Anda di halaman 1dari 52

APLIKASI SITOKININ DAN MIKORIZA UNTUK

MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU BIBIT ASAL


SETEK BASAL DAUN MAHKOTA NANAS

DIRGAHANI PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Sitokinin dan
Mikoriza untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Bibit Asal Setek Basal Daun
Mahkota Nanas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2020

Dirgahani Putri
NRP A251170031
RINGKASAN
DIRGAHANI PUTRI. Aplikasi Sitokinin dan Mikoriza untuk Meningkatkan
Produksi dan Mutu Bibit Asal Setek Basal Daun Mahkota Nanas. Dibimbing oleh
M. RAHMAD SUHARTANTO dan ENY WIDAJATI.

Ketersediaan bibit nanas merupakan hal yang harus diperhatikan dalam


rangka perluasan area tanam, terutama untuk pengembangan varietas baru. Salah
satu metode perbanyakan vegetatif tanaman nanas yang berpotensi menghasilkan
bibit yang lebih banyak dan seragam adalah perbanyakan dengan setek basal daun
mahkota nanas. Pengembangan metode ini masih terus dioptimalkan, salah
satunya dengan aplikasi sikotinin dan mikoriza.
Percobaan pertama bertujuan mendapatkan informasi mengenai pengaruh
sitokinin untuk meningkatkan produksi dan mutu asal setek basal daun mahkota
nanas. Percobaan pertama menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) faktorial, dengan dua faktor. Faktor pertama adalah sitokinin BAP terdiri
atas lima taraf konsentrasi yaitu: 0, 200, 400, 600, dan 800 ppm. Faktor kedua
adalah frekuensi aplikasi terdiri atas tiga taraf pemberian yaitu 1, 2, dan 3 kali
aplikasi.
Percobaan kedua bertujuan mendapatkan informasi mengenai pengaruh
aplikasi mikoriza untuk meningkatkan kecepatan tumbuh dan mutu bibit asal
setek basal daun mahkota. Rancangan percobaan kedua menggunakan model
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dosis mikoriza yaitu 0,
50, 100, 150, dan 200 spora.
Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi dan frekuensi aplikasi BAP serta
interaksinya meningkatkan setek bertunas pada 5-6 MST dengan pemberian
konsentrasi terbaik 600 ppm yang diaplikasikan 2 kali, setelah 7-20 MST efek
pemberian konsentrasi dan frekuensi aplikasi BAP sudah tidak berpengaruh
terhadap setek bertunas.
Aplikasi mikoriza dengan dosis 100 spora dapat meningkatkan bobot kering
akar, kandungan klorofil dan aktivitas enzim fosfatase pada 10 MSP. Aplikasi
mikoriza tidak mempengaruhi mutu bibit berdasarkan tolak ukur tinggi bibit, lebar
daun, jumlah daun, panjang daun, jumlah akar, panjang akar dan bobot kering
tunas.

Kata kunci: Ananas comosus, buah tropis, perbanyakan cepat


SUMMARY
DIRGAHANI PUTRI. Aplication of Cytokines and Mycorrhiza to Increase
Production and Quality of Pineapple Seedling from Crown Leaf Bud Cutting
Propagation. Supervised by M. RAHMAD SUHARTANTO and ENY
WIDAJATI.

The pineapple seedlings become important for the expansion of planting


area especially for new variety development. The pineapple vegetative
propagation method using crown leaf bud cuttings has potential to produce
seedlings uniformly and larger quantity. The develompment of this method is still
optimized, one of them is by aplication of cytokines and mycorrhiza.
The first study was aimed to obtain infomation about the effect of
concentration and frequency of BAP application to increase production and
quality of pineapple seedling from crown leaf bud cutting propagation. The
experiment used a randomized completely block design (RCBD) with two factors.
The first factor was the concentration of BAP (0, 200, 400, 600, 800 ppm). The
second factor was frequency of BAP application (1, 2, 3 time).
The second study was aimed to obtain information about the effect
aplication mycorrhizae to accelerate the seedling growth and quality during
production from crown leaf bud cutting propagation. The experiment used a
RCBD with one factor which is dose of mycorrhiza (0, 50, 100, 150, 200 spores).
The results showed that the effect of concentration and frequency of BAP
applications and their interactions increased on sprout cuttings variable at 5-6
weeks after planting (WAP) by giving the 600 ppm concentration with the 2 times
application after 7-20 WAP, concentration and frequency of BAP applications did
not significantly affect to sprout cuttings variable.
Mycorrhiza application at a dose of 100 spores can increase root dry weight,
chlorophyll content and phosphatase enzyme activity at 10 WAP. Mycorrhizal
application did not significantly affect seedling quality based on height, leaf width,
leaf number, leaf length, roots number, root length and shoot dry weight.

Keywords: Ananas comosus, fast propagation, split crown


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2020
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
APLIKASI SITOKININ DAN MIKORIZA UNTUK
MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU BIBIT ASAL
SETEK BASAL DAUN MAHKOTA NANAS

DIRGAHANI PUTRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Sobir, MSi
:snp111ei33u1\l.
OZOG N\tr L �
q1u;:ia 1ifo[OtDJAl. unp mun
!PlUS lUBJiJO.Td l?IU;'.:l)l_
lJ010 !O\jB10)]lQ
ST!\J ·pulepl,\\ AU3 JJ .IQ V\J JJ JO
l £00l l l SZV d<IN
Ullld muqu'BJ!O l?lll8N
sBm�N Bto:>[4BJ"J unua JBrna )1010s resv nqttl mnJ;\J
tmp !�D\11J10Jd llU)jW)jBll)U0W
xtuun t!ZUO){TJ;\J: uep U!UD\Ol!S !�IDl!Jdv: S)S0.l tnpnj-
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini ialah mutasi, dengan judul Aplikasi Sitokinin dan Mikoriza untuk
Meningkatkan Produksi dan Mutu Bibit Asal Setek Basal Daun Mahkota Nanas.
Penyelesaian penelitian dan penyusunan tesis ini tidak lepas dari dukungan
banyak pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Dr Ir M. Rahmad Suhartanto, MSi dan Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS selaku
pembimbing atas bimbingan, sarana prasarana, saran, dukungan, dan doa yang
telah diberikan selama penelitian sampai selesainya penyusunan tesis dan Ibu Dr
Ir Endah Retno Palupi, MSc selaku ketua program studi Ilmu dan Teknologi
Benih yang telah mendukung, memudahkan dan mendoakan penulis.
2. Suami, orang tua, Ibu Rosdiana dan semua keluarga atas doa dan kasih sayang
yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis.
3. Prof Dr Ir Sobir, MSi selaku dosen penguji luar komisi yang telh memberikan
koreksi dan saran untuk perbaikan tesis.
4. Bapak dan Ibu Dosen pada program studi Ilmu dan Teknologi Benih atas ilmu
yang telah diberikan.
5. Pihak Pusat Kajian Hortikultura Tropika LPPM IPB dan Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam program Riset STARNAS yang telah
mendanai, memfasilitasi dan membantu selama penulis penelitian.
6. Nadiya, Pak Arif, Yukarie, Moses, Ibu Kartika, teman-teman ITB dan semua
pihak yang telah membantu dan mendoakan penulis selama penelitian sampai
selesainya penyusunan tesis.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat dan Allah memberkahi semua pihak yang
telah melakukan kebaikan kepada penulis.

Bogor, Januari 2020

Dirgahani Putri
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Setek Basal Daun Mahkota Nanas 3
Sitokinin 4
Peran Mikoriza untuk Meningkatkan Laju Pertumbuhan 4
3 METODE 6
Waktu dan Tempat 6
Percobaan 1 Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi Sitokinin
terhadap Produksi dan Mutu Setek Basal Daun Mahkota Nanas 7
Percobaan 2 Pengaruh Dosis Mikoriza terhadap Produksi dan Mutu Bibit
Asal Setek Basal Daun Mahkota Nanas 9
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi Sitokinin terhadap Produksi
dan Mutu Setek Basal Daun Mahkota Nanas 12
Pengaruh Dosis Mikoriza terhadap Produksi dan Mutu Bibit Asal Setek
Basal Daun Mahkota Nanas 20
5 SIMPULAN DAN SARAN 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 31
RIWAYAT HIDUP 40
DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi dan frekuensi


aplikasi sitokinin terhadap semua peubah yang diamati 12
2 Pengaruh konsentrasi dan aplikasi sitokinin terhadap setek hidup
5-20 MST 14
3 Interaksi pengaruh konsentrasi dan aplikasi sitokinin terhadap setek
bertunas 5 MST 15
4 Pengaruh konsentrasi dan aplikasi sitokinin terhadap setek bertunas
6-20 MST 16
5 Pengaruh pengaruh konsentrasi dan aplikasi sitokinin terhadap
tinggi bibit asal setek basal daun mahkota nanas 5-20 MST 17
6 Interaksi pengaruh pengaruh konsentrasi dan aplikasi sitokinin terhadap
analisis kandungan klorofil 15 MST 18
7 Pengaruh konsentrasi dan aplikasi sitokinin terhadap analisis kandungan
klorofil persentase setek berakar, jumlah akar, panjang akar, bobot kering
tunas dan bobot kering akar 20 MST 19
8 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh aplikasi mikoriza terhadap semua
peubah yang diamati 20
9 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap pertambahan tinggi, lebar daun,
jumlah daun dan panjang daun bibit asal setek basal daun
mahkota nanas 1-10 MSP 22
10 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap jumlah akar, panjang akar,
bobot kering tunas, dan bobot kering akar bibit asal setek basal daun
mahkota nanas 10 MSP 23
11 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap kandungan klorofil, infeksi akar,
kecepatan tumbuh dan enzim fosfatase bibit asal setek basal daun
mahkota nanas 10 MSP 24
12 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap kandungan N, P, dan K daun
bibit asal setek basal daun mahkota nanas pada 10 MSP 25
DAFTAR GAMBAR

1 Struktur morfologi tanaman nanas 3


2 Skema penelitian 6
3 Mata tunas setek basal daun mahkota nanas 8
4 Setek busuk (A), setek dengan daun mengering (B), setek yang
mengalami serangan kutu putih pada bagian pangkal (C) 13
5 Akar yang tidak terinfeksi mikoriza (A), akar yang terinfeksi
mikoriza (B) 24

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi sitokinin terhadap persentase
setek bertunas 5-20 MST 32
2 Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi sitokinin terhadap persentase
setek bertunas 5-20 MST 33
3 Ekstrapolasi tinggi bibit setek basal daun mahkota nanas percobaan
pertama 34
4 Ekstrapolasi tinggi bibit asal setek basal daun mahkota nanas percobaan
kedua 34
5 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap tinggi bibit asal setek basal daun
mahkota nanas 1-10 MST 35
6 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap lebar daun bibit asal setek basal
daun mahkota nanas 1-10 MSP 36
7 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap jumlah daun bibit asal setek basal
daun mahkota nanas 1-10 MSP 37
8 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap panjang daun bibit asal setek basal
daun mahkota nanas 1-10 MSP 38
9 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap jumlah akar, panjang akar, bobot
kering tunas dan bobot kering akar bibit asal setek basal daun mahkota
nanas 10 MSP 39
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara pengekspor jus dan nanas kalengan terbesar


ketiga, setelah Filipina dan Thailand (Elfiani dan Aryati 2012). Potensi ekspor
nanas Indonesia dapat ditingkatkan, karena nanas merupakan komoditi ekspor
hortikultura Indonesia yang cukup besar dengan kontribusi sekitar 23% di wilayah
Asia Tenggara (Direktorat Jenderal Hortikultura 2017). Peluang peningkatan
ekspor masih terbuka lebar karena permintaan yang tinggi (Kementan 2017). Nanas
Smooth Cayenne cocok untuk digunakan sebagai bahan nanas kaleng, sirup, dan
sari buah karena mempunyai rasa yang manis dan kandungan airnya lebih tinggi
(Wulaningtyas 2013).
Produksi buah nanas di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 1.39 juta ton dan
mengalami kenaikan pada tahun 2017 menjadi 1.79 juta ton (BPS 2018). Kenaikan
produksi ini disebabkan oleh pertambahan luas pertanaman nanas dari 13 067
hektar (2016) menjadi 21 274 hektar (2017) (BPS 2018). Kenaikan produksi ini
dapat terus ditingkatkan karena Indonesia memiliki keunggulan agroklimat yang
cocok untuk pengembangan produksi nanas seperti daerah Lampung, Jawa Barat,
Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Riau (Cahyono et al. 2014).
Ketersediaan bibit nanas merupakan hal yang harus diperhatikan dalam
rangka perluasan area tanam, terutama untuk pengembangan varietas baru. Bibit
yang dibutuhkan untuk perluasan area tanam, saat ini tersedia hanya dalam jumlah
yang terbatas, padahal produksi nanas dalam skala komersial membutuhkan bahan
tanam sekitar 40 000 – 60 000 bibit per ha (PKBT 2008; Naibaho 2012).
Perbanyakan nanas secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan mahkota
buah (crown), tunas buah (slip), tunas batang (sucker), dan tunas anakan (ratoone)
(Hadiati dan Indriyani 2008). Jumlah bibit yang dihasilkan dari bagian-bagian
tanaman tersebut jumlahnya terbatas, sehingga belum efektif untuk perluasan area
tanam. Oleh karena itu, perluasan area tanam nanas harus didukung oleh teknologi
perbanyakan yang mudah diaplikasikan dan ketersediaan yang konsisten, dalam arti
produk dapat tersedia tepat waktu dan jumlahnya sesuai dengan yang diinginkan
(Sobir dan Ramadhani 2013).
Salah satu metode perbanyakan vegetatif tanaman nanas yang berpotensi
menghasilkan bibit yang lebih banyak dan seragam adalah perbanyakan dengan
setek basal daun mahkota nanas. Setek basal daun mahkota memanfaatkan jaringan
meristem pada setiap ketiak daun. Setiap daun mahkota memiliki tunas aksilar yang
dorman dan melekat pada setiap ketiak batang daun. Tunas dorman tersebut
berpotensi untuk mengasilkan mata tunas (bud) dan menjadi calon bibit (Py et al.
1984; Hepton 2003). Tassew (2014) menginformasikan bahwa satu mahkota nanas
dapat menghasilkan setek basal daun makota sebanyak 23-32 bibit per mahkota.
Perbanyakan tanaman nanas dengan menggunakan setek basal daun
mahkota memiliki kelemahan yaitu akar dan tunas yang sulit tumbuh (Chairunnisak
et al. 2015). Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT)
pada bahan stek. Hasil penelitian Eprilian (2019) menyatakan pemberian IBA 250
ppm dengan cara perendaman meningkatkan persentase setek bertunas, berakar dan
bobot kering akar. Yaish et al (2010) menyatakan aplikasi sitokinin eksogen telah
2

dilaporkan dapat merangsang pertumbuhan tunas lateral tanaman tomat. Hadiati


(2011) menyatakan bahwa pemberian BAP dengan konsentrasi 200 sampai 600
ppm cenderung meningkatkan tinggi dan jumlah tunas pada setekbatang nanas
varietas hibrida serta mempercepat waktu pecahnya tunas yaitu 6 hari lebih cepat
dibandingkan kontrol. Pemberian zat pengatur tumbuh pada tanaman harus
memperhatikan konsentrasi dan waktu aplikasi yang tepat. Respon zat pengatur
tumbuh akan baik jika dberikan pada konsentrasi yang tepat pada fase pertumbuhan
tanaman (Wicaksono, et al. 2017).
Kendala lain penggunaan setek basal daun mahkota sebagai bahan tanam
adalah pertumbuhan bibit yang lama. Rata-rata tanaman asal setek basal daun
mahkota menghasilkan buah 22-24 bulan setelah tanam (BST), lebih lama
dibandingkan dengan tanaman asal anakan (12 BST), tanaman asal tunas batang
(15-18 BST), tanaman asal tangkai (18 BST), dan tanaman asal tunas dasar buah
(20 BST) (Elfiani dan Aryati 2012). Setek yang siap untuk dipindah tanam memiliki
kriteria tinggi tanaman 15 cm (Elfiani 2011), jumlah daun minimal delapan helai
(PKBT 2009) dan perakaran yang baik. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
perlu diteliti lebih lanjut konsentrasi dan frekuensi aplikasi sitokinin yang tepat.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan laju pertumbuhan
vegetatif tanaman adalah dengan memanipulasi zona perakaran (rhizosfer) dan
menambahkan populasi mikroba yang bermanfaat ke media tanam yang dikenal
sebagai inokulasi (Lakitan 2008). Mikoriza merupakan bentuk simbiosis
mutualisme antara fungi dan sistem perakaran tanaman, yang berperan untuk
penyerapan unsur hara tanaman terutama unsur P, peningkatan pertumbuhan serta
hasil produk tanaman (Suharno dan Sancayaningsih 2013). Fosfat dibutuhkan
tanaman untuk pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh
serta memperkuat batang, sehingga tidak mudah rebah (Aleel 2008).
Herlangga (2016) menyatakan bahwa inokulasi mikoriza Glomus sp.
sebanyak 50 spora/bibit dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit trembesi dari
40.90 cm menjadi 50.50 cm. Pemberian mikoriza sebanyak 90 spora pada bibit
akasia meningkatkan laju pertumbuhan vegetatif untuk tinggi tanaman dari 15.77
cm menjadi 18.98 cm (Hidayati et al. 2015). Pemberian FMA sebanyak 194 spora
pada setek pucuk klon kina Cib5 dan QRC meningkatkan volume akar dari 0.28 ml
menjadi 0.78 ml dan panjang akar dari 2.38 cm menjadi 5.56 cm (Laksono et al.
2013).
Penelitian ini bertujuan mendapatkan konsentrasi, frekuensi aplikasi
sitokinin dan aplikasi mikoriza yang tepat untuk meningkatkan produksi dan mutu
bibit asal setek basal daun mahkota nanas. Oleh karena itu, penelitian ini dibutuhkan
untuk mengembangkan teknologi perbanyakan nanas dengan setek basal daun
mahkota agar mendapatkan bibit yang berkualitas.

Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan konsentrasi dan frekuensi aplikasi sitokinin yang tepat untuk


meningkatkan produksi dan mutu setek basal daun mahkota nanas.
2. Mendapatkan dosis mikoriza yang tepat untuk meningkatan produksi dan mutu
bibit asal setek basal daun mahkota nanas.
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Setek Basal Daun Mahkota Nanas

Setek adalah salah satu teknik pembiakan vegetatif yang dilakukan dengan
cara melakukan pemisahan atau pemotongan bagian batang, akar atau daun dari
pohon induknya. Menurut Hartmann et al. (1997) perbanyakan dengan
menggunakan setek mempunyai beberapa kelebihan antara lain: (1) bibit dapat
diperoleh dalam jumlah besar dan waktu yang relatif singkat, (2) tanaman cukup
homogen dan dapat dipilih dari bahan tanaman yang mempunyai kualitas tinggi
yang diturunkan dari induknya, (3) membutuhkan bahan setek yang sedikit, (4)
populasi tanaman yang dihasilkan relatif seragam, dan (5) mudah dan tidak
memerlukan teknik yang rumit. Struktur morfologi tanaman nanas dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur morfologi tanaman nanas (d’Eeckenbrugge dan Leal


2002)

Metode perbanyakan setek basal daun mahkota memiliki potensi


menghasilkan bibit lebih banyak. Selama ini perbanyakan tanaman nanas
menggunakan anakan hanya menghasilkan 2 anakan per tanaman, sementara
penelitian Naibaho et al. (2008), melaporkan satu mahkota tanaman nanas dapat
menghasilkan 25-30 potongan basal daun yang berpotensi untuk menghasilkan
bibit. Setek basal daun pada mahkota nanas pernah dilakukan oleh Soler dan Dole
(2006) yang menunjukkan pertumbuhan tunas-tunas dorman yang terdapat pada
mahkota nanas. Setek basal daun memanfaatkan jaringan meristem pada setiap
ketiak daun. Setiap daun mahkota nanas memiliki tunas aksilar yang dorman dan
melekat pada setiap ketiak batang daun. Tunas dorman tersebut berpotensi untuk
mengasilkan mata tunas dan menjadi calon bibit (Hepton 2003). Hasil penelitian
Oktaviani (2009), menunjukkan bahwa bahan setek basal daun mahkota nanas yang
berasal dari bagian ujung mahkota menunjukkan pertumbuhan tinggi tunas l.51 cm
4

dan persentase berakar 85.19% lebih tinggi dibandingkan dengan bagian pangkal
daun mahkota 1.39 cm dan persentase berakar 70.37%.

Sitokinin

Pemberian zat pengatur tumbuh merupakan salah satu alternatif untuk


mendukung teknologi perbanyakan dan memperbaiki proses biologis tanaman.
Kemunculan akar dan tunas pada bahan setek merupakan indikasi bahwa setek
tersebut berhasil. Pembentukan tunas pada tanaman dapat ditingkatkan dengan
menggunakan zat pengatur tumbuh (Sari et al. 2013). Sitokinin berfungsi dalam
proses pembelahan dan peningkatan jumlah sel pada organ tanaman pembentukan
tunas-tunas baru dan pematahan dormansi (Gardner et al. 1991). Pierik et al. (1987)
menyatakan bahwa sitokinin berperan dalam memacu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman khususnya dalam menginduksi tunas adventif. Salah satu
jenis sitokinin sintetik yang banyak digunakan yaitu Benzylaminopurine (BAP).
Penggunaan konsentrasi 0.1 mg/l BAP mampu menghasilkan 358 plantlet dalam 10
bulan dari eksplan crown nanas asal Kampar (BBI Tanaman Pangan dan
Hortikultura 2012). Kombinasi 0.5 mg/l BAP dan 0.001 mg/l NAA mampu
menghasilkan tunas sebanyak 3.85 tunas per eksplan yang berasal dari eksplan
crown dari buah nanas muda selama enam minggu inkubasi (Khan et al. 2004).
Hasil penelitian Marbun (2006) yang menggunakan eksplan sucker nanas
asal Bangka menunjukkan bahwa pada konsentrasi 4.0 mg/l BAP menghasilkan
tunas sebanyak 4 tunas. Hamad dan Taha (2008) melaporkan bahwa konsentrasi
BAP yang optimal dalam menginduksi tunas adalah 2.25 dan 3.5 mg/l dengan tunas
sebanyak 12 tunas dari eksplan tunas in vitro nanas Smooth cayenne. Al-Saif et al.,
(2011) melaporkan bahwa eksplan crown nanas Smooth cayenne mampu
menginduksi tunas sebanyak 23 tunas per eksplan dengan penambahan BAP 2.0
mg/l dan Zuraida et al., (2011) menyatakan eksplan crown nanas mampu
menghasilkan tunas 6,98 tunas pada konsentrasi 5.0 mg/l BAP. Hadiati (2011)
menyatakan bahwa pemberian BAP dengan konsentrasi 200 sampai 600 ppm
cenderung meningkatkan tinggi dan jumlah tunas pada setekbatang nanas varietas
hibrida serta mempercepat waktu pecahnya tunas yaitu 6 hari lebih cepat
dibandingkan kontrol.

Peran Mikoriza untuk Meningkatkan Laju Pertumbuhan

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) memiliki kemampuan yang berbeda-beda


dalam membantu meningkatkan laju pertumbuhan tanaman, tergantung jenis FMA,
jenis tanaman inang dan jenis tanah (lingkungan) serta interaksi ketiganya. Menurut
Smith dan Read (2008) sekitar 80% dari semua jenis tumbuhan memiliki asosiasi
simbiotik dengan FMA. Prinsip kerja dari mikoriza adalah menginfeksi sistem
perakaran tanaman inang dan memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga
tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas
dalam penyerapan unsur hara (Suherman 2006). Pada tanaman nanas ditemukan
tiga genus yaitu Glomus, Acaulospora dan Gigaspora (Nurhandayani et al. 2013).
5

Hasil penelitian Suharsono et al (2011) menyatakan inokulasi FMA Glomus


dan Gigaspora pada dosis 7.5 gram per tanaman nanas hasil kultur jaringan mampu
menunjukkan peningkatan laju pertumbuhan vegetatif untuk parameter tinggi
tanaman 19.23 cm, panjang daun 18.18 cm, dan lebar daun 1.82 cm. Naher et al. (
2013) menyatakan aplikasi FMA Glomus meningkatkan jumlah daun nanas 22 helai
dibandingkan dengan kontrol 19 helai. Hasil penelitian Suharti et al. (2011)
menyatakan bahwa inokulasi FMA indigenous pada bibit tanaman jahe juga mampu
meningkatkan pertumbuhan dan hasil rimpang jahe yaitu jumlah anakan 7.5 anakan
(200%), tinggi tanaman 132.75 cm (210.80 %), jumlah daun 23 helai (162.22 %)
dibanding kontrol, serta hasil rimpang 734 g/rumpun (setara dengan 29.36 ton/ha)
terjadi peningkatan 46.8% dibanding produksi optimal tanaman jahe. Syah et al.
(2005), Glomus manihotis merupakan jenis mikoriza yang paling baik dalam
memacu pertumbuhan bibit jeruk. Mikoriza glomus mosseae mampu meningkatkan
pertambahan jumlah daun 8.11 helai bibit pisang ambon hijau dan mikoriza bioriza
02G meningkatkan laju penambahan tinggi tanaman 17.85 cm dibandingkan tanpa
pemberian mikoriza 13.37 cm (Biomed et al. 2010).
6

3 METODE

Penelitan terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama adalah mempelajari


pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi sitokinin Benzilaminopurin (BAP)
terhadap produksi dan mutu bibit asal setek basal daun asal mahkota. Percobaan
kedua adalah mempelajari pengaruh dosis mikoriza terhadap produksi dan mutu
bibit asal setek basal daun asal mahkota. Skema penelitian dapat dilihat pada
Gambar 2.

Makhota Nanas

Percobaan 1 Pengaruh konsentrasi dan Percobaan 2 Pengaruh dosis


frekuensi aplikasi sitokinin terhadap mikoriza terhadap kecepatan
produksi dan mutu bibit asal setek basal pertumbuhan bibit asal setek basal
daun mahkota nanas daun mahkota nanas

Output: Output:
Mendapatkan konsentrasi dan frekuensi Mendapatkan dosis mikoriza yang
tepat
aplikasi sitokinin yang tepat

Rekomendasi : Rekomendasi :
Mendapatkan konsentrasi, frekuensi Mendapatkan dosis mikoriza yang
aplikasi sitokinin yang tepat untuk tepat untuk meningkatkan produksi
meningkatkan produksi dan mutu bibit dan mutu bibit nanas yang
nanas yang berkualitas berkualitas

Gambar 2. Skema penelitian

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2018 hingga Juni 2019.


Penelitian dilakukan di green house percobaan Cikabayan Institut Pertanian Bogor.
Analisis N, P, K daun dilakukan di laboratorium pengujian Departemen Agronomi
dan Hortikultura IPB. Analisis fosfatase dilakukan di Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia, Bogor. Analisis infeksi akar dilakukan di Pusat Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi IPB.
7

Percobaan 1 Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi sitokinin terhadap


produksi dan mutu setek basal daun mahkota nanas

Rancangan Percobaan
Percobaan pertama menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) faktorial, dengan dua faktor. Faktor pertama adalah sitokinin BAP terdiri
atas lima taraf konsentrasi yaitu: 0, 200, 400, 600, dan 800 ppm. Faktor kedua
adalah frekuensi aplikasi terdiri atas tiga taraf pemberian yaitu 1 kali, 2 kali dan 3
kali pemberian. Setiap pemberian terdiri atas tiga ulangan, sehingga terdapat 45
satuan percobaan berupa box semai berukuran 40 cm x 30 cm. Masing-masing
satuan percobaan terdiri dari 30 setek basal daun mahkota nanas sehingga total
bahan setek yang akan digunakan adalah 1 350 setek. Rancangan statistik
menggunakan model aditif linear sebagai berikut :

Уijk = μ + αi + βj + ρk + (αβ)ij + εijk


Keterangan :
Уijk = respon pada pengaruh sitokinin ke-i, frekuensi aplikasi ke-j dan kelompok
ke-k
μ = rataan umum
αi = pengaruh sitokinin taraf ke-i
βj = pengaruh frekuensi aplikasi taraf ke-j
ρk = pengaruh kelompok/ ke-k
αβij = interaksi dari sitokinin ke-i dan frekuensi aplikasi ke-j
εijk = galat percobaan sitokinin ke-i, frekuensi aplikasi ke-j dan kelompok ke-
k.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varians


(ANOVA) pada taraf 5 %. Apabila data menunjukkan perbedaan nyata, dilakukan
uji beda rata-rata dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf 5% (Gomez dan Gomez 1984) dengan menggunakan software SAS 9.0.

Prosedur Percobaan

Persiapan dan sterilisasi media tanam. Media tanam yang digunakan adalah
campuran cocopeat dan kompos dengan perbandingan 1:1 (Husniati 2010). Media
tanam disterilkan terlebih dahulu dengan menempatkan media ke dalam drum
tertutup yang dipanaskan selama 4 jam untuk menghindari adanya patogen.
Selanjutnya media tanam tersebut diisi ke dalam bak persemaian berupa bak plastik
yang bagian dasarnya berlubang dan ditempatkan di green house kebun percobaan
Cikabayan. Media yang telah disterilisasi tersebut kemudian disiram air dan
dibiarkan selama dua hari agar air meresap rata pada media sehingga
kelembabannya merata (Naibaho 2012).

Persiapan setek basal daun mahkota nanas. Mahkota nanas disusun kemudian
disimpan di ruang terbuka selama 7-9 hari setelah panen (Hairani 2019). Bagian
mahkota yang digunakan adalah bagian tengah sampai ujung mahkota nanas
(Eprilian 2019).
8

Penyetekan dilakukan dengan cara memotong daun mahkota hingga


mengenai jaringan meristem pada kulit batang daun yang terdapat tunas dorman.
Pemotongan daun mahkota dilakukan dengan menggunakan cutter yang tajam.
Cutter yang digunakan terlebih dahulu disterilisasi menggunakan alkohol 70%.
Potongan setek direndam dalam larutan klorox 20% selama 20 menit. Selanjutnya
direndam dengan larutan fungisida kontak berbahan aktif propinep 70% dengan
konsentrasi 2 g/L air untuk menghindari serangan cendawan. Perendaman
dilakukan selama 10 menit, kemudian potongan setek dikering anginkan selama 5
menit.

Pembuatan larutan IBA dan BAP. Pembuatan larutan IBA 250 ppm dilakukan
dengan menimbang senyawa IBA sebanyak 0.25 g, dilarutkan dengan beberapa
tetes alkohol 96% sampai larut dan kemudian ditambahkan aquadest hingga volume
larutan mencapai 1 L. Pembuatan larutan BAP dilakukan dengan menimbang
senyawa BAP sesuai taraf masing-masing pemberian (0.2 g; 0.4 g; 0.6 g; dan 0.8
g), dilarutkan dengan beberapa tetes KOH 1 N sampai senyawa BAP larut dan
kemudian ditambahkan aquadest hingga volume mencapai 1 L. Sebelum
digunakan, larutan stok tersebut dapat disimpan dalam lemari pendingin
(refrigerator).

Aplikasi ZPT dan penyemaian. Aplikasi IBA dilakukan dengan cara merendam
setek selama 30 menit. Selanjutnya setek ditanam dalam bak persemaian yang telah
terisi media tanam. Jarak tanam antar setek 5 cm dan kedalaman tanam 2 cm.
Frekuensi penyemprotan BAP terdiri atas 1 kali (2 MST), 2 kali (2 dan 3
MST) dan 3 kali (2, 3, dan 4 MST), menggunakan hand sprayer sesuai taraf
pemberian pada mata tunas. Dosis BAP untuk masing-masing setek adalah 2 ml per
setek. Pemeliharaan dilakukan secara intensif selama percobaan berlangsung.

Gambar 3 Mata tunas setek basal daun mahkota nanas

Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada seluruh setek yang ditanam pada setiap satuan
percobaan. Pengamatan dilakukan sejak 5 MST-20 MST.
Secara kuantitatif peubah yang diamati pada percobaan pertama meliputi:
1. Persentase setek hidup, dilihat apabila setek masih segar. Pengamatan
dilakukan selama 5-20 MST.
9

Jumlah setek hidup


Setek hidup (%) = x 100%
Jumlah setek yang ditanam
2. Persentase setek bertunas, dihitung apabila tinggi tunas sudah mencapai
minimal 0.5 cm. Pengamatan setek bertunas dilakukan selama 5-20 MST.
Jumlah setek bertunas
Setek hidup (%) = x 100%
Jumlah setek yang ditanam
3. Tinggi tunas (cm), diukur dari pangkal tunas hingga ujung daun terpanjang
yang muncul pada tunas yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan pada 5-20
MST.
4. Persentase setek berakar, dihitung apabila bahan setek masih hidup dan telah
berakar minimal 1 cm. Pengamatan setek berakar dilakukan pada 20 MST.
5. Jumlah akar, dihitung berdasarkan jumlah akar berukuran minimal 1 cm yang
muncul dari setiap bahan setek. Pengamatan jumlah akar dilakukan pada 20
MST.
6. Panjang akar, diukur dari pangkal akar hingga ujung akar terpanjang yang
muncul pada akar yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan pada 20 MST.
7. Bobot kering tunas (g), diperoleh dengan menimbang tunas dari setek yang
sudah di oven pada suhu 60 °C selama 72 jam. Sebelumnya tunas dibersihkan
dan dipisah dari daun mahkota dan akar. Penimbangan tunas dilakukan
menggunakan timbangan analitik pada 20 MST.
8. Bobot kering akar (g), diperoleh dengan menimbang akar dari setek yang sudah
di oven pada suhu 60°C selama 72 jam. Sebelumnya akar dibersihkan dan
dipisah dari bibit. Penimbangan akar dilakukan menggunakan timbangan
analitik pada 20 MST.
9. Analisis kandungan klorofil, analisis kandungan klorofil menggunakan alat
SPAD. Analisis kandungan klorofil dilakukan pada 15 MST dan 20 MST.

Percobaan 2 Pengaruh dosis mikoriza terhadap produksi dan mutu bibit asal
setek basal daun mahkota nanas

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan kedua menggunakan model Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) dengan dosis mikoriza sebagai pemberian. Dosis
mikoriza Glomus sp. Jumlah spora/bibit terdiri atas lima taraf yaitu: 0, 50, 100, 150,
dan 200 spora/bibit. Pengelompokan dilakukan berdasarkan ukuran tunas yaitu
kecil 0.5-3 cm, sedang >3-5.5 cm, dan besar >5.5 cm. Setiap pemberian diulang
tiga kali, sehingga diperoleh 15 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan
terdiri atas 25 bibit yang berasal dari setek basal daun mahkota nanas sehingga total
bibit yang akan digunakan berjumlah 375 bibit. Rancangan statistik menggunakan
model aditif linear sebagai berikut :

Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan :
Уijk = respon pada pengaruh dosis mikoriza ke-i, dan ulangan ke-j
μ = rataan umum
αi = (nilai) pengaruh dosis mikoriza taraf ke-i
βj = pengaruh kelompok ke-j
10

εijk = galat percobaan dosis mikoriza ke-i, dan ulangan ke-j.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varians


(ANOVA) pada taraf 5 %. Apabila data menunjukkan perbedaan nyata, dilakukan
uji beda rata-rata dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf 5% (Gomez dan Gomez 1984) dengan menggunakan software SAS 9.0.

Prosedur Percobaan
Prosedur percobaan kedua sama dengan percobaan pertama. Perbedaannya
terletak pada ZPT yang digunakan. Pada percobaan ini ZPT yang digunakan hanya
IBA. Bibit nanas yang telah berumur 10 MST, dipindahkan ke tempat pembibitan
berdasarkan pengelompokan ukuran tunas (kecil, sedang dan besar). Bibit ditanam
pada polybag berukuran 15 cm x 20 cm dengan media tanam campuran arang
sekam, kompos, cocopeat, dan tanah dengan perbandingan 1:3:3:3 sebanyak 2 kg
per polybag.
Aplikasi mikoriza diberikan pada saat bibit pindah tanam, dengan
memberikan mikoriza disekitar perakaran sesuai pemberian. Aplikasi mikoriza
diberikan sebanyak 0 g (tanpa mikoriza), 5 g (50 spora), 10 g (100 spora), 15 g (150
spora), dan 20 g (200 spora). Hal ini berdasarkan hasil pengamatan yang
menunjukkan bahwa 10 g mikoriza Glomus sp mengandung ± 100 spora.

Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada seluruh bibit dari setiap satuan percobaan.
Pengamatan dilakukan sejak satu minggu setelah pembibitan (MSP) hingga 10
MSP. Peubah yang diamati pada percobaan kedua adalah:
1. Persentase hidup tunas, dilihat apabila tunas masih segar. Pengamatan
dilakukan pada 1-10 MSP.
2. Tinggi tunas (cm), diukur dari pangkal tunas hingga daun terakhir yang muncul
pada tunas. Pengamatan dilakukan pada 1-10 MSP.
3. Jumlah daun, dihitung mulai daun terbawah hingga daun terakhir yang terbuka.
Pengamatan dilakukan pada 1-10 MSP.
4. Lebar daun, diukur dari lebar daun tengah terpanjang. Pengamatan dilakukan
pada 1-10 MSP
5. Panjang daun, diukur dari panjang daun terpanjang. Pengamatan dilakukan
pada 1-10 MSP
6. Jumlah akar, dihitung berdasarkan jumlah akar primer yang muncul dari setiap
bahan setek yang ditanam. Pengamatan dilakukan pada 10 MSP
7. Panjang akar (cm), diukur dari pangkal sampai ujung akar primer. Pengamatan
dilakukan pada 10 MSP.
8. Bobot kering tunas (g), tunas terlebih dahulu diberishkan dan dipisahkan dari
akar. Tunas kemudian dioven pada suhu 60 oC selama 72 jam. Penimbangan
tunas dilakukan menggunakan timbangan analitik. Pengamatan dilakukan
terhadap seluruh setek bertunas pada 10 MSP.
9. Bobot kering akar (g), akar terlebih dahulu diberishkan dan dipisahkan dari
tunas. Akar kemudian dioven pada suhu 60 oC selama 72 jam. Penimbangan
akar dilakukan menggunakan timbangan analitik. Pengamatan dilakukan
terhadap seluruh tunas berakar pada 10 MSP.
11

10. Persentase infeksi akar mikoriza, dilakukan pada akhir pengamatan percobaan
kedua yaitu 10 MSP. Menggunakan metode Persentase akar terinfeksi dihitung
dengan rumus:
 bidang pandang yang terinfeksi
Kolonisasi akar (%) = x 100%
 bidang pandang keseluruhan
11. Kecepatan tumbuh bibit (cm/minggu), dihitung dengan rumus :
Tinggi akhir (cm) − Tinggi awal saat tanam (cm)
Kecepatan tumbuh = x 100%
lama pengamatan
12. Analisis kandungan klorofil, analisis kandungan klorofil menggunakan alat
SPAD. Analisis kandungan klorofil dilakukan pada 5 dan 10 MSP.
13. Analisis N, P, K daun, analisis N menggunakan metode Kjeldahl, analisis P
dan K menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada umur tanaman 10 MSP.
14. Analisis enzim fosfatase, analisis menggunakan metode Tabatabai dan
Bremner (1969) pada umur tanaman 10 MSP pada media tanaman.
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi Sitokinin terhadap Produksi


dan Mutu Setek Basal Daun Mahkota Nanas

Hasil analisis ragam pemberian konsentrasi, frekuensi aplikasi dan


interaksinya berpengaruh terhadap beberapa peubah yang diamati. Rekapitulasi
hasil analisis ragam terhadap beberapa peubah produksi dan mutu setek basal daun
mahkota nanas disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi dan frekuensi


aplikasi sitokinin terhadap terhadap semua peubah yang diamati.
F Hitung
No Peubah Umur Konsentrasi Frek. Konsentrasi x
Kelompok
BAP BAP Frek. BAP
Produksi Setek
1 Setek hidup 5-20 tn tn tn tn
2 Setek bertunas 5 ** ** ** **
6 * ** tn tn
7-20 tn tn tn tn
Mutu Setek
1 Tinggi bibit 5-6 tn tn tn tn
7 tn * tn tn
8 * ** tn tn
9 tn ** tn tn
10 * ** tn tn
12 tn ** tn tn
14 tn * tn tn
16-20 tn tn tn tn
2 Setek berakar 20 tn tn tn tn
3 Kandungan klorofil 15 ** tn tn **
20 ** tn tn tn
4 Jumlah akar 20 tn tn tn tn
5 Panjang akar 20 tn tn tn tn
6 Bobot kering tunas 20 tn tn tn tn
7 Bobot kering akar 20 tn tn tn tn
Keterangan : * = berpengaruh sangat nyata pada uji F taraf ɑ = 5 %, ** = berpengaruh nyata
pada uji F taraf ɑ = 1 %, tn= tidak berpengaruh nyata pada uji F taraf ɑ = 5 %.

Interaksi pemberian konsentrasi dan frekuensi aplikasi sitokinin


berpengaruh sangat nyata pada awal penanaman terhadap persentase setek bertunas
pada 5 MST dan 6 MST dan kandungan klorofil pada 15 MST. Faktor tunggal
pemberian konsentrasi sitokinin berpengaruh sangat nyata terhadap peubah
persentase setek bertunas pada 5 MST dan berpengaruh nyata pada 6 MST, tinggi
bibit berpengaruh nyata pada 8 dan 10 MST, kandungan klorofil berpengaruh
13

sangat nyata pada 15 dan 20 MST serta memberikan pengaruh tidak nyata terhadap
peubah persentase setek hidup, tinggi bibit, persentase setek berakar, jumlah akar,
panjang akar, bobot kering tunas dan bobot kering akar. Faktor tunggal frekuensi
aplikasi sitokinin tidak berpengaruh nyata pada sebagian peubah yang diamati
kecuali persentase setek bertunas pada 5 dan 6 MST, tinggi bibit pada 7, 9, 10, 12
adan 14 MST.
Pengaruh kelompok aplikasi BAP pada peubah pengamatan setek bertunas
5 MST terjadi karena pengelompokan berdasarkan waktu tanam yaitu 7, 8 dan 9
hari penyimpanan mahkota setelah panen. Berdasarkan hasil rata-rata dari seluruh
perlakuan, setek dengan penyimpanan mahkota 7 hari setelah panen menghasilkan
persentase setek bertunas 53.65%, penyimpanan mahkota 8 hari menghasilkan
persentase setek bertunas 61.51%, dan penyimpanan mahkota 9 hari menghasilkan
persentase setek bertunas 61.7%. Terlihat bahwa penyimpanan mahkota 9 hari
menunjukkan kecepatan bertunas yang relatif lebih dulu dibandingkan
penyimpanan mahkota 7 dan 8 hari setelah panen. Hal ini sejalan dengan penelitian
Hairani (2019) yang menyatakan penyimpanan mahkota sampai 10 hari setelah
panen menghasilkan tunas tertinggi pada 5 MST yaitu 13.71%, lebih tinggi
dibandingkan penyimpanan 2 hari (1.15%) dan 20 hari (0.77%).

Produksi Setek

Persentase setek hidup Pengamatan persentase setek hidup merupakan


perbandingan jumlah setek segar dengan jumlah total setek yang ditanam pada
setiap satuan percobaan dikali dengan 100%. Hasil analisis ragam menunjukkan
pemberian konsentrasi dan frekuensi BAP serta interaksinya tidak berpengaruh
yang nyata terhadap peubah persentase setek hidup. Selama pengamatan
berlangsung, ditemukan setek mati dengan gejala busuk pada bagian pangkal
mahkota serta daun mahkota yang mengering (Gambar 4). Pada akhir pengamatan
setek hidup ada yang mengalami penurunan. Penurunan setek hidup dikarenakan
adanya serangan hama kutu putih pada bagian pangkal daun (Gambar 4).

A B C

Gambar 4 Setek busuk (A), setek dengan daun mengering (B), setek yang
mengalami serangan kutu putih pada bagian pangkal (C)
142
Tabel 2 Pengaruh konsentrasi dan aplikasi sitokinin terhadap setek hidup 5-20 MST
Pengamatan minggu ke- (MST)
Perlakuan
5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20
Konsentrasi BAP ..............................................%..............................................
0 ppm 87.4 87.4 87.4 86.3 86.3 86.3 86.3 86.3 86.3 86.3 86.4
200 ppm 92.2 91.5 91.1 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 88.1
400 ppm 93.7 93.7 93.7 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.4
600 ppm 92.6 92.6 92.2 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.2
800 ppm 92.2 92.2 91.1 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.1
Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Frekuensi BAP ..............................................%..............................................
1 kali 91.9 91.9 91.8 90.9 90.9 90.9 90.9 90.9 90.9 90.9 90.9
2 kali 91.3 90.9 90.6 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.7
3 kali 91.6 91.6 91.3 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2
Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
KxF BAP
Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
152

Konsentrasi dan frekuensi aplikasi BAP tidak berpengaruh terhadap setek


hidup dikarenakan kandungan hormon endogen yang ada dalam setek basal daun
diduga sudah mencukupi, sehingga BAP yang diberikan tidak efektif. Hal ini
sejalan dengan penelitian Eprilian (2019) bahwa pemberian BAP 0, 200, 400, 600
dan 800 ppm tidak memberikan pengaruh terhadap setek segar. Menurut Wilkins
(1989), ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja ZPT eksogen untuk merangsang
pertumbuhan tanaman, yaitu kemampuan jaringan menyerap lalu menghantarkan
ZPT dan kemampuan ZPT eksogen untuk berinteraksi dengan hormon endogen.

Persentase setek bertunas Persentase setek bertunas merupakan perbandingan


jumlah setek hidup yang bertunas dengan jumlah total setek yang ditanam pada
setiap satuan percobaan dikali dengan 100 %. Persentase setek bertunas dihitung
berdasarkan pengamatan setek yang menghasilkan tinggi minimal 0.5 cm.
Berdasarkan analisis ragam terlihat adanya interaksi konsentrasi BAP dan frekuensi
aplikasi BAP pada 5 MST (Tabel 3) dan berpengaruh nyata terhadap konsentrasi
BAP dan aplikasi BAP pada 6 MST (Tabel 4). Data pengaruh waktu tanam 7, 8,
dan 9 hari setelah penyimpanan mahkota dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

Tabel 3 Interaksi pengaruh konsentrasi dan aplikasi sitokinin terhadap setek


bertunas 5 MST
Frekuensi aplikasi BAP
Konsentrasi BAP
1 kali 2 kali 3 kali
.......................................(%)...........................................
0 ppm 56.7 bcd 42.2 d 42.2 d
200 ppm 50.0 dc 38.9 d 63.3 abc
400 ppm 45.6 dc 72.2 ab 68.9 ab
600 ppm 43.3 d 81.1 a 81.1 a
800 ppm 45.6 dc 74.4 ab 78.9 a
Keterangan : Angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang
sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Pada awal pengamatan 5 MST terlihat adanya interaksi konsentrasi dan


frekuensi aplikasi BAP terhadap setek bertunas. Tabel 3 menunjukkan bahwa setek
yang tidak diberi BAP nyata lebih rendah persentase bertunasnya dibandingkan
pemberian BAP, ketika konsentrasi BAP dinaikkan menjadi 200 ppm terlihat
peningkatan setek bertunas setelah aplikasi BAP 3 kali. Setek bertunas dengan
pemberian konsentasi 400-800 ppm terlihat peningkatan persentase setek bertunas
dengan pemberian aplikasi BAP 2 kali dan 3 kali. Hal ini diduga setek masih aktif
melakukan pembelahan sel, sehingga pemberian konsentrasi dan aplikasi BAP
masih efektif untuk meningkatkan setek bertunas. Menurut Nuraini et al. (2016)
pemberian sitokinin akan mengkibatkan tunas tumbuh lebih awal. Penyimpanan
mahkota 9 hari setelah panen menunjukkan persentase setek bertunas lebih, hal ini
diduga kandungan asam absisat (ABA) mengalami penurunan setelah mahkota
disimpan. Hairani (2019) menyatakan penyimpanan mahkota selama 10 hari setelah
panen menyebabkan kandungan ABA mengalami penurunan sehingga terjadi
peningkatan setek bertunas tanaman nanas.
16

Persentase setek bertunas menunjukkan pengaruh sangat nyata pada 5 MST


juga dikarenakan akar sudah muncul. Keberadaan akar tersebut menyebabkan
penyerapan hara dapat berlangsung dengan optimal sehinga pembentukan tunas
pada bahan setek dapat lebih maksimal (Octaviani 2009). Selama penelitian
ditemukan satu setek dengan tunas ganda. Tunas ganda adalah satu setek basal daun
yang menghasilkan dua tunas dari satu mata tunas. Rendahnya tunas ganda juga
ditemui pada penelitian Amelia (2004) pada penelitian setek batang nanas Queen
hanya ditemukan 0.73% tunas ganda dari total populasi 1 500 setek.

Tabel 4 Pengaruh konsentrasi dan aplikasi sitokinin terhadap setek bertunas 6-20
MST
Setek bertunas minggu ke- (MST)
Perlakuan
6 7 8 9 10 12 14 16 18 20
Konsentrasi BAP ....................................%................................
0 ppm 64.1 b 84.5 86.3 86.3 86.3 86.3 86.3 86.3 86.3 86.3
200 ppm 62.6 b 85.6 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 88.9
400 ppm 70.4 ab 91.5 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3
600 ppm 74.5 a 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1
800 ppm 74.8 a 87.8 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0
Uji F * tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Frekuensi BAP ....................................%................................
1 kali 60.7 b 89.1 90.9 90.9 90.9 90.9 90.9 90.9 90.9 90.8
2 kali 72.2 a 87.8 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.7
3 kali 74.9 a 87.3 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2
Uji F ** tn tn tn tn tn tn tn tn tn
K X F BAP
Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%. * = berpengaruh sangat nyata pada uji F taraf
ɑ = 5 %, ** = berpengaruh nyata pada uji F taraf ɑ = 1 %, tn= tidak
berpengaruh nyata pada uji F taraf ɑ = 5 %.

Pada pengamatan 6 MST terlihat bahwa pemberian BAP 400-800 ppm


meningkatkan persentase bertunas dengan penyemprotan 2-3 kali. Pada
pengamatan 7-20 MST efek pemberian konsentrasi dan frekuensi aplikasi BAP
sudah tidak terlihat pengaruhnya, hal ini dikarenakan setek sudah memiliki akar dan
daun (Tabel 4). Secara umum, pada setiap minggu konsentrasi BAP sampai 400
ppm dapat meningkatkan persentase setek bertunas, namun ketika konsentrasi
meningkat menjadi 800 ppm persentase setek bertunas mengalami penurunan.
Davies (2010), sitokinin memberikan pengaruh terhadap persentase setek bertunas
karena dapat menstimulir pembelahan sel. Menurut Henny (2010), pemberian
konsentrasi BAP untuk memacu pertumbuhan tunas berbeda-beda pada setiap
tanaman. Efek menghambat atau mendorong proses pembelahan sel oleh sitokinin
bergantung dari adanya fitohormon lainnya, terutama auksin (Wattimena 1998).
Hal lain yang diduga menyebabkan tidak adanya pengaruh pemberian BAP setelah
6 MST terhadap persentase setek bertunas adalah sudah munculnya akar dan daun.
Keberadaan akar tersebut menyebabkan penyerapan hara dapat berlangsung dengan
17

optimal sehingga pembentukan tunas pada bahan setek dapat lebih maksimal
(Octaviani 2009).

Mutu bibit

Tinggi bibit Pengamatan tinggi tunas dilakukan dengan mengukur tinggi bibit
nanas dari permukaan media tanam hingga ujung daun tertinggi. Berdasarkan
analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP memberikan pengaruh yang nyata pada
7-10 MST, sedangkan frekuensi aplikasi BAP menunjukkan pengaruh yang nyata
pada 7 dan 14 MST serta berpengaruh sangat nyata pada 8-12 MST terhadap tinggi
bibit. Interaksi antar pemberian berpengaruh tidak nyata sampai akhir pengamatan
(Tabel 5).

Tabel 5 Pengaruh konsentrasi dan aplikasi sitokinin terhadap tinggi bibit asal setek
basal daun mahkota nanas 5-20 MST
Tinggi bibit minggu ke- (MST)
Perlakuan
7 8 9 10 12 14
Konsentrasi BAP .....................................(cm).......................................
0 ppm 1.40 a 1.64 ab 2.21 a 2.72 a 4.10 5.50
200 ppm 1.24 ab 1.67 a 2.16 ab 2.64 ab 3.96 5.39
400 ppm 1.24 ab 1.68 a 2.06 ab 2.54 abc 3.98 5.54
600 ppm 1.20 b 1.46 b 1.92 b 2.32 c 3.60 5.04
800 ppm 1.27 ab 1.49 ab 1.97 ab 2.34 bc 3.91 5.13
Uji F * * * * tn tn
Frekuensi BAP .....................................(cm).......................................
1 kali 1.37 a 1.71 a 2.26 a 2.72 a 4.23 a 5.55 a
2 kali 1.25 ab 1.57 b 2.05 b 2.55 a 3.94 a 5.44 a
3 kali 1.19 b 1.48 b 1.88 b 2.28 b 3.55 b 4.98 b
Uji F * ** ** ** ** *
K X F BAP
Uji F tn tn tn tn tn tn
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%. * = berpengaruh sangat nyata pada uji F taraf
ɑ = 5 %, ** = berpengaruh nyata pada uji F taraf ɑ = 1 %, tn= tidak
berpengaruh nyata pada uji F taraf ɑ = 5 %.

Konsentrasi dan frekuensi BAP mempengaruhi tinggi bibit (Tabel 5).


Pemberian konsentrasi BAP 0 ppm sampai 400 ppm menunjukkan pengaruh yang
lebih tinggi dibandingkan konsentrasi 600-800 ppm, namun setelah minggu 12
MST semua tinggi bibit sama. Frekuensi aplikasi BAP juga mempengaruhi tinggi
tunas. Terlihat bahwa tinggi bibit dengan frekuensi aplikasi BAP 3 kali pada 7-14
MST mengalami penurunan selama masa pengamatan. Frekuensi aplikasi BAP
yang terlalu banyak cendrung menghambat pertumbuhan. Efek menghambat atau
mendorong proses pembelahan sel oleh sitokinin bergantung dari adanya
fitohormon lainnya, terutama auksin (Wattimena 1998).
Pengamatan tinggi tunas merupakan salah satu indikator penting karena
berkaitan dengan waktu untuk menghasilkan bibit siap tanam. Menurut Direktorat
18

Perbenihan Hortikultura (2016), tinggi bibit nanas asal setek basal daun mahkota
untuk sertifikasi adalah 25 cm. Sampai dengan akhir pengamatan tinggi bibit
seluruh pemberian sekitar 8-9 cm. Pemberian konsentrasi dan frekuensi aplikasi
BAP belum dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit yang dihasilkan karena
belum mencapai tinggi minimal bibit siap tanam. Hasil ekstrapolasi data tinggi bibit
mencapai standar dengan konsentrasi BAP 0 ppm pada 51 MST, 200 ppm pada 50
MST, 400 ppm pada 50 MST, 600 ppm pada 49 MST, 800 ppm mencapai standar
pada 51 MST, frekuensi aplikasi 1 kali pada 50 MST, frekuensi aplikasi 2 kali pada
50 MST dan frekuensi aplikasi 3 kali pada 52 MST. Tabel ekstrapolasi dapat dilihat
pada Lampiran 3.

Analisis kandungan klorofil Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi BAP


terhadap kandungan kolorofil dapat dilihat pada Tabel 6. Konsentrasi BAP
memberikan pengaruh yang sangat nyata pada kandungan klorofil 15 dan 20 MST,
sedangkan frekuensi aplikasi BAP tidak berpengaruh nyata. Interaksi antar
pemberian menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada 15 MST terhadap
kandungan klorofil daun (Tabel 6).

Tabel 6 Interaksi pengaruh konsentrasi dan aplikasi sitokinin terhadap analisis


kandungan klorofil 15 MST
Frekuensi Aplikasi BAP
Konsentrasi BAP
1 kali 2 kali 3 kali
..................................(unit SPAD)....................................
0 ppm 36.38 cd 39.1 ab 40.1 a
200 ppm 35.6 cde 33.8 cdef 33.3 def
400 ppm 36.2 cd 31.5 f 34.6 cdef
600 ppm 32.7 ef 33.1 ef 31.9 f
800 ppm 33.8 cdef 32.3 f 33.3 def
Keterangan : Angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang
sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Kandungan klorofil merupakan parameter yang sangat penting untuk


mempertimbangkan tingkat produksi tanaman (Sabovljecic et al. 2010). Interaksi
konsentrasi dan frekuensi aplikasi BAP terhadap kandungan klorofil pada 15 MST
menunjukkan nilai kandungan klorofil yang lebih tinggi tanpa pemberian BAP
dengan 3 kali penyemprotan, dibandingkan dengan pemberian BAP. Hal ini diduga
karena konsentrasi BAP yang terlalu tinggi, sehingga sintesis klorofil terganggu.
Menurut Kocot et al. (2011) pemberian sitokinin berfungsi dalam pembentukan
klorofil khusunya mendukung transport ion Mg2+ ke dalam sel-sel mesofil daun,
akan tetapi pemberian sitokinin dengan konsentrasi tinggi akan menurunkan
akumulasi Mg2+ sehingga sintesis klorofil terganggu.

Analisis kandungan klorofil, persentase setek berakar, jumlah akar, panjang


akar, bobot kering tunas dan bobot kering akar Pengaruh konsentrasi dan
frekuensi aplikasi BAP terhadap analisis kandungan klorofil, persentase setek
berakar, jumlah akar, panjang akar, bobot kering tunas dan bobot kering akar pada
20 MST dapat dilihat pada Tabel 7.
19

Konsentrasi BAP memberikan pengaruh yang sangat nyata pada kandungan


klorofil. Pemberian konsentrasi dan frekuensi BAP serta interaksinya tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah persentase setek berakar,
jumlah akar, panjang akar dan bobot kering tunas dan bobot kering akar.
Kandungan klorofil pada 20 MST menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi BAP
menurunkan kandungan klorofil (Tabel 7). Nilai kandungan klorofil tertinggi
terlihat pada konsentrasi BAP 0 ppm dibandingkan dengan pemberian BAP 200-
800 ppm, terlihat bahwa bibit yang tidak diberikan BAP memiliki warna yang lebih
hijau dibandingkan dengan bibit yang diberikan BAP 200-800 ppm.
Kurangnya pengaruh pemberian konsentrasi dan frekuensi BAP serta
interaskinya pada setek basal daun diduga karena kadar hormon endogen pada
mahkota nanas sudah mencukupi untuk menstimulir pertumbuhan akar dan tunas
(Hairani 2019). Hal ini diduga juga selama proses pertumbuhan, tunas yang tumbuh
dari setek basal daun memperoleh cadangan makanan dalam jumlah yang sama,
baik berasal dari basal daun mahkota maupun dari proses fotosintesis tunas itu
sendiri. Pemberian BAP eksogen tidak diperlukan untuk meningkatkan mutu setek
basal daun karena kandungan sitokinin pada setek basal sudah mencukupi.

Tabel 7 Pengaruh aplikasi sitokinin terhadap analisis klorofil, persentase berakar,


jumlah akar, panjang akar, bobot kering tunas dan bobot kering akar bibit
asal setek basal daun mahkota 20 MST
Peubah
Analisis Persentase Jumlah Panjang Bobot Bobot
Perlakuan klorofil setek akar akar kering kering
(nilai SPAD) berakar (helai) (cm) tunas akar
(%) (g) (g)
Konsentrasi BAP
0 ppm 39.4 a 85.6 5.3 11.9 0.4389 0.0426
200 ppm 34.6 b 88.1 5.2 13.9 0.4622 0.0432
400 ppm 34.7 b 92.2 5.2 16.7 0.4877 0.0492
600 ppm 33.7 b 90.0 4.9 15.6 0.4644 0.0433
800 ppm 33.9 b 88.5 5.1 15.6 0.4388 0.0449
Uji F ** tn tn tn tn tn
Frekuensi BAP
1 kali 35.7 90.2 5.2 14.6 0.4727 0.0495
2 kali 34.8 87.8 5.1 14.8 0.4707 0.0440
3 kali 35.3 88.7 5.1 14.8 0.4347 0.0405
Uji F tn tn tn tn tn tn
K X F BAP
Uji F tn tn tn tn tn tn
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.
20

Pengaruh Aplikasi Mikoriza terhadap Produksi dan Mutu Bibit Asal Setek
Basal Daun Mahkota Nanas

Hasil analisis ragam pemberian konsentrasi, frekuensi aplikasi dan


interaksinya berpengaruh terhadap beberapa peubah yang diamati. Rekapitulasi
hasil analisis ragam terhadap beberapa peubah produksi dan mutu bibit asal setek
basal daun mahkota nanas disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh aplikasi mikoriza terhadap semua


peubah yang diamati
Umur F Hitung
No Peubah
(MSP) Dosis mikoriza Kelompok
Produksi setek
1 Setek Hidup 1-10 tn tn
Mutu setek
1 Tinggi Tanaman 1-10 tn **
2 Lebar daun 1-10 tn **
3 Jumlah daun 1-10 tn **
4 Panjang daun 1-10 tn **
5 Jumlah akar 10 tn **
6 Panjang akar 10 tn **
7 Bobot kerting tunas 10 tn **
8 Bobot kering akar 10 * **
9 Kandungan klorofil 10 ** tn
10 Infeksi akar 10 * tn
11 Kandungan N 10 tn tn
12 Kecepatan tumbuh 10 tn tn
12 Kandungan P 10 tn tn
13 Kandungan K 10 tn tn
Keterangan : * = berpengaruh sangat nyata pada uji F taraf ɑ = 5 %, ** = berpengaruh nyata
pada uji F taraf ɑ = 1 %, tn= tidak berpengaruh nyata pada uji F taraf ɑ = 5 %.

Aplikasi mikoriza memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap


peubah kandungan klorofil serta berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar,
kandungan klorofil dan infeksi akar. Pengaruh kelompok aplikasi mikoriza pada
peubah pengamatan terjadi karena pengelompokan berdasarkan ukuran tunas yaitu
kecil 0.5-3 cm, sedang >3-5.5 cm, dan besar >5.5 cm. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa ukuran tunas mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
bibit. Ukuran tunas besar menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang
realitif lebih dulu dibandingan ukuran tunas kecil dan sedang. Rianto et al (2016)
menyatakan tunas yang besar pada tanaman buah naga memiliki cadangan makanan
yang lebih banyak berupa karbohidrat untuk memacu proses pertumbuhan tunas
dan pembentukan akar dibandingkan dengan tunas yang berukuran kecil.
21

Persentase setek hidup Persentase setek hidup merupakan perbandingan jumlah


setek hidup dengan jumlah total setek yang ditanam pada setiap satuan percobaan
dikali dengan 100%. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa persentase
setek hidup mencapai 100% sampai akhir pengamatan. Hal ini menujukkan bahwa
pemberian mikoriza tidak mempengaruhi viabilitas. Mikoriza memiliki fungsi
sebagai penghalang biologis terhadap infeksi patogen akar (Prihastuti 2007).

Pertambahan tinggi bibit, lebar daun, jumlah daun dan panjang daun
Pertumbuhan vegetatif tanaman nanas meliputi pertambahan tinggi bibit, lebar
daun, jumlah daun dan panjang daun menunjukkan bahwa pemberian pemberian
dosis mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah (Tabel 9).
Pengamatan tinggi tunas dilakukan dengan mengukur tinggi nanas dari permukaan
media tanam hingga ujung daun tertinggi. Data pengaruh ukuran tunas kecil, sedang
dan besar dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pertumbuhan tinggi bibit selama pengamatan tidak menunjukkan pengaruh
nyata. Menurut Direktorat Perbenihan Hortikultura (2016), tinggi bibit nanas asal
setek basal daun mahkota untuk sertifikasi adalah 25 cm. Pemberian dosis mikoriza
sampai akhir pengamatan belum dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit
yang dihasilkan karena belum mencapai tinggi minimal bibit siap tanam. Hasil
ekstrapolasi data tinggi bibit menunjukkan bahwa bibit dengan dosis mikoriza 0
spora sampai 200 spora mencapai standar pada 43 MSP, 42 MSP, 43 MSP, 43 MSP
dan 39 MSP (Lampiran 4). Harahap et al., (2014) menyatakan bahwa tidak
maksimalnya asosiasi antara mikoriza yang diinokulasikan dengan inangnya,
menyebabkan kurangnya penyerapan unsur hara, sehingga tanaman yang dihasilkan
juga memiliki tinggi tanaman relatif sama.
Faktor lainnya yang mempengaruhi tinggi tanaman adalah faktor
lingkungan terutama cahaya dan suhu. Menurut Fitter dan Hay (1994) bahwa
pertumbhuan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya
dan suhu, dimana kedua faktor ini berperan penting dalam produksi dan transportasi
bahan makanan sehingga sehinggs dengan intensitas cahaya yang sama maka
pertumbuhan tanaman yang dihasilkan juga reatif sama.
Pengamatan lebar daun dilakukan dengan mengukur bagian daun yang
terlebar. Pertambahan lebar daun setiap minggunya terlihat tidak berpengaruh.
Hasil pengukuran lebar daun tanaman yang dilakukan setiap minggu, didapatkan
nilai yang hampir sama pada setiap pemberian. Aplikasi mikoriza tidak
berpengaruh terhadap lebar daun (Tabel 9). Data pengaruh ukuran tunas kecil,
sedang dan besar terhadap lebar daun dapat dilihat pada Lampiran 6.
Terlihat bahwa lebar daun terlebar adalah pemberian dosis mikoriza 50-200
spora tidak berpengaruh terhadap kontrol. Hal ini diduga karena setek basal dari
mahkota membutuhkan waktu yang lama dan pada pertumbuhan lebar daun sangat
rendah sehingga untuk melihat perbedaan lebar daun jelas membutuhkan waktu
yang lama sedangkan penelitian ini hanya dilakukan 10 minggu. Tidak adanya
pengaruh terhadap lebar daun dengan pemberian mikoriza diduga karena
ketersediaan dan penyerapan hara tidak terlalu berbeda oleh tanaman serta proses
metabolisme yang terjadi. Unsur hara dan air yang diserap tanaman akan digunakan
dalam proses metabolimse tanaman, khususnya meningkatkan proses fotosintesis
sehingga fotosintat yang dihasilkan sebagian ditranslokasikan untuk pertambahan
22

luas daun. Lakitan (2008) mengemukakan bahwa perkembangan dan peningkatan


ukuran daun dipengaruhi oleh ketersediaan air dan unsur hara.

Tabel 9 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap pertambahan tinggi, lebar daun,


jumlah daun dan panjang daun bibit asal setek basal daun mahkota nanas
1-10 MSP
Pengamatan minggu ke- (MST)
Perlakuan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mikoriza Tinggi bibit (cm)
0 spora 5.3 5.8 6.3 7.1 7.8 8.2 8.6 8.8 9.3 9.5 9.7
50 spora 5.4 6.1 6.8 7.4 8.1 8.4 8.8 9.1 9.5 9.8 10.1
100 spora 5.5 6.2 6.9 7.5 8.2 8.6 8.9 9.3 9.6 9.9 10.2
150 spora 5.7 6.2 6.8 7.5 8.0 8.5 8.8 9.1 9.6 9.9 10.2
200 spora 5.4 6.1 6.9 7.5 8.2 8.5 8.9 9.2 9.9 10.2 10.4
Mikoriza Lebar daun (cm)
0 spora 1.2 1.3 1.3 1.3 1.3 1.4 1.4 1.4 1.4 1.5 1.5
50 spora 1.3 1.3 1.3 1.4 1.4 1.4 1.5 1.5 1.5 1.5 1.6
100 spora 1.3 1.3 1.4 1.4 1.4 1.4 1.5 1.5 1.5 1.5 1.6
150 spora 1.3 1.3 1.3 1.4 1.4 1.4 1.4 1.5 1.5 1.5 1.6
200 spora 1.3 1.3 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.5 1.5 1.5 1.6
Mikoriza Jumlah daun (helai)
0 spora 6.7 7.1 7.4 8.2 8.5 8.9 9.1 9.4 9.8 10.1 10.2
50 spora 6.9 7.3 7.7 8.3 8.7 9.0 9.3 9.6 10.0 10.2 10.5
100 spora 7.0 7.3 7.8 8.3 8.6 8.9 9.3 9.7 10.1 10.3 10.4
150 spora 7.0 7.3 7.5 8.1 8.3 8.8 9.2 9.5 9.9 10.2 10.5
200 spora 7.2 7.4 7.7 8.4 8.7 9.1 9.5 9.7 10.3 10.6 10.7
Mikoriza Panjang daun (cm)
0 spora 4.9 5.4 5.7 6.6 7.4 7.7 8.1 8.2 8.8 9.1 9.3
50 spora 5.0 5.6 6.4 6.9 7.6 8.0 8.3 8.4 8.9 9.4 9.7
100 spora 5.2 5.8 6.5 7.1 7.7 8.1 8.6 8.8 9.2 9.5 9.7
150 spora 5.4 5.8 6.4 7.0 7.5 8.0 8.4 8.5 9.1 9.4 9.6
200 spora 5.0 5.7 6.4 7.0 7.7 8.1 8.6 8.6 9.4 9.7 9.9
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Pengamatan jumlah daun pada saat pembibitan dilakukan dengan


menghitung daun yang telah membuka sempurna. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa aplikasi mikoriza tidak memberikan pengaruh terhadap
jumlah daun bibit setek basal daun mahkota nanas pada 1-10 MSP (Tabel 9). Data
pengaruh ukuran tunas kecil, sedang dan besar terhadap jumlah daun dapat dilihat
pada Lampiran 7. Pengamatan 10 MSP terlihat bahwa jumlah daun terbanyak
terdapat pada pemberian mikoriza 200 spora dengan hasil rata-rata 11 helai daun.
Secara umum setiap minggu pengamatan jumlah daun mengalami penambahan
walaupun tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena unsur P pada masa awal
pertumbuha belum terlalu dibutuhkan untuk pertumbuhan sehingga semakin
banyak dosis tidak menunjukkan penambahan jumlah daun yang tinggi. Dedi et al
23

(2018) menyatakan banyaknya jumlah mikoriza yang diberikan ke tanaman tidak


secara langsung membuat pertumbuhan tanaman khususnya jumlah daun.
Pengamatan panjang daun dilakukan dengan cara mengukur panjang dari
ujung hingga pangkal. Pertambahan panjang daun bibit yang berasal dari mahkota
nanas terlihat setiap minggunya mengalami pertambahan walaupun tidak berbeda
nyata (Tabel 9). Data pengaruh ukuran tunas kecil, sedang dan besar terhadap
panjang daun dapat dilihat pada Lampiran 8. Pemberian mikoriza 200 spora
menunjukkan panjang daun terpanjang yaitu 9.9 cm tidak berpengaruh terhadap
pemberian mikoriza lainnya. Hal ini diduga tanaman nanas merupakan tanaman
berumur panjang sehingga membutuhkan waktu lama untuk tanaman tumbuh.
Faktor lainnya penelitian ini menggunakan bibit yang berasal dari setek basal daun
mahkota nanas yang membutuhkan waktu lebih lama dalam pertumbuhan dan
produksinya. Hal ini sejalan dengan penelitian Ardisela (2010) yang menyatakan
bahwa pertumbuhan tanaman yang berasal dari bibit crown membutuhkan waktu
yang lama.

Jumlah akar, panjang akar, bobot kering tunas dan bobot kering akar
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa aplikasi mikoriza pengaruh
yang tidak nyata terhadap jumlah akar, panjang akar, bobot kering bibit setek dan
berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar bibit asal setek basal daun mahkota
10 MSP (Tabel 10). Data pengaruh ukuran tunas kecil, sedang dan besar terhadap
jumlah akar, panjang akar, bobot kering tunas dan akar dapat dilihat pada Lampiran
9.

Tabel 10 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap jumlah akar, panjang akar, bobot
kering tunas, dan bobot kering akar bibit asal setek basal daun mahkota
nanas 10 MSP
Jumlah akar Panjang akar Bobot kering Bobot kering
Mikoriza
(helai) (cm) tunas (g) akar (g)
0 spora 5.813 16.509 0.3994 0.0792 b
50 spora 6.267 16.647 0.4764 0.0833 ab
100 spora 5.733 16.281 0.4931 0.0840 ab
150 spora 5.760 15.617 0.4540 0.0829 ab
200 spora 6.213 17.103 0.4692 0.0913 a
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Pemberian mikoriza cendrung meningkatkan berat kering akar, dan


mencapai bobot kering akar maksimal pada saat aplikasi mikoriza 200 spora (0.091
g), dibandingkan dengan tanpa pemberian mikoriza (0 spora) 0.079 g sampai
dengan 10 MSP, sedangkan jumlah akar, panjang akar dan bobot kering tunas tidak
terlihat pengaruhnya. Hal ini terjadi karena tanaman yang terinfeksi mikoriza akan
membuat volume dan panjang akar semakin luas, sehingga seiring dengan
bertambahnya dosis mikoriza maka berat kering akan semakin bertambah. Hasil ini
sejalan dengan penelitian Djazuli (2011) yang menyatakan bahwa aplikasi mikoriza
dengan dosis 30 g/pot dapat meningkatkan bobot kering akar tanaman Pimpinella
pruatjan secara signifikan. Menurut Prasasti et al. (2013) aplikasi mikoriza mampu
24

meningkatkan penyerapan air dan unsur hara tanaman, sehingga berat kering
tanaman menjadi meningkat.

Kandungan klorofil, infeksi akar, kecepatan tumbuh dan enzim fosfatase


Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian dosis mikoriza
berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil dan infeksi akar pada bibit setek
basal daun mahkota 10 MSP (Tabel 11).

Tabel 11 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap analisis kandungan klorofil, infeksi


akar, kecepatan tumbuh dan enzim fosfatase bibit asal setek basal daun
mahkota nanas 10 MSP
Analisis Kecepatan
Infeksi akar Enzim fosfatase
Mikoriza klorofil tumbuh
(%) (µM/g)***
(unit SPAD) (cm/minggu)
0 spora 40.2 c 0.0 b 0.4 0.0 nd
50 spora 44.7 b 35.5 a 0.5 0.187
100 spora 45.3 ab 62.5 a 0.5 2.788
150 spora 44.2 b 37.9 a 0.5 0.649
200 spora 47.2 a 47.3 a 0.5 1.341
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%. *** =tidak dianalisis hanya
menggunakan rata-rata, nd = tidak terdeteksi.

Kandungan klorofil merupakan parameter yang sangat penting untuk


mempertimbangkan tingkat produksi tanaman (Sabovljecic et al. 2010). Dosis
mikoriza pada penelitian ini juga mempengaruhi kandungan klorofil. Pemberian
mikoriza meningkatkan kandungan klorofil pada aplikasi mikoriza 200 spora tidak
berbeda nyata dengan aplikasi mikoriza 100 spora, hal ini terlihat dari tingkat
kehijauan lebih tinggi. Berdasarkan data infeksi akar hampir semua mikoriza
terinfeksi akarnya, sehingga berdampak pada bobot kering akar dan klorofil daun.
Hal ini terjadi karena mikoriza dapat mengingkatkan kadar N dan P jaringan
tanaman yang mempengaruhi kadar klorofil. Basela dan Mahadeen (2008)
menyatakan unsur N merupakan unsur pokok dalam pembentukan asam amino
untuk sintesis protein yang memiliki peran secara struktural pada klorofil. Menurut
Naisumu et al. (2017) unsur P juga berperan penting dalam pembentukan klorofil
terutama terhadap stabilitas molekul klorofil.

A B

Gambar 5 Akar yang tidak terinfeksi mikoriza (A), akar yang terinfeksi mikoriza (B)
25

Aplikasi mikoriza pada bibit nanas menunjukkan pemberian mikoriza


meningkatkan persentase infeksi akar dibandingkan tanpa diberi mikoriza (Tabel
11). Kecepatan tumbuh bibit yang diberikan mikoriza lebih cepat (0.5 cm/minggu)
dibandingkan tanpa diberikan mikoriza (0.4 cm/minggu), walaupun secara uji
statistik tidak berbeda nyata.
Enzim fosfatase tidak dilakukan pengujian secara statistik, namun
berdasarkan Tabel 11 bibit yang tidak diberi mikoriza tidak terdeteksi adanya enzim
fosfatase, tapi yang diberi mikoriza terdeteksi adanya peningkatan enzim fosfatase.
Enzim fosfatase tertinggi terlihat pada aplikasi mikoriza 100 spora. Aktivitas enzim
fosfatase pada aplikasi 100 spora sejalan dengan kandungan P tersedia pada daun
(Tabel 12). Margalef et al. (2017) menyatakan semakin tinggi aktivitas enzim
fosfatase maka semakin tinggi P yang dihasilkan.

Analisis kandungan N, P dan K daun Berdasarkan hasil rekapitulasi analisis


ragam menunjukkan bahwa pemberian dosis mikoriza tidak berpengaruh nyata
terhadap analisis kandungan klorofil pada bibit asal setek basal daun mahkota 10
MSP (Tabel 12).

Tabel 12 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap kandungan N, P dan K daun nanas


bibit asal setek basal daun mahkota nanas 10 MSP
Analisis Kandungan
Mikoriza
N P K
.......................................(%)................................
0 spora 1.305 0.415 5.977
50 spora 1.350 0.415 6.034
100 spora 1.385 0.490 6.774
150 spora 1.360 0.440 6.433
200 spora 1.380 0.470 6.513
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Perbedaan pemberian dosis mikoriza tidak meningkatkan serapan hara N, P


dan K daun. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan mikoriza dalam membantu
penyerapan unsur hara oleh akar tanaman belum maksimal.

5 SIMPULAN

1. Konsentrasi dan frekuensi aplikasi BAP serta interaksinya meningkatkan setek


bertunas pada 5-6 MST dengan pemberian konsentrasi terbaik 600 ppm yang
diaplikasikan 2 kali, setelah 7-20 MST efek pemberian konsentrasi dan frekuensi
aplikasi BAP sudah tidak berpengaruh terhadap setek bertunas.
2. Aplikasi mikoriza dengan dosis 100 spora dapat meningkatkan bobot kering
akar, kandungan klorofil dan aktivitas enzim fosfatase pada 10 MSP. Aplikasi
mikoriza tidak mempengaruhi mutu bibit berdasarkan tolak ukur tinggi bibit,
lebar daun, jumlah daun, panjang daun, jumlah akar dan panjang akar.
26

Saran

Daun mahkota yang digunakan untuk setek adalah bgaian tengah samapi
ujung mahkota. Mahkota perlu dilakukan penyimpanan mahkota selama 9-10 hari.
Aplikasi IBA 250 ppm digunakan sebelum tanam untuk meningkatkan
pertumbuhan dengan cara direndam selama 30 menit. Aplikasi mikoriza 100 spora
dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan bibit.

DAFTAR PUSTAKA

Aleel KG. 2008. Phosphate accumulation in plant: signaling. Plant Physiol.


148(1):3-5.
Al-Saif AM, Hossain ABMS, Taha RM. 2011. Effect of benzyl amino purine and
napthalene acetic acid on proliferation and shoot growth of pineapple
(Ananas comosus L. Merr.) in vitro. Afr. J. Biotechnol. 10(27): 5291-5295.
Amelia. 2004. Analisis keragaman perbanyakan setek nennas (Ananas comosus
(L.) Merill) varietas Queen [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Ardisela D. 2010. Pengaruh dosis Rootone-F terhadap pertumbuhan crown tanaman
nanas (Ananas comosus). Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah.
1(2):48-62.
Basela O, Mahadeen A. 2008. Effect of fertilizers on growth, yield, yield
components, quality and certain nutrient contents in broccoli (Brassica
oleracea). International J. Agric. Biol. 10(6):627-632.
[BBI] Balai Benih Induk Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2012. Laporan Hasil
Tanaman Nanas. Pekanbaru (ID). Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Holtikultura. Pekanbaru.
Biomed M, Irwan M, Mades F, Resofia PS. 2010. Pengaruh Efikasi Beberapa Jenis
Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan Bibit Pisang Hijau
(Musa paradisiaca L.). Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS-PTN
Wilayah Barat ke-23. pp 460-464.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Luas lahan, produksi, produktivitas
hortikultura Nasional 1995 – 2017 [Internet]. [diunduh 2018 April 10].
Tersedia pada: http:.//www.bps.go.id.
Cahyono EA, Ardian, Silvina F. 2014. Pemberian beberapa dosis pupuk NPK
terhadap pertumbuhan berbagai sumber tunas tanaman nanas (Ananas
comosus (L) Merr) yang ditanam antara tanaman sawit belum
menghasilkan di lahan gambut. Jurnal Online Mahasiswa Bidang
Pertanian. 1(2):1-13.
Chairunnisak, Hasanuddin, Halimursyadah. 2015. Pengaruh media tanam dan lama
perendaman dengan auksin terhadap pertumbuhan setek basal daun nanas.
(Ananas comosus L. Merr.). Di dalam : Sri MES, Karnan, Yon V, Debby
AJS, Fakhri Y, Mursito SB, Roni K, Chumidach R, Mudatsir, editor.
Restorasi Sumber Daya Alam Hayati melalui Ekoedukasi Berbasis Local
Widsom sebagai Inovasi Pendidikan. Seminar Nasional Biotik; 2015 April
30; Banda Aceh, Indonesia. Banda Aceh (ID): FKT Ar-Raniry Press. Hlm
284-291.
27

Davies PJ. (2010). The plant hormones: Their nature, occurrence, and functions.
Department of Plant Biology. Cornell University, Ithaca, New York
14853, USA.
Dedi S, Zaenal K, Priyo C. 2018. pengaruh pemberian pupuk hayati berbasis
mikoriza terhadap P tersedia dan pertumbuhan tanaman nanas (Ananas
comosus (L.) Merr) pada tanah masam. Jurnal Tanah dan Sumberdaya
Lahan. 5(2): 901-909.
d’Eeckenbrugge GC, Leal F. 2003. Morphology, anatomy and taxonomy. Hal. 13-
32. Dalam Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG. (Eds). The
Pineaplle: botany, porduction and uses. CABI Publishing. Oxon. UK.
Direktorat Perbenihan Hortikultura. 2016. Teknis sertifikasi benih hortikultura
[diunduh 2019 Oktober 20]. Tersedia pada
http://ingesz.files.wordpress.com/2016/04/2016-teknis-sertifikasi-benih-
hortikultura.pdf.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2017. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal
Hortikultura Tahun 2016. Jakarta (ID). Kementrian Pertanian Direktorat
Jenderal Hortikultura.
Djazuli, Muhamad. 2011. Pengaruh Pupuk P dan Mikoriza Terhadap Produksi
dan Mutu Simplisia Purwoceng (Pimpinella pruatjan). Buletin Littro. 22
(2):147-156.
Elfiani. 2011. Peningkatan efesiensi produksi bibit nanas hasil kultur jaringan
melalui aplikasi GA3 dan pupuk nitrogen pada daun [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Elfiani, Aryati V. 2012. Prospek pengembangan dan penyediaan bibit tanaman
nanas. Prosiding Seminar dan Kongres Nasional Sumber Daya Genetik
Medan. hlm 7-12.
Eprilian HF. 2019. Pengaruh tingkat kemasakan buah serta optimasi auksin dan
sitokinin pada setek basal daun mahkota nanas (Ananas comosus (L.)
Merr) cv. smooth cayenne [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fitter AH, RKM Hay. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
Gardner GP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo
dan Subiyanto, penerje,ah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari
Physiology of Crop Plants.
Gomez KA, Gomez AA. 1984. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi
Kedua. Sjamsuddin E, Baharsyah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press.
Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research.
Hadiati S, Indriyani NLP. 2008. Petunjuk Teknis Budidaya Nanas. Solok (ID):
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika.
Hadiati S. 2011. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap pertumbuhan setek batang
nanas (Ananas comosus L.). Agrin. 15 (2): 127-132.
Hairani PM. 2019. Penyimpanan mahkota dan aplikasi IBA serta BAP terhadap
produksi dan mutu setek basal daun mahkota nanas [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Hamad AM, Taha RM 2008. Effect of benzylaminopurine (BAP) on in vitro
proliferation and growth of pineapple (Ananas comosus L. Merr.) cv.
Smooth cayenne. J. App. Sci. 8(22): 4180-4185.
28

Harahap RA, Cucu S, Santi R. 2014. Pemanfaatan fungi mikoriza arbuskular pada
media campuran subsoil dan kompos kulit pisang terhadap pertumbuhan
kelapa sawit (Elaeis gueneensis Jacq) varietas PPKS 540 di pembibitan
awal. Agric.sci. 1(4): 244-253.
Hartmann HT, DE Kester, FT Davies, RL Geneve. 1997. Plant propagation
principles and practices 6th ed. Prentice Hall. Englewood. New Jersey.
Henny RJ. 2010. A review of literature concerning the use of growth regulator to
induce lateral or basal shoot production in ornamental tropical foliage
plants. http://mrec.ifas.ufl.edu/Foliage/Resrpts/rh_90_12.htm. [10
Agustus 2018].
Hepton A. 2003. Cultural System. P.109-140. In : D.P. Bartholomew, R.E. Paull,
and K.G. Rohrbach (Eds). The Pineapple : Botany, Production, and Uses.
Wallingford (US): CABI Publishing.
Herlangga AO. 2016. Pemanfaatan fungi mikoriza arbuskula dan pupuk fosfat
untuk meningkatkan pertumbuhan bibit trembesi [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Hidayati N, Eny F, Sumardi. 2015. Peran mikoriza pada semai beberapa sumber
benih mangium (Acacia mangium Willd.) yang tumbuh pada tanah kering.
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 9(1):13-29.
Husniati K. 2010. Pengaruh media tanam dan konsentrasi auksin terhadap
pertumbuhan setek basal daun mahkota tanaman nanas (Ananas comosus
L. Merr) cv. Queen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Kementan] Kementrian Pertanian. 2017. Analisis kinerja perdagangan komoditas
pertanian. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Jakarta (ID): Pusat
Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian.
Khan, S, Nasib A, Saeed BA. 2004. Employment of in vitro technology for large
scale multiplication of pinaepple (Ananas comosus). Pak. J. Bot., 36(3):
611-615.
Kocot KP, Andrzej K, Aleksandra H. 2011. The effect of kinetin on the chlorophyll
pigments content in leaves of Zea mays L. seedlings and accumulation of
some metal ions. Inżynieria i Ochrona Środowiska. 14(4) 397-409.
Lakitan B. 2008. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta [ID]: Raja Grafindo
Persada.
Laksono, Intan RD, Cucu S, Joko S. 2013. Pengaruh fungi mikoriza arbuskula
terhadap pertumbuhan akar setek pucuk kina (Cinchona ledgeriana,
Moens) klon Cib5 dan QRC. Jurnal Penelitian Teh dan Kina. 16(2):83-90.
Marbun CLM. 2006. Perbanyakan tanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr.)
varietas Queen asal kepulauan Bangka dengan kultur in vitro. skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian.
Margalef O, Sardans J, Fernandez MM, Molowny RS, Janssens IA, Ciasi P, Goll
D, Richter A, Obersteiner M, Asensio D, Penuelas J. 2017. Global patterns
of phosphatase activity in natural soil. Sci. Rep. 7:1337.
Doi:10.1038/s41598-017-01418-8.
Naher UA, Othman R, Panhwar QA. 2013. Beneficial effects of mycorrhizal
association for crop production in the tropics - a review. Int. J. Agric. Biol.,
15(5): 1021‒1028.
29

Naibaho N, Darma K, Sobir, Suhartanto MR. 2008. Perbanyakan Massal Bibit


Nanas dengan Setek Daun. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, LPPM
IPB. Bogor. 19 hal.
Naibaho N. 2012. Pengembangan teknologi perbanyakan bibit nanas Smooth
Cayenne secara in vivo melalui aplikasi auksin dan sitokinin [Tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Naisumu YG, Trimurti HW. 2017. Pengaruh MVA Glomus mosseae terhadap
pertumbuhan dan kualitas rumput gajah pada cekaman kekeringan.
Seminar Peternakan. (3):127-141.
Nuraini A, Sumadi, Pratama R. 2016. Aplikasi sitokinin untuk pematahan dormansi
benih kentang G1 (Solanum tuberosum L.). Jurnal Kultivasi. 15(3):202-
207.
Nurhandayani R, Linda R, Khotimah S. 2013. Inventarisasi jamur mikoriza
vesikular arbuskular dari rhizosfer tanah gambut tanaman nanas (Ananas
comosus (L.) Merr). Jurnal Protobiont. 2(3) : 146-151.
Octaviani D. 2009. Pengaruh media tanam dan asal bahan setek terhadap
keberhasilan setek basal daun mahkota nanas (Ananas comosus (L.) Merr)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pierik RLM. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Netherland: Martinus Nijhoff.
[PKBT] Pusat Kajian Buah Tropika. 2008. Perbanyakan Massal Bibit Nanas
dengan Setek Daun. Bogor (ID): LPPM-IPB.
[PKBT] Pusat Kajian Buah Tropika. 2009. Pengembangan nanas. Laporan Akhir
Rusnas. Pengembangan Buah-Buahan Unggul Indonesia. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Prasasti, OH., Kristanti IP, Sri N. 2013. Pengaruh perlakuan dosis mikoriza Glomus
fasciculatum terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kacang tanah
varietas Domba yang diinfeksi patogen Sclerotium rolfsii. Jurnal Sains
dan Seni Pomits. 2(2):2337-3520.
Prihastuti. 2007. Isolasi dan karakterisasi mikoriza vesikular-arbuskular di lahan
kering masam, Lampung Tengah. Berk. Penel. Hayati: 12 (99-106)
Py C, Lacoeuilhe JJ, Teisson C. 1987. The Pineapple, Cultivation and Uses. Paris
(FR): G.P. Maisonneuve and Larose.
Rianto MB, Suwandi, Agus S. 2016. Pengaruh panjang stek dan media tanam
terhadap pertumbuhan bibit buah naga. Jurnal Plumula. 5(2):113-124.
Saboviljevic A, Sabovljevic M, Vukojevic V. 2010. Effect of different cytokinins
on chlorophyll retention in the moss Bryum agrentum. Peridicum
Biologorum. 112(2): 301-305.
Sari RM, Lestari W, Fatonah S. 2013. Induksi tunas in vitro dari tunas batang
(sucker) tanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr) asal Kampar dengan
penambahan 6-Benzylaminopurine (BAP). Artikel Ilmiah. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bina Widya. Pekanbaru.
Smith SE, Read DJ. 2008. Mycorrhizal symbiosis 3 rd edn. Academic Press.
London.
Sobir, Ramadhani DW. 2013. Pertumbuhan planlet nanas (Ananas comosus L.
Merr.) varietas smooth cayenne hasil kultur in vitro pada beberapa
konsentrasi BAP dan umur plantlet. Bul. Agrohorti 1(1):54-61.
Soler A, Dole B. 2006. Pineapple multiplication:practical techniques for small
farms. Pineapple News. 13 :23-27.
30

Suharno, Sancayaningsih RP. 2013. Fungi mikoriza mrbuskula: Potensi teknologi


mikorizoremediasi logam berat dalam rehabilitasi lahan tambang.
Bioteknologi. 10(1):23-34. doi:10.13057/biotek/c100104.
Suharsono S, Rusdi, Mustikarini ED. 2011. Pengaruh pemberian mikoriza terhadap
pertumbuhan bibit nanas (local Bangka) di PMK Bangka. Enviagro. Jurnal
Pertanian dan Lingkungan. 3 (1) : 23-30.
Suharti N, Habazar T, Nasir N, Dachryanus, Jamsari. 2011. Inokulasi Fungi
mikoriza arbuskula (FMA) Indigenus pada bibit jahe untuk pengendalian
penyakit layu ralstonia solanacearum ras 4. J Natur Indonesia. 14(1): 61-
67.
Suherman C. 2006. Pertumbuhan Bibit Cengkeh (Eugenia aromatica O.K) Kultivar
Zanzibar yang Diberi Fungi Mikoriza Arbuskular dan Pupuk Majemuk
NPK. Bandung (ID). Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Syah A, Jumjunidang MJ, Fatria D, Riska. 2005. Pengaruh inokulasi cendawan
mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan bibit jeruk varietas japanche
citroen. J. Hort. 15(3):171-176.
Tabatabai MA, Bremner JM. 1969 Use of p-nitrophenol phosphate for the assay of
soil phosphatase activity. Soil Biology Biochemistry. 1(4): 301-307.
doi:10.1016/0038-0717(69)90012-1.
Tassew AA. 2014. Evaluation of leaf bud cuttings from different sized crowns for
rapid propagation of pineapple (Ananas comosus L. Merr.). Journal of
Biology, Agriculture and Healthcare. 4(27):1-7.
Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas.
Bogor (ID). IPB Pres. Bogor. 145 hal.
Wicaksono FY, Putri AF, Yuwariah Y, Maxiselly Y, Nurmala T. 2017. Respons
tanaman gandum akibat pemberian sitokinin berbagai konsentrasi dan
waktu aplikasi di dataran medium Jatinangor. Jurnal Kultivasi. 16(2):349-
354.
Wilkins MB. 1989. Physiology of Plant Growth and Development. London Mc
Graw Hill
Wulaningtyas TP. 2013. Nanas Smooth Cayenne dari Ngancar. Kediri [ID]:
STP Dinas Pertanian Kab. Kediri.
Yaish MWF, Guevara DR, El-kereamy A, Rothstein SJ. 2010. Axillary shoot
branching in plants (Chapter 3). ©Springer-Verlag Berlin Heidelberg. doi
10.1007/978-3-642-02301-9_3
Zuraida AR, Nurul SAH, Harteeni A, Roowi S, Che RCMZ, SreeramananS. 2011.
A novel approach for rapid micropropagation of maspine pineapple
(Ananas comosus L.) shoots using liquid shake culture system. African
Journal of Biotechnology. 10(19): 3859-3866.
31

LAMPIRAN
322
Lampiran 1 Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi sitokinin terhadap persentase setek bertunas 5-20 MST
Pengamatan minggu ke- (MST)
Konsentrasi BAP Blok Rerata
5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20
............................................(%).........................................
0 ppm 1 56.7 64.4 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 84.6
2 42.2 63.3 83.3 83.3 83.3 83.3 83.3 83.3 83.3 83.3 83.3 77.7
3 42.2 64.4 85.6 85.6 85.6 85.6 85.6 85.6 85.6 85.6 85.6 79.7
Rerata 47.0 b 64.1 b 86.3 86.3 86.3 86.3 86.3 86.3 86.3 86.3 86.3
200 ppm 1 50.0 57.8 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 83.4
2 38.9 57.8 85.6 86.7 85.7 86.8 85.8 86.9 85.9 86.1 85.6 79.3
3 63.3 72.2 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 86.9
Rerata 50.7 b 62.6 b 85.6 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 88.9
400 ppm 1 45.6 62.2 94.4 94.4 94.4 94.4 94.4 94.4 94.4 94.4 94.4 87.0
2 68.9 77.8 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 87.0
3 72.2 71.1 95.6 95.6 95.6 95.6 95.6 95.6 95.6 95.6 95.6 91.2
Rerata 62.2 a 70.4 ab 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3
600 ppm 1 43.3 56.7 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 81.8
2 81.1 81.1 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 90.2
3 81.1 85.6 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 90.6
Rerata 68.5 a 74.5 a 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1
800 ppm 1 45.6 62.2 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 91.1 84.3
2 74.4 81.1 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 92.2 89.6
3 78.9 81.1 86.7 86.7 86.7 86.7 86.7 86.7 86.7 86.7 86.7 85.5
Rerata 66.3 a 74.8 a 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0
Keterangan : Angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%. MST :
minggu setelah tanam; Blok : ulangan berdasarkan waktu tanam 7 hari setelah penyimpanan (1), 8 hari setelah penyimpanan
(2), 9 hari setelah penyimpanan (3), aNilai rerata adalah hasil pembulatan satu angka dibelakang titik.
33

33
Lampiran 2 Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi sitokinin terhadap persentase setek bertunas 5-20 MST
Pengamatan minggu ke- (MST)
Aplikasi BAP Blok Rerata
5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20
............................................(%).........................................
1 kali 1 48.0 51.3 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.0 90.1 82.7
2 55.3 69.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 93.3 87.7
3 41.3 61.3 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 89.3 82.4
a
Rerata 48.2 a 60.7 b 90.9 90.9 90.9 90.9 90.9 90.9 90.9 90.9 90.9
2 kali 1 66.7 70.7 84.7 84.7 84.7 84.7 84.7 84.7 84.7 84.7 84.7 81.8
2 63.3 72.7 90.0 90.7 90.7 90.7 90.7 90.7 90.7 90.7 90.0 86.4
3 55.3 73.3 91.3 91.3 91.4 91.5 91.6 91.7 91.8 91.9 91.3 86.6
Rerataa 61.8 a 72.2 a 88.7 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.9 88.7
3 kali 1 73.3 75.3 86.0 86.0 86.0 86.0 86.0 86.0 86.0 86.0 86.0 83.9
2 68.0 76.0 92.0 92.0 92.0 92.0 92.0 92.0 92.0 92.0 92.0 88.4
3 59.3 73.3 92.7 92.7 92.7 92.7 92.7 92.7 92.7 92.7 92.7 87.9
a
Rerata 66.9 a 74.9 a 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2 90.2
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%. MST : minggu
setelah tanam; Blok : ulangan berdasarkan waktu tanam 7 hari setelah penyimpanan (1), 8 hari setelah penyimpanan (2), 9 hari
setelah penyimpanan (3). aNilai rerata adalah hasil pembulatan satu angka dibelakang titik.
342
Lampiran 3 Ekstrapolasi tinggi bibit setek basal daun mahkota nanas percobaan pertama
Pengamatan minggu ke- (MST)
Perlakuan
30 34 38 42 46 47 48 49 50 51 52 53
Konsentrasi BAP
0 ppm 14.0 16.2 18.3 20.5 22.7 23.3 23.8 24.3 24.9 25.4 25.9 26.5
200 ppm 14.2 16.4 18.7 20.9 23.1 23.7 24.3 24.8 25.4 25.9 26.5 27.0
400 ppm 14.4 16.7 19.0 21.3 23.5 24.1 24.7 25.2 25.8 26.4 26.9 27.5
600 ppm 13.6 15.7 17.9 20.0 22.2 22.7 23.3 23.8 24.3 25.4 26.1 26.9
800 ppm 13.6 15.7 17.9 20.0 22.1 22.7 23.2 23.8 24.3 25.4 26.1 26.9
Frekuensi BAP
1 kali 14.2 16.4 18.6 20.8 23.0 23.6 24.1 24.7 25.2 24.2 24.7 25.1
2 kali 14.2 16.5 18.7 21.0 23.2 23.8 24.3 24.9 25.5 33.6 34.5 35.3
3 kali 13.4 15.5 17.7 19.8 21.9 22.4 23.0 23.5 24.0 24.6 25.1 25.6

Lampiran 4 Ekstrapolasi tinggi bibit asal setek basal daun mahkota nanas percobaan kedua
Pengamatan minggu ke- (MSP)
Mikoriza
12 20 28 32 36 37 38 39 40 41 42 43
0 spora 11.0 14.7 18.3 20.1 21.9 22.4 22.9 23.3 23.8 24.2 24.7 25.1
50 spora 11.4 15.0 18.7 20.5 22.4 22.8 23.3 23.7 24.2 24.7 25.1 25.6
100 spora 11.5 15.2 18.9 20.7 22.5 23.0 23.5 23.9 24.4 24.8 25.3 25.8
150 spora 11.4 15.0 18.6 20.4 22.2 22.7 23.1 23.6 24.0 24.5 24.9 25.4
200 spora 11.8 15.7 19.7 21.7 23.7 24.1 24.6 25.1 25.6 26.1 26.6 27.1
35

Lampiran 5 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap tinggi bibit asal setek basal daun mahkota nanas 1-10 MSP
Pengamatan ke- (Minggu)
Mikoriza Blok Rerata
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
....................................(cm)...................................
0 spora 1 2.9 3.4 3.9 4.3 5.1 5.5 5.9 6.1 6.6 6.8 7.1 5.2
2 4.9 5.3 6.0 6.8 7.3 7.8 8.3 8.4 9.0 9.2 9.6 7.5
3 8.2 8.7 9.3 10.1 10.9 11.2 11.6 11.9 12.3 12.5 12.6 10.8
Rerataa 5,3 5.8 6.4 7.1 7.8 8.2 8.6 8.8 9.3 9.5 9.7
50 spora 1 3.0 3.8 4.6 4.9 5.6 6.0 6.4 6.6 7.2 7.5 7.9 5.8
2 4.7 5.2 6.0 6.6 7.1 7.5 7.9 8.1 8.3 8.8 9.1 7.2
3 8.4 9.2 9.9 10.8 11.5 11.8 12.2 12.5 12.8 13.1 13.3 11.4
Rerataa 5,4 6.1 6.8 7.4 8.1 8.4 8.8 9.1 9.5 9.8 10.1
100 spora 1 3.0 3.6 4.3 4.8 5.4 5.8 6.1 6.4 6.9 7.2 7.5 5.5
2 4.7 5.3 6.0 6.6 7.1 7.6 8.0 8.2 8.4 8.9 9.2 7.3
3 8.9 9.6 10.4 11.2 12.1 12.4 12.8 13.2 13.6 13.7 14.0 12.0
a
Rerata 5,5 6.2 6.9 7.5 8.2 8.6 9.0 9.3 9.6 9.9 10.2
150 spora 1 3.0 3.5 4.1 4.6 5.2 5.7 6.2 6.4 6.9 7.3 7.6 5.5
2 4.9 5.3 5.9 6.6 7.0 7.6 8.0 8.2 9.0 9.3 9.6 7.4
3 9.4 10.0 10.6 11.2 11.9 12.1 11.8 12.7 13.0 13.1 13.4 11.7
Rerataa 5,7 6.2 6.9 7.5 8.0 8.5 8.6 9.1 9.6 9.9 10.2
200 spora 1 3.0 3.6 4.3 5.0 5.7 6.0 6.4 6.6 7.3 7.5 7.9 5.8
2 5.1 5.9 6.6 7.4 8.0 8.4 8.8 9.1 9.8 10.1 10.4 8.1
3 8.1 8.9 9.5 10.1 10.9 11.1 11.8 11.9 12.6 12.8 13.0 11.0
Rerataa 5,4 6.1 6.8 7.5 8.2 8.5 9.0 9.2 9.9 10.2 10.4
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%. MST : minggu
setelah tanam; Blok : tunas kecil 0.5-3 cm (1), tunas sedang >3-5.5 cm (2), tunas besar >5.5 cm (3). aNilai rerata adalah hasil
pembulatan satu angka dibelakang titik

352
362
Lampiran 6 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap lebar daun bibit asal setek basal daun mahkota nanas 1-10 MSP
Pengamatan ke- (Minggu)
Mikoriza Blok Rerata
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
....................................(cm)...................................
0 spora 1 0.4 0.6 1.0 1.0 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.2 1.3 1.0
2 1.1 1.1 1.6 1.3 1.3 1.3 1.3 1.4 1.4 1.4 1.5 1.3
3 1.3 1.4 1.6 1.6 1.6 1.6 1.6 1.6 1.7 1.8 1.7 1.6
a
Rerata 0.9 1.0 1.4 1.3 1.3 1.3 1.4 1.4 1.4 1.5 1.5
50 spora 1 0.5 0.6 1.1 1.1 1.2 1.2 1.2 1.2 1.3 1.3 1.4 1.1
2 1.1 1.1 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 1.4 1.4 1.3
3 1.3 1.4 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.9 1.9 1.9 2.0 1.8
Rerataa 1.0 1.0 1.4 1.4 1.4 1.4 1.5 1.5 1.5 1.5 1.6
100 spora 1 0.5 0.5 1.0 1.1 1.1 1.1 1.1 1.2 1.2 1.2 1.3 1.0
2 1.1 1.1 1.3 1.3 1.3 1.3 1.4 1.3 1.3 1.4 1.4 1.3
3 1.4 1.6 1.8 1.9 1.9 1.9 1.9 1.9 2.0 2.0 2.1 1.8
a
Rerata 1.0 1.1 1.4 1.4 1.4 1.4 1.5 1.5 1.5 1.5 1.6
150 spora 1 0.5 0.5 1.0 1.1 1.1 1.1 1.2 1.2 1.2 1.3 1.3 1.0
2 1.1 1.1 1.3 1.3 1.3 1.3 1.4 1.4 1.4 1.4 1.6 1.3
3 1.4 1.6 1.7 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.9 1.9 1.8
a
Rerata 1.0 1.1 1.3 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.5 1.5 1.6
200 spora 1 0.7 0.7 1.0 1.1 1.1 1.2 1.2 1.2 1.2 1.3 1.4 1.1
2 1.1 1.2 1.3 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.5 1.6 1.4
3 1.3 1.4 1.7 1.7 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.9 1.9 1.7
Rerataa 1.0 1.1 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.5 1.5 1.5 1.6
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%. MST : minggu
setelah tanam; Blok : tunas kecil 0.5-3 cm (1), tunas sedang >3-5.5 cm (2), tunas besar >5.5 cm (3). aNilai rerata adalah hasil
pembulatan satu angka dibelakang titik
37

Lampiran 7 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap jumlah daun bibit asal setek basal daun mahkota nanas 1-10 MSP
Pengamatan ke- (Minggu)
Mikoriza Blok Rerata
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
....................................(helai)...................................
0 spora 1 6.1 6.6 6.7 7.6 7.8 8.2 8.3 8.4 8.7 8.7 9.0 7.8
2 6.7 7.1 7.3 8.3 8.4 8.8 9.0 9.4 9.9 10.1 10.3 8.7
3 7.4 7.5 8.0 8.7 9.2 9.6 9.9 10.3 11.0 11.4 11.5 9.5
a
Rerata 6.7 7.1 7.4 8.2 8.5 8.9 9.1 9.4 9.8 10.1 10.2
50 spora 1 6.1 6.7 6.9 7.4 7.7 8.0 8.1 8.4 8.8 8.9 9.7 7.9
2 6.9 7.3 7.5 8.2 8.6 8.8 9.1 9.2 9.4 9.6 9.7 8.6
3 7.7 8.1 8.8 9.4 9.7 10.1 10.7 11.2 12.0 12.1 12.1 10.2
Rerataa 6.9 7.4 7.7 8.3 8.7 9.0 9.3 9.6 10.0 10.2 10.5
100 spora 1 6.2 6.8 6.9 7.2 7.4 8.0 8.5 8.6 8.9 9.1 9.3 7.9
2 6.9 7.2 7.8 8.2 8.5 8.9 9.0 9.3 9.6 9.9 10.2 8.7
3 7.8 8.0 8.7 9.3 9.8 9.9 10.5 11.1 11.8 11.8 11.8 10.0
a
Rerata 7.0 7.3 7.8 8.3 8.6 8.9 9.3 9.7 10.1 10.3 10.4
150 spora 1 6.3 6.9 7.1 7.5 7.6 8.2 8.5 8.6 8.9 9.2 9.4 8.0
2 7.1 7.1 7.2 7.9 8.0 8.7 9.0 9.3 9.6 10.0 10.2 8.6
3 7.8 7.9 8.4 8.8 9.2 9.4 10.5 10.5 11.2 11.5 11.8 9.7
a
Rerata 7.0 7.3 7.5 8.1 8.3 8.8 9.3 9.5 9.9 10.2 10.5
200 spora 1 6.9 6.5 6.9 7.4 7.7 8.2 8.5 8.5 8.8 9.0 9.2 8.0
2 7.0 7.5 7.7 8.6 8.7 9.1 9.3 9.6 10.3 10.7 10.7 9.0
3 7.8 8.0 8.6 9.3 9.6 9.9 10.5 10.9 11.8 12.0 12.2 10.0
Rerataa 7.2 7.4 7.7 8.4 8.7 9.1 9.5 9.7 10.3 10.6 10.7
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%. MST : minggu
setelah tanam; Blok : tunas kecil 0.5-3 cm (1), tunas sedang >3-5.5 cm (2), tunas besar >5.5 cm (3). aNilai rerata adalah hasil
pembulatan satu angka dibelakang titik.

372
382
Lampiran 8 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap panjang daun bibit asal setek basal daun mahkota nanas 1-10 MSP
Pengamatan ke- (Minggu)
Mikoriza Blok Rerata
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
....................................(cm)...................................
0 spora 1 2.8 3.2 3.5 4.0 4.6 5.1 5.5 5.8 6.2 6.7 6.7 4.9
2 4.5 4.8 5.5 6.2 6.9 7.3 7.9 7.8 8.6 8.8 9.1 7.0
3 7.6 8.2 8.1 9.5 10.5 10.7 11.1 11.2 11.6 11.9 12.0 10.2
Rerataa 5.0 5.4 5.7 6.6 7.4 7.7 8.1 8.2 8.8 9.1 9.3
50 spora 1 2.9 3.7 4.2 4.6 5.2 5.4 6.1 6.0 6.9 7.1 7.5 5.4
2 4.3 4.6 5.6 6.1 6.8 6.9 7.4 7.6 7.6 8.3 8.6 6.7
3 7.9 8.6 9.4 10.3 10.0 11.3 11.6 11.8 12.3 12.7 12.9 10.8
Rerataa 5.0 5.6 6.4 7.0 7.3 7.9 8.4 8.4 8.9 9.4 9.7
100 spora 1 2.9 3.4 3.9 4.3 5.3 5.8 6.1 6.5 6.8 7.0 7.0 5.4
2 4.3 4.8 5.5 6.1 6.7 7.1 7.6 7.6 8.2 8.5 8.7 6.8
3 8.6 9.1 10.0 10.7 11.5 11.8 12.4 12.6 12.9 13.1 13.4 11.5
a
Rerata 5,2 5.8 6.5 7.1 7.8 8.2 8.7 8.9 9.3 9.5 9.7
150 spora 1 2.8 3.2 3.8 4.3 4.6 5.3 5.8 5.9 6.5 6.8 7.2 5.1
2 4.5 4.8 5.4 6.1 6.5 7.2 7.6 7.7 8.5 8.8 8.8 6.9
3 8.9 9.5 10.0 10.6 11.5 11.7 11.2 12.1 12.4 12.5 12.9 11.2
Rerataa 5.4 5.8 6.4 7.0 7.5 8.0 8.2 8.6 9.1 9.4 9.6
200 spora 1 2.9 3.1 3.9 4.5 5.2 5.6 6.0 6.1 6.9 7.1 7.5 5.4
2 4.7 5.5 6.2 6.9 7.5 8.4 8.4 8.4 9.4 9.6 9.6 7.7
3 7.6 8.5 9.0 9.7 10.5 10.7 11.2 11.3 12.0 12.2 12.5 10.5
Rerataa 5.0 5.7 6.4 7.0 7.7 8.2 8.5 8.6 9.4 9.7 9.9
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%. MST : minggu
setelah tanam; Blok : tunas kecil 0.5-3 cm (1), tunas sedang >3-5.5 cm (2), tunas besar >5.5 cm (3). aNilai rerata adalah hasil
pembulatan satu angka dibelakang titik.
39

Lampiran 9 Pengaruh aplikasi mikoriza terhadap jumlah akar, panjang akar, bobot kering tunas dan bobot kering akar bibit asal setek basal
daun mahkota nanas 10 MSP
Mikoriza Blok Jumlah akar (helai) Panjang akar (cm) Bobot kering tunas (g) Bobot kering akar (g)
0 spora 1 4.680 12.124 0.2075 0.0400
2 5.720 17.316 0.4482 0.0688
3 7.040 20.088 0.5426 0.1288
Rerata 5.813 16.509 0.3994 0.0792 b
50 spora 1 4.960 12.404 0.2272 0.0460
2 5.280 16.068 0.3612 0.0608
3 8.560 21.468 0.8408 0.1432
Rerata 6.267 16.647 0.4764 0.0833 ab
100 spora 1 3.920 13.308 0.2104 0.0311
2 4.800 16.344 0.3632 0.0662
3 8.480 19.192 0.9056 0.1546
Rerata 5.733 16.281 0.4931 0.0840 ab
150 spora 1 4.520 11.872 0.2248 0.0320
2 4.880 14.856 0.3500 0.0652
3 7.880 19.396 0.7872 0.1514
Rerata 5.760 15.375 0.4540 0.0829 ab
200 spora 1 4.720 13.648 0.2232 0.0312
2 5.760 16.960 0.4540 0.0672
3 8.160 20.700 0.7304 0.1756
Rerata 6.213 17.103 0.4692 0.0913 a
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%. MST : minggu
setelah tanam; Blok : tunas kecil 0.5-3 cm (1), tunas sedang >3-5.5 cm (2), tunas besar >5.5 cm (3).

392
40
2
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Dirgahani Putri lahir di Jakarta pada tanggal 20


Agustus 1990. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan
Bapak Suryadi M dan Ibu Iin Suwarti. Tahun 2008 penulis lulus dari Sekolah Pertanian
Pembangunan (SPP) Negeri DKI Jakarta. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan
sekolah jenjang strata 1 di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Jakarta dan selesai tahun 2013.
Pada tahun 2017 penulis kembali melanjutkan pendidikan strata 2 di Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada program studi Ilmu dan Teknologi Benih.
Penulis pernah mempublikasikan hasil penelitian S1 di Jurnal Agrosains dan
Teknologi. Penulis juga mempublikasikan sebagian hasil penelitian tesis ke Journal
of Tropical Crop Science.

Anda mungkin juga menyukai