Anda di halaman 1dari 4

Penerapan 4K Oleh Santri Untuk Masyarakat

Santri secara umum identik dengan seseorang yang tinggal di pondok


pesantren untuk menuntut ilmu. Sacara bahasa, kata santri berasal dari bahasa
shansekerta yakni “shastri” yang berarti orang yang melek huruf. Adapula yang
berpendapat bahwasanya kata santri berasal dari bahasa jawa, “chantrik” yang
artinya seseorang yang mengikuti Kyai atau ulama untuk menguasai keahlian
tersendiri.(1) Pendapat ini dikemukakan oleh DR.Nurcholis majid selaku
cendikiawan islam.

Pada masa ini masyarakat muslim di Indonesia banyak mengalami


perubahan dalam hal karakter dan budayanya. Banyak karakter dan budaya agama
indah ini yang mulai dikalahkan oleh bangsa barat. Seperti komunikasi, tata
krama, maupun cara berpakaian. Pada mulanya Indonesia adalah negeri yang
sangat indah dengan cara berkomunikasi yang mapan, tata krama yang amat
sopan, dan juga cara berpakaian yang nyaman di pandang. Namun saat ini semua
mulai luntur, sudah sangat sulit melihat seorang remaja yang memajukan
tangannya kedepan dan menundukkan kepala saat berjalan di depan orang yang
lebih tua, sangat mudah pula telinga ini mendengar kalimat kasar dari berbagai
mulut, baik mulut orang dewasa maupun anak kecil, bahkan saat ini adapula anak
dengan usia 5 tahun yang sudah fasih berkata kotor. Tidak hanya itu mata ini juga
sangat mudah menangkap banyak orang yang berpakaian minim bahan dan ketat
bahkan seorang muslimahpun telah menjauhi kodratnya untuk menutup aurat,
sesuatu seperti ini sudah sangat jelas berbeda dengan karakter dan budaya bangsa
kita, juga menyalahi aturan islami. Hal lain yang cukup mengundang keprihatinan
adalah lemahnya praktik keagamaan di masyarakat khususnya masyarakat
muslim. Dalam kitab Irsyadus Syari karangan Hadratus Syekh Hasyim Asyari
dijelaskan bahwasanya jika ditinjau dari segi sosial kemasyarakatan, disini juga
ditemukan bahwa jiwa agama sangat lemah dan lumpuh sekali dikalangan
masyarakat sehingga bekas-bekas ketaatan sangatlah sedikit sekali(2). Hal ini benar
adanya. Oleh karena itu santri mengemban tugas yang cukup besar yakni
membawa masyarakat kedalam hal yang lebih baik terutama penguatan nilai
agama dan menjemput keasliaan karakter bangsa ini. Guna mewujudkan hal
tersebut patut kiranya diterapkan 4K (Kritis berpikir, kreatifitas, kolaborasi, dan
komunikasi).

Kritis berpikir, sesuatu yang sangat penting dilakukan. Benar adanya


bahwa santri bermukim dilingkup pesatren yang dibatasi, namun bukan karena hal
ini lalu menjadikan pola pikir santri juga terbatas. Pemikiran santri haruslah kritis
dan mampu menghadapi dunia luar. Sehingga ketika berada dalam lingkup
masyarakat dan dihadapkan dengan problem yang rumit santri mampu menggali
perspektif yang kemudian memunculkan solusi yang tepat, karena hal inilah
seorang santri tidak akan terjerumus kedalam kehidupan yang salah dan juga
memiliki pendirian kuat karena segala sesuatunya telah dipertimbangkan. Jika
santri telah mampu melakukan hal ini, bukan hal yang tak mungkin juga untuk
mempengaruhi masyarakat ke dalam hal yang lebih baik dengan memberikan
pertimbangkan antara tindakan dan dampaknya. Berikan pemahaman bahwa
bangsa sangat memerlukan keasliaan karakternya dan islam adalah agama yang
menjadi pilar terbentuknya keaslian kakter tersebut.

Kreatifitas, pada masa ini santri memang dituntut untuk kreatif. Jika
berkaca kepada Sunan Kalijogo yang menerapkan wayang kulit untuk
menyebarkan agama islam, dan terbukti metodenya sangat ampuh dan mudah
diterima masyarakat. Setidaknya telah terlihat bahwa kekreatifan menjadi hal
yang wajib dimiliki oleh para santri agar dalam upaya menggapaian misi banyak
hal baru dan unik yang bisa dilakukan dan mengundang masyarakat untuk
mengikuti apa yang dituturkan dan disampaikan. Sehingga dakwah yang
dilakukan mudah diterima.

Kolaborasi, dalam QS. Al Hujurat ayat 13 yang berisi “manusia


merupakan makhluk sosial yang Allah ciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku”. Dalam ayat tersebut sudah sangat jelas bahwasanya manusia diciptakan
sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial sudah sangat pasti bahwasannya
manusia tak akan pernah bisa hidup sendiri. Karenanya seorang santri harus
banyak melakukan kolaborasi dengan sesama. Saling bekerjasama dan mencari
dukungan untuk mewujudkan misi yang telah direncanakan. Kolaborasi ini harus
dilakukan bukan hanya dengan sesama santri, namun juga dengan khalayak luas
agar dakwah yang akan disampaikan meluas pula.

Komunikasi, point terakhir yang akan dibahas namun memiliki pengaruh


yang luar biasa besar pula. Komunikasi yang baik sangat perlu dimiliki oleh
seorang santri. Karena seberapa cerdasnya seseorang jika tak mampu
menyampaikan dengan baik maka semuanya akan sia-sia. Oleh karena itu harus
dibangun komunikasi yang mapan agar tercipta relasi yang mapan sehingga
dakwah yang mapan mudah tersampaikan. Apalagi dalam hal berpidato,
berkhutbah ataupun ceramah dalam hal ini santri dituntut memiliki retorika
komunikasi yang handal. Karena hal-hal seperti ini menjadi media dasar untuk
menyebarkan kebaikan. Namun komunikasi disini tidak hanya terpaku pada
komunikasi lisan, bisa juga dilakukan dengan tulisan atau karya tangan yang
mudah diterima masyarakat.

Pada dasarnya saat ini banyak pula masyarakat yang tak mudah
terpengaruh hanya karena dakwah mulut saja, karena itu seorang santri haruslah
menjadi suri tauladan yang baik untuk masyarakat, memiliki karakter yang baik,
berpakaian yang baik, bertutur kata yang baik dan juga memiliki tata krama yang
baik. berkontribusi langsung dengan masyarakat juga perlu dilakukan agar
dakwah yang disampaikan dapat langsung diterapkan. Karena Negara kita adalah
Negara beragam agama, seorang santri tak diperkenankan menghardik maupun
membedakan agama lain. Santri boleh fanatik terhadap agamanya namun tetap
menghormati agama lain dengan memegang teguh akidah. Tetap bersatu untuk
keutuhan bangsa. Santri harus ingat “Hubbul Wathon Minal Iman” jika merusak
persatuan Negara ini karena perbedaan, maka tidak dinamakan mencintai Negara,
seseorang orang yang tak mencintai negara maka tak memiliki sebagian imannya.

Santri haruslah berkomitmen menjaga nilai karakter islami dan budaya


bangsa, santri juga harus berjiwa Qur’ani, berakhlak mulia, beriman, dan
bertaqwa. Tinggalkan kemaksiatan agar menjadi suri tauladan yang mapan. Santri
harus memiliki mentalitas religious dan totalitas kesadaran untuk mencapai
keasliaan Negara ini dan juga menegakkan konsep-konsep ajaran islam. Untuk itu
perlunya realisasi dari apa yang telah dipelajari di pesantren agar terwujud misi
yang telah direncanakan.

Anda mungkin juga menyukai