Anda di halaman 1dari 31

FORMULASI SEDIAAN LILIN AROMATERAPI DARI EKSTRAK

JAHE MERAH (Zingiber officinale Rosc. var. rubrum)

PROPOSAL

Oleh:

PATCHU RAHMI
NIM : 1313194063

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Proposal Penelitian

FORMULASI SEDIAAN LILIN AROMATERAPI DARI EKSTRAK


JAHE MERAH (Zingiber officinale Rosc. var. rubrum)

Oleh :

PATCHU RAHMI
NIM : 1313194063

Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Menyetujui;

Medan, Mei 2015

Pembimbing I

(Hafizhatul Abadi, S.Farm., M.Kes., Apt)

Mengetahui;

Ketua Program Studi DIII Farmasi

(Hafizhatul Abadi, S.Farm., M.Kes., Apt)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Proposal Penelitian
Formulasi Pembuatan Sediaan Lilin Aromaterapi dari Ekstrak Jahe Merah
(Zingiber officinale Rosc. var. rubrum)”. Seiring syalawat dan salam penulis
sampaikan keharibaan junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan sahabt
beliau semoga kelak mendapat limpahan safaat beliau.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan serta fasilitas
sehingga Proposal ini dapat disusun, antara lain penulis sampaikan kepada:
1. Ibu dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.sc., M.Kes., selaku Pembina Yayasan
STIKes Helvetia Medan.
2. Bapak Dr. Ayi Darmana, M.Si., selaku Ketua STIKes Helvetia Medan.
3. Ibu Hafizhatul Abadi, S.Farm., M.Kes., Apt., selaku Ketua Progra Studi D-III
Farmasi STIKes Helvetia Medan.
4. Ibu Hafizhatul Abadi, S.Farm., M.Kes., Apt., selaku dosen pembimbing yang
telah membantu penulis dalam penyelesain Proposal ini.
5. Teristimewa penulis ucapkan kepada Ayahanda, Ibunda, Kakak-kakak dan
keluarga besar yang tak henti-hentinya mendoakan dan memberikan dukungan
kepada penulis baik secara moril maupun materil.
6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi D-III Farmasi yang tekah meluangkan
waktu dalam membantu penyelesaian Proposal ini.
Penulis menyadari bahwa Proposal ini jauh dari kesempurnaan, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis juga
mengharapkan Proposal ini menjadi sesuatu yang berarti bagi ilmu pengetahuan.

Medan, Mei 2016

Penulis

Patchu Rahmi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak abad ke-15 sebelum gas dan listrik menjadi sumberdaya penerangan,

lilinlah yang menjadi sumber penerangan utama. Sampai saat ini lilin tetap

menjadi pilihan dan memberikan nuansa baru sebagai alternatif dekorasi ruangan

yang akan menciptakan suasana yang berbeda tergantung ungsi, bentuk, letak

warna dan aksesoris lilin yang dipakai. (1)

Sebelum tahun 1854, lilin terbuat dari bahan baku lemak hewan, malam

tawon, dan terkadang diberi campuran asam stearin.(2)

Sehingga lilin dari lemak hewan menghasilkan asap hitam dan bau tidak

sedap, dan lilin dari malam tawon mahal dan sukar didadapatkan. Barulah pada

pertengahan abad ke-20, ditemukan bahan baku lilin yang lebih murah, mudah

didapat, waktu bakar lebih lama dan lebih mudah diolah, yaitu stearin.(1)

Secara tradisional bangsa Indonesia belum mengenal istilah aromaterapi.

Akan tetapi, jika ditilik lebih jauh dan mendalam, berbagai praktek upacara adat

dan pengobatan tradisional dapat digolongkan sebagai aromaterapi, seperti

penggunaan minyak kayu putih sebagai obat gosok.(3)

Aromaterapi merupakan metode pengobatan yang menggunakan minyak

atsiri (essential oil) dalam penyembuhan holistik untuk memperbaiki kesehatan

dan kenyamanan emosional serta mengembalikan keseimbangan badan. Beberapa

jenis minyak bersifat antivirus, anti peradangan, meredakan rasa sakit,

antidepresan, merangsang, membuat rileks, mengencerkan dahak, membantu


pencernaan dan juga mempunyai sifat diuretik. Beberapa minyak esensial umum

digunakan diantaranya: kayu putih (Eucalyptus globulus) sebagai antiseptik,

expektoran dan bersifat antiinflamasi, rosemary (Rosemarinus officinalis) sebagai

analgesik, antiseptik dan bersifat diuretik, mawar (Rose centifoda) sebagai

antidepresan dan sedatif, cendana (Santalum album) sebagai antidepresan,

antiseptik, diuretik dan sedatif, kenanga (Cananga odorata) sebagai antidepresan

dan bersifat hipotensif. (4)

Dalam penggunaanya, aromaterapi dapat diberikan melalui beberapa cara,

antara lain inhalasi, berendam, pijat, semprot dan kompres.(3) Lima cara tersebut,

cara tertua, termudah, dan tercepat diaplikasikan adalah metode inhalasi

(menghirup) karena menghirup uap minyak esensial secara langsung dianggap

sebagai cara penyembuhan paling cepat dan juga menghirup uap minyak

essensial, molekul-molekul dalam minyak bereaksi langsung dengan organ

penciuman sehingga langsung dipersepsikan otak. (5)

Lilin aromaterapi adalah alternatif aplikasi aromaterapi secara inhalasi

(penghirupan), yaitu penghirupan uap aroma yang dihasilkan dari beberapa tetes

minyak atsiri dalam wadah berisi air panas. Lilin aromaterapi akan menghasilkan

aroma yang memberikan efek terapi bila dibakar.(2)

Dewasa ini masyarakat banyak meyenangi lilin aromaterapi, baik untuk

pengobatan terapi, penyegar ruangan, maupun pengusir serangga seperti nyamuk

dan lalat.

Minyak jeruk nipis beraroma enak seperti halnya minyak lemon dan jenis

jeruk lainnya. Minyak ini bersifat sebagai pembangkit tenaga dan dapat
menjernihkan pikiran. Secara tradisional, minyak ini digunakan sebagai penyegar,

astringen dan perawatan kulit. (3)

Minyak akar wangi atau vetiver mirip dengan minyak nilam. Khasiatnya

untuk merilekskan dan menyegarkan pikiran dan tubuh, membantu menurunkan

tekanan darah, meningkatkan sirkulasi darah, menenangkan, menstabilkan emosi,

membantu mengatasi stres dan mengembalikan keadaan emosi setelah mengalami

trauma, dan keterkejutan. (3)

Secara umum lilin berfungsi sebagai penerangan dan secara fisik kurang

menarik. Penelitian ini akan membuat lilin aromaterapi yang berfungsi ganda,

yaitu sebagai alat penerangan, media terapi, penyegar ruangan dan efek terapi.

Pada penelitian sebelumnya yang diuji oleh Sapta Raharja et.al.(2006)

yaitu pengaruh perbedaan komposisi bahan, konsentrasi dan jenis minyak atsiri

pada pembuatan lilin aromaterapi dengan menggunakan minyak melati dan

minyak jasmin.

Maka dari itu penulis berinisiatif membuat lilin aromaterapi dengan

meneliti pengaruh perbedaan komposisi bahan, konsentrasi, jenis minyak atsiri

(essential oil) menggunakan minyak minyak jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan

minyak akar wangi (Vertiver zizanoides).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh perbedaan komposisi bahan pada produk lilin

aromaterapi terhadap organoleptis (uji hedonik dan mutu hedonik) dan waktu

bakar?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan tingkat konsentrasi minyak atsiri pada

produk lilin aromaterapi terhadap organoleptis (uji hedonik dan mutu

hedonik)?

3. Bagaimana pengaruh perbedaan jenis minyak atsiri yang digunakan pada

pembuatan lilin aromaterapi terhadap organoleptis (uji hedonik dan mutu

hedonik)?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan

komposisi bahan dan tingkat konsentrasi minyak atsiri pada produk lilin

aromaterapi, jenis aroma yang disukai, kesukaan konsumen terhadap produk lilin

aromaterapi (uji organoleptik), efek terapi pertama kali yang dihasilkan dari

minyak jeruk nipis dan minyak akar wangi.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan komposisi bahan (paraffin, stearin,

dan minyak pengikat) pada produk lilin aromaterapi terhadap organoleptis

(uji hedonik dan mutu hedonik) dan waktu bakar?

2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tingkat konsentrasi minyak atsiri (3%

dan 4%) pada produk lilin aromaterapi terhadap organoleptis (uji hedonik dan

mutu hedonik)?
3. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis minyak atsiri yang digunakan

(minyak jeruk nipis dan minyak akar wangi) pada pembuatan lilin

aromaterapi terhadap organoleptis (uji hedonik dan mutu hedonik)?

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap produk lilin aromaterapi tidak hanya bermanfaat untuk

penerangan saja tetapi bermanfaat pula bagi masyarakat dalam penggunaan terapi

non farmakologi.

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa, institusi, khususnya

untuk penulis sendiri tentang penggunaan lilin aromaterapi sebagai terapi non

farmakologi dengan menguji komposisi bahan, konsentrasi, dan jenis minyak

atsiri dan mengetahui pengaruh perbedaan terhadap kesukaan konsumen terhadap

produk lilin aromaterapi (uji organoleptik) dan efek terapi pertama kali yang

dihasilkan dari minyak jeruk nipis dan akar wangi.

1.5 Hipotesis

Lilin aromaterapi dengan komposisi bahan, konsentrasi dan jenis minyak

atsiri yang digunakan menghasilkan kesukaan konsumen terhadap produk lilin

aromaterapi baik dari organoleptik, efek terapi pertama kali yang dihasilkan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu

2.1.1 Penelitian I

Pada penelitian sebelumnya yang diuji oleh Sapta Raharja et.al. (2006)

yaitu “Pengaruh Perbedaan Komposisi Bahan, Konsentrasi dan Jenis

Minyak Atsiri pada Pembuatan Lilin Aromaterapi”, penelitian ini

menggunakan minyak melati dan minyak lavender.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan

komposisi bahan dan tingkat konsentrasi minyak atsiri pada produk lilin

aromaterapi, jenis aroma disukai, kesukaan konsumen terhadap produk lilin

aromaterapi (uji organoleptik) dan efek terapi yang dihasilkan dari minyak melati

dan lavender.

Faktor-faktor yang dilakukan:

Ai = Komposisi bahan lilin, 3 taraf:

a1 = 10 stearin; 90 paraffin

a2 = 50 stearin; 50 paraffin

a3 = 90 stearin; 10 paraffin

Bi = Konsentrasi minyak Atsiri, 2 taraf:

b1 = 2%; b2 = 4%

Ci = Jenis minyak atsiri, 2 taraf:

c1 = melati; c2 = lavender

Kombinasi perlakuan yang dihasilkan adalah:


a1b1c1 10stearin:90paraffin, 2 % jasmine oil

a1b1c2 10stearin:90paraffin, 2 % lavender

a1b2c1 10stearin:90paraffin, 4 % jasmine oil

a1b2c2 10stearin:90paraffin, 4 % lavender

a2b1c1 50stearin:50paraffin, 2 % jasmine oil

a2b1c2 50stearin:50paraffin, 2 % lavender

a2b2c1 50stearin:50paraffin, 4 % jasmine oil

a2b2c2 50stearin:50paraffin, 4 % lavender

a3b1c1 10stearin:90paraffin, 2 % jasmine oil

a3b1c2 10stearin:90paraffin, 2 % lavender

a3b2c1 10stearin:90paraffin, 4 % jasmine oil

a3b2c2 10stearin:90paraffin, 4 % lavender

Bobot lilin pada penelitian ini sebanyak 40 g dan menggunakan minyak

nilam sebagai minyak pengikat sebanyak 10 % dari minyak atsiri yang digunakan.

Parameter uji pada penelitian ini meliputi uji kekerasan, titik leleh, waktu

bakar, warna, dan pengujian organoleptik (hedonik dan mutu hedonik). Uji

hedonik dan mutu hedonik dilakukan untuk parameter:

a) Letak sumbu (wick position)

b) Adanya gelembung/bintik udara (existing of air bubles)

c) Kesukaan penampakan lilin keseluruhan

d) Kesukaan warna secara visual

e) Kesukaan aroma lilin sebelum dibakar

f) Kesukaan aroma saat lilin dibakar


g) Waktu deteksi aroma pertama kali

h) Waktu deteksi efek terapi pertama kali

i) Efek terapi yang dirasakan oleh panelis

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu konsentrasi minyak melati dan

lavender yang ditambahkan ke dalam bahan lilin cair adalah 2 persen dan 4 persen

untuk setiap jenis minyak. Minyak nilam sebagai zat pengikat ditambahkan

sebanyak 10 persen terhadap masing-masing konsentrasi minyak melati dan

lavender.

Produk lilin terbaik berdasarkan uji kekerasan dan waktu bakar adalah lilin

dengan komposisi bahan 90 stearin: 10 parafin (a3) dan 50 stearin: 50 parafin

(a2). Uji titik leleh terbaik ada pada komposisi bahan 90 stearin: 10 parafin (a3)

dan 10 stearin: 90 parafin (a1). Produk lilin terbaik berdasarkan uji warna adalah

90stearin: 10parafin (a3) dan 50 stearin: 50 parafin (a2). Perlakuan konsentrasi

dan jenis minyak atsiri tidak memberikan pengaruh yang nyata. Berdasarkan hasil

uji kekerasan, waktu bakar, titik leleh dan warna, lilin dengan komposisi bahan 90

stearin: 10 parafin adalah lilin terbaik.

Pengujian lilin aromaterapi secara organoleptik menghasilkan lilin dengan

komposisi bahan 50 stearin: 50 parafin (a2) sebagai lilin yang disukai konsumen.

Lilin terbaik pertama hasil uji organoleptik adalah lilin a2b1c2 dan terbaik kedua

adalah lilin a2b1c1. Lilin dengan selang waktu deteksi aroma, waktu deteksi efek

terapi dan efek terapi terbaik adalah lilin a3b1c1. Jenis aroma yang mudah

diidentifikasi oleh panelis dan yang memberikan efek terapi terbaik adalah melati
(c1). Produk lilin terbaik berdasarkan hasil pengujian keseluruhan adalah lilin

dengan komposisi bahan 90 stearin: 10 parafin (a3).

2.1.2 Penelitian II

Pada penelitian yang dilakukan oleh Merin Awu Sari et.al. (2012) yaitu

“Uji Efektivitas Aromaterapi Ekstrak Kulit Buah Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia) terhadap Jumlah Bakteri Udara di Ruang ICU RSI Sultan

Agung Semarang”.

Hasil Penelitian ini adalah aromaterapi ekstrak kulit buah jeruk nipis

(Citrus aurantifolia) konsentrasi 100% berpengaruh menghambat jumlah

pertumbuhan bakteri udara di RSI Sultan Agung Semarang.

2.1.3 Penelitian III

Pada penelitian yang dilakukan oleh Nani Hertiningrum (2010) “Efek

Aromaterapi Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides L.) sebagai

Antidepresan terhadap Aktivitas Motorik Mencit Putih Jantan dengan Alat

Led Photoelectric”.

Hasil dari penelitian ini adalah minyak akar wangi konsentrasi 0.5% dan

1% berefek aromaterapi yakni sebagai antidepresan terhadap aktivitas motorik

mencit putih jantan dengan alat led Photoelectric yang menggunakan cahaya

sebagai penginduksinya.

2.2 Lilin dan Sejarah Lilin

Sejak abad ke-15 sebelum gas dan listrik menjadi sumberdaya penerangan,

lilinlah yang menjadi sumber penerangan utama. Sampai saat ini lilin tetap

menjadi pilihan dan memberikan nuansa baru sebagai alternatif dekorasi ruangan
yang akan menciptakan suasana yang berbeda tergantung fungsi, bentuk, letak

warna dan aksesoris lilin yang dipakai. (1)

Lilin dari lemak hewan menimbulkan asap hitam dan bau tidak sedap,

sedangkan lilin dari malam tawon harganya mahal dan sulit didapatkan. Barulah

pada pertengahan abad ke-20, ditemukan bahan baku lilin yang lebih murah,

mudah didapat, waktu bakar lebih lama dan lebih mudah diolah, yaitu stearin.(1)

Pada awalnya lilin berfungsi sebagai penerangan, kini fungsi lilin tidak
(1)
sebagai penerangan saja. Kini telah berkembang menjadi lilin yang berfungsi

sebagai pengobatan non farmakologi dengan ihalasi yakni aromaterapi. (2)

2.3 Pengertian Lilin Aromaterapi

Lilin aromaterapi adalah alternatif aplikasi aromaterapi secara inhalasi

(penghirupan), yaitu penghirupan uap aroma yang dihasilkan dari beberapa tetes

minyak atsiri dalam wadah berisi air panas. Lilin aromaterapi akan menghasilkan

aroma yang memberikan efek terapi bila dibakar.(2)

Aroma lilin dihasilkan dari minyak atsiri jeruk nipis dan akar wangi yang

tergolong ke dalam jenis aroma yang mampu memberikan efek terapi

menenangkan dan merilekskan. (3)

2.4 Uraian Minyak Atsiri dan Aromaterapi

Sejak dahulu orang telah mengenal berbagai jenis tanaman yang memiliki

bau spesifik. Bau tersebut bukan ditimbulkan oleh bunganya, tetapi oleh

tanamannya, baik dari batang, daun, rimpang, atau keseluruhan bagian tanaman.

Masyarakat kemudian mengenalnya sebagai tanaman beraroma. Bau khas dari

tanaman tersebut ternyata ditimbulkan secara biokimia sejalan dengan minyak


atsiri. Minyak ini dihasilkan oleh sel tanaman atau jaringan tertentu dari tanaman

secara terus menerus sehingga dapat memberi ciri tersendiri yang berbeda-beda

antara tanaman satu dengan tanamn yang lainnya. Minyak ini bukan merupakan

senyawa tunggal, tetapi tersusun oleh gabungan dari berbagai senyawa “pencetus

bau” lainnya yang jenis, sifat, dan khasiatnya. (6)

2.5.1 Pengertian Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak

ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minya esensial karena pada

suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap diudara terbuka. (6)

Minyak atsiri merupakan cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah

menguap pada suhu kama. Minyak ini diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun,

kulit batang, kayu dan akar tumbuh-tumbuhan. Minyak atsiri merupakan minyak

formula obat dan kosmetik tertua yang diketahui manusia dan diklaim lebih

berharga dari pada emas.(3)

2.5.2 Sifat-sifat Minyak Atsiri

Adapun sifat-sifat minyak atsiri sebagai berikut (6):

a) Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa

b) Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili tanaman asalnya.

c) Mempunyai rasa getir, kadang-adang berasa tajam, menggigit, memberi kesan

hangat sampai panas, atau justru dingin ketika dirasa dikulit, tergantung dari

jenis komponen penyusunnya.


d) Dalam keadaaan murni (belum tercemar oleh senyawa lain) mudah menguap

pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka ketika

dibiarkan menguap, tidak meninggalbekas noda pada benda yang ditempel.

e) Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubahmenjadi

tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-

asam lemak.

f) Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen

udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena

terdiri dari berbagai macam komponen penyusun

g) Indeks bias umumnya tinggi

h) Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang palarisasi dengan rotasi

yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C

asimetrik

i) Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut

hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat

kesil.

2.5.3 Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman

Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut

kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili

Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae

dan Rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (pada famili Coniferae). Pada

bunga mawar, kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga,

pada kayu manis (sinamon)banyak ditemui di kulit batang (korteks), pada famili
Umbelliferae banyak terdapat dalam perikarp buah, pada Menthae sp. Terdapat

dalam rambut kelenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat dalam kulit buah

dan dalam helai daun. (6)

Minyak atsiri dapat terbentuk secara lansung oleh protoplasma akibat

adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida

tertentu. Peranan paling utama dari minyak atsiri terhadap tumbuhan itu sendiri

adalah sebagai pengusir serangga (mencegah daun dari bunga rusak)serta sebagai

pengusir hewan-hewana pemakan daun lainnya. Namun, sebaliknya minyak atsiri

juga berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu terjadinya penyerbukan

silang dari bunga.(6)

2.5.4 Kandungan Kimiawi Minyak Atsiri

Tidak satupun minyak atsiri tersusun dari senyawa tunggal, tetapi merupakan

campuran komponen yang terdiri dari tipe-tipe yang berbeda. Berdasarkan cara

isolasinya, komponen penyusun minyak atsiri dapat dibedakan menjadi beberapa

kelompok, sebagai berikut (6):

1. Kelompok yang mengkristal pada suhu rendah, misalnya stearoptena.

2. Kelompok senyawa yang dapat dipisahkan melalui proses destilasi bertingkat.

3. Kelompok senyawa yang dapat dipisahkan melalui proses kristalisasi

bertingkat.

4. Kelompok senyawa yang pemisahannya dilakukan melalui kromatografi.

5. Kelompok senyawa yang diisolasi melalui proses–proses kimia.


2.5.5 Minyak Atsiri sebagai Aromaterapi

Aromaterapi berasal dari dua kata, yaitu aroma dan terapi. Aroma berarti

bau atau bau-bauan dan terapi berarti pengobatan. Jadi aromaterapi adalah salah

satu cara pengobatan penyakit dengan bau-bauan yang berasal dari tumbuh-

tumbuhan serta berbau harum, gurih dan enak yang disebut dengan minyak atsiri.

Istilah aromaterapi baru populer pada tahun 1928. Namun, cara pengobatan ini

sebenarnya telah diterapkan sejak dimulainya peradaban bumi. (3)

2.5 Minyak Atsiri Jeruk Nipis dan Akar Wangi

Jeruk nipis mengandung minyak atsiri (sitral, limonen, felandren, lemon


(9)
kamfer, kadinen, geram-asetat, linali-lasetat, aktilaldehis, nildehid). Komponen

kimia utama yang dikandungnya adalah limonena. Limonena adalah zat yang

berbau khas jeruk dan berkhasiat sebagai antimikroba dan kesehatan.(7)

Minyak akar wangi memiliki komponen kimia utam yaitu vetiveron,


(6)
vetifenil, vetifenat, vetivenon. Minyak ini juka digunakan sebagai aromaterapi

dapat melemaskan dan menyegarkan pikiran dan tubuh. (3)


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan penelitian eksperimental.

Eksperimental adalah

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah Laboratorium Fomulasi Studi D-III Farmasi

STIKes Helvetia Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Juli 2016.

3.3 Pengambilan Sampel

Sampel diambil secara puposif, yaitu : dengan tidak membandingkan di

daerah lain. Sampel minyak geranium, minyak akar wangi dan minyak nilam

sebagai bahan pengikat dibeli di toko online yakni Lansida Group. Jl. Karanglo,

Bumen KG III No. 519 Yogyakarta..

3.4 Alat dan Bahan

3.4.1 Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah panci ganda, Hot

plate, Cangkir stainless steel, kawat, gelas tuang, cetakan lilin, pengaduk,

termometer, gelas piala, timbangan, sudip, gelas bakar, korek api, gunting dan

stopwatch.
3.4.2 Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah parafin, stearin, bubuk

pewarna, benang katun sebagai sumbu, bahan pengharum (minyak geranium,

minyak akar wangi, minyak nilam sebagai bahan pengikat) dan pin pengait

sumbu.

3.5 Kerangka Konsep

Sampel Variabel Bebas Variabel Terikat

Organoleptis

Lilin Aromaterapi (Uji Hedinik


Minyak Jeruk Nipis dan Mutu
(Citrus aurantifolia) Komposisi Bahan Hedonik)

Minyak Akar Wangi Konsentrasi


Waktu Bakar
(Vertiveri zanoides)
Jenis Minyak
Atsiri

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.6 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan konsentrasi minyak

atsiri yang akan ditambahkan ke dalam campuran lilin. Penentuan konsentrasi

minyak jeruk nipis dan minyak akar manis dilakukan dengan cara trial and error.

Konsentrasi minyak yang diperoleh juga didasarkan pada penelitian

sebelumnya oleh Sapta Raharja et.al.(2006) yang merujuk pada pendapat

Oppenheimer (2001), bahwa secara umum malam atau lilin hanya dapat menerima

2 sampai 3 persen minyak atsiri murni.


3.7 Penelitian Utama

3.7.1 Rancangan Formula

Adapun rancangan formula berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sapta

Raharja et.al.(2006) dengan modifikasi jenis minyak atsiri dan konsentrasinya,

sedangkan komposisi bahan yang digunakan sama yaitu sebanyak 40 g setiap

sediaan lilin aromaterapi. Pada penelitian ini menggunakan minyak pengikat yaitu

minyak nilam dengan konsentrasi 10 % dari minyak atsiri (minyak juruk nipis dan

minya akar wangi) yang digunakan.

Tabel 3.1 Rancangan Formula

Jenis Minyak Atsiri


Minyak Komposisi
dan Konsentrasi
Pengikat Bahan (%)
N For (%)
atau
o mula Minyak Minyak Ste
Minyak
Geran Akar Parafin ari
Nilam (%)
ium Manis n

1 F1 3 - 10 10 90

2 F2 - 3 - 10 90
3 F3 4 - - 10 90
4 F4 - 4 10 10 90
5 F5 3 - 10 50 50
6 F6 - 3 - 50 50
7 F7 4 - - 50 50
8 F8 - 4 10 50 50
9 F9 3 - 10 90 10
1
F10 - 3 - 90 10
0
1
F11 4 - - 90 10
1
1
F12 - 4 10 90 10
2

3.7.2 Perhitungan Formulasi

1. Minyak Atsiri
a) Minyak Geranium

3
F1 = × 40 g=1.2 ml
100

4
F3 = × 40 g=1.6 ml
100

3
F5 = × 40 g=1.2 ml
100

4
F7 = × 40 g=1.6 ml
100

3
F9 = × 40 g=1.2 ml
100

4
F11 = × 40 g=1.6 ml
100

b) Minyak Akar Wangi

3
F2 = × 40 g=1.2 ml
100

4
F4 = × 40 g=1.6 ml
100

3
F6 = × 40 g=1.2 ml
100

4
F8 = × 40 g=1.6 ml a
100

3
F10 = × 40 g=1.2 ml
100

4
F12 = × 40 g=1.6 ml
100

2. Minyak Pengikat (Minyak Nilam)

10
F1 = ×1.2 ml=0.12 ml
100
10
F4 = ×1.6 ml=0.16 ml
100

10
F5 = ×1.2 ml=0.12 ml
100

10
F8 = ×1.6 ml=0.16 ml
100

10
F9 = ×1.2 ml=0.12 ml
100

10
F12 = ×1.6 ml=0.16 ml
100

3. Komposisi Bahan

10
 F1 parafin = × 40 g=4 g
100

90
F1 stearin = × 40 g=36 g
100

10
 F2 parafin = × 40 g=4 g
100

90
F2 stearin = × 40 g=36 g
100

10
 F3 parafin = × 40 g=4 g
100

90
F3 stearin = × 40 g=36 g
100

10
 F4 parafin = × 40 g=4 g
100

90
F4 stearin = × 40 g=36 g
100

50
 F5 parafin = × 40 g=20 g
100
50
F5stearin = × 40 g=20 g
100

50
 F6 parafin = × 40 g=20 g
100

50
F6 stearin = × 40 g=20 g
100

50
 F7 parafin = × 40 g=20 g
100

50
F7 stearin = × 40 g=20 g
100

50
 F8 parafin = × 40 g=20 g
100

50
F8 stearin = × 40 g=20 g
100

90
 F9 parafin = × 40 g=36 g
100

10
F9 stearin = × 40 g=4 g
100

90
 F10 parafin = × 40 g=36 g
100

10
F10 stearin = × 40 g=4 g
100

90
 F11 parafin = × 40 g=36 g
100

10
F11 stearin = × 40 g=4 g
100

90
 F12 parafin = × 40 g=36 g
100

10
F12 stearin = × 40 g=4 g
100
3.8 Proses Pembuatan Lilin Aromaterapi

3.8.1 Pembuatan Sumbu Lilin Aromaterapi

Benang katun sebagai sumbu dipintal kemudian dicelupkan kedalam

paraffin padat yang dicairkan, kemudian sumbu didinginkan. (11)

3.8.2 Pembuatan Lilin Armaterapi

Pembuatan lilin aromaterapi dapat dibuat dengan cara (2):

a) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.

b) Timbang paraffin padat dan stearin, masukkan ke dalam wadah masing-

masing.

c) Panaskan paraffin dengan suhu 55 oC hingga mencair sebagai massa 1

d) Panaskan stearin dengan suhu 50 oC sebagai massa 2

e) Masukkan bubuk pewarna sebanyak 1.3 mg pada massa 1 naikkan suhunya

hingga 65- 70 oC.

f) Tambahkan minyak atsiri ( minyak jeruk nipis dan akar wangi) dan tambahkan

minyak nilam sebagai minyak pengikat (40 oC).

g) Masukkan massa 2 ke dalam massa 1.

h) Aduk hingga homogen

i) Masukkan ke dalam wadah lilin dan masukkan sumbu, biarkan hingga

mengeras hingga menjadi lilin aromaterapi.

3.9 Kerangka Kerja

Paraffin: 10; 50; 90 Stearin: 90; 50; 10


Beaker 1 Beaker 2

Panaskan
(50 oC)
Panaskan
(55 oC)

1.3 mg bubuk
pewarna

Panaskan
(65-70 oC)

Masukkan minyak jeruk


nipis dan akar wangi
Panaskan(40 oC)
(2% dan 4%) + Minyak
nilam (10%)

Aduk
Homogen

Mengeras

Wadah + Sumbu

LILIN AROMATERAPI

3.10 Parameter Uji Lilin Aromaterapi

Parameter uji lilin aromaterapi yaitu uji organoleptis (uji hedonik dan mutu

hedonik) dan uji waktu bakar.

3.10.1 Uji Organoleptis (Uji Hedonik dan Mutu Hedonik)

a. Letak Sumbu

Berdasarkan SNI 0386-1989-A/SII 0348-1980, letak sumbu lilin adalah di

pusat lilin. Letak sumbu (wick position ) (2):


1 = sumbu di pusat (center)

2 = sumbu agak ke tepi (between center and side)

3 = sumbu di tepi (side)

b. Penampakan Lilin secara Keseluruhan

Dalam SNI 0386-1989-A/SII 0348-1980, keadaan fisik lilin adalah warna

sama dan merata, tidak retak, tidak cacat dan tidak patah (2).

c. Gelembung/Bintik Udara

Terdapatnya gelembung atau bintik udara pada lilin aromaterapi akan

menurunkan tingkat kesukaan konsumen. Adanya gelembung/bintik udara


(2)
(existing ofair bubles) :

1 = sedikit (little)

2 = sedang (moderate)

3 = banyak (much)

d. Kesukaan Warna secara Visual

Kesukaan terhadap warna secara visual diuji dengan menanyakan pendapat

sukarelawan.

e. Kesukaan terhadap Aroma Lilin sebelum Dibakar

Kesukaan terhadap aroma lilin sebelum dibakar diuji dengan menanyakan

pendapat sukarelawan. Memiliki skala:

1 = sangat tidak suka (dislike very much)

2 = tidak suka (dislike moderately)

3 = agak suka (like slightly)

4 = suka (like moderately)


5 = sangat suka (like very much)

f. Kesukaan terhadap Aroma Lilin saat Lilin Dibakar

Kesukaan terhadap aroma lilin saa dibakar diuji dengan menanyakan

pendapat sukarelawan. Memiliki Skala (2):

1 = sangat tidak suka (dislike very much)

2 = tidak suka (dislike moderately)

3 = agak suka (like slightly)

4 = suka (like moderately)

5 = sangat suka (like very much)

g. Deteksi Aroma Pertama Kali

Waktu deteksi aroma pertama kali, dibagi dalam 5 kategori yaitu (2):

0 – 20 det (sec)

21 – 40 det (sec)

41 – 60 det (sec)

61 – 80 det (sec) dan

81 – 101 det (sec)

h. Deteksi Waktu terhadap Efek Terapi yang dirasakan Pertama Kali

Waktu deteksi efek terapi pertama kali, dibagi dalam 5 kategori yaitu (2):

0 – 39 det (sec)

39 – 78 det (sec)

78 – 117 det (sec)

117 – 156 det (sec)

156 – 196 det (sec).


i. Efek Terapi yang Dihasilkan dari Minyak Jeruk Nipis dan Minyak Akar

Wangi

Aromaterapi melalui penciuman merupakan jalur yang sangat cepat dan

efektif untuk menanggulangi masalah gangguan emosional seperti stres atau

depresi. Ini disebabkan rongga hidung mempunyai hubungan langsung dengan

sistem kerja susunan saraf pusat yang bertanggung jawab terhadap kerja minyak

esensial. (2)

Efek terapi yang dihasilkan di uji kepada suka relawan dan diuji

berdasarkan skala (2):

1 = sesak (congested)

2 = pusing (headache)

3 = agak pusing (headache slightly)

4 = ingin tidur (want to sleep)

5 = ngantuk (sleepy)

6 = kurang tenang (less be calm)

7 = agak tenang (calm slightly)

8 = kurang segar (less be fresh)

9 = agak segar (fresh slightly)

10 = hangat (warm)

11 = tenang (calm)

12 = segar (fresh)

3.10.2 Uji Waktu Bakar


Waktu bakar adalah selang waktu yang menunjukkan daya tahan lilin

dibakar sampai habis. Waktu bakar diperoleh dari selisih antara waktu awal

pembakaran dan waktu saat sumbu lilin habis terbakar (api padam). (2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Murhananto, Ria Aryasatyani. 1999. Membuat dan Mendekorasi Lilin.


Jakarta: Puspa Swara. Hal. 1
2. Raharja, S. Setyaningsih, D. Turnip, DMS. Pengaruh Perbedaan Komposisi
Bahan, Konsentrasi dan Jenis Minyak Atsiri pada Pembuatan Lilin. Jurnal
Teknologi Pertanian Vol 1. No (2). Maret 2006. Samarinda
3. Agusta, Andria. 2000. Aromaterapi : Cara Sehat dengan Wewangian Alami.
Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 1, 5, 14-18,
4. Kusmiati. Syaifuddin, M. Pengaruh Pemberian Aromaterapi Kenanga
(Cananga odorata) Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan pada Lansia
(usia 60 – 74 tahun) di Panti Werdha Mental Kasih Yayasan Sumber
Pendidikan Mental Agama Allah (SPMAA) Desa Turi Kecamatan Turi
Kabupaten Lamongan. Surya. Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Lamongan. Vol.07. No.01. April 2015. Lamongan.
5. Anastasia, S. Bayhakki. Nauli, F.A. Pengaruh Aromaterapi Inhalasi Lavender
terhadap Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis. JOM Vol. 2 No. 2. Oktober 2015. Riau.
6. Gunawan, D. Mulyani, S. 2010. Ilmu Obata Alam (Farmakognosi) Jilid 1.
Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 106-112.
7. Muhlisah, F. 2011. Tanaman Obat Keluarga (TOGA. Jakarta: Penebar
Swadaya. Hal. 30
8. Sari, M.A. Masfiyah. Chodijah. Uji Efektivitas Aromaterapi Ekstrak Kulit
Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) terhadap Jumlah Bakteri Udara di
Ruang ICU RSI Sultan Agung Semarang. Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2012.
9. Agoes, A. 2010. Tanama Obat Indonesia. Jakarta: Salemba Medika.. Hal. 38
10. Hertiningrum, N. Efek Aromaterapi Minyak Akar Wangi (Vetiveria
zizanoides L.) sebagai Antidepresan terhadap Aktivitas Motorik Mencit Putih
Jantan dengan Alat Led Photoelectric. Surabaya: Fakultas Farmasi
Universitas Surabaya.
11. livia

Buku :
1. Mangoenprasodjo, S. S., & Hidayati, S. N.(2005). Terapi alternatif dan gaya
hidup sehat. Yogyakarta: PradiptaPublishing.
2. Murhananto, Ria Aryasatyani (1999) Membuat dan Mendekorasi Lilin. Puspa
Swara Jakarta.
3. Saraswati (1985) Berkreasi dengan Lilin. Bhratara Karya Aksara Jakarta.
4. Sharma, Sumeet. 2009. Aromaterapi (Aromatherapy). Tangerang: Karisma
Publishing Group.
5. Primadiati Rachmi (2002) Aromaterapi: Perawatan Alami Untuk Sehat dan
Cantik. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
6. Yuliani, S. Panduan lengkap minyak atsitri Hal. 6-12, 177-181.Jakarta:
Penebar Swadaya:2012
7. Poerwadi,R.Aromaterapi Sahabat Calon Ibu Hal. 93-94,117-118.Jakarta:
Dian Rakyat: 2006
8. Taufiq A, T. Menyuling minyak atsiri. Yogyakarta : PT Citra Aji Parama:
2007
9. Konsoemardiyah. A-Z Aromaterapi untuk Kesehatan, Kebugaran, dan
Kecantikan, Yogyakarta : Lily Publisher, 2009.
10. Jusuf, O. Membuat Patung Gips dan Lilin. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama : 2007
11. Konsoemardiyah, Ag Budi Indarto. Nyamuk pergi tanpa Racun.
Yogyakarta : Lily Publisher. 2015
12. Oppenheimer B (2001) The Candlemaker’s Companion. Storey Books.
Massachusetts USA.
13. Ketaren S (1986) Pengantar Teknologi Minyak Lemak dan Pangan. Penerbit
UI-Press Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai