BULAN KE-5
i
Daftar Gambar
Gambar 3.1 Bagan Alur Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Pemberian Hak Atas
Tanah/DPAT dalam Rangka Pelaksanaan Program Pengendalian dan
Pemantauan Pertanahan .......................................................................... 13
ii
Bab 1
Pendahuluan
Pemberian hak atas tanah kepada Badan Hukum sangat dipengaruhi oleh
kepentingan perorangan/kelompok tertentu, bahkan berisiko tinggi terhadap konflik
horisontal dengan masyarakat setempat. Kepentingan pengusaha bermodal besar
sering kali mengalahkan masyarakat, bahkan sebagian besar pemahaman pemegang
hak Badan Hukum beranggapan bahwa Izin Lokasi yang diberikan oleh
Bupati/Walikota sebagai kekuatan hukum untuk menguasai tanah yang pada
kenyataannya masih terdapat hak keperdataan dari masyarakat (adat) setempat. Data
Kementerian ATR/BPN menunjukkan bahwa pada tahun 2016, ketimpangan yang
ditunjukkan dengan indeks GINI mencapai 0,59, jauh lebih tinggi dari ketimpangan
1
pendapatan yang mencapai 0,43. Implikasinya, dimungkinkan juga
ketidakharmonisan antara masyarakat setempat dengan pengusaha yang berakibat
pada okupasi masyarakat terhadap penguasaan hak atas tanah skala besar.
Selanjutnya, pasca pemberian Hak Atas Tanah (HAT), Dasar Penguasaan Atas
Tanah (DPAT), perlu dilakukan pemantauan atas pemenuhan kewajiban-kewajiban
pemegang HAT/DPAT, pembatasan kepemilikan tanah oleh badan hukum dalam
satu grup, peralihan atau take over, berakhirnya hak atas tanah,
perpanjangan/pembaruan hak, dan sebagainya. Hal ini untuk memastikan bahwa
tanah yang telah diberikan haknya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Selama tiga tahun terakhir (2015-2017), kegiatan pemantauan dan evaluasi hak atas
tanah pertanian (khususnya Hak Guna Usaha) dan tanah non pertanian (Hak Guna
Bangunan yang dimiliki Badan Hukum) dilaksanakan secara swakelola oleh
pelaksana Direktorat Pengendalian dan Pemantauan Pertanahan baik di pusat
maupun di daerah. Pelaksana pusat melakukan klarifikasi terhadap hasil supervisi
oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) pada kegiatan
pemantauan dan evaluasi hak atas tanah yang dilaksanakan oleh pelaksana di Kantor
Pertanahan (Kantah).
Pada Tahun 2020 ini, kegiatan pemantauan dan evaluasi hak atas tanah menjadi salah
satu Proyek Prioritas Nasional karena sebagai salah satu usaha dalam rangka
Penataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Dalam
rangka tersebut, maka perlu perubahan metode dalam melaksanakan pemantauan
yang dilakukan sesuai dengan kewenangan pemberian hak oleh Menteri ATR/Kepala
BPN, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN), Kepala
Kantor Pertanahan (Kakantah) berdasarkan luasan tertentu. Dengan demikian,
masing-masing satuan kerja pusat dan daerah melakukan pemantauan dan evaluasi
terhadap hak atas tanah yang berbeda sesuai dengan kewenangannya. Diharapkan
dengan metode tersebut menjadi semakin banyak hak atas tanah yang dapat dipantau
secara efektif sehingga penguasaan dan pemanfaatan tanahnya menjadi optimal.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut diperlukan jasa konsultan
2
lainnya untuk membantu pelaksanaan pemantauan dan pengolahan data baik tekstual
maupun spasial.
Oleh karenanya maka ruang lingkup substansi dari petunjuk teknis ini adalah:
1. Obyek pemantauan;
4. Pembiayaan.
3
1.5 Pelaporan
Proses pelaksanaan pekerjaan dilakukan melalui tahapan pekerjaan yang diwujudkan
dalam bentuk penyerahan produk laporan bulanan. Laporan diserahkan setiap akhir
bulan dan memuat progres kegiatan pemantauan dan evaluasi Hak Atas Tanah/
DPAT.
4
Bab 2
Tinjauan Pustaka
Dalam UUPA pasal 16 jo. Pasal 53, sifat dari hak atas tanah dapat dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu:
1. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah yang akan tetap
selama UUPA masih berlaku atau belum diganti dengan undang-undang yang
baru;
2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan oleh undang-undang, yaitu hak atas tanah
yang akan lahir kemudian berdasarkan undang-undang yang akan ditetapkan
nantinya;
3. Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu hak atas tanah yang akan
dihapuskan dalam waktu singkat karena mengandung sifat-sifat pemerasan, sifat
feodal, dan bertentangan dengan UUPA.
Orang, kelompok, atau badan hukum yang memiliki hak atas tanah akan dikenakan
hak penguasaan atas tanah. Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang,
5
kewajiban, dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu pada
tanah yang menjadi haknya. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat,
dibedakan menurut jenis hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Dari segi asal
tanahnya, jenis hak atas tanah dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
1. Hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah
negera seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai atas
negara;
2. Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu hak atas tanah yang berasal dari
tanah pihak lain seperti hak guna bangunan atas tanah hak milik, hak pakai atas
tanah hak pengelolaan, hak pakai atas tanah hak milik, hak sewa untuk
bangunan, hak gadai, hak bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah
pertanian.
Menurut UUPA Pasal 36 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 19,
subyek yang dapat memiliki HGB adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
HGB dapat diberikan berdasarkan penetapan langsung oleh pemerintah, perjanjian
pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat
6
Akta Tanah (PPAT), atau berdasarkan undang-undang terkait ketentuan tentang
konversi. Hak Pemegang HGB diatur dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor
40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas
Tanah sebagai berikut:
1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu;
2. Mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya;
3. Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain;
4. Membebani dengan Hak Tanggungan.
Sedangkan kewajiban pemegang HGB diatur dalam Pasal 30 Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 sebagai berikut:
1. Membayar uang pemasukan kepada negara;
2. Menggunakan tanah sesuai peruntukkannya;
3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga
kelestarian lingkungan hidup;
4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan HGB kepada negara, pemegang
Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah HGB dihapus;
5. Menyerahkan sertifikat HGB yang telah dihapus kepada kepala kantor
pertanahan;
6. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan
atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah HGB.
Jangka waktu pemberian HGB dapat dibedakan menurut asal tanahnya, HGB atas
tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kali paling
lama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan
dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. Sedangkan HGB atas
tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 30 tahun, tidak ada perpanjangan
waktu. Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang HGB dapat
diperbarui dengan pemberian HGB baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan
wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat. Dihapusnya HGB diatur dalam Pasal
40 UUPA dan pasal 35 PP No. 40/1996 sebagai berikut:
1. Jangka waktunya berakhir;
7
2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau
pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berakhir, karena:
Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak yang tertuang
dalam perjanjian pemberian hak antara pemegang HGB dengan pemegang
Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik;
Putusan pengadilan yang berkekuatan tetap.
3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya;
4. Dicabut untuk kepentingan umum;
5. Diterlantarkan;
6. Tanahnya musnah;
Pemegang HGB tidak memenuhi syarat sebagai subjek pemegang HGB.
Subyek yang dapat memperoleh HGU menurut UUPA Pasal 30 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 2 adalah Warga Negara Indonesia dan
Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia. HGU dapat diberikan melalui pemberian hak oleh pemerintah dan
berdasarkan ketentuan undang-undang. Pemegang HGU berhak untuk menguasai dan
8
menggunakan sumber air dan sumber daya alam lainnya yang terdapat di atas tanah
tersebut dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dan kepentingan masyarakat
sekitar. Sedangkan kewajiban pemegang HGU adalah sebagai berikut:
1. Membayar uang pemasukan kepada negara;
2. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan, dan atau peternakan
sesuai dengan peruntukkan dan syarat yang ditetapkan dalam keputusan
pemberian haknya;
3. Mengusahakan sendiri tanah tersebut dengan baik sesuai dengan kelayakan
usaha yang ditetapkan oleh instansi teknis;
4. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada
di lingkungan areal tanah tersebut;
5. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dang
menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
6. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan tanah
tersebut;
7. Menyerahkan kembali tanah tersebut kepada negara setelah HGU nya dihapus;
8. Menyerahkan sertifikat HGU yang telah dihapus kepada kepala kantor
pertanahan.
Menurut UUPA Pasal 29, jangka waktu kepemilikan HGU untuk pertama kalinya
paling lama adalah 35 tahun dan dapat diperpanjang hingga jangka waktu paling
lama 25 tahun. Sedangkan menurut PP No. 40 Tahun 1996 Pasal 8, jangka waktu
kepemilikan HGU untuk pertama kalinya adalah 35 tahun, kemudian dapat
diperpanjang paling lama 25 tahun dan dapat diperbaharui paling lama 35 tahun.
Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan perpanjangan waktu atau
pembaharuan hak adalah:
1. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai keadaan, sifat dan tujuan
pemberian haknya;
2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.
9
Sementara itu menurut UUPA pasal 34 dan PP No. 40 Tahun 1996 pasal 17
dihapusnya HGU dapat terjadi karena beberapa hal seperti:
1. Jangka waktunya berakhir;
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang tidak
dipenuhi;
3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya;
4. Dicabut untuk kepentingan umum;
5. Diterlantarkan;
6. Tanah musnah;
7. Pemegang HGU tidak memenuhi syarat sebagai subjek pemegang HGU.
10
2. Pemeriksaaan (auditing): untuk melihat sejauh mana sumberdaya dan pelayanan
sampai pada kelompok sasaran.
3. Akuntansi (accounting): untuk mengkalkulasi perubahan sosial dan ekonomi
yang terjadi setelah diimplementasikan suatu kebijakan.
4. Eksplanasi (explanation): untuk menjelaskan adanya perbedaan antara hasil dan
tujuan kebijakan.
Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Evaluasi baru
dapat dilakukan jika suatu program atau kebijakan sudah berjalan dalam jangka
waktu tertentu. Tujuan dari evaluasi adalah:
1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan: melalui evaluasi maka dapat
diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.
2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan: melalui evaluasi dapat diketahui
berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.
3. Mengukur tingkat keluaran: mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran
atau output dari suatu kebijakan.
4. Mengukur dampak suatu kebijakan: evaluasi ditujukan untuk melihat dampak
dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif.
5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan: untuk mengetahui adanya
penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara
membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.
6. Sebagai masukan (input) suatu kebijakan yang akan datang: untuk memberikan
masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih
baik.
11
terjadinya penelantaran tanah dan timbulnya sengketa atau konfilik dengan
masyarakat sekitar.
Pemantauan dan evaluasi hak atas tanah merupakan salah satu instrumen
pengendalian pemanfaatan tanah untuk mengetahui apakah pemegang hak atas tanah
telah melaksanakan kewajiban sesuai dengan yang tercantum dalam SK pemberian
haknya, maupun kewajiban-kewajiban lain berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku. Melalui pemantauan dan evaluasi hak atas tanah dapat disusun rekomendasi
maupun tindak lanjut atas hak atas tanah yang diberikan, baik itu teguran, sanksi,
hingga pencabutan hak atas tanah yang telah diberikan.
12
Bab 3
Metode Pelaksanaan
Persiapan Pembinaan
Pemantauan
rsiapannan
Pengolahan
Evaluasi Rekomendasi Pelaporan
Data
Tindak Lanjut
Rekomendasi
Gambar 3.1 Bagan Alur Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Pemberian Hak Atas
Tanah/DPAT dalam Rangka Pelaksanaan Program Pengendalian dan
Pemantauan Pertanahan
3.2.1 Persiapan
Kegiatan dalam rangka persiapan meliputi:
a. Pengumpulan Data Awal
13
Kegiatan ini merupakan aktifitas untuk memperoleh informasi/data awal
dari Hak Atas Tanah/DPAT yang sesuai obyek pemantauan dan evaluasi.
Aktifitas kegiatan ini antara lain:
14
- Obyek pemantauan Hak Atas Tanah/DPAT yang kondisi
fisiknya tidak dimanfaatkan dan belum masuk basis data
tanah terindikasi terlantar;
- Obyek pemantauan dengan luasan lebih besar;
- Adanya permasalahan atas obyek pemantauan;
- Pertimbangan lainnya.
Sementara berkenaan dengan Izin Lokasi yang ditetapkan sebagai
objek adalah Izin Lokasi yang tanahnya telah dibebaskan.
15
- Peta Pendaftaran Tanah;
- Peta Bidang Tanah;
- Peta Dasar Pendaftaran Tanah (Citra atau peta foto);
- Bahan pendukung lain yang diperlukan.
Peta-peta ini digunakan sebagai acuan dalam pembuatan Peta
Kerja.
3.2.2 Pemantauan
Pemantauan dilakukan dengan melakukan survei lapangan. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengamati pelaksanaan pemenuhan kewajiban oleh
pemegang hak di lokasi obyek pemantauan.
16
c. Mengamati objek pemantauan, mengambil data lapangan, dan
mengumpulkan data pendukung serta mendokumentasikan data hasil
lapangan.
Hal-hal yang diamati dalam pelaksanaan pemantauan antara lain:
a. Penguasaan tanah
1) Data yang diambil saat mengamati terkait penguasaan tanah adalah untuk
mengetahui penguasaan atas bidang tanah sesuai Hak Atas Tanah/DPAT-
nya: seluruhnya, sebagian, atau tidak sama sekali;
2) Jika penguasaan atas bidang tanah sebagian atau tidak sama sekali, perlu
diketahui alasan dan luasan yang dikuasainya, serta penguasaan tanah di
luar Hak Atas Tanah/DPAT-nya: ada tidaknya, luas, dan status
perizinannya;
3) Batas penguasaan tanah oleh pemegang hak, penguasaan pihak lain, dan
penguasaan di luar batas Hak Atas Tanah/DPAT-nya dipetakan dengan
melakukan:
a) Tracking dengan menggunakan GPS Handheld;
b) Delineasi penguasaan tanah pada peta kerja saat pemantauan
sepanjang dapat teridentifikasi pada citra yang ada;
4) Hasil pengamatan dari kegiatan ini dapat berupa:
a) data tekstual dan spasial penguasaan tanah;
b) dokumentasi (foto).
b. Fisik tanah
Data fisik tanah yang diambil adalah data kemampuan tanah dan topografi.
Data kemampuan tanah dapat diperoleh dari peta kemampuan tanah, baik
kecamatan, kabupaten, atau Dinas atau Kementerian Pertanian. Data
kemampuan tanah yang dipilih merupakan data paling detail yang tersedia.
Data topografi dapat diperoleh dari peta topografi skala 1:50.000 yang
tersedia atau Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 dari Badan
Informasi Geospasial (BIG).
17
1) Data yang diambil dari kegiatan ini adalah tanda batas berupa jenis,
jumlah, telah dipasang/tidak, dipelihara/tidak, dan alasan tidak/belum
dipasang atau tidak dipelihara;
2) Bentuk pengamanan tanah perlu dipantau terkait pembangunan parit
keliling untuk HGU, pemagaran keliling, atau gambaran batas alamiah;
3) Sampel tanda batas yang dipantau minimal 3 (tiga) buah dan
dokumentasi kondisi tanda batas yang terpasang.
d. Penggunaan/pemanfaatan tanah saat pemantauan
Data yang diambil dari kegiatan ini adalah:
18
f. Pelaksanaan Pemeliharaan Lingkungan Hidup
Kegiatan ini untuk mengetahui antara lain:
Data ini dapat diperoleh dari hasil laporan yang disampaikan oleh pemegang
hak, dan atau wawancara dengan pemegang hak/masyarakat sekitar/aparat,
dan atau pengamatan langsung yang didokumentasikan.
19
a. Penguasaan tanah hak/DPAT oleh masyarakat, terkait sejak kapan terjadinya
penguasaan, perolehan tanah oleh perusahaan termasuk ada tidaknya ganti
rugi atas perolehan tanah tersebut;
b. Ada tidaknya sengketa/perkara di pengadilan termasuk kemajuan
penyelesaian sengketa/perkara atas tanah tersebut;
c. Riwayat penguasaan dan pemilikan tanah, termasuk ada tidaknya peralihan di
bawah tangan;
d. Ketidaksesuaian peruntukan dengan pemanfaatan tanah eksisting dengan
memastikan ada atau tidaknya izin mengenai:
1) perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke non pertanian;
2) perubahan penggunaan tanah dari non pertanian ke pertanian;
3) perubahan antar komoditas tanaman;
4) perubahan antar bidang usaha non pertanian;
5) alasan ketidaksesuaian peruntukan dengan pemanfaatan tanah.
6) hal-hal lain yang dianggap penting.
Hasil pemantauan (pengamatan), dokumentasi lapangan (peta kerja, foto,
catatan dan data-data yang diberikan oleh pemegang
hak/masyarakat/pemerintah daerah setempat) sebagai dasar dalam pengisian
Berita Acara Lapangan.
20
a. Surat Tugas pelaksanaan perjalanan dinas dan SPPD;
b. Berita Acara Lapangan.
21
mengetahui kesesuaian pemanfaatan obyek pemantauan dengan Rencana
Tata Ruang saat ini. Hasil Kegiatan ini berupa Peta Kesesuaian
Pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata Ruangnya.
3.2.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan lanjutan setelah menyelesaikan pengolahan data.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan cara membandingkan hasil pemantauan
dengan kewajiban yang disebut dalam Keputusan Pemberian Hak Atas
Tanah/DPAT, sertipikat hak atas tanah dan peraturan perundangan lainnya.
Kegiatan ini untuk mengetahui kewajiban yang sudah atau belum dipenuhi
oleh pemegang Hak Atas Tanah/DPAT. Kegiatan evaluasi dilaksanakan
melalui rapat dalam kantor.
22
j. Rekomendasi lainnya.
Pemberian rekomendasi sebagaimana dimaksud di atas dengan
mempertimbangkan lamanya Hak Atas Tanah/DPAT, besaran
pelanggarannya, niat baik pemegang hak untuk memenuhi kewajibannya dan
pertimbangan lainnya.
23
a. Kampung atau tanah masyarakat, dan masyarakat tetap tidak mau diganti rugi
dan sudah berlarut-larut sehingga sulit untuk diselesaikan;
b. Adanya perjanjian antara pemegang hak dengan masyarakat, yang dalam
perjalanan atas perjanjian tersebut menyebabkan salah satu pihak tidak mau
melanjutkan perjanjian dan atau tidak mau diganti rugi;
c. sisa tanah merupakan fasilitas sosial dan atau fasilitas umum dari suatu
perumahan.
3.2.6 Pelaporan
Laporan dibuat sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan
pemantauan dan evaluasi pemberian Hak Atas Tanah/DPAT pertanahan.
Laporan akhir ini selain berisi tentang proses pelaksanaan sesuai tahapan
kegiatan pada masing-masing unit kerja juga di dalamnya dimasukan HKM
(Hambatan, Kendala, dan Masalah) yang ditemui selama pelaksanaan
kegiatan, serta penyelesaian terhadap HKM tersebut.
24
Bab 4
Seluas: 6188,804 ha
Seluas: 18702,63 ha
25
Lestari Timur
Seluas: 489,47 ha
26
Daftar Pustaka
http://setkab.go.id/pengertian-monitoring-dan-evaluasi-kebijakan-pemerintah/
(diperoleh tanggal 16 April 2018 pukul 10.00 WIB)
27