Anda di halaman 1dari 42

CENDAWAN TERBAWA BENIH PADI IPB-3S SERTA

POTENSI PENGENDALIANNYA DENGAN PERLAKUAN


FISIK DAN BIOLOGI

DESI ANDINI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Cendawan Terbawa


Benih Padi IPB-3S serta Potensi Pengendaliannya dengan Perlakuan Fisik dan
Biologi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Desi Andini
NIM A34120029
ABSTRAK

DESI ANDINI. Cendawan Terbawa Benih Padi IPB-3S serta Potensi


Pengendaliannya dengan Perlakuan Fisik dan Biologi. Dibimbing oleh EFI
TODING TONDOK.

IPB-3S merupakan padi varietas baru di Indonesia, yang dikembangkan


oleh Institut Pertanian Bogor. Varietas ini unggul dalam peningkatan produksi
dibandingkan dengan varietas lain. Mikroorganisme yang berasosiasi dengan
benih dapat mempengaruhi mutu benih yang berakibat pada produktivitas
tanaman padi. Perlakuan benih dengan hot water treatment dan PGPR merupakan
salah satu cara untuk mengendalikan cendawan terbawa benih. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui berbagai cendawan yang dapat terbawa benih padi
varietas IPB-3S, melakukan uji patogenesitas dari cendawan tersebut, serta
mengetahui potensi pengendaliannya dengan perlakuan benih padi baik secara
fisik maupun biologi. Penelitian dibagi ke dalam lima percobaan yaitu uji
kesehatan benih dengan pengamatan biji kering, uji kesehatan benih dengan
blotter test, uji patogenisitas, perlakuan benih dengan metode hot water treatment,
serta perlakuan benih dengan PGPR. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
terdapat tujuh genus cendawan yang ditemukan pada benih padi varietas IPB-3S
yaitu Aspergillus, Penicillium, Rhizopus, Rhizoctonia, Curvularia, Fusarium, dan
Colletotrichum. Uji patogenisitas menunjukkan bahwa ketujuh genus cendawan
tersebut merupakan patogen. Perlakuan benih dengan hot water treatment pada
suhu 54°C dan PGPR dapat mengurangi infeksi cendawan dan meningkatkan
perkecambahan pada benih padi varietas IPB-3S.

Kata kunci: cendawan terbawa benih, hot water treatment, IPB-3S, PGPR
ABSTRACT

DESI ANDINI. Seed-Borne Fungi of IPB-3S Rice Variety and Its Potencial
Control Physical and Biological Treatment. Supervised by EFI TODING
TONDOK.

IPB-3S is a new rice variety in Indonesia, developed by Bogor Agricultural


University. This new rice variety is excellent in increasing the production
compared to other varieties. Microorganisms associated with rice seeds can affect
the quality of the seeds and will have an impact on the productivity of rice plants.
Seed treatment with hot water treatment and PGPR are two simple methods to
control seed-borne fungi. The aims of this study are to determine the various fungi
that can be carried over in IPB-3S rice variety seeds, to test the pathogenicity of
the fungi that have been found, as well as to evaluate the potential control of rice
seed pathogens treated with either physical or biological treatment. The study is
divided into five experiments which are seed health testing by dry seeds
observation, seed health testing by blotter test, pathogenicity test, seed treatment
with hot water treatment method, as well as the treatment of seeds with PGPR.
Result from the experiment indicate that there are seven seed-borne fungi in IPB-
3S rice variety seeds, which are Aspergillus, Penicillium, Rhizopus, Rhizoctonia,
Curvularia, Fusarium and Colletotrichum. Pathogenicity test showed that all of
these fungi are pathogenic to rice seeds. Seed treatment with hot water treatment
at temperature of 54°C for 15 minutes and PGPR can reduce fungal infections and
improve germination of IPB-3S rice variety.

Keywords: hot water treatment, IPB-3S, PGPR, seed-borne fungi


©Hak Cipta milik IPB, tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
CENDAWAN TERBAWA BENIH PADI IPB-3S SERTA
POTENSI PENGENDALIANNYA DENGAN PERLAKUAN
FISIK DAN BIOLOGI

DESI ANDINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi : Cendawan Terbawa Benih Padi IPB-3S serta Potensi
Pengendaliannya dengan Perlakuan Fisik dan Biologi
Nama : Desi Andini
NIM : A34120029

Disetujui oleh

Dr. Efi Toding Tondok, SP, M.Sc. Agr.


Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.sc. Agr.


Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Cendawan Terbawa Benih Padi IPB-3S dan Potensi
Pengendaliannya dengan Perlakuan Fisik dan Biologi. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Efi Toding Tondok, SP,
M.Sc. Agr. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu,
arahan, motivasi, dan bimbingan selama ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. I Wayan
Winasa, M.Si. selaku dosen penguji. Terima kasih kepada Dr. Ir. Kikin Hamzah
Mutaqin, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada kedua orang tua penulis Bapak Ulung Jamaludin dan Ibu
Dasih Setiawati serta kedua adik penulis Muhammad Danuludin dan Muhammad
Diaz Ilyasa atas doa dan dukungan yang diberikan.
Terima kasih kepada teman-teman di Laboratorium Mikologi (Nur Annisa,
Jauharoh, Ikbal, Rodliyatun, Eka, Farida, Afifah, Umi, Hasan, Fiqri, Ulfah) atas
kerja sama, saran, dan semangat yang diberikan. Terima kasih kepada seluruh
sahabat dan teman-teman Proteksi Tanaman 49 untuk persahabatan dan
kebersamaannya selama ini.
Penulis berharap saran dan kritik dari pembaca demi perbaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

Desi Andini
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
BAHAN DAN METODE 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Bahan dan Alat Penelitian 3
Metode Penelitian 3
Rancangan Percobaan dan Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Uji Kesehatan Benih dengan Pengamatan Biji Kering 6
Uji Kesehatan Benih dengan Metode Blotter Test 7
Uji Patogenisitas 9
Perlakuan Benih dengan Metode Hot Water Treatment 10
Perlakuan Benih dengan PGPR 13
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 22
DAFTAR TABEL
1 Tingkat infeksi awal cendawan pada pemeriksaan kesehatan benih padi
varietas IPB-3S 7
2 Hasil uji patogenisitas cendawan terhadap benih padi 9
3 Pengaruh kombinasi perlakuan suhu dan perendaman awal terhadap
tingkat infeksi cendawan pada benih padi varietas IPB-3S 11

DAFTAR GAMBAR
1 Gejala perubahan fisik yang abnormal pada benih padi varietas IPB-3S 6
2 Mikroskopis cendawan hasil pemeriksaan kesehatan benih padi IPB-3S
dengan perbesaran 40x10 8
3 Pengaruh infeksi cendawan terhadap kecambah padi 10
4 Pengaruh kombinasi perlakuan suhu dengan perendaman awal terhadap
daya berkecambah (DB), keserempakan tumbuh (Kst), dan potensi
tumbuh maksimum (PTM) benih padi varietas IPB-3S 13
5 Pengaruh perlakuan PGPR terhadap tingkat infeksi cendawan pada
benih padi varietas IPB-3S 13
6 Pengaruh perlakuan PGPR terhadap daya berkecambah (DB),
keserempakan tumbuh (Kst), dan potensi tumbuh maksimum (PTM)
pada benih padi varietas IPB-3S 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Aspergillus dan


kontrol pada perlakuan hot water treatment 19
2 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Rhizoctonia dan
kontrol pada perlakuan hot water treatment 19
3 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Curvularia dan
kontrol pada perlakuan hot water treatment 19
4 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Penicillium dan
kontrol pada perlakuan hot water treatment 20
5 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Rhizopus dan
kontrol pada perlakuan hot water treatment 20
7 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Fusarium dan
kontrol pada perlakuan hot water treatment 20
8 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Colletotrichum dan
kontrol pada perlakuan hot water treatment 21
PENDAHULUAN

Latar Belakang

IPB-3S merupakan padi varietas baru yang dikembangkan oleh Institut


Pertanian Bogor. Keunggulan dari varietas ini yaitu pada peningkatan produksi,
potensi hasil dapat mencapai 11.2 ton/ha, dengan anakan produktif 7-11 batang.
Karakteristik lainnya yaitu tahan terhadap tungro, agak tahan terhadap penyakit
blas ras 033, dan agak tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III (Siregar et
all. 2013). Padi IPB-3S sudah banyak ditanam di beberapa sentra produksi padi di
Indonesia. Berdasarkan pengalaman pada saat pelaksanakan kuliah kerja nyata
berbasis profesi IPB 2015 (KKN-P IPB), banyak petani yang sudah menanam
padi IPB-3S ini.
Benih merupakan komponen produksi yang sangat penting dalam suatu
sistem pertanian, terutama tanaman padi. Produktivitas dan kualitas yang tinggi
didapatkan dari teknik budidaya yang dimulai dari penggunaan benih unggul
bermutu (Sukarman dan Hasanah 2003). Benih bermutu merupakan benih yang
berasal dari varietas unggul dengan mutu genetik, mutu fisiologis, mutu fisik, dan
mutu patologis yang tinggi. Mutu genetik biasanya berkaitan dengan kemurnian
dan keseragaman benih. Mutu fisik berkaitan dengan keragaan dan kebersihan.
Mutu fisiologis berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan benih.
Sedangkan mutu patologis berkaitan dengan kesehatan benih (Widajati et al.
2013).
Salah satu faktor yang menentukan mutu benih yaitu bebas dari patogen
terbawa benih, seperti cendawan, nematoda, bakteri, dan virus. Kerugian yang
dapat ditimbulkan akibat patogen terbawa benih di antaranya dapat menimbulkan
penurunan daya berkecambah benih dan peningkatan kematian bibit atau tanaman
muda. Patogen pada benih juga dapat menimbulkan kerusakan fisik, seperti
perubahan bentuk dan warna (Astuti 2009). Patogen terbawa benih yang paling
banyak ditemukan berasal dari kelompok cendawan. Mekanisme cendawan
terbawa benih yaitu melalui kontaminasi pada kulit benih atau secara sistemik
terbawa dalam jaringan benih. Beberapa cendawan terbawa benih padi
diantaranya yaitu Pyricularia sp, Rhizopus sp., Fusarium sp., Aspergillus spp.,
Alternaria sp., dan Curvularia sp. (Nurdin 2003).
Uji kesehatan benih merupakan metode yang digunakan untuk inventarisasi
cendawan terbawa benih sebagai dasar pengendalian patogen tersebut. Terdapat
dua macam metode pengujian kesehatan benih, yaitu metode tanpa inkubasi dan
metode setelah inkubasi. Metode tanpa inkubasi yang dapat digunakan yaitu
dengan pengamatan langsung pada benih kering atau dengan cara pencucian
benih. Metode setelah inkubasi diantaranya metode blotter, metode agar, dan
pengujian pada media pasir atau tanah (Widajati et al. 2013).
Berbagai metode pengujian kesehatan benih memiliki kepekaan dan
kemungkinan untuk dikonfirmasi dengan metode yang berbeda. Metode yang
digunakan tergantung dari jenis patogen atau keadaan yang akan diamati, jenis
tanaman, dan tujuan dari pengujian (Widajati et al. 2013). Uji kesehatan benih
melalui blotter test untuk mikroba yang menginfeksi dan mengontaminasi benih.
Penanaman benih untuk pemeriksaan lapangan bagi penyakit tanaman yang tidak
2

terdeteksi terbawa dan terkontaminasi pada benih. Pengujian kesehatan benih


dilakukan untuk menentukan infeksi atau kontaminasi sebagai tujuan karantina.
(IRRI 2002).
Salah satu upaya untuk mengendalikan cendawan terbawa benih adalah
dengan memberikan perlakuan pada benih. Tujuan dari perlakuan benih tersebut
agar benih selalu terjaga kesehatannya sebelum ditanam di areal pertanaman.
Selain itu, diharapkan benih tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman yang produktif sesuai dengan potensi genetiknya (Mahmud et al. 2010).
Perlakuan benih dapat dilakukan secara fisik, biologi, dan kimia.
Hot water treatment merupakan perlakuan fisik benih dengan cara
merendam benih dalam air pada suhu tinggi. Perendaman benih dalam air panas
sebelum ditanam dapat membantu benih melakukan perkecambahan atau
mematahkan dormansi benih dan juga menghilangkan patogen terbawa benih.
Perlakuan air panas (hot water treatment) pada suhu 50°C dapat digunakan untuk
mencegah penyakit tular benih yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri
(Situmeang et al. 2014).
Plant growth promoting rhizobacter (PGPR) merupakan alternatif teknologi
ramah lingkungan yang dapat digunakan dalam pengendalian patogen terbawa
benih secara biologi. Peran PGPR sebagai agens pengendali hayati yaitu karena
kemampuannya bersaing dalam mendapatkan zat makanan, atau hasil-hasil
metabolit yang bersifat antagonis terhadap patogen (Lizansari 2013). Selain itu,
penggunaan PGPR pada perlakuan benih mampu memperbaiki dan meningkatkan
mutu benih. Penggunaan PGPR pada benih dapat meningkatkan viabilitas dan
vigor benih (Sutariati et al. 2014).

Tujuan Penelitian

Mengetahui berbagai cendawan yang dapat terbawa benih padi varietas IPB-
3S, melakukan uji patogenisitas dari cendawan tersebut, serta mengetahui potensi
pengendaliannya dengan perlakuan benih padi baik secara fisik maupun biologi.

Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai berbagai cendawan yang dapat terbawa


oleh benih padi varietas IPB-3S, serta potensi pengendaliannya baik secara fisik
maupun biologi.
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikologi, dan Klinik Tanaman,


Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2016.

Bahan dan Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah laminar air flow, autoklaf, pinset, gelas ukur,
sprayer, cawan petri, water bath, tabung reaksi, mikroskop, freezer, gelas objek,
cover glass, kain kasa, baki, plastik, dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah
benih tanaman padi varietas IPB-3S yang didapatkam dari Gudang Penyimpanan
Benih di Sawah Baru Dramaga, Bogor, akuades, NaOCl 1%, media kertas, media
agar, dan PGPR.

Metode Penelitian

Uji Kesehatan Benih dengan Pengamatan Biji Kering


Sebanyak 400 benih padi varietas IPB-3S diperiksa secara langsung. Benih
tersebut diamati gejala perubahan fisik yang abnormal seperti perubahan warna,
ukuran, serta bentuknya. Spora cendawan yang terdeteksi pada pernukaan kulit
benih diperiksa dengan menggunakan mikroskop, kemudian cendawan tersebut
diidentifikasi.

Uji Kesehatan Benih dengan Blotter Test


Uji kesehatan benih dilakukan dengan perlakuan sterilisasi dan tanpa
sterilisasi. Benih yang digunakan adalah 400 benih padi varietas IPB-3S untuk
masing-masing perlakuan. NaOCl 1% digunakan untuk perlakuan sterilisasi
selama satu menit, kemudian dibilas dengan akuades steril dua kali selama
masing-masing dua menit. Sebanyak lima lembar kertas buram steril yang sudah
dicetak seukuran cawan petri diletakkan dalam cawan dan dilembabkan dengan
akuades steril. Benih padi ditanam pada media kertas yang sudah dilembabkan
tersebut. Satu cawan petri berisi 25 benih. Benih padi diinkubasi dalam suhu
ruang selama dua hari, suhu -20°C selama satu hari, dua hari inkubasi pada suhu
ruang kembali, dan terakhir inkubasi dibawah sinar NUV sampai hari ke-14
dengan 12 jam terang dan 12 jam gelap. Penyiraman dilakukan saat media kertas
mulai kering. Pengamatan dilakukan setiap hari. Cendawan yang tumbuh pada
benih dibiakkan pada media agar kemudian diidentifikasi.

Uji Patogenisitas
Cendawan yang didapatkan dari hasil pengujian kesehatan benih kemudian
dibiakkan di dalam media agar. Sebanyak 25 benih ditanam pada koloni murni
cendawan tersebut. Pengujian setiap koloni murni cendawan diulang sebanyak
4

tiga kali. Sebelum ditanam, benih disterilisasi menggunakan NaOCl 1% selama 5


menit untuk mematikan cendawan terbawa benih lainnya pada benih yang akan
diujikan. Benih yang telah disterilisasi dibilas dengan akuades steril dua kali.
Pengamatan dilakukan terhadap tingkat infeksi dengan rumus:

Perlakuan Benih dengan Metode Hot Water Treatment


Perlakuan dengan air panas dilakukan pada tiga suhu yang berbeda, yaitu
50, 54, dan 57°C. Masing-masing suhu menggunakan perendaman awal
(presoaking) yang berbeda, yaitu selama 8 jam, 3 jam, dan tanpa perendaman.
Setiap perlakuan direndam menggunakan water bath selama 15 menit. Sebelum
direndam benih dibungkus dengan menggunakan kain kasa. Jumlah benih yang
digunakan untuk setiap perlakuan adalah 200 benih, 100 benih untuk uji kesehatan
benih, dan 100 benih untuk pengamatan pertumbuhan.

Perlakuan Benih dengan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)


PGPR yang digunakan merupakan PGPR komersial (Rhizomax) dengan
kandungan Bacillus polymixa dan Pseudomonas flourescens. konsentrasi yang
digunakan dalam aplikasi ini mengikuti anjuran konsentrasi pada kemasan.
Perendaman padi dengan larutan PGPR menggunakan 1 gram PGPR dalam 100
ml air steril. Benih padi yang diberi perlakuan sebanyak 200 benih, masing-
masing 100 benih untuk uji kesehatan benih, dan 100 benih untuk pengamatan
pertumbuhan. Perendaman benih dilakukan selama 12 jam.

Uji Kesehatan Benih setelah Perlakuan


Benih yang telah diberi perlakuan ditanam pada media kertas yang telah
dilembabkan dalam cawan petri. Masing-masing cawan berisi 25 benih. Benih
padi diinkubasi dalam suhu ruang selama dua hari, suhu -20°C selama satu hari,
dua hari inkubasi pada suhu ruang kembali, dan terakhir inkubasi dibawah sinar
NUV sampai hari ke-14 dengan 12 jam terang dan 12 jam gelap. Cendawan yang
tumbuh pada benih dibiakkan pada media agar kemudian diidentifikasi.

Pengamatan Pertumbuhan Benih


Benih yang telah diberi perlakuan ditanam pada media kertas dalam baki.
Sebanyak lima lembar kertas buram dilipat-lipat dan dilembabkan dengan akuades
steril. Kertas kemudian diletakkan dalam baki. Benih padi yang telah diberi
perlakuan ditanam pada kertas tersebut. Setiap baki berisi 50 benih. Setelah itu
baki disungkup dengan plastik yang telah diberi lubang. Kemudian benih
diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari. Penyiraman dilakukan setiap 2 hari
sekali. Pengamatan dilakukan pada hari ke-7 (hitungan 1), 10 (hari antara), dan 14
(hitungan 2).
Pengamatan Potensi Tumbuh Maksimum (PTM). PTM dihitung
berdasarkan persentase kecambah normal pada hitungan pertama dan kecambah
normal serta abnormal pada hitungan kedua terhadap total benih yang ditanam.
5

Pengamatan Daya Berkecambah Benih (DB). DB dihitung berdasarkan


persentase kecambah normal hitungan pertama (∑ KN 1) dan kecambah normal
pada hitungan kedua (∑ KN 2) terhadap total benih yang ditanam.
Pengamatan Keserempakan Tumbuh Benih (Kst). Kst dihitung
berdasarkan persentase kecambah normal yang tumbuh diantara hitungan pertama
dan kedua (∑ KN antara) terhadap total benih yang ditanam.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perlakuan benih dengan metode hot water treatment untuk melihat


pengaruhnya terhadap tingkat infeksi cendawan disusun dalam rancangan acak
lengkap dua faktor (faktor pertama: suhu, faktor kedua: perendaman awal). Data
dianalisis ragam dan uji lanjut Duncan menggunakan SAS 9.0. Pengaruh
perlakuan benih dengan metode hot water treatment terhadap daya berkecambah,
potensi tumbuh maksimum, dan keserempakan tumbuh benih diolah dan disajikan
dalam bentuk grafik dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2007. Pengaruh
perlakuan benih dengan PGPR terhadap tingkat infeksi cendawan pada benih,
daya berkecambah benih, potensi tumbuh maksimum, dan keserempakan tumbuh
benih diolah dan disajikan dalam bentuk grafik dengan menggunakan Microsoft
Office Excel 2007.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Kesehatan Benih dengan Pengamatan Biji Kering

Pengujian kesehatan benih dengan pengamatan biji kering dilakukan


melalui pemeriksaan benih menggunakan alat bantu seperti mikroskop.
Pemeriksaan biji kering dilakukan tanpa memberikan perlakuan terlebih dahulu
pada benih yang akan diperiksa. Pengataman biji kering terutama digunakan
untuk mendeteksi cendawan yang terdapat pada permukaan benih. Namun metode
ini tidak dapat mendeteksi cendawan dalam jaringan benih.
Mutu benih menjadi faktor penentu keberhasilan penanaman secara
ekonomis. Mutu benih dapat dilihat dari tingkat kemurnian, daya berkecambah,
vigor, dan viabilitas benih. Salah satu yang mempengaruhi mutu benih adalah
mutu fisik benih. Mutu fisik yang tinggi ditandai dengan struktur morfologis yang
baik, serta ukuran dan berat benih yang normal (Ilyas 2012). Gejala perubahan
fisik menjadi abnormal seperti perubahan warna, bentuk, dan ukuran pada benih
menunjukkan rendahnya mutu fisik benih.
Gejala perubahan fisik yang terlihat pada permukaan benih yaitu perubahan
warna pada kulit benih berupa bercak kecoklatan dan bentuk benih yang keriput.
Terdapat 58 benih padi yang menunjukkan gejala perubahan fisik yang abnormal
dari total 400 benih yang diperiksa. Namun, dari total jumlah benih dengan
perubahan fisik yang abnormal tersebut tidak ditemukan spora cendawan. Setelah
dilakukan pengujian kesehatan dengan metode blotter test didapatkan bahwa 4
dari 58 benih dengan perubahan fisik yang abnormal terserang Aspergillus.
Menurut Chailani (2010), cendawan di tempat penyimpanan seperti Aspergillus
dapat menyebabkan kerusakan atau perubahan warna pada benih.
Gejala perubahan fisik yang abnormal pada produk pascapanen juga dapat
disebabkan karena aktivitas metabolisme dari jaringan bahan-bahan yang
disimpan, atau karena fluktuasi dari keadaan luar (environment) (Chailani 2010).
Menurut Widajati et al. (2013), terjadinya perubahan warna pada benih juga
termasuk salah satu proses kemunduran benih selama masa penyimpanan.
Kemunduran benih merupakan berkurangnya mutu fisiologi benih yang dapat
menimbulkan perubuhan baik fisik, fisiologi, maupun kimiawi yang dapat
mengakibatkan menurunnya viabilitas benih.

a b
Gambar 1 Gejala perubahan fisik yang abnormal pada benih padi varietas IPB-
3S; gejala bercak coklat (a); gejala keriput pada benih (b)
7

Uji Kesehatan Benih dengan Metode Blotter Test

Uji kesehatan benih dengan metode blotter test menggunakan kertas sebagai
media pertumbuhan. Blotter test termasuk ke dalam uji kesehatan benih dengan
metode inkubasi. Prinsip dari metode inkubasi adalah memberikan kondisi
tumbuh yang optimum bagi patogen terbawa benih. Keuntungan dari pengujian
kesehatan benih dengan metode inkubasi yaitu patogen terbawa benih baik yang
terdapat di permukaan maupun di dalam jaringan benih dapat teramati.
Mutu patologis benih menunjukkan tingkat kesehatan benih. Informasi
mengenai status kesehatan benih diperlukan sebagai dasar dalam memberikan
perlakuan yang tepat pada benih. Patogen terbawa benih yang berada
dipermukaan maupun dalam jaringan benih dapat menurunkan perkecambahan
atau mengakibatkan penyakit pada tanaman. Hal tersebut dapat berpengaruh
negatif terhadap mutu dan hasil tanaman. Pengujian kesehatan benih dan
perlakuan benih dalam mengendalikan patogen terbawa benih serta menghasilkan
tanaman sehat menjadi sangat penting (Ilyas 2012).
Hasil pengujian kesehatan benih dengan metode blotter test pada perlakuan
sterilisasi dan tanpa sterilisasi permukaan didapatkan tujuh genus cendawan
terbawa benih yaitu Aspergillus, Rhizoctonia, Curvularia, Fusarium,
Colletotrichum, Penicillium, dan Rhizopus. Tingkat infeksi cendawan pada benih
padi tanpa sterilisasi dan dengan sterilisasi permukaan memperlihatkan perbedaan
yang signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa cendawan yang terdapat pada
benih padi varietas IPB-3S ini sebagian besar adalah cendawan pada permukaan
kulit benih atau termasuk cendawan kontaminasi. Fusarium tidak terdeteksi pada
perlakun benih dengan sterilisasi permukaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Fusarium hanya terbawa pada permukaan benih (Tabel 1).

Tabel 1 Tingkat infeksi awal cendawan pada pemeriksaan kesehatan ibenih padi
ivarietas IPB-3S
Tingkat Infeksi (%)
Genus Cendawan Tanpa sterilisasi Sterilisasi
permukaan permukaana
Aspergillus 3.75 3.25
Rhizoctonia 1.75 0.50
Curvularia 2.50 0.50
Fusarium 2.00 0.00
Colletotrichum 3.00 0.50
Penicillium 9.25 0.75
Rhizopus 6.50 0.50
a
Sterilisasi permukaan dengan NaOCl 1% selama 1 menit.

Penicillium, Aspergillus, dan Rhizopus merupakan cendawan pascapanen


yang terdapat di tempat penyimpanan, biasanya disebut dengan cendawan gudang
(storage fungi). Cendawan gudang tidak berperan dalam pengembangan penyakit
di lapangan, tetapi dapat menurunkan mutu benih dalam penyimpanan. Hal
tersebut dapat mengakibatkan penurunan daya berkecambah benih. Umumnya
8

cendawan gudang mampu tumbuh pada benih padi yang disimpan dengan kadar
air yang seimbang dengan lengas nisbi udara 65-90 persen. Cendawan gudang
juga dapat menginfeksi jaringan benih melalui luka pada pericarp atau testa
(Agarwal dan Sinclair 1996).
Fusarium, Rhizoctonia, Curvularia, dan Colletotrichum merupakan
cendawan yang terdapat di lapangan (field fungi). Cendawan lapang dapat
menginfeksi benih pada saat pertumbuhan tanaman maupun pada saat panen.
Infeksi cendawan ini biasanya melalui tanah atau sisa tanaman sakit. Umumnya
kerusakan yang disebabkan oleh cendawan lapang terjadi di lapangan, dengan
sedikit atau tanpa kerusakan yang terjadi selama penyimpanan (Agarwal dan
Sinclair 1996).
Aspergillus, Penicillium, Fusarium, Rhizoctonia, Curvularia, dan
Colletotrichum termasuk kelompok cendawan dalam filum Deuteromycota,
kelompok ini dikenal sebagai fungi imperfect. Keenam cendawan tersebut berada
dalam kelas Coleomycetes. Struktur cendawan Aspergillus terdiri atas vesikel,
fialid, dan konidium. Penicillium terdiri atas konidiofor yang mempunyai metula
dan membawa fialid berbentuk botol (Gianina 2015). Fusarium memiliki struktur
yang terdiri atas makrokonidium dan mikrokonidium. Rhizoctonia memiliki
miselium yang membentuk percabangan tegak lurus. Ciri khas dari cendawan
genus Curvularia yaitu mempunyai konidium yang membengkok, dan terdiri atas
3-5 sel. Struktur cendawan Colletotrichum terdiri dari aservulus, seta, dan
konidiumnya yang bersel satu. Masa konidiumnya jika dilihat secara makroskopis
umumnya tampak sebagai koloni berwarna jingga (Gunawan et al. 2011).
Sedangkan Rhizopus merupakan cendawan dalam filum Zygomicota. Struktur
cendawan ini terdiri atas sporangiofor sebagai tangkai yang menyangga
sporangium (Gambar 2) (Gianina 2015).

a b c

d e f g

Gambar 2 Mikroskopis cendawan hasil pemeriksaan kesehatan benih padi


ivarietas IPB-3S idengan perbesaran 40x10. Colletotrichum (a);
iAspergillus (b); iCurvularia (c); Fusarium (d); Rhizopus (e);
iPenicillium (f); iRhizoctonia (g)
97

Aspergillus dan Penicillium dapat mengontaminasi benih pada saat


penyimpanan. Kedua cendawan ini menghasilkan toksin yang dapat mengubah
kandungan kimia, menyebabkan perubahan warna pada benih, menurunkan nilai
gizi benih, serta berpengaruh terhadap perkecambahan benih (Saylendra 2010).
Rhizopus menyebabkan perubahan warna, bau, dan pembusukan gabah. Rhizopus
juga menyebabkan hawar pada bibit padi, pertumbuhan akar terganggu oleh
toksin (rhizoxin) yang diekskresikan oleh patogen tular tanah (Webster dan Weber
2007). Cendawan Fusarium yang menginfeksi lewat benih padi menyebabkan
benih berwarna cokelat muda sampai dengan cokelat tua. Selain itu, benih padi
yang terserang cendawan Fusarium dapat menjadi hampa. Cendawan ini juga
menyebabkan penyakit layu pada tanaman (Chailani 2010).
Rhizoctonia merupakan patogen tular tanah (soil borne pathogen) yang
dapat bertahan dalam tanah pada bentuk sklerotium dan miselium, terutama di
tanah yang banyak mengandung bahan organik. Cendawan ini menyebabkan
busuk pelepah pada tanaman padi (Soenartiningsih et al. 2015). Curvularia
merupakan cendawan penyebab bercak daun, busuk biji, busuk akar, perubahan
warna pada benih, bercak pada benih, dan deformasi benih (Chailani 2010).
Colletotrichum dapat ditemukan pada benih padi dan memang terbawa dari
lapang. Colletotrichum dapat menyebabkan penyakit semai. Benih yang terserang
cendawan Colletotrichum akan memperlihatkan tanda berupa aservulus dengan
seta pada permukaan benih (Agarwal dan Sinclair 1996).

Uji Patogenisitas

Uji patogenisitas dilakukan untuk mengetahui apakah cendawan yang


terdeteksi pada uji kesehatan benih berpotensi sebagai patogen. Cendawan yang
berpotensi sebagai patogen akan menyebabkan benih tidak dapat berkecambah,
benih menjadi busuk, nekrosis pada kecambah, pertumbuhan kecambah yang
terhambat, bahkan kematian pada kecambah. Gejala tersebut disebabkan karena
metabolit sekunder yang dihasilkan cendawan terbawa benih yang bersifat toksik
bagi benih maupun kecambah (Harahap et al. 2015).

Tabel 2 Hasil uji patogenisitas cendawan terhadap benih padi


Jumlah benih dengan kondisi gejala Insidensi
Genus Jumlah benih
penyakita penyakit
cendawan (biji)
BS TB BN BM (%)
Aspergillus 75 9 15 57 19 91
Rhizoctonia 75 5 23 67 5 95
Fusarium 75 0 36 37 27 100
Colletotrichum 75 0 0 13 87 100
Curvularia 75 0 13 63 24 100
Penicillium 70 8 9 68 15 92
Rhizopus 75 9 61 22 8 91
a
BS: benih berkecambah sehat; TB: benih mati tidak berkecambah; BN: benih berkecambah dan
mengalami nekrosis; BM: benih berkecambah lalu mati.
10

Uji patogenisitas cendawan terhadap benih padi menyebabkan insidensi


penyakit mencapai lebih dari 90% untuk setiap genus cendawan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ketujuh genus cendawan yang diperoleh dari benih padi
varietas IPB-3S berpotensi sebagai patogen. Insidensi penyakit Aspergillus dan
Rhizopus adalah 91%, Penicillium 92%, Rhizoctonia 95%, sedangkan Fusarium,
Colletotrichum, dan Curvularia mencapai 100% (Tabel 2).
Aspergillus menyebabkan kecambah mengalami bercak nekrotik terutama
pada bagian akar dan koleoptil. Rhizoctonia menyebabkan benih mengalami
bercak nekrotik pada akar, koleoptil, dan daun, serta menyebabkan layu pada
kecambah. Fusarium menyebabkan benih tidak mampu berkecambah, dan
menimbulkan bercak nekrotik terutama pada bagian akar dan koleoptil.
Colletotrichum menyebabkan hambatan pada perkecambahan benih dan
menyebabkan kematian pada kecambah. Curvularia menghambat perkecambahan
benih dan menimbulkan bercak nekrotik pada akar, koleoptil, dan daun.
Penicillium menyebabkan bercak nekrotik pada akar dan koleoptil. Rhizopus
menyebabkan benih tidak mampu berkecambah karena koloni cendawan
menutupi benih.

a b c

Gambar 3 Pengaruh infeksi cendawan terhadap kecambah padi; nekrotik pada


ikoleoptil (a); kecambah terhambat pertumbuhannya dan mati (b);
inekrotik pada akar (c)

Perlakuan Benih dengan Metode Hot Water Treatment

Pengaruh Hot Water Treatment terhadap Tingkat Infeksi Cendawan


Perlakuan benih secara fisik merupakan setiap metode perlakuan benih yang
tidak menggunakan bahan kimia, salah satunya adalah dengan perlakuan
menggunakan air panas (hot water treatment) (IRRI 1994). Perlakuan benih
dengan air panas digunakan secara luas untuk mengontrol patogen terbawa benih.
Hot water treatment lebih direkomendasikan untuk benih yang tahan terhadap air
panas. Hot water treatment tidak berlaku untuk benih yang kulitnya mudah pecah
pada saat menyerap air (Agarwal dan Sinclair 1996).
Menurut IRRI (1994), eliminasi nematoda terbawa benih efektif dilakukan
dengan hot water treatment pada suhu 52-57°C selama 15 menit dengan
perendaman awal (presoaking) selama 3 jam. Hot water treatment pada suhu 53-
54°C selama 10-12 menit dan presoaking selama 8 jam dalam air bersuhu normal
efektif dalam mengeliminasi cendawan terbawa benih. Kabir (2004) menyatakan
bahwa hot water treatment pada suhu 53-54°C selama 15 menit efektif dalam
mengeliminasi cendawan terbawa benih padi.
117

Tabel 3 Pengaruh kombinasi perlakuan suhu dan perendaman awal terhadap


iiiiiiiiiiiiiiitingkat infeksi cendawan pada benih padi varietas IPB-3S
Tingkat infeksi (%)a
Perlakuan
Aspr Rztn Crvl Pncl Rzps Fsrm Cltr
Kontrol 4.00a 2.00a 3,00a 9.00a 7.00a 2.00a 3.00a
S50R0 0.00a 0.25a 0.25b 0.50b 2.00a 0.00b 0.00b
S50R3 1.00a 0.00a 0.00b 0.25b 0.00b 0.00b 0.00b
S50R8 0.25a 0.00a 0.00b 0.00b 0.00b 0.00b 0.00b
S54R0 0.00a 0.00a 0.25b 0.75b 0.00b 0.00b 0.00b
S54R3 0.25a 0.00a 0.00b 0.25b 0.00b 0.00b 0.00b
S54R8 1.74a 0.00a 0.00b 0.00b 0.00b 0.00b 0.00b
S57R0 0.00a 0.00a 0.25b 0.00b 0.00b 0.00b 0.00b
S57R3 0.25a 0.00a 0.00b 0.00b 0.00b 0.00b 0.00b
S57R8 0.00a 0.00a 0.00b 0.00b 0.00b 0.00b 0.00b
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); Aspr: Aspergillus; Rztn: Rhizoctonia, Crvrl:
Curvularia; Pncl: Penicillium; Rzps: Rhizopus; Fsrm: Fusarium; Cltr: Colletotrichum; S50R0:
suhu 50°C tanpa perendaman awal; S50R3: suhu 50°C perendaman awal 3 jam; S50R8: suhu 50°C
perendaman awal 8 jam; S54R0: suhu 54°C tanpa perendaman awal; S54R3: suhu 54°C
perendaman awal 3 jam; S54R8: suhu 54°C perendaman awal 8 jam; S57R0: suhu 57°C tanpa
perendaman awal; S57R3: suhu 57°C perendaman awal 3 jam; S57R8: suhu 57°C perendaman
awal 8 jam.

Kombinasi perlakuan suhu dan perendaman awal (presoaking) dapat


menurunkan tingkat infeksi cendawan terbawa benih padi dibandingkan dengan
kontrol. Berdasarkan uji statistika semua kombinasi perlakuan suhu dan
perendaman awal berbeda nyata terhadap tingkat infeksi cendawan Curvularia,
Penicillium, Fusarium, dan Colletotrichum dibandingkan dengan kontrol. Tingkat
infeksi Rhizopus tidak berbeda nyata antara kontrol dengan perlakuan suhu 50°C
tanpa perendaman awal. Sedangkan tingkat infeksi Aspergillus dan Rhizoctonia
tidak berbeda nyata antara kontrol dan semua kombinasi perlakuan suhu dan
perendaman awal (Tabel 3).
Aspergillus merupakan cendawan tular udara. Kontaminasi saat perlakuan
dapat terjadi pada masa inkubasi. Agarwal dan Sinclair (1996) menyatakan bahwa
Aspergillus sebagai cendawan tular tanah, dan tanah diasumsikan menjadi sumber
utama inokulum udara. Rhizopus juga merupakan cendawan tular udara.
Kontaminasi saat perlakuan sangat mudah terjadi pada suhu yang kurang optimum
dalam mengendalikan cendawan tersebut. Kader dan Kitinoja (2002) menyatakan
bahwa perlakuan air panas dengan suhu 52°C efektif dalam mengendalikan
Rhizopus stolonifer pada buah peach. Oleh sebab itu, pada suhu 54 dan 57°C
cendawan ini dapat dikendalikan dengan baik.
Rhizoctonia terdeteksi hanya pada perlakuan suhu 50°C tanpa perendaman
awal. Soenartiningsih et al. (2015) menyatakan bahwa pengendalian penyakit
busuk pelepah yang disebabkan oleh Rhizoctonia dapat dilakukan dengan
solarisasi tanah pada suhu lebih dari 50°C. Hal tersebut berkorelasi positif dengan
hot water treatment pada suhu >50°C mampu mengendalikan Rhizoctonia pada
benih padi.
12

Suhu optimum untuk perkembangan Curvularia adalah antara 25-28°C.


Penicillium berkembang baik pada suhu 15-25°C (Chailani 2010). Fusarium
berkembang pada suhu tanah 21-33°C dengan suhu optimum 25-28°C
(Agustining 2012). Spora Colletotrichum tumbuh paling baik pada suhu 25-28°C
sedangkan dibawah 5°C dan diatas 40°C tidak dapat berkecambah (BBPPTP
2013). Oleh sebab itu Perlakuan air panas pada suhu 50°C tanpa perendaman awal
dapat menurukan tingkat infeksi cendawan Curvularia, Penicillium, Fusarium,
dan Colletotrichum. Suhu paling efektif dalam mengendalikan cendawan terbawa
benih padi adalah 54 dan 57°C. Namun pada suhu 57°C dapat mempengaruhi
perkecambahan benih.
Perendaman awal (presoaking) mungkin atau tidak dilakukan pada benih
sebelum perlakuan panas, tergantung pada jenis tanaman dan patogen. Presoaking
dilakukan untuk mengganti udara antara lapisan embrio benih dengan air, yang
merupakan konduktor panas yang lebih baik. Air yang masuk ke dalam benih
dapat merangsang perkecambahan cendawan terbawa benih. Hal tersebut
membuat cendawan pada benih lebih rentan dan mudah untuk dikendalikan
(Agarwal dan Sinclair 1996).

Pengaruh Hot Water Treatment terhadap Pertumbuhan Benih


Perendaman benih dalam air panas dapat mempercepat proses imbibisi.
Suhu memegang peranan penting dalam memberikan tekanan untuk masuknya air
ke dalam biji. Perendaman benih menyebabkan kulit benih permeabel terhadap air
dan masuknya oksigen (Marthen et al. 2013). Oleh sebab itu hot water treatment
pada benih dapat meningkatkan perkecambahan.
Vigor dan viabilitas benih menjadi tolak ukur benih berkualitas serta
menjadi fokus utama dalam ilmu dan teknologi benih. Viabilitas potensial benih
adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal dan berproduksi normal pada
kondisi optimum. Tolak ukur viabilitas potensial benih adalah daya berkecambah
benih dan berat kering kecambah normal. Vigor benih merupakan kemampuan
benih untuk tumbuh normal dan berproduksi normal pada kondisi suboptimum.
Vigor benih dibagi menjadi vigor kekuatan tumbuh benih dan vigor daya simpan
benih. Tolak ukur vigor kekuatan tumbuh benih adalah kecepatan tumbuh benih
dan keserempakan tumbuh benih (Widajati et al 2013).
Pengamatan pertumbuhan benih meliputi potensi tumbuh maksimum, daya
berkecambah, dan keserempakan tumbuh benih. Potensi tumbuh maksimum
menjadi tolak ukur viabilitas total benih. Daya berkecambah benih diharapkan
dapat mewakili viabilitas potensial benih. Keserempakan tumbuh benih
diharapkan dapat mewakili vigor kekuatan tumbuh benih. Menurut ISTA (2014)
hitungan pertama dalam pengamatan daya berkecambah benih padi adalah pada
hari ke-7, sedangkan hitungan kedua adalah hari ke-14. Hari antara hitungan
pertama dan kedua digunakan untuk pengamatan kecambah normal sebagai tolak
ukur keserempakan tumbuh benih (Rahayu 2015).
13
7

120 DB Kst PTM

Perkecambahan (%)
100
80
60
40
20
0
Kontrol S50R0 S50R3 S50R8 S54R0 S54R3 S54R8 S57R0 S57R3 S57R8
Perlakuan

Gambar 4 Pengaruh kombinasi perlakuan suhu dengan perendaman awal


terhadap daya berkecambah (DB), keserempakan tumbuh (Kst), dan
potensi tumbuh maksimum (PTM) benih padi varietas IPB-3S.

Perlakuan suhu dan perendaman awal dapat meningkatkan daya


berkecambah, keserempakan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum benih padi
terutama pada suhu 50 dan 54°C. Persentase terendah terdapat pada perlakuan
suhu 57°C dan perendaman awal 8 jam. Daya berkecambah benih 20%,
keserempakan tumbuh 7%, dan potensi tumbuh maksimum 67%. Penuhnya
konten air dalam benih mengakibatkan turgiditas sel menjadi tidak stabil dan
dapat membuat sel pecah. Selain itu, enzim α-amilase yang terdapat pada embrio
mengalami denaturasi. Menurut Sebayang (2005), suhu optimum untuk enzim α-
amilase adalah 60°C. Sebelum mencapai suhu 60°C aktivitas enzim akan menurun
energi aktivasi yang diperlukan untuk mengatalisis reaksi hidrolisis dalam
merombak pati tidak dapat bekerja dengan baik.

Perlakuan benih dengan Plant Growth Promoting Rhizobacter (PGPR)

Pengaruh PGPR terhadap Tingkat Infeksi Cendawan

4
Tingkat infeksi (%)

PGPR Kontrol
3

0
Aspr Rztn Crvl Pncl Rzps Fsrm Cltr

Jenis cendawan

Gambar 5 Pengaruh perlakuan PGPR terhadap tingkat infeksi cendawan pada


iiiiiiiiiiiiiiiii benih padi varietas IPB-3S
14

Perlakuan benih dengan menggunakan PGPR dapat menurunkan tingkat


infeksi cendawan pada benih padi terutama pada genus Fusarium, Colletotrichum,
Penicillium, dan Rhizopus. Tingkat infeksi cendawan Aspergillus dan Rhizoctonia
juga menurun walaupun tidak signifikan berbeda dibandingkan dengan kontrol.
Sedangkan untuk Curvularia, memiliki tingkat infeksi yang sama antara kontrol
dan perlakuan (Gambar 4).
Martosudiro (2013) menyatakan bahwa bakteri PGPR berperan dalam
melindungi tanaman dari serangan patogen melalui mekanisme antibiosis,
parasitisme, atau melalui peningkatan respon ketahanan pada tanaman.
Kandungan PGPR yang digunakan adalah Pseudomonas flourescens dan Bacillus
polymixa. Pseudomonas flourescens menghasilkan senyawa HCN yang
merupakan senyawa metabolit dan bersifat toksik terhadap cendawan patogen
(Salamiah dan Wahdah 2015). Bacillus polymixa termasuk bakteri kitinolitik yang
menghasilkan enzim kitinase. Bakteri tersebut dapat mendegradasi kitin yang
menjadi penyusun dinding sel cendawan. Selain itu, Pseudomonas flourescens
dan Bacillus polymixa juga memiliki kemampuan melarutkan fosfat yang dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, memfiksasi nitrogen, serta
memproduksi hormon tumbuh seperti IAA dan sitokinin (Zainudin et al. 2014).
Oleh sebab itu, walaupun sifat antibiosis pada PGPR yang digunakan tidak dapat
menghambat pertumbuhan cendawan patogen secara menyeluruh, namun PGPR
mampu meningkatkan respon ketahanan tanaman dan meningkatkan pertumbuhan
tanaman.

Pengaruh PGPR terhadap Pertumbuhan Benih


Perlakuan PGPR meningkatkan daya berkecambah dan keserempakan
tumbuh benih padi. Daya berkecambah dan keserempakan tumbuh benih
perlakuan PGPR adalah 97%, sedangkan kontrol 91%. Potensi tumbuh maksimum
pada perlakuan PGPR dan kontrol adalah 99%. PGPR dapat meningkatkan
kesuburan tanaman, dan meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman.
Penggunaan PGPR pada benih dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih
(Sutariati et al. 2014).

120 DB Kst PTM


Perkecambahan (%)

100
80
60
40
20
Kontrol PGPR
Perlakuan

Gambar 6 Pengaruh perlakuan PGPR terhadap daya berkecambah (DB),


iikeserempakan tumbuh (Kst), dan potensi tumbuh maksimum
ii(PTM) ipada benih padi varietas IPB-3S
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Cendawan yang ditemukan pada benih padi varietas IPB-3S yaitu genus
Aspergillus, Penicillium, Rhizopus, Rhizoctonia, Curvularia, Fusarium dan
Colletotrichum. Cendawan-cendawan tersebut bersifat patogenik pada tanaman
padi. Perlakuan benih dengan metode hot water treatment pada suhu 54°C selama
15 menit, serta perlakuan PGPR dapat mengurangi infeksi cendawan dan
meningkatkan perkecambahan pada benih padi varietas IPB-3S.

Saran

penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengujian kesehatan benih


dengan beberapa metode yang berbeda agar dapat membandingkan jenis
cendawan yang terdeteksi dari berbagai metode. Selain itu, perlakuan benih yang
digunakan dapat lebih beragam untuk membandingkan perlakuan yang lebih
efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal VK, Sinclair JB. 1996. Principles of Seed Pathology Second Edition.
New York (US): CRC Press.
Agustining D. 2012. Daya hambat Saccharomyces cerevisiae terhadap
pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum [Skripsi]. Jember (ID):
Universitas Jember
Astuti D. 2009. Pengaruh matriconditioning plus minyak cengkeh terhadap
viabilitas, vigor, dan kesehatan benih padi (Oryza sativa) yang terinfeksi
Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
[BBPPTP] Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. 2013.
Ancaman penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides) pada
tanaman kakao dan pengendaliannya [Internet]. [diunduh 2016 Agustus 4].
Tersedia pada: http://ditjenbun.deptan.go.id/BBPPTPmed/.
Chailani SR. 2010. Penyakit-Penyakit Pascapanen Tanaman Pangan. Malang
(ID): UB press.
Gianina P. 2015. Inventarisasi cendawan terbawa benih padi pada varietas Pare
Lotong, Pare Pulu Lia dan padi Sentani asal Toraja Utara, Sulawesi Selatan
[Skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.
Gunawan AW, Rahayu G, Dharmaputra OS, Sudirman LI, Sukarno N, Listiyowati
S. 2011. Cendawan dalam Praktik Laboratorium. Bogor (ID): IPB Press.
Harahap AS, Yuliani TS, Widodo. 2015. Deteksi dan identifikasi cendawan
terbawa benih Brassicaceae. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 11(3): 97-103.
Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Press.
[IRRI] International Rice Research Institute. 2002. A Handbook of Rice
Seedborne Fungi. Manila (PH): IRRI.
[IRRI] International Rice Research Institute. 1994. A Manual of Rice Seed Health
Testing. Manila (PH): IRRI.
[ISTA] International Seed Testing Association. 2014. International Rules of Seed
Testing. Switzerland (CH): ISTA.
Kabir MA. 2004. Standarization of hot water treatment for important seed borne
pathogens of rice, wheat, and jute seeds [Tesis]. Mymensingh (BD):
Bangladesh Agricultural University.
Kader AA, Kitinoja L. 2002. Postharvest Horticulture Series No. 8. California
(US): University of California.
Lizansari KN. 2013. Perlakuan benih dan perendaman akar bibit dengan agens
hayati untuk mengendalikan serangan Xanthomonas oryzae pv. Oryzae serta
meningkatkan pertumbuhan tanaman padi di rumah kaca [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Mahmud Y, Nurlenawati N, Sugiarto. 2010. Pengaruh macam perlakuan benih
terhadap terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas unggul baru
tanaman padi (Oryza sativa L.) di lahan sawah irigasi Kecamatan Tempuran
Kabupaten Karawang. Solusi. 9(17): 53-63.
Marthen, Kaya E, Rehatta H. 2013. Pengaruh perlakuan perendaman terhadap
perkecambahan benih sengon (Paraserianthes falcataria L.). Jurnal Ilmu
Budidaya Tanaman. 2(1): 10-16.
17

Martosudiro M, Hadiastono T, dan A’yun KQ. 2013. Pengaruh penggunaan PGPR


(plant growth promoting rhizobacteria) terhadap intensitas TMV (Tobacco
mosaic virus), pertumbuhan, dan produksi pada tanaman cabai rawit
(Capsicum frutescens L.). Jurnal HPT. 1(1): 47-56.
Nurdin M. 2003. Inventarisasi beberapa mikroorganisme terbawa benih padi yang
berasal dari Talang Padang, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Jurnal
Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 3(2): 47-50.
Rahayu AD. 2015. Pengamatan daya berkecambah, optimalisasi substrat
perkecambahan dan pematahan dormansi benih kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus (L.) DC) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Salamiah dan Wahdah S. 2015. Pemanfaatan plant growth promoting
rhizobacteria (PGPR) dalam pengendalian penyakit tungro pada padi lokal
Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas
Indonesia. 1(6): 1448-1456.
Saylendra A. 2010. Identifikasi cendawan terbawa benih padi dari Kecamatan
Ciruas Kabupaten Serang Banten. Jurnal Agroekotek. 2(2):24-27.
Sebayang F. 2005. Isolasi dan pengujian aktivitas enzim α-amilase dari
Aspergillus niger dengan menggunakan media campuran onggok dan dedak.
Jurnal Komunikasi Penelitian. 17(5): 81-88.
Siregar IZ, Khumaida N, Noviana D, Wibowo MH, Azizah. 2013. Buku Varietas
Tanaman Unggul Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): IPB.
Situmeang M, Purwantoro A, Sulandari S. 2014. Pengaruh pemanasan terhadap
perkecambahan dan kesehatan benih kedelai (Glycine max (l.) Merrill).
Vegetalika. 3(3): 27-37.
Soenartiningsih, Akil M, Andayani MM. 2015. Cendawan tular tanah
(Rhizoctonia solani) penyebab penyakit busuk pelepah pada tanaman jagung
dan sorgum dengan komponen pengendaliannya. Iptek Tanaman Pangan.
10(2): 85-92.
Sukarman dan Hasanah M. 2003. Perbaikan mutu benih aneka tanaman
perkebunan melalui cara panen dan penanganan benih. Jurnal Litbang
Pertanian. 22(1): 16-23.
Sutariati GAK, Zul’aiza, Darsan S, Kasra MA, Wangadi S, Mudi LA. 2014.
Invigorasi benih padi gogo lokal untuk meningkatkan vigor dan mengatasi
permasalahan dormansi fisiologis pascapanen. Jurnal Agroteknos. 4(1): 10-
17.
Webster J, Weber RWS. 2007. Introduction of Fungi. Cambridge (UK):
Cambridge University Press.
Widajati E, Murniati E, Palupi ER, Kartika T, Suhartanto MR, Qadir A. 2013.
Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Press.
Zainudin, Abadi AL, Aini LQ. 2014. Pengaruh pemberian plant growth promoting
rhizobacteria (Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens) terhadap
penyakit bulai pada tanaman jagung (Zea mays L.). Jurnal HPT. 2(1): 11-
18.
LAMPIRAN
19

Lampiran 1 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Aspergillus dan
ikontrol pada perlakuan hot water treatment

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F


Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah hitung

Suhu 3 5.55479333 1.85159778 7.34 0.0008


Rendam 2 1.24724333 0.62362176 2.47 0.1013
Suhu*Rendam 4 3.93277333 0.98319333 3.90 0.0115
Galat 30 7.56390000 0.25213000
Total terkoreksi 39 18.29871000

Lampiran 2 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Rhizoctonia dan
ikontrol pada perlakuan hot water treatment

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F


Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah hitung

Suhu 3 2.59547250 0.86515750 17.41 <.0001


Rendam 2 0.89670375 0.44835188 9.02 0.0009
Suhu*Rendam 4 0.00000000 0.00000000 0.00 1.0000
Galat 30 1.49107500 0.04970250
Total terkoreksi 39 4.41789750

Lampiran 3 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Curvularia dan
ikontrol pada perlakuan hot water treatment

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F


Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah hitung

Suhu 3 3.91250250 1.30416750 8.75 0.0003


Rendam 2 2.95038375 1.47519188 9.89 0.0005
Suhu*Rendam 4 0.00000000 0.00000000 0.00 1.0000
Galat 30 4.47322500 0.14910750
Total terkoreksi 39 9.37977750
20

Lampiran 4 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Penicillium dan
ikontrol pada perlakuan hot water treatment

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F


Pr > F
Keragaman bebas kuadrat tengah hitung

Suhu 3 17.24891250 5.74963750 26.70 <.0001


Rendam 2 8.37969375 4.18984688 19.45 <.0001
Suhu*Rendam 4 0.00000000 0.00000000 0.00 1.0000
Galat 30 6.46132500 0.21537750
Total Terkoreksi 39 27.02373750

Lampiran 5 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Rhizopus dan
iikontrol pada perlakuan hot water treatment

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F


Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah hitung

Suhu 3 15.80469333 5.26823111 Infty <.0001


Rendam 2 10.78656000 5.39328000 Infty <.0001
Suhu*Rendam 4 2.23770667 0.55942667 Infty <.0001
Galat 30 0.00000000 0.00000000
Total terkoreksi 39 28.82896000

Lampiran 6 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Fusarium dan
iikontrol pada perlakuan hot water treatment

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F


Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah hitung

Suhu 3 2.72484000 0.90828000 4.91 <.0001


Rendam 2 0.45414000 0.22707000 1.23 <.0001
Suhu*Rendam 4 0.00000000 0.00000000 0.00 1.0000
Galat 30 0.00000000 0.00000000
Total terkoreksi 39 2.72484000
21

Lampiran 7 Hasil analisis sidik ragam tingkat infeksi cendawan Colletotrichum


idan kontrol pada perlakuan hot water treatment

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F


Pr > F
keragaman bebas kuadrat tengah hitung
Suhu 3 4.84416000 1.61472000 Infty <.0001
Rendam 2 0.80736000 0.40368000 Infty <.0001
Suhu*Rendam 4 0.00000000 0.00000000 - -
Galat 30 0.00000000 0.00000000
Total terkoreksi 39 4.84416000
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 April 1994 dari ayah Ulung
Jamaludin dan ibu Dasih Setiawati. Penulis adalah putri pertama dari tiga
bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 10 Bogor dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan dari Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi di
Departemen. Penulis menjadi anggota divisi PSDM dalam Himpunan Mahasiswa
Proteksi Tanaman (Himasita) tahun 2013-2014. Penulis juga mengikuti beberapa
club seperti Entomology, Organic Farming, dan Metamorfosa. Selain itu, penulis
juga aktif menjadi panitia dalam beberapa kegiatan seperti Masa Perkenalan
Fakultas (MPF), Masa Perkenalan Departemen (MPD), dan National Plant
Protection Event pada tahun 2013, 2014, dan 2015. Penulis juga pernah menjadi
asisten praktikum Dasar-Dasar Proteksi Tanaman tahun ajaran 2014/2015, dan
Ilmu Hama Tumbuhan Dasar pada tahun ajaran 2015/2016.

Anda mungkin juga menyukai