Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Proyeksi dan Pemetaan
Potensi Epidemi Penyakit Blas (Pyricularia grisea) pada Tanaman Padi dengan
Model Epidemiologi EPIRICE adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah swt. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya
ilmiah berjudul “Proyeksi dan Pemetaan Potensi Epidemi Penyakit Blas
(Pyricularia griesea) pada Tanaman Padi dengan Model Epidemiologi EPIRICE”
sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Geofisika dan
Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Dalam penulisan usulan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua dan semua keluarga besar yang selalu memberikan doa,
nasehat, semangat dan motivasi kepada penulis
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS. dan Bapak Yon Sugiarto,
S.Si., M.Sc selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan,
masukan, motivasi dan pengetahuan yang sangat membantu
3. Ibu Dr. Ir. Tania June, M.Sc. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan saran terkait kegiatan akademik
4. Mr. Assoc. Prof. Adam Henry Sparks, P.hD. dari Centre for Crop Health,
University of Southern Queensland, Australia yang telah banyak sekali
memberikan panduan, arahan dan saran berkaitan dengan model EPIRICE
dan epidemiologi penyakit blas selama penelitian
5. Bapak Dr. Ir. Rahmat Hidayat, S.Si., M.Sc. selaku ketua departemen,
seluruh dosen dan staff Departemen Geofisika dan Meteorologi yang telah
banyak sekali memberikan ilmu pengetahuan dan membantu selama
perkuliahan
6. Teman-teman satu bimbingan skripsi, Dion, Mufika, Gilang serta seluruh
rekan-rekan GFM 51 yang telah menemani dan memberikan semangat
selama penelitian dan penulisan skripsi
7. Teman-teman HIMAGRETO Kabinet Lapse Rate yang telah membagikan
pengalaman berorganisasi
8. Teman-teman Paguyuban Sedulur Madiun 51, terutama Samudera dan
Novita yang telah menmberikan semangat untuk menyelesaikan penelitian
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
demi kemajuan penelitian ini.
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur model EPIRICE 4
2 Diagram alir penelitian 7
3 Grafik perkembangan penyakit di Sukamandi 13
4 Grafik perkembangan penyakit di Cisalak 13
5 Grafik perbandingan keparahan penyakit akumulatif di Sukamandi 14
6 Grafik perbandingan keparahan penyakit akumulatif di Cisalak 15
7 AUDPC spasial penyakit blas periode baseline berdasarkan model iklim
CSIRO-Mk3-6-0 dan MIROC5 16
8 AUDPC spasial penyakit blas periode 2021-2030;2031-2040;2041-2050
berdasarkan model iklim CSIRO-Mk3-6-0 dan MIROC5 dengan skenario
perubahan iklim RCP 4.5 17
9 Grafik AUDPC penyakit blas di Jawa Barat berdasarkan model iklim CSIRO-
Mk3-6-0 dan MIROC5 dengan skenario perubahan iklim RCP 8.5 18
10 AUDPC spasial penyakit blas periode 2021-2030;2031-2040;2041-2050
berdasarkan model iklim CSIRO-Mk3-6-0 dan MIROC5 dengan skenario
perubahan iklim RCP 8.5 20
11 Grafik AUDPC penyakit blas di Jawa Barat berdasarkan model iklim CSIRO-
Mk3-6-0 dan MIROC5 dengan skenario perubahan iklim RCP 8.5 21
12 Selisih AUDPC periode 2021-2050 dengan baseline secara spasial 22
DAFTAR LAMPIRAN
1 Parameter fisiologi penyakit blas (Pyricularia grisea) 26
2 Peta admnistratif Provinsi Jawa Barat 26
3 Gejala serangan penyakit blas pada daun tanaman padi 27
4 Keparahan penyakit blas (leaf blast) pada tiga umur tanaman yang berbeda 27
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Blas (Pyricularia grisea)
tersebut mampu menembus kutikula daun. Proses penetrasi ini berlangsung selama
8-10 jam (Ramli 2000).
Hifa P. grisea akan terus tumbuh hingga menyebabkan terbentuknya sebuah
bercak penyakit blas terbentuk dalam waktu 4-5 hari (Santoso dan Nasution (2008).
Bercak tersebut akan menyebarkan spora sebagai sumber infeksi selanjutnya
setelah 6 hari. Satu bercak blas mampu menghasilkan 2000-6000 spora tiap hari
dalam kurun waktu 2 minggu di laboratorium (Sudir et al 2014).
mudah dihubungkan dengan aplikasi lain seperti data iklim spasial untuk analisis
berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) (Kim et al 2015).
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer atau
laptop yang telah terpasang perangkat lunak Microsoft Office 2016, Notepad,
bahasa pemrograman R v3.4.3 yang dijalankan dengan perangkat lunak RStudio
v1.1.383, ArcGIS v10.3 dan Ocean Data View (ODV).
7
Data netCDF dari NEX-GDDP diekstrasi sesuai dengan posisi lintang dan
bujur Provinsi Jawa Barat dengan perangkat lunak ODV. Data suhu maksimum dan
minimum yang memiliki satuan Kelvin dikonversi ke dalam satuan celcius dengan
persamaan:
𝑇𝐶 = 𝑇𝐾 − 273.15
TC = suhu (⁰C)
TK = suhu (K)
Untuk menghitung suhu rataan, suhu maksimum dan suhu minimum dirata-
ratakan yang dapat dituliskan dengan persamaan:
𝑇𝑀𝐴𝑋 + 𝑇𝑀𝐼𝑁
𝑇𝐴𝑉𝐺 =
2
TAVG = suhu rataan (⁰C)
TMAX = suhu maksimum (⁰C)
TMIN = suhu minimum (⁰C)
Data fluks curah hujan yang masih dalam satuan kg/m2s dikonversi menjadi
data akumulasi curah hujan harian dalam satuan mm/hari dengan persamaan
(NCICS 2016):
1
𝑃1 = 𝑃2 × 86400 𝑠/ℎ𝑎𝑟𝑖 × 1000 𝑚𝑚/𝑚 × 𝑚3 /𝑘𝑔
1000
P1 = curah hujan (mm/hari)
P2 = curah hujan (kg/m2 s)
𝑇𝑀𝐼𝑁 = 𝑇𝐷𝐸𝑊
17.269 𝑇𝑠𝑖𝑡𝑒
𝑒𝑠𝑑 = 6.1078 exp
𝑇𝑠𝑖𝑡𝑒 + 237.3
Sementara tekanan uap udara ambien dihitung dengan persamaan (Glassy dan
Running 1994):
17.269 𝑇𝐷𝐸𝑊
𝑒𝑠 = 6.1078 exp
𝑇𝐷𝐸𝑊 + 237.3
Asumsi Penelitian
Laju perubahan individu yang sehat (H) menjadi individu tua (S)
didefinisikan sebagai laju penuaan (rate of senescence) yang merupakan proses
fisiologis tanaman. Peningkatan jumlah S berbanding lurus dengan jumlah H
seiring berjalannya waktu. Laju penuaan dimodelkan dengan persamaan (Savary et
al 2012):
𝑑𝑆
= 𝑅𝑆 = 𝑅𝑅𝑆𝐻
𝑑𝑡
RS = laju penuaan (individu/hari)
RRS = laju penuaan relatif (individu/(individu/hari))
10
𝑑𝑆
= 𝑅𝑆 = 𝑅𝑅 + 𝑅𝑅𝑆𝐻
𝑑𝑡
RR = laju transisi individu yang menularkan (I) menjadi individu mati
(R) (individu/hari)
𝐷−𝑅
𝑌= × 100
𝑇𝑆 − 𝑅
Y = keparahan penyakit (%)
D = jumlah individu yang terserang pathogen
R = jumlah individu pasca pasca-penularan
TS = jumlah total individu
Evaluasi model
Data keparahan penyakit hasil luaran model EPIRICE dijumlahkan mulai dari
awal musim tanam hingga akhir musim tanam. Nilai akumulasi tersebut dikenal
dengan istilah Area Under Disease Progress Curve (AUDPC) yang merangkum
perkembangan epidemi suatu penyakit tanaman. Nilai AUDPC tersebut disusun
berdasarkan letak lintang dan bujurnya kemudian disimpan dalam format .csv
menggunakan Ms. Excel. Untuk melihat selisih potensi serangan penyakit blas pada
periode 2021-2050 dengan periode baseline, maka nilai AUDPC periode 2021-
2050 dikurangkan dengan nilai AUDPC periode baseline. Data tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam perangkat lunak ArcGIS untuk selanjutnya dikonversi
membentuk data raster dengan resolusi sesuai dengan data NEX-GDDP
(0.25⁰×0.25⁰) menggunakan fungsi Point to Raster.
12
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang secara
geografis terletak pada 5⁰ 54’ - 7⁰ 50’ LS dan 106⁰ 24’ - 108⁰ 48’ BT. Luas total
wilayah Provinsi Jawa Barat adalah 35,377.66 km2 yang secara administratif
terbagi menjadi 18 kabupaten dan 9 kota (BPS Jabar 2017). Topografi wilayah Jawa
Barat antara lain berupa dataran rendah di utara dengan ketinggian 0-100 m di atas
permukaan laut (dpl), lereng bukit yang landai pada bagian tengah dengan
ketinggian 100-1500 mdpl dan pegunungan di bagian selatan dengan ketinggian
lebih dari 1500 mdpl.
Keragaman topografi di wilayah Jawa Barat berdampak pada bervariasinya
iklim yang ada di Jawa Barat. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika, wilayah bagian utara yang berupa dataran rendah memiliki suhu
rata-rata sekitar 27⁰C, wilayah dataran tinggi memiliki suhu rata-rata sekitar 23⁰C,
dan wilayah pegunungan dengan suhu rata-rata sekitar 21⁰ C. Wilayah Jawa Barat
memiliki curah hujan tahunan yang tinggi, yaitu lebih dari 2000 mm. Aldrian dan
Susanto (2003) mengelompokkan wilayah Jawa Barat ke dalam wilayah A yang
memiliki pola curah hujan bulanan dengan satu puncak dan satu lembah. Curah
hujan maksimum terjadi pada bulan Desember atau Januari sementara curah hujan
minimum terjadi pada bulan Juli atau Agustus.
Sukamandi adalah sebuah desa di Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang.
Desa ini terletak pada 6⁰20’42” LS dan 107⁰39’54” BT dengan elevasi kurang dari
250 mdpl. Kecamatan Cisalak juga terletak di Kabupaten Subang yang secara
astronomis terletak pada 6⁰46’12” LS dan 107⁰45’ BT dengan elevasi 500-750 mdpl.
Model EPIRICE menunjukkan hasil simulasi yang berbeda pada dua lokasi
(Gambar 3 dan 4). Keparahan penyakit maksimum pada pengamatan Sukamandi
tercapai pada 60 hari setelah semai (HSS) dengan nilai sebesar 0.3%. Sedangkan
pada pengamatan Cisalak, nilai keparahan penyakit maksimum adalah 1.4% yang
dicapai pada 63 HSS. Hal ini menunjukkan bahwa daerah Cisalak yang terletak
pada dataran tinggi lebih rawan mengalami serangan penyakit blas daun. Wilayah
Sukamandi yang terletak pada ketinggian kurang dari 250 mdpl memiliki suhu
tinggi yang tidak mendukung perkembangan penyakit blas (Zulaika 2017). Model
EPIRICE mensimulasikan onset epidemi penyakit pada kedua lokasi terjadi pada
hari yang sama, yaitu pada 17 HSS.
resistansi tanaman dan cendawan penyakit blas yang mulai bertransisi menginfeksi
bagian leher tanaman padi (Baastians et al 1993).
Gambar 7 AUDPC spasial penyakit blas periode baseline CSIRO-Mk3-6-0 dan MIROC5
di Provinsi Jawa Barat
Tabel 3 Rata-rata dan standar deviasi AUDPC pada skenario perubahan iklim RCP4.5
Model Iklim CSIRO-Mk3-6-0 MIROC5
Periode Rata-rata Standar Deviasi Rata-rata Standar Deviasi
2021-2030 5.6 4.9 6 4.7
2031-2040 4.8 4.2 5.3 4.6
2041-2050 3.2 2.4 3.7 3
25
20
AUDPC (%.hari)
15
10
0
2021 2024 2027 2030 2033 2036 2039 2042 2045 2048
Tahun
CSIRO Mk3-6-0 MIROC5
Linear (CSIRO Mk3-6-0) Linear (MIROC5)
Gambar 9 Grafik AUDPC Penyakit Blas di Jawa Barat berdasarkan model iklim CSIRO-
Mk3-6-0 dan MIROC5 dengan skenario perubahan iklim RCP4.5
19
Tabel 4 Rata-rata dan standar deviasi AUDPC pada skenario perubahan iklim RCP8.5
Model Iklim CSIRO-Mk3-6-0 MIROC5
Periode Rata-rata Standar Deviasi Rata-rata Standar Deviasi
2021-2030 4.8 4.1 4.5 3.6
2031-2040 6.6 6.4 3.5 2.6
2041-2050 3.9 3.2 4 3.3
Kabupaten Bandung bagian selatan dan Kota Garut masih menjadi daerah
dengan potensi serangan penyakit blas tertinggi di seluruh Jawa Barat (Gambar 10).
Selain di dua daerah tersebut, potensi serangan penyakit blas di daerah lain seperti
Kabupaten Cianjur bagian tengah, perbatasan Kabupaten Majalengka dengan
Kabupaten Kuningan, Kabupaten Bandung bagian utara, Kabupaten Tasikmalaya
bagian utara dan Kabupaten Bogor bagian barat juga harus diwaspadai. Skenario
perubahan iklim RCP8.5 juga menunjukkan potensi serangan yang rendah di daerah
sentra produksi padi berdasarkan model iklim CSIRO-Mk3-6-0 dan MIROC5.
21
25
20
AUDPC (%.hari)
15
10
0
2021 2024 2027 2030 2033 2036 2039 2042 2045 2048
Tahun
CSIRO Mk3-6-0 MIROC5
Linear (CSIRO Mk3-6-0) Linear (MIROC5)
Gambar 11 Grafik AUDPC Penyakit Blas di Jawa Barat berdasarkan model iklim
CSIRO-Mk3-6-0 dan MIROC5 dengan skenario perubahan iklim RCP8.5
Seperti yang terjadi pada skenario RCP4.5, potensi serangan penyakit blas
pada skenario RCP8.5 di Jawa Barat juga mengalami tren penurunan seiring dengan
waktu (Gambar 11). Adanya kejadian outbreak penyakit blas juga teridentifikasi
pada tahun-tahun tertentu dalam skenario perubahan iklim RCP8.5 ini (Gambar 11).
Pada analisis menggunakan model iklim CSIRO-Mk3-6-0, terjadi outbreak pada
tiga tahun berturut-turut, yaitu pada tahun 2030 dengan AUDPC rataan 10.4%.hari,
tahun 2031 dengan AUDPC rataan 11.5%.hari dan tahun 2032 dengan AUDPC
rataan 17.3%.hari. Outbreak juga terjadi pada tahun 2036 dengan AUDPC rataan
10.1%.hari dan tahun 2041 dengan AUDPC rataan 9.8%.hari. Sementara outbreak
pada model iklim MIROC5 terjadi pada tahun 2021 dengan AUDPC rataan
11.6%.hari, tahun 2030 dengan AUDPC rataan 9.7%.hari, tahun 2035 dengan
AUDPC rataan 9%.hari dan tahun 2046 dengan AUDPC rataan 11.5%.hari. Sama
halnya dengan outbreak yang teramati pada skenario RCP 4.5, outbreak pada
skenario RCP8.5 ini juga disebabkan adanya variabilitas iklim berupa peningkatan
intensitas dan frekuensi curah hujan melebihi normal. Salah satu variabilitas iklim
yang menyebabkan peningkatan intensitas dan frekuensi curah hujan adalah La-
Ñina. Cai et al (2015) menyatakan bahwa frekuensi kejadian La Ñina mengalami
peningkatan akibat pemanasan global.
Potensi serangan penyakit blas (P. grisea) di Jawa Barat selama tahun 2021-
2050 mengalami penurunan dibanding periode baseline akibat peningkatan suhu
udara. Daerah Kabupaten Bandung bagian selatan dan Kota Garut memiliki potensi
serangan penyakit blas tertinggi di Jawa Barat. Walaupun potensi serangan penyakit
blas menurun, terdapat tahun-tahun tertentu dimana terjadi outbreak serangan
akibat variabilitas iklim yaitu peningkatan frekuensi dan intensitas curah hujan.
Dibandingkan skenario RCP4.5, penurunan potensi serangan penyakit blas
berdasarkan skenario RCP8.5 lebih besar.
Saran
Simulasi epidemi penyakit blas pada musim tanam lain perlu dilakukan,
karena model EPIRICE sangat sensitif terhadap perbedaan masa tanam. Selain itu,
analisis potensi serangan secara spasial dapat dilakukan di daerah lain dengan skala
lebih luas. Evaluasi luaran model dengan jumlah data keparahan penyakit blas hasil
observasi lebih banyak perlu dilakukan untuk mengetahui secara tepat kemampuan
model dalam mengestimasikan keparahan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Ahn S, Kim Y, Hong H, Han S, Kwon S, Choi H, Moon H, McCouch S. 2000.
Molecular mapping of a new gene resistance to rice blast (Pyricularia grisea
Sacc.). Euphytica. 116:17-22.
Aldrian E, Susanto RD. 2003. Identification of three dominant rainfall regions
within Indonesia and their relationship to sea surface temperature.
International Journal of Climatology. 23: 1435-1452.
Bastiaans L, Rabbinge R, Zadoks JC. 1994. Understanding and modelling leaf blast
effects on crop physiology and yield. Dalam Zeigler RS, Leong SA, Teng PS,
(Ed.). Rice Blast Disease. Los Banos (PH): International Rice Research
Institute.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi padi, jagung, dan kedelai [Internet]
[diunduh 2018 Januari 30]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.
[BPS Jabar] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2017. Jawa Barat dalam
Angka [Internet] [diunduh 2018 Agustus 16]. Tersedia pada:
https://jabar.bps.go.id/publication/2017/08/12/62379e17bcc20052a7991d35/
provinsi-jawa-barat-dalam-angka-2017.html
[Ditlin] Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2005. Rencana Strategis
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Tahun 2005-2009. Jakarta (ID):
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Cai W et al. 2015. Increased frequency of extreme La Ñina events under greenhouse
warming. Nature Climate Change. 5: 132-137.
Collier MA et al. 2011. The CSIRO-Mk3.6.0 Atmosphere-Ocean GCM:
participation in CMIP5 and data publication. Makalah. Dalam: 19th
International Congress on Modelling and Simulation, Perth, 12-16 Desember.
24
Duku C, Sparks AH, Zwart SJ. 2015. Spatial modelling of rice yield losses in
Tanzania due to bacterial leaf blight and leaf blast in a changing climate.
Climatic Change.
El-Rafaei MI. 1977. Epidemiology of rice blast disease in the tropics with special
reference to the leaf wetness in relation to disease development [disertasi].
New Delhi (IN): Indian Agricultural Research Institute.
Glassy JM, Running SW. 1994. Validating diurnal climatology logic of the MT-
CLIM model across a climate gradient in Oregon. Ecological Application.
4(2): 248-257.
Hansewang S, Wangwongchai A, Humphries U, Bunsri T. 2017. Simulation of
severity of rice blast disease in Prachin Buri using plant disesase
epidemiological model: simulation of rice blast disease. Makalah. Dalam:
The 22nd Annual Meeting in Mathematics (AMM 2017), Chiang Mai, 2-4 Juni.
Kahmann R, Basse C. 1997. Signalling and development in pathogenic fungi – New
Strategies for Plant Protection. Trends in Plant Science. 2:366-367.
Kim KH, Cho J, Lee YH, Lee WS. 2015. Predicting potential epidemics of rice
blast and sheath blight in South Korea under RCP4.5 and RCP8.5 climate
change scenarios using rice diseases epidemiology model, EPIRICE.
Agricultural and Forest Meteorology. 203: 191-207.
Lopez RY, Torres PI, Guevara RG, Hernandez MI, Carranza JA, Garcia ER. 2012.
The effect of climate change on plant diseases. African Journal of
Biotechnology. 11(10): 2417-2428.
Luo Y, TeBeest DO, Teng PS, Fabellar NG. 1995. Simulation studies on risk
analysis of rice leaf blast epidemics associated with global climate change in
several Asian countries. Journal of Biogeography. 22: 673-678.
Luo Y, Teng PS, Fabellar NG, TeBeest DO. 1998. The effects of global temperature
change on rice leaf blast epidemics: a simulation study in three agroecological
zones. Agriculture, Ecosystems and Environment. 68(1998): 187-196.
Madden LV, Hughes G, van den Bosch F. 2007. The Study of Plant Disease
Epidemics. St. Paul (US): The American Phytopathological Society.
[NCICS] North Carolina Institute for Climate Studies. 2016. Precipitation climate
data record. Experimental NCEI/Climate Data Records obs4MIPSs Datasets.
https://ncics.org/ncics/pdfs/obs4MIPs/Obs4MIPs%20PERSIANN-
CDR%20Technical%20Note%20v0-3.pdf . (2018 Oktober 6)
Ou SH. 1985. Rice Diseases. Surrey (UK): Commonwealth Mycological Institute.
Padmanabhan SY. 1967. Blast disease of rice. Pest Articles and News
Reviews. 13(1): 62-69.
Ramli M. 2000. Ketahanan dan dinamika ketahanan selama pertumbuhan beberapa
genotipe padi terhadap blas daun dan blas leher malai [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Rajput LS, Sharma T, Madhusudhan P, Sinha P. 2017. Effects of temperature on
growth and sporulation of rice blast disease pathogen Magnaporthe oryzae.
International Journal of Current Microbiology and Applied Science. 6(3):
394-401.
Rogelj J, Meinshausen M, Knutti R. 2012. Global warming under old and new
scenarios using IPCC climate sensitivity range estimates. Nature Climate
Change. 2: 248-253.
25
Sumber: id.wikipedia.org
27
Lampiran 4 Keparahan penyakit blas (leaf blast) pada tiga umur tanaman
yang berbeda
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kabupaten Madiun, Jawa Timur pada tanggal 6 Mei 1995
dari pasangan suami istri Bapak Ir. Marsam dan Ibu Supiyah. Penulis adalah anak
pertama dari dua bersaudara. Pendidikan dasar, menengah pertama, dan menengah
atas diselesaikan penulis di MI Fathul Ulum (sekarang MIN Manisrejo Madiun),
SMPN 4 Madiun dan SMAN 1 Madiun. Pada tahun 2014, penulis diterima menjadi
mahasiswa IPB melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM) dan diterima di
program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menempuh masa
perkuliahan, penulis pernah diamanahi menjadi ketua pelaksana program IPB Goes
to Field (IGTF) di Desa Ngranget, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun pada
tahun 2016 dengan misi untuk membantu masyarakat setempat mengembangkan
potensi desanya. Dalam bidang keorganisasian, penulis berperan aktif sebagai staff
Divisi Komunikasi dan Informasi Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi
(HIMAGRETO) Kabinet Lapse Rate untuk periode 2016-2017. Pada Juli-Agustus
tahun 2017, penulis ditugaskan untuk mengikuti program Kuliah Kerja Nyata
(KKN) di Desa Ponolawen, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan untuk dapat
mengaplikasikan ilmu dan belajar bersama masyarakat. Penulis pernah diamanahi
sebagai asisten praktikum untuk mata kuliah Kimia PPKU pada semester ganjil
tahun 2017. Penulis telah melaksanakan penelitian yang berjudul Proyeksi dan
Pemetaan Potensi Epidemi Penyakit Blas (Pyricularia grisea) pada Tanaman Padi
dengan Model Epidemiologi EPIRICE. Penelitian ini merupakan salah satu satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains di program studi Meteorologi Terapan,
Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.