kita memang harus mampu menjaga stabilitas ekonomi makro
ditengah keterbukaan ekonomi kita. Ketiadaan kesalahan kebijakan makro
tidak menjamin kita tetap aman dari dampak gejolak luar.
Akhir kata, semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang me ridhoi
kegiatan kita hari ini dan senantiasa melimpahkan bimbingan, petunjuk, dan
rahmat-Nya kepada kita sekalian. Terima kasih.
12