PENDAHULUAN
luas hutan mangrove Indonesia mencapai 4,3 juta hektar. Sedangkan menurut FAO
(2007) bahwa Indonesia mempunyai hutan mangrove seluas 3.062.300 juta hektar
pada tahun 2005, yang merupakan 19 % dari total luas hutan mangrove di seluruh
dunia.
dan Selatan wilayahnya, khususnya sumberdaya hutan mangrove dengan total luas
hutan mangrove sekitar ± 12.074,74 ha. Salah satu kawasan pesisir Gorontalo di
sebelah utara yang memiliki potensi sumberdaya hutan mangrove yakni wilayah
pesisir kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara dengan luas hutan mangrove
± 1.441,04 ha, atau 5,29% dari seluruh luasan wilayahnya 27.218,79 ha (Sumber,
tahun).
semua komponen yang ada dalam ekosistem tersebut, baik komponen spesies
satu sama lain dalam komunitas sehingga membentuk stabilitas ekosistem mangrove.
sebelah Timur kawasan pesisir Gorontalo Utara oleh Kasim et al., (2017) meliputi
pesisir Kecamatan Atinggola hingga Tomilito, dan di bagian Tengah (Kasim dkk,
2018) meliputi kawasan Pulau Ponelo (kecamatan Kwandang) dan Pulau Dudepo
1
(Kecamatan Anggrek), secara umum menunjukkan bahwa kawasan pesisir Gorontalo
Utara memiliki kekyaan jenis mangrove yang relative tinggi, di samping juga
IUCN, seperti Avicennia lanata (status rentan), serta Aegiceras floridum dan Ceriops
dikaji.
dengan beberapa sarana vital, seperti transportasi laut (Pelabuhan Anggrek), dan
permukiman dan industri (gudang) dan wisata. Kondisi ini akan menciptakan keadaan
mangrove.
kedua ini diharapkan dapat menjadi bagian upaya konservasi yang bermanfaat bagi
2
Ekosistem apa? di perairan mengandung berbagai detritus, ratusan jenis
Semua komponen ini terhubung dalam rantai makanan yang kompleks dengan
interaksi yang berkembang. Sampai saat ini pengelolaan makanan perikanan telah
merupakan ukuran kemampuan atau keeratan antara spesies. Pada hakekatnya mahluk
hidup di bumi ini tak sendirian atau hanya hidup bersama individu-individu dari
masyarakat kalangannya sendiri. Hal yang dijumpai di alam adalah campuran dari
berbagai spesies. Walaupun ada spesies yang tidak terpengaruh oleh hadirnya spesies
lain, tetapi pada umumnya terdapat dua atau lebih spesies berinteraksi, sehingga
keadaan populasi atau suatu spesies akan berbeda tanpa kehadiran dari spesies-
keterkaitan yang sangat tinggi (ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang
lamun). Tingkat keterkaitannya dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya oleh faktor
fisik, biologi dan kimia. Salah satu dari berbagai hal yang dapat dijadikan indikator
Selaras dengan hal ini dalam rangka mengetahui kondisi tersebut maka penelitian
tentang asosiasi organisme antar mangrove A. lanata di kawasan desa Langge dan
3
1.2 Rumusan Masalah
Utara ?
Gorontalo Utara ?
1.3 Tujuan
4
1.4 Manfaat
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
beraosiasi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
area pasang surut dengan kadar tanah bersalinitas. Tumbuhan ini merupakan
tumbuhan tingkat tinggi, dimana sudah memiliki daun, batang, dan akar yang sudah
banyak fungsi, baik secara ekologis maupun ekonomis, maka ekosistem mangrove
tersebut akan mendukung lingkungan pantai, menjadi tempat yang ideal bagi ikan-
ikan berkembang biak, rumah yang nyaman begi kepiting dan burung air (Fachrul,
2007). Salah satu fungsi ekologisnya yaitu merupakan habitat dari berbagai jenis
biota laut, termasuk biota penempel. Biote penempel terdapat pada berbagai (daun,
batang, akar, dll) dari vegetasi mangrove sebagian besar berasal dari golongan
pemijahan, sumber pakan dan nutrisi bagi fauna-fauna yang umumnya merupakan
komoditas ekonomi bagi masyarakat sekitar daerah pantai. Biota perikanan tersebut
yang meliputi: ikan, udang, kepiting, kerang, dan biota perikanan lainnya yang
didekati dengan jumlah hasil tangkapan ikan disekitar hutan mangrove tersebut.
6
Seperti contoh hasil tangkapan dari Belerang pada tahun 1996 diperoleh sebanyak
7.396 ton. Dengan asumsi jumlah produksi tetap dan berkorelasi secara linear dengan
luas hutan mangrove, maka hasil tangkapan ikan di sekitar hutan mangrove tersebut
adalah 0,448 ton/ha/th. Bila harga ikan diasumsikan tetap sebesar US$ 1.163,04/ton
(Gellwyn dan Dahuri, 1999) dalam Kusumastanto (2004), maka nilai fungsi
yang terletak paling luar atau dekat dengan lautan. Hidup di tanah berlumpur agak
lembek atau dengkal, dengan substrat berpasir, sedikit bahan organik dan kadar
garam tinggi (Afzal dkk, 2011). Klasifikasi Avicennia lanata menurut Katimura
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiosperms
Kelas : Eudicots
Ordo : Lamiales
Family : Acthtaceae
Genus : Avicennia
Species : A. lanata
7
Gambar 1. Mangrove Avicennia lanata
Deskripsi umum : Belukar atau pohon yang tumbuh tegak atau menyebar,
dapat mencapai ketinggian hingga 8 meter. Memiliki akar nafas dan berbentuk pensil.
Kulit kayu seperti kulit ikan hiu berwarna gelap, coklat hingga hitam.
a) Daun memiliki kelenjar garam, bagian bawah daun putih kekuningan dan ada
rambut halus. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips. Ujung:
atau ketiak tangkai/ tandan bunga. Formasi: bulir (8-14 bunga). Daun
sari: 4.
c) Buah seperti hati, ujungnya berparuh pendek dan jelas, warna hijau-agak
d) Ekologi tumbuh pada dataran lumpur, tepi sungai, daerah yang kering dan
toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Diketahui (di Bali dan Lombok)
8
berbunga pada bulan Juli - Februari dan berbuah antara bulan November
hingga Maret.;
Spesies ini memiliki jajaran yang berbeda di Asia Tenggara dan terancam
rentang spesies ini telah menurun setidaknya 30% selama periode dua puluh lima
tahun (1980-2005). Tidak ada data untuk memperkirakan penurunan populasi selama
periode tiga generasi (120 tahun). Spesies ini terdaftar sebagai Rentan di bawah
kriteria A. Jika data tambahan pada penurunan populasi masa lalu dapat ditemukan,
spesies ini mungkin memerlukan penilaian ulang dan mungkin listing di kategori
ancaman yang lebih tinggi. Spesies ini memiliki jangkauan terpisah, dan ditemukan di
Pulau Natuna, Kepulauan Halmahera dan Irian Jaya, Indonesia, Malaysia, Filipina,
pertama dari habitat mangrove untuk dihapus atau dipengaruhi oleh aktivitas
pesisir. Walaupun estimasi lokal tidak pasti karena perbedaan definisi legislatif apa
sekitar 30% di kawasan mangrove di negara-negara dalam ini berbagai spesies sejak
9
tahun 1980 (FAO, 2007). Semua ekosistem bakau terjadi dalam permukaan laut dan
tinggi elevasi pasang surut, dan memiliki spesies yang berbeda zonasi yang
dikendalikan oleh ketinggian substrat relatif terhadap permukaan laut. Hal ini karena
variasi terkait di frekuensi elevasi, salinitas dan aksi gelombang (Duke, dkk, 1998).
fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air
pasang dan surut, berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut
dan angin topan (Murdiyanto, 2003). Menurut Lubis (1999) diacu dalam (Santoso,
daratan.
produktivitas bahan pelapukan dan organik mati yang sangat tinggi. Bahan
10
pelapukan dan organik mati ini ternyata sumber makanan yang sangat baik
2) Berkaitan erat dengan poin di atas, hewan pemakan bahan pelapukan dan
1) Sebagai sumber kayu untuk kayu bakar, arang, bahan bangunan, alat-alat
3) Sebagai tempat pertambakan udang dan ikan, tempat pembuatan garam dan
Menurut Giesen (1991), biji pohon mangrove ini direbus dan dimakan
beberapa madu terbaik saat dikumpulkan oleh lebah, kayu yang digunakan untuk
bangunan. Hal ini jarang digunakan untuk membuat arang dan digunakan sebagai
kayu bakar hanya untuk ikan asap atau karet. Pohon mangrove ini merupakan pohon
yang tumbuh dengan cepat diantara beberapa digunakan dalam penanaman kembali
11
2.6 Asosoasi Organisme dengan Ekosistem Mangrove
Mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa liar seperti primata,
reptilia dan burung. Selain sebagai tempat berlindung dan mencari makan, mangrove
juga merupakan tempat berkembang biak bagi burung air. Bagi berbagai jenis ikan
dan udang, perairan mangrove merupakan tempat ideal sebagai daerah asuhan, tempat
digunakan untuk melihat hubungan suatu jenis Mangrove dengan jenis lainnya pada
suatu habitat. Dimana ada dua tipe asosiasi jenis yaitu asosiasi yang bersifat positif
dan negative, yang dapat dilihat dari adanya interaksi spesies. Dimana interaksi antara
spesies disebut dengan asosiasi yang polanya ditentukan oleh apakah dua spesies
memilih pada suatu habitat yang sama, mempunyai daya penolakkan ataupun daya
tarik, atau bahkan tidak berinteraksi sama sekali. Dengan demikian suatu asosiasi
biasanya bersifat positif, negative atau tidak ada asosiasi. Asosiasi posostif diperoleh
jika kedua spesies lebih sering bersama dari pada sendiri-sendiri. Sedangkan asosiasi
bahwa asosiasi antar jenis diartikan sebagai interaksi antar dua jenis atau interaksi
antar beberapa spesies. Adanya interaksi antar jenis akan menghasilkan suatu asosiasi
yang polanya sangat ditentukan oleh apakan dua jenis memilih atau menghindari
habitat yang sama, mempunyai daya penolakan atau tarik, atau bahkan tidak
berinteraksi sama sekali. Lebih lanjut dijelaskan , bahwa asosiasi ada dua macam,
yaitu asosiasi positif dan asosiasi negative. Asosiasi positif berarti secara tidak
12
langsung beberapa jenis mahluk hidup berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Sedangkan asosiasi negative berarti tidak secara tidak langsung beberapa jenis
juga berarti dua jenis mahluk hidup tersebut mempunyai pengaruh atau reaksi yang
13
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan terhitung mulai bulan Agustus 2018 yang diawali
dengan kegiatan survey awal lapangan dilanjukan pada bulan November 2018.
Provinsi Gorontalo. Secara geogafis lokasi penelitian terletak pada posisi 122 0 49’
23.126’’ – 1220 50’ 40.127” BT dan 00 48’ 12.738” – 00 49’ 57, 529” LU.
0 ° 5 0 '3 0 " N
122°49'0"E 122°49'30"E 122°50'0"E 122°50'30"E 122°45'0"E 122°46'30"E 122°48 '0"E 122°49'30"E 122°51'0"E 122°52'30"E
MONANO
0 ° 4 8 ' 0 " N0 ° 4 9 ' 3 0 " 0N ° 5 1 ' 0 " N
.
0 ° 4 9 '3 0 " N 0 ° 5 0 '0 " N
KW ANDA NG
0 ° 4 8 '3 0 " N 0 ° 4 9 '0 " N
SUMA LATA
ANG G RE K
M ONANO PO NELO K EPULA UAN TO MI LI TO
HIYALOOYILE GE NTUM ARAYA
LANGG E ANG GREK
AT ING GO LA
KWANDA NG
TOLONGIO
0 ° 4 8 '0 " N
0 ° 4 8 '0 " N
TUTUWOTO
3.2.1 Alat
14
Secara umum alat yang digunakan mencakup instrument terkait
pengumpulan data mangrove, organisme dan kualitas lingkungan serta alat tulis
menulis. Secara lengkap daftar alat dan fungsinya masing-masing yang digunakan
3.2.2 Bahan
informasi responden, bahan pelengkap peralatan, serta obyek dalam penelitian, secara
15
3.3 Prosedur Penelitian
Penentuan
Penempatan
Persiapan lokasi
plot
pengamatan
Pengambilan
Analisi data Wawancara
data
yaitu suhu, pH, salinitas, dan substrat. Pengambilan contoh air untuk analisis kualitas
Pengukuran kualitas air ini menggukana alat ukur handylap-pH meter yang mengukur
(suhu, pH, dan salinitas) sekaligus. Sedangkan pengukuran parameter untuk substrat
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kuadran
16
a. Melakukan survey awal di desa Langge dan di desa Ilodulunga untuk melihat
pengambilan sampel.
b. Pada tiap-tiap jalur cabang yang dibuat kemudian ditentukan titik pengukuran,
lanata. Interval jarak antara titik pengukuran satu dengan titik pengukuran
c. Tiap titik pengukuran tersebut dibuat transek lingkaran dengan radius transek
demikian luas pengamatan tiap point kuadrannya adalah seluas (r2) 78.5 m2.
kuadran ditentukan tiap jenis pohon yang terdapat dalam kuadran di catat
jenisnya, diukur diameter setinggi dada, dan jarak pohon tersebut terhadap
e. Kemudian dari setiap plot diamati semua jenis organisme yang ada pada
mangrove jenis A. lanata. Setiap penemuan spesies organisme yang ada dalam
plot masing-masing diambil dua individu untuk mewakili setiap jenis sampel
17
berisi air laut dan ditambahkan Alkohol 75 % secukupnya, diberi label untuk
Keterangan Gambar
30 m
20 m
20 m
30 m
Gambar 3. Bentuk Jalur lintasan, ukuran transek, dan jarak interval metode transek
PCQ (Point Centered Quarter) pelacakan jenis mangrove A. lanata
1. Populasi
Gorontalo Utara.
18
hal ini, yaitu masyarakat sekitar hutan mangrove yang berinteraksi langsung
orang.
3. Instrument penelitian
19
- Pengetahuan terhadap fungsi ekosistem mangrove
sangat setuju (SS) dengan di beri skor 4, pilihan setuju (S) di beri skor 3, pilihan tidak
setuju (TS) di beri skor 2, dan pilihan sangat tidak setuju (STS) di beri skor 1.
Selanjutnya diberi kategori pada pernyataan yang di bagi menjadi empat kategori
kurang baik, cukup baik, baik dan sangat baik (Hamzah, 2008:95).
4) 3,50-4,00 Baik
berikut:
sebagai berikut:
20
b. Kehadiran Relatif (FR), merupakan nilai kehadiran dari suatu jenis dibagi
c. Kerapatan Relatif (KR), merupakan jumlah individu dari suatu jenis dibagi
e. Dominansi Relatif (DR), merupakan dominansi dari suatu jenis dibagi dengan
Ellenberg, 1974)
Kershaw, 1964 ). Dalam penelitian ini hanya jenis-jenis pohon utama (INP > 10 %)
saja yang diikutkan dalam analisis. Bentuk kontingensi tabel untuk asosiasi antara
Spesies A
+ - Jumlah
+ a b a+b
Spesies B - c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d
Keterangan :
21
a = Pengamatan jumlah ttk pengukuran yg mengandung species A dan
species B
maupun spesies B
( ad – bc )2 n
Chi-square (X2) hitung = ------------------------------------
(a + b) (a + c) (c + d) (b + d)
Nilai ini diperbandingkan dengan nilai chi-square (X2) tabel pada derajad
bebas sama dengan satu pada taraf uji 10% dan 5%. Berdasarkan kedua nilai
1. Apabila nilai chi-square hitung lebih besar dari nilai chi-square tabel, maka
kedua jenis yang berasosiasi mengadakan asosiasi nyata pada taraf uji
tersebut.
2. Apabila nilai chi-square hitung lebih kecil dari nilai chi-square tabel, maka
kedua jenis yang berasosiasi mengadakan asosiasi tidak nyata pada taraf uji
tersebut.
22
DAFTAR PUSTAKA
Christensen, N.L. 1996. The report of the ecological society of America committee
on the scientific basis for ecosystem management. Ecological Applications,
Vol. 6(3): 665-691.
Duke , N.C. dkk. 1998. Factors Influ Encing Biodiversity and Distribusional
Gradients In Mangrove. Global Ecology And Biogeography Vol 7 (1): 27-
47.
Ghufran, M. dan Kordi, K.M. 2012. Ekosistem Mangrove: potensi, fungsi, dan
pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta.
23
Kitamura, S. Anwar, C. Chainago, A & Baba. S. 1997. Buku Panduan Mangrove di
Indonesia Bali dan Lombok. Jaya Abadi. Denpasar.
Kusumastanto, T. 2004. Laut Masa depan Bangsa. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir
dan Lautan, IPB.
Paillin, J.B 2009. Asosiasi Interpesies Lamun di Perairan Ketapang Kabupaten Seram
Bagian Barat. Jurnal. Universitas Patimura Ambon. Vol 5. No 2.
Rusila, N. Y. 1987. Studi Populasi Burung Air Kaitannya dengan Usaha Konservasi
di Daerah Pantai Indramayu dan Cirebon. Skripsi, Jurusan Biologi -
UNPAD, Bandung.
Terados, J. Williams, S.L. 1997. Leaf Versus Root Nitrogen Uptake By The Surfgrass
Phyllospadix Torreyi. Marine Ecology Progres Series. 149:267-277.
Wahyudi, S.Hut. A., Ir. Saridan, MP. A., dan Rombe, R, 2010. Sebaran dan Asosiasi
Jenis Pohon Penghasil Tengkawang (Shorea spp). Di Kalimantan Barat.
Tesis. Kementrian Kehutanan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa.
24