BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Obesitas
Obesitas (obesity) berasal dari bahasa latin yaitu ob yang berarti ‘akibat dari’
dan esamartinya ’makan’. Oleh karena itu, obesitas dapat didefinisikan sebagai
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) (2016) obesitas
adalah berat badan yang lebih tinggi dari berat badan yang dianggap sehat untuk
tinggi badan tertentu. Indeks Massa Tubuh atau BMI, digunakan sebagai alat
skrining untuk kelebihan berat badan atau obesitas. Sedangkan menurut WHO
Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada
energi yang dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan
sumber energi dan lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah
disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan sedentary life style (kebiasaan
Obesitas primer adalah obesitas yang disebbkan oleh faktor gizi dan berbagai
b. Obesitas Sekunder
Obesitas sekunder adalah obesitas yang disebabkan oleh adanya penyakit atau
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2014).
Indeks Massa Tubuh (IMT), skinfold thickness (SKF), rasio lingkar pinggang pinggul
standar normal atau ideal. Pengukuran IMT dengan cara membandingkan antara
berat badan (kg) dengan tinggi badan (m2). Berat badan diukur dengan timbangan
berat badan sedangkan tinggi badan diukur dengan microtoise. Rumus mencari IMT
sebagai berikut:
BB (kg)
IMT =
TB (m)
11
Kategori status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat dilihat pada
Tabel 2.1
Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) Menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT (Kg/m2)
Berat Badan Kurang (Underweight) <18.5
Normal 18.5-22.9
Berat Badan Lebih (Overweight) 23.0-24.9
Obese I 25.0-29.9
Obese II ≥30.0
Sumber: WHO, 2000
Tabel 2.2
Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) Menurut Kemenkes RI
Klasifikasi IMT (Kg/m2)
Berat Badan Kurang (Underweight) <18
Normal 18-25
Berat Badan Lebih (Overweight) (PreObes) >25.00-27.00
Obesitas >27
Sumber: Kemenkes RI, 2003
lain:
1. Pola Makan
Pola makan yang dapat menyebabkan obesitas seperti makan berlebihan (porsi
besar), sering makan dan tidak teratur, sering mengemil (kudapan), makan
makan pagi sehingga menambah porsi makan siang dan atau malam, banyak
12
mengonsumsi makanan gorengan, berlemak, dan manis-manis, kurang makan
2. Pola aktivitas
televisi, bermain komputer, durasi tidur malam <7 jam, dan games tanpa
melakukan aktivitas lebih dari 2 jam per hari, kurang latihan fisik, aktivitas fisik
yang dilakukan secara terus menerus kurang dari 30 menit per hari, kurang
3. Faktor lain
dampak kesehatan yang berbeda dibandingkan dengan orang yang memiliki berat
badan normal atau sehat. Obesitas berisiko lebih tinggi terhadap banyak penyakit
(mortalitas).
Penyakit yang dapat diderita oleh penderita obesitas seperti tekanan darah
tinggi (hipertensi), kolesterol LDL tinggi, kolesterol HDL rendah, atau kadar
13
dan tulang dalam sendi), apnea tidur dan masalah pernapasan, beberapa kanker
(endometrium, payudara, usus besar, ginjal, kantong empedu, dan hati), kualitas
hidup yang rendah, penyakit mental seperti depresi klinis, kecemasan, dan
gangguan mental lainnya, nyeri tubuh dan kesulitan dengan fungsi fisik (CDC, 2015).
seperti peningkatan konsumsi fast food, rendahnya aktivitas fisik, genetik, pengaruh
iklan, faktor psikologis, status sosial ekonomi, program diet, usia dan jenis kelamin
yang telah dipublikasi, berikut beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan
obesitas diantaranya:
1. Faktor Sosial-Ekonomi
Pada tahun 2016 telah dilakukan penelitian obesitas pada orang dewasa
terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan kejadian obesitas p value=
0,029 dan OR= 2,770. Artinya, seseorang dengan status sosial ekonomi rendah dan
sedang berisiko untuk mengalami kejadian obesitas 2,770 kali lebih besar
2. Umur
dan 0,49 kali lebih berisiko untuk mengalami obesitas dibandingkan umur risiko
14
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin perempuan 3,43 kali lebih berisiko untuk mengalami obesitas
yang telah dilakukan oleh Ramadhaniah dkk. (2014) bahwa perempuan lebih
4. Wilayah
sebesar 1,96 kali dibandingkan orang yang tinggal di pedesaan (OR= 1) (Sudikno
dkk., 2015). Hasil penelitian orang dewasa yang tinngal di perkotaan (urban) 2,11
kali lebih berisiko mengalami obesitas dibandingkan dengan orang dewasa yang
5. Pendidikan
Pendidikan tinggi yaitu sampai Perguruan Tinggi (PT) lebih berisiko 1,82 kali
(Sudikno dkk., 2015). Hasil penelitian mamarimbing dkk. (2016) juga membuktikan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang (PT) maka semakin meningkat
6. Status Kawin
7. Pekerjaan
Pekerjaan pegawai swasta dan wiraswasta berisiko 2,77 kali untuk mengalami
15
obesitas. Petani/buruh/nelayan berisiko 1 kali untuk mengalami obesitas. Dan orang
yang tidak bekerja 4,08 kali lebih berisiko untuk menderita obesitas (Sudikno dkk.,
2014).
8. Kelainan Genetik
obesitas dapat diwariskan (Sudikno dkk. (2014). Riwayat orang tua obesitas dapat
yang tidak memiliki riwayat orang tua obesitas (Ali dan Nuryani, 2018).
9. Durasi Tidur
penelitian Ramadhaniah dkk. (2014) menunjukkan bahwa durasi tidur yang kurang
(<7 jam/hari) meningkatkan risiko 2,59 kali lebih besar untuk seseorang mengalami
antara kebiasaan sarapan dengan presentase lemak ditubuh dengan p value= 0,001.
aktivitas fisik yang rutin. Aktivitas fisik seperti olahraga selama 30 menit perhari
sudah dikategorikan cukup untuk mencegah obesitas (Sudikno dkk., 2014). Hasil
16
Puskesmas Pidie Jaya diketahui bahwa aktivitas fisik yang kurang aktif berisiko 2,47
kali lebih besar untuk menderita obesitas dibandingakn aktivitas fisik sangat aktif.
makanan dalam porsi besar (melebihi dari porsi kubutuhan), makan tinggi energi,
tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah serat. Kemudian hal tersebut
tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup sehingga terjadi penumpukan
energi dan lemak di dalam tubuh. Hasil penelitian Evan dkk. (2017) telah
Thribuwana mendapatkan hasil bahwa pola makan yang berubah dari pola
value=0,001 dan OR= 2,55. Artinya, seseorang dengan konsumsi energi tinggi lebih
berisiko sebesar 2,55 kali untuk mengalami obesitas dibandingkan dengan konsumsi
Konsumsi makanan yang tinggi kalori seperti fast food dan soft drink juga
bahwa konsumsi fast food dengan kategori sering berisiko 2,469 kali lebih besar
drink dengan frekuensi sering (>5.4 kali/bulan) berisiko 1,12 kali untuk mengalami
17
obesitas dibandingkan dengan frekuensi jarang (≤5.4 kali/bulan) (Rafiony dkk.,
2015).
Konsumsi air putih <8 gelas/hari dapat meningkatkan risiko kejadian obesitas
sebesar 0,4 kali dibandingkan dengan konsumsi air putih ≥8 gelas/hari (Lakoro dkk.,
2013).
Seseorang dengan frekuensi makan di luar rumah dengan kategori sering 3,5
kali lebih berisiko untuk mengalami gizi lebih dibandingkan dengan frekuensi
makanan yang lebih sehat dan mau melakukan aktivitas fisik sehingga dapat
dilakukan secara level individual (perorangan) dan juga dapat melalui level industri
Pencegahan individual ini dapat dilakukan dengan cara membatasi energi total
dari lemak dan gula, meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, serta legum,
menit sehari untuk anak-anak dan 150 menit per minggu untuk dewasa)
18
2. Pencegahan pada Tingkat Industri Makanan
olahan, memastikan bahwa pilihan makanan yang sehat dan bergizi tersedia
gula, garam dan lemak, terutama makanan yang ditujukan untuk anak-anak dan
ditempat kerja.
makanan dibagi atas 2 jenis, yaitu bersifat kuantitatif dan kualitatif. Metode
sehingga dapat dihitung intake zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM), daftar Ukuran Rumah Tangga (URT) dan daftar lainnya.
Metode kuantitatif terdiri atas metode recall 24 jam, perkiraan makanan (estimated
frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali
informasi tentang kebiasaan makan (food habits). Metode kualitatif terdiri atas
19
Metode untuk memperoleh data tentang frekuensi makan dan kebiasaan
food frequency. Dietery history juga dapat digunakan untuk mengukur konsumsi
makanan individu, akan tetapi metode ini memiliki banyak komponen ketika
recall 24 jam, dan pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang (kurang
efisien). Sedangkan metode kualitatif yang lain seperti food listdigunakan untuk
metode yang tepat sesuai tujuan penelitian ini adalah metode food frequency.
frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode
tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Frekuensi makanan juga dapat
berdasarkan rangking tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering
makanan dan makanan yang ada dalam kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi
20
Langkah-langkah metode frekuensi makanan menurut Supariasa (2014)
sebagai berikut:
a. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia
kebiasaan makan
21
2.3 Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Obesitas
kebiasaan makan seseorang sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang dalam
memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Seseorang yang didasari
makanan yang dikonsumsinya. Makanan yang bergizi bukanlah suatu makanan yang
mahal dan enak rasanya. Akan tetapi makanan yang bergizi tersebut adalah
makanan yang mampu memenuhi gizi yang dibutuhkan. Dengan tujuan agar
makanan tersebut memberikan gizi yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh
mengandung tinggi kalori namun tidak ada nutrisi dan rendah serat sehingga
seperti ini memiliki keunggulan yaitu murah, mudah, dan praktis penyajiannya,
serta memiliki cita rasa yang enak sehingga cocok dengan selera masyarakat (Setyo
minuman soda atau tidak berkarbonasi seperti minuman isotonik, minuman berasa
buah, minuman teh hijau, dan lain-lain sangat berbahaya untuk kesehatan terutama
dalam hal menaikkan berat badan. Minuman bersoda mengandung 25g gula per
botol 250 ml, sedangkan kebutuhan gulaharian tidak lebih dari 50g/orang/hari.
22
kebutuhan gula harian belum diakumulasikan dengan sumber gula yang lain seperti
buah-buahan, nasi, teh manis, kopi, dll (P2PTM Kemenkes RI, 2017).
Makanan siap saji baik western fast food (fried chicken, pizza, hamburger,
dll)atau tradisional fast food (bakso, mie ayam, sate, ayam goreng dan bebek
goreng, siomay, dll)sangat berbahaya bagi kesehatan jika sering dikonsumsi. Studi
menyebabkan mahasiswa obesitas adalah fast food lokal seperti mie ayam, bakso,
mie instan, batagor, siomay, sosis, tempura, dan tela-tela (Evan dkk., 2017).
pengetahuan tentang obesitas maka semakin rendah nilai rasio lingkar pinggang
panggul pada Ibu Rumah Tangga di Desa Pepe Krajan Kecamatan Tegowanu
diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dalam memilih makanan
Hasil penelitian Agustin dkk. (2018) diketahui bahwa pegawai Rumah Sakit
Penyakit Infeksi Sulianti Saroso Jakarta Utara dengan status gizi obesitas dan
overweight menjawab kurang tepat (lebih dari 70%) untuk pertanyaan tentang
tentang jumlah porsi yang dianjurkan untuk dikonsumsi dalam sehari berdasar
Pedoman Gizi Seimbang seperti makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah; jumlah
minyak dan gula yang sebaiknya dikonsumsi per hari; waktu yang baik untuk
23
Menurut PGS Kemenkes RI (2014) cara makan yang baik agar tidak terjadi
1. Makan beraneka ragam jenis zat gizi dan makan tidak tergesa-gesa. Dengan
demikian makanan dapat dikunyah, dicerna dan diserap oleh tubuh lebih baik.
dan buah-buahan untuk hidup sehat sejumlah 400 g perorang perhari, yang
terdiri dari 250 g sayur (setara dengan 21/2 porsi atau 21/2 gelas sayur setelah
dimasak dan ditiriskan) dan 150 g buah (setara dengan 3 buah pisang ambon
ukuran sedang atau 11/2 potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk
dan dayur 400-600 g/orang/hari atau 3-4 porsi sayuran dan 2-3 porsi buah-
buahan.
3. Konsumsi 3-4 porsi makanan pokok seperti nasi atau penggantinya seperti
kentang, jagung, ubi dan lain-lain. Serta konsumsi 2-4 porsi lauk nabati (kacang-
kacangan, tahu, dantempe) dan hewani (telur, ikan, daging, susu dll).
5. Biasakan Sarapan
Sarapan adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun pagi
kebutuhan gizi) dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif, dan produktif.
24
6. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman
minuman yaitu sekitar dua liter atau delapan gelas sehari bagi remaja dan
7. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal
apabila seseorang melakukan latihan fisik atau olah raga selama 30 menit
setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu. Beberapa aktivitas fisik yang
dapat dilakukan antara lain aktivitas fisik sehari-hari seperti berjalan kaki,
sehingga gula tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh untuk menjadi energi dan
terjadi penumpukan gula di dalam darah. Tingginya kadar gula di dalam darah dapat
fungsi organ tubuh yang lain sepeti jantung, ginjal, dan lain-lain (P2PTM Kemenkes
RI, 2018).
Penyakit Tidak Menular (P2PTM), konsumsi gula tidak lebih dari 10% kebutuhan
energi harian. Pada kebutuhan sekitar 2.200 kalori konsumsi gula tidak lebih dari 50
25
gr (4 sendok makan peresper orang/hari).Sedangkan dalam 1 kaleng minuman
bersoda ukuran 250 ml mengandung 25 gram gula dan artinya telah melebihi
setengah kebutuhan gula harian. Di dalam buah-buahan segar sudah terdapat gula
alami, sehingga sebenarnya tambahan gula seperti soft drink tidak dibutuhkan lagi
2016, pada pasien yang memeriksakan kadar gula darah di Puskesmas Leyangan,
Unggaran Timur. Didapatkan hasil bahwa kejadian DM lebih tinggi terjadi pada
Minuman ringan atau soft drink dengan tambahan pemanis gula biasa
minuman berenergi, minuman kotak, minuman berperasa, teh dan kopi kemasan,
dengan pemanis usia ≥25 tahun mencapai lebih dari 200% tingkat paparan risiko
minimum secara teoritis atau sebesar 8,2 gram perhari penduduk Indonesia
hanya 3,0 gram. Konsumsi di Asia Tenggara sebesar 8,8 gram lebih tinggi
dibandingkan Asia sebesar 8,4 gram, akan tetapi konsumsi secara global telah
26
Minuman berkarbonasi digagas akan dikenakan BKC (Barang Kena Cukai).
Hal tersebut sesuai dengan definisi cukai “Cukai sebagai pungutan negara yang
keseimbangan”. Gagasan ini keluar seiring dengan banyaknya penelitian yang telah
dilakukan bahwa kadar gula yang terkandung dalam minuman berkarbonasi cukup
danglukosa yang digunakan adalah 55% :45%. Fruktosa jarang dikonsumsi dalam
menjadilipid (Prahastusti, 2011). Rasa manis dan gula yang terdapat pada soft drink
akan cepat menaikkan berat badan karena dalam satu botol minuman bersoda 350
cc akan menambah 550 kalori kosong (zat gizi hanya berasal dari gula yang bersifat
cair saja tanpa zat gizi yang lainnya) sehingga mudah menyebabkan lapar dan ingin
Penelitian yang dilakukan oleh Nikos-Rose dkk. pada tahun 2018 di Fransisco
27
responden diberi perlakuan agar hanya meminum air putihatau susu biasa selama 3
hari, dari penelitian ini diketahui bahwa SSB dapat berpotensi membuat kecanduan
untuk melihat tingkat kemanisan dan kadar gula yang terkandung dalam minuman
dari salah satu produk yaitu Bubble Milk Tea (cup 500ml) di dalamnya terkandung
102.5 gram gula (201/2 sendok teh), artinya kandungan gula tersebut sudah
seminggu) dibandingkan dengan konsumsi jarang (<4 kali dalam seminggu) dengan
28
2.5 Hubungan Konsumsi Fast Food dengan Kejadian Obesitas
Fast food/makanan cepat saji atau sering juga disebut junk foodadalah
makanan yang dapat disajikan dan disiapkan dengan cepat. Makanan yang disajikan
ditoko maupun direstoran yang memerlukan waktu yang singkat untuk dibawa
Jenis fast food ada 2 yaitu western fast food dan tradisional fast food.
Western fast foodterdiri dari fried chicken dengan berbagai varian, hamburger,
pizza, sandwich, cream soup, sphagetti, French fries, donut, dll. Tradisional fast food
terdiri dari nasi goreng, ayam & bebek goreng, bakso, mie ayam, soto, siomay, sate,
Banyak bahaya yang ditimbulkan jika terlalu sering mengonsumsi fast food
terutama bagi kesehatan tubuh. Hal tersebut didukung oleh Direktorat Promkes
Kemenkes RI (2018) yang mengungkapkan bahwa makanan ini tidak memiliki nilai
atau kandungan gizi, hanya mengandung kalori yang cukup tinggi, sehingga
mengonsumsi fast food terlalu sering dapat menyebabkan obesitas dan pada
makanan yang masuk tidak terserap oleh tubuh dengan baik dan menyebabkan
insulin tidak bekerja dengan sempurna. Bahaya lain yang ditimbulkan adalah
natrium dan rendahnya nutrisi yang terkandung di dalamnya dan masyarakat ketika
makan makanan cepat saji tidak dapat mengatur porsi makan. Contohnya 100 gram
29
serving size Humberger mengandung 267 kalori, 10 gram lemak total, 4 gram lemak
jenuh (telah memenuhi 19% kebutuhan lemak harian) serta 7 gram gula. Jika
dikonsumsi bersamaan dengan float atau minuman soda maka total kalori yang
masuk kedalam tubuh berlipat ganda. Akhirnya, lemak akan menumpuk di dalam
Tersedianya restoran dan tempat makan fast food baik western maupun
perkotaan. Hal tersebut juga dijumpai oleh Sudaryanto dkk. pada penelitiannya
mengkonsumsi makanan tersebut lebih tinggi dan dirasa lebih efisien ketika
Hasil penelitian Evan dkk. (2017) juga menunjukkan bahwa faktor utama
berubahnya pola makan dari pola tradisional ke pola makan ala barat seperti fast
food yang mengandung banyak lemak dan kalori sehingga meningkatkan risiko
hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian obesitas. Hal
tersebut juga sejalan dengan penelitian Kurdanti dkk. (2015) diketahui bahwa
remaja yang obesitas lebih sering mengonsumsi fast food terutama buatan lokal
seperti mie ayam, bakso, mi instan, batagor, siomay, sosis,tempura, dan tela-tela.
Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara frekuensi fast food
30
dengan kategori sering dengan kejadian obesitas dibandingkan dengan konsumsi
OR= 6,00. Artinya bahwa remaja yang sering mengonsumsi fast food 6,00 kali lebih
≤3x/minggu.
tahun 2013 pada pegawai negeri sipil kantor Dinkes Provinsi Jawa Timur, diketahui
Air putih sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena 60-70% dari berat
(IHWG)membuat gerakan ayo minum air, tujuan gerakan ini untuk mencegah
penyakit noninfeksi atau penyakit degeneratif dimasa yang akan datang terutama
gagal ginjal kronik, diabetes, dan hipertensi. Anjuran minum air putih tersebut
sebanyak 8 gelas berukuran 230 ml atau sekitar 2 liter sehari (Kemenkes RI, 2017).
Air putih merupakan minuman yang paling sehat dan tidak berbahaya
karena dibutuhkan oleh tubuh kita untuk menjaga kesehatan. Air minum adalah air
31
yang melalui proses pengolahan ataupun tanpa proses pengolahan yang memenuhi
syarat kesehatan dan dapat langsung di minum (Kepmenkes RI No. 907, 2002).
Kebutuhan air putih dalam sehari juga perlu diperhatikan beberapa kondisi
dan aktivitas khusus yang membuat tubuh menjadi membutuhkan lebih banyak
asupan air dibandingkan biasanya, antara lain berolahraga atau aktivitas secara fisik
(menambah 350 ml setiap stengah jam setelah olahraga), mengalami demam, diare,
atau muntah-muntah dan cuaca yang sangat panas. Wanita hamil disarankan
mengonsumsi air sekitar 2,4 liter sehari, sedangkan wanita yang menyusui
disarankan mengonsumsi air sekitar 3,1 liter per hari atau 12-13 gelas (Kemenkes RI,
2017).
Gejala yang timbul akibat kekurangan cairan mudah untuk diketahui, tanda
awal yang umumnya dirasakan ketika seseorang kekurangan cairan adalah merasa
haus dan urine berwarna lebih gelap dari biasanya. Gejala lain yang juga dirasakan
ketika tubuh dehidrasi yaitu merasa pusing, sakit kepala, mulut, bibir, dan mata
terasa kering, buang air kecil dengan jumlah dan intensitas yang jarang, kurang
kalori. Terdapat perbedaan kebutuhan air putih berdasarkan berat badan yang
32
Gambar 2.1 Kebutuhan Air Putih Berdasarkan Berat Badan
(Source: P2PTM Kemenkes RI, 2018)
dan mengeluarkan racun. Air putih juga bermanfaat sebagai terapi terutama
menjaga berat badan tetap normal serta dapat menurunkan berat badan. Air
tubuh. Proses metabolisme yaitu merubah makanan menjadi energi, jika tidak
cukup minum air putih maka tubuh tidak dapat melakukan metabolisme dengan
baik. Saat zat gizi tidak dibakar dengan baik maka terjadi penumpukan kalori di
dalam tubuh dan disimpan menjadi otot/daging dan lemak (Hamidin, 2010).
makanan sehingga dianjurkan minum terlebih dahulu sebelum makan agar tubuh
mengonsumsi air putih dapat membuat kita merasa kenyang dan terhindar dari
33
jenis minuman lainnya seperti soda, teh, kopi, dan lain-lain. Bahkan diberbagai
negara seperti di Amerika, Eropa, dan Jepang masyarakatnya telah melakukan diet
dengan air putih tetapi di Indonesia masih perlu sosialisasi dengan diet jenis ini
(Hamidin, 2010).
konsumsi air putih <8 gelas/hari dapat meningkatkan risiko obesitas, sedangkan
0,00.
makanan yang mudah di dapat, siap saji, dan biaya yang relatif murah menjadi
alternatif untuk bisa memenuhi kebutuhan. Sekarang ini makanan yang tersedia
menjadi makanan tidak sehat. Makanan ini sering disebutjunk food, atau makanan
siap saji atau makanan sampah, yang tinggi kalori serta tinggi lemak, gula, dan
Junk food juga miskin zat gizi dan tinggi akan zat tambahan makanan,
pewarna, serta penguat rasa. Contohnya beef burger, french fries, potato chips,
34
makanan kaleng, makanan olahan serta minuman soda, minuman kemasan, dan
sangat berdampak buruk bagi kesehatan. Konsumsi junk food jangka panjang akan
berdampak buruk bagi kesehatan, baik pada anak, remaja, maupun dewasa. Makan
junk food dapat meningkatkan risiko kegemukan atau obesitas, diabetes, hipertensi,
trigliserida darah, serta penyakit jantung koroner dan stroke (Kemenkes RI, 2018).
atau hampir setiap hari seseorang makan di luar rumah 3,5 kali lebih besar untuk
mengalami gizi lebih dibandingkan dengan seseorang makan di luar rumah 2-3 kali
Sarapan adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun
kebutuhan gizi) dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif, dan produktif.Bagi
remaja dan orang dewasa sarapan yang cukup terbukti dapat mencegah
dan beraktifitas pagi dan tercegah dari makan berlebihan dikala makan kudapan
Sarapan pagi sangat baik bagi kesehatan, jika tidak sarapan tubuh manusia
35
menyarankan agar sarapan setidaknya dua jam setelah bangun pagi. Jika sedang
bukan hal yang benar. Sebaliknya, sarapan justru membantu menurunkan berat
badan. Saat tidak sarapan tubuh akan menginginkan makanan yang manis dan
menambah porsi makan ketika makan siang (P2PTM Kemenkes RI, 2016).
menganggap hanya minum air/kopi/teh, hanya makan sepotong kue kecil, dan
makan jam 10 pagi sudah termasuk sarapan. Menu sarapan pagi yang baik adalah
menu sehat seimbang seperti makan siang dan malam (Hardinsyah, 2013).
kebiasaan tidak sarapan pagi meningkatkan risiko seseorang untuk biasa jajan di
luar dengan p value= 0,000 dan OR=1,5. Dampak selanjutnya akan membuat
seseorang mengalami gizi lebih dengan p value= 0,001 dan OR= 7,012.
tubuh 0,001 (p<0,05), artinya semakin tidak teratur sarapan makan semakin besar
persentase lemak tubuh. Penelitian tersebut sejalan dengan Rosida dan Adi (2017)
bahwa orang yang tidak biasa sarapan bila melakukakn sarapan <4 kali seminggu
mengalami status gizi tidak normal dibandingkan orang yang biasa sarapan bila ≥4
36
2.9 Hubungan Durasi Tidur dengan Kejadian Obesitas
jam setiap malam, sedangkan lansia >60 tahun waktu tidur cukup 6 jam setiap
malam. Para dokter memberikan saran bagi seseorang yang ingin hidup sehat untuk
sepanjang malam maka akan terjadi peningkatan rasa lapar. Hasrat atau nafsu
makan yang selalu ingin tersalurkan akan memicu obesitas atau kegemukan dengan
berat badan yang melebihi ukuran ideal. Hal tersebut akan memperburuk kondisi
tekanan darah tinggi, stroke bahkan diabetes (P2PTM Kemenkes RI, 2016).
Carolina, Amerika Serikat, telah menemukan bahwa manfaat tidur teratur tidak
hanya untuk anak-anak, tetapi juga untuk orang dewasa.Para peneliti mempelajari
pola tidur dari hampir 2.000 orang dewasa yang mengenakan alat pelacak tidur
selama tujuh hari dan juga harus mengisi jurnal tidur.Hasilnya menunjukkan bahwa
waktu tidur yang teratur membuat jantung dan metabolisme responden tetap
sehat. Sedangkan pada responden dengan waktu tidur tidak teratur lebih berisiko
mengalami kelebihan berat badan, memiliki gula darah tinggi, dan tekanan darah
Hasil penelitian Kurniawati dkk. pada polisi tentang durasi tidur didaptkan
hasil bahwa terdapat hubungan antara durasi tidur dengan kejadian obesitas pada
polisip-value = 0,009(<0,05) dan diperoleh nilai OR = 3,864 dengan 95% (CI) = 1,487-
37
terhadap kejadian obesitas sebesar 3,864 kali dibandingkan dengan responden
tidur <7 jam berhubungan dengan kejadian obesitas pada tenaga kesehatan
puskesmas dengan p value= 0,001 dan OR= 2,59. Artinya seseorang dengan durasi
tidur<7 jam berisiko 2,59 kali lebih besar untuk mengalami obesitas daripada
Rusmini pada tahun 2016 telah meneliti tentang durasi tidur pada penderita
berpendidikan terakhir SMA dan bekerja swasta. Didapatkan hasil bahwa penderita
tidur yang lebih pendek yaitu antara 3-5 jam, dan terbukti ada hubungan antara
38
2.10 Kerangka Teoritis
Arlinda, 2015:
1. Konsumsi Fast Food
39