Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL

BEDAH PROFESI HEMODIALISA (HD) DI RADJAK


HOSPITAL SALEMBA

Pembimbing:
Ns. Seven Sitorus, S.Kep., M.Kep.,Sp.Kep.MB

Penyusun:
Liza Ika Wulandari
(1035201014)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH. THAMRIN
JAKARTA TIMUR 2021
A. Definisi Hemodialiasa (HD)
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialysis yang
berarti pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah proses pembersihan
darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi
pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang
membutuhkan dialysis waktu singkat.
Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser
yang terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali lagi
kedalam tubuh pasien.
Hemodialisa adalah tindakan mengeluarkan air yang bersih, zat sisa
nitrogen yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat, dan elektrolit
seperti kalium, fosfor, dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal
ginjal kronik, khususnya pada gagal ginjal terminal (GGT).

B. Tujuan Hemodialisa
Tujuan Hemodialisa adalah untuk memindahkan produk-produk limbah
yang terakumulasi dalam sirkulasi pasien dan dikeluarkan dalam mesin
dialysis (Mutataqin dan Sari, 2011).
Menurut Nurdin (2009), sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa
mempunyai tujuan:
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan
asam urat.
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikannya system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit dalam tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.

C. Prinsip Hemodialisa
Menurut Muttaqin dan Sari (2011). Disebukan bahwa ada tiga prinsip
yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu:
1. Difusi
Proses Difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya
perbedaan kadar didalam darah, makin banyak yang berpindah ke
dialisat.
2. Osmosis
Proses Osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga
kimiawi yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.
3. Ultrafiltrasi
Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat.

D. Dosis dan Kecukupan Dosis Hemodialisa


1. Dosis Hemodialisa
Dosis hemodialisa yang diberikan pada umumnya sebanyak 2 kali
seminggu dengan setiap hemodialisa selama 5 jam atau sebanyak 3
kali seminggu dengan setiap hemodialisis selama 4 jam.
2. Kecukupan Dosis Hemodialisa
Kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan disebut dengan
adekuasi hemodialisis. Adekuasi hemodialisis diukur dengan
menghitung urea reduction ratio (URR) dan urea kinetic modeling
(Kt/V). Nilai URR dihitung dengan mencari nilai rasio antara kadar
ureum pradialisis yang dikurangi kadar ureum pascadialisis.
Kemudian, perhitungan nilai Kt/V juga memerlukan kadar ureum
pradialisis dan pascadialisis, berat badan pradialisis dan pascadialisis
dalam satuan kilogram, dan lama proses hemodialisis dalam satu jam.
Pada hemodialisis dengan dosis 2 kali seminggu, dialisis dianggap
cukup bila nilai URR 65-70% dan nilai Kt/V 1,2-1,4.

E. Terapi Hemodialisa
Selama tindakan hemodialisa dilakukan, darah yang kontak dengan
dialyzer dan selang dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal
ini dapat mengganggu cara kerja dialyzer dan proses hemodialisis itu
sendiri. Untuk mencegah terjadinya pembekuan darah selama proses
hemodialisis, maka diperlu diberikan suatu antikoagulan agar aliran darah
dalam dialyzer dan selang tetap lancar. Terapi yang digunakan selama
proses hemodialisis, yaitu:
1. Heparin
Heparin merupakan antikoagulam pilihan untuk hemodialisa, selain
karena mudah diberikan dan efeknya bekerja cepat, juga mudah
untuk disingkirkan oleh tubuh. Ada 3 teknik pemberian heparin untuk
hemodialisa yang ditentukan oleh faktor kebutuhan pasien dan faktor
prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah sakit yang menyediakan
hemodialisa, yaitu:
a. Routine Continuous Infusion (heparin rutin)
Teknik ini sering digunakan sehari-hari. Dengan dosis injeksi
tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum hemodialisa
dimulai. Kemudian dilanjutkan 750-1250 U/kg/jam selama
proses hemodialisis berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1
jam sebelum hemodialisa selesai.
b. Repeated bolus
Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit
sebelum hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan dengan
dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg berulang-ulang sampai
hemodialisa selesai.
c. Tight heparin (heparin minimal)
Teknik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko
pendarahan ringan sampai sedang. Dosis injeksi tunggal dan laju
infus diberikan lebih rendah dari pada routine continuous
infusion yaitu 10-20 U/kg, 2-3 menit sebelum hemodialisa
dimulai. Kemudian dilanjutkan 500 U/kg selama proses
hemodialisis berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1 jam
sebelum hemodialisa selesai.
2. Heparin-free dialysis (Saline)
Teknik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko pendarahan
berat atau tidak boleh menggunakan heparin. Untuk mengatasi hal
tersebut diberikan normal saline 100 ml dialirkan dalam selang yang
berhubungan dengan arteri setiap 15-30 menit sebelum hemodialisa.
Heparin-free dialysis sangat sulit untuk dipertahankan membutuhkan
aliran darah arteri yang baik (>250 ml/ menit), dialyzer yang
memiliki koefisien ultrafiltrasi tinggi dan pengendalian ultrafiltrasi
yang baik.
3. Ragional citrate
Ragional citrate diberikan untuk pasien yang mengalami pendarahan,
sedang dalam resiko tinggi pendarahan atau pasien yang tidak boleh
menerima heparin. Kalsium darah adalah faktor yang memudahkan
terjadinya pembekuan, maka dari itu untuk mengencerkan darah
tanpa menggunakan heparin adalah dengan jalan mengurangi kadar
kalsium ion dalam darah. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan infus trisodium sitrat dalam selang yang berhubungan
dengan arteri dan menggunakan cairan dialisat yang bebas kalsium.
Namun demikian, akan sangat berbahaya apabila darah yang telah
mengalami proses hemodialisis dan kembali ketubuh pasien dengan
kadar kalsium yang rendah. Sehingga pada saat pemberian trisodium
sitrat dalam selang yang berhubungan dengan arteri sebaiknya juga
diimbangi dengan pemberian kalsium klorida dalam selang yang
berhubungan dengan vena.

F. Diet Pasien Hemodialisa


Diet pasien hemodialisa mengacu pada tingkat pemburukan fungsi
ginjalnya. Sehingga ada beberapa unsur yang harus dibatasi konsumsinya
yaitu:
1. Asupan protein dibatasi 1-1,2 g/kgBB/hari.
2. Asupan kalium dibatasi 40-70 meq/hari, mengingat adanya
penurunan fungsi sekresi kalium dan ekskresi urea nitrogen oleh
ginjal.
3. Jumlah kalori yang diberikan 30-35 kkal/kgBB/hari.
4. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada
ditambah dengan isensible water loss, sekitar 200-250 cc/hari.
5. Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan
tekanan darah dan edema.
6. Diet rendah kalium (Postassium) dan Natrium (Sodium)
Natrium banyak terkandung dalam garam dapur (Natrium Klorida).
Bagi penderita gagal ginjal hindari makanan yang mengandung
natrium tinggi. Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi natrium menyebabkan pasien menjadi banyak
minum, padahal asupan cairan pada pasien penyakit ginjal kronik
perlu dibatasi. Asupan garam yang dianjurkan sebelum dialysis antara
2,5-5 gr gram/hari. Nilai normal natrium adalah 135-145 mmol/L.

G. Komplikasi Tindakan Hemodialisa


Selama tindakan hemodialisa sering kali ditemukan komplikasi yang
terjadi, antara lain:
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram
otot sering kali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat
dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obatantiaritmia selama dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang
cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat
diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang
kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu
gradien osmotik diantara kompertemen-kompertemen ini. Gradien
osmotik ini menyebabkan perpindahan air kedalam otak yang
menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya
terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu
dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi
kardiopulmonal.
6. Pendarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit
dapat dinilai dengan mengukur waktu pendarahan. Penggunaan
heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya
pendarahan.
7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah
yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering
disertai dengan sakit kepala.
8. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
9. Pembekuan darah bisa disebebkan karena dosis pemberian heparin
yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Terdiri dari nama, nomor rekam medis, umur (lebiha banyak
terjadi pada usia 30-60 tahun), agama, jenis kelamin (pria lebih
beresiko daripada wanita), pekerjaan, status perkawinan, alamat,
tanggal masuk, pihak yang mengirim, cara masuk RS, diagnosa
medis, dan identitas penanggung jawab meliputi: Nama, umur,
hubungan denga pasien, pekerjaan dan alamat.
Pengkajian post hemodialisa.
- Tekanan darah : hipotensi.
- Keluhan : pusing, palpitasi
- Komplikasi HD : kejang, mual, muntah dsb.

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh
pasien sebelum masuk ke Rumah sakit. Pada pasien gagal
ginjal kronik biasanya didapatkan keluhan utama bervariasi,
mulai dari urin keluar sedikit sampai tidak dapat BAK,
gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
nafas bau (ureum) dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urin,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik,
adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa
sakit kepala, nyeri panggul, penglihatan kabur, perasaan tidak
berdaya dan perubahan pemenuhan nutrisi (Muttaqin, 2011).
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat
penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, penyakit batu saluran
kemih, infeksi sistem perkemihan berulang, penyakit diabetes
melitus, hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
prdisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan (Muttaqin,
2011).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan pasien yaitu gagal
ginjal kronik, maupun penyakit diabetes melitus dan hipertensi
yang bisa menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit gagal
ginjal kronik.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
1) Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit berat
2) Tingkat kesadaran pasien menurun sesuai dengan tingkat
uremia dimana dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat.
3) TTV : RR meningkat, TD meningkat
b. Kepala
1) Rambut : biasanya pasien bermbut tipis dan kasar, pasien
sering sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
2) Wajah : biasanya pasien berwajah pucat
3) Mata : biasanya mata pasien memerah, penglihatan
kabur, konjungtiva anemis dan sklera ikterik.
4) Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip dan
pasien bernafas pendek.
5) Bibir : biasanya terdapat peradangan mukosa mulut,
ulserasi gusi, perdarahan gusi dan nafas berbau.
6) Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada gigi
7) Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan
8) Leher : biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
atau kelenjar getah bening.
c. Dada/Thorak
1) Inspeksi : biasanya pasien dengan nafas pendek,
kusmaul (cepat/dalam)
2) Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan
3) Perkusi : biasanya sonor
4) Auskultasi : biasanya vesikuler
d. Jantung
1) Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
2) Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang
intercostal 2 linea dekstra sinistra
3) Perkusi : biasanya ada nyeri
4) Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung yang cepat
e. Perut/Abdomen
1) Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau
penumpukan cairan, pasien tampak mual dan muntah
2) Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada bagian
pinggang, dan adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
3) Perkusi : biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites
4) Auskultasi : biasanya bising usus normal, antara 5-35
kali/menit
f. Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria,
distensi abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna
urin menjadi kuning pekat.
g. Ekstremitas
Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada ekstremitas,
kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak
kaki dan keterbatasan gerak sendi.
h. Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan
bersisik, adanya area ekimosis pada kulit.
i. Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan
memori, penurunan tingkat kesadaran,disfungsi serebral,
seperti perubahan proses fikir dan disorientasi. Pasien sering
didapati kejang, dan adanya neuropati perifer.
4. Rencana Keperawatan

No Diagnosis keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1 Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan 1. kaji penyebab nafas 1. untuk menentukan
b.d edema paru, asidosis asuhan keperawatan tidak efektif tindakan yang harus
metabolik HB <7gr/dl, tindakan HD 4-5 jam 2. kaji respirasi dan nadi segera dilakukan
peneumonitis, diharapkan 3. berikan posisi semi 2. menentukan tindakan
perikarditis. pola nafas efektif dengan fowler 3. melapangkan dada
kriteria hasil: 4. ajarkan cara nafas yang klien sehingga nafas
 nafas 16-28 kali/ menit, efektif lebih longgar
edema paru hilang tidak 5. berikan O2 4. hemat energi
sianosis. 6. lakukan SU saat HD sehingga nafas tidak
7. kolaboirasi pemberian semakin berat
tranfusi darah 5. hb rendah, edema
8. kolaborasi pemberian paru, pneumonitis,
antibiotik asidosis perikarditis,
9. kolaborasi foto torak menyebabkan suplai
10. evaluasi kondisi klien oksigen ke jaringan
pada HD berikutnya kurang.
6. SU adalah penarikan
secara cepat pada
HD, mempercepat
pengurangan edema
paru
7. Untuk meningkatkan
hb, sehingga suplai
oksigen ke jaringan
cukup.
8. Untuk mengatasi
infeksi paru
9. Follow up penyebab
nafas tidak efektif
10. Mengkur
keberhasilan tindakan
2 Kelebihan volume cairan Setelah diberikan 1. kaji status cairan 1. pengkajian
b.d penurunan haluaran asuhan keperawatan 2. timbang BB pre dan merupakan
urine, diet cairan HD 4-5 jam diharapkan post HD dasaruntuk
berlebih, retensi cairan keseimbangan volume 3. keseimbangan masukan memperoleh data,
dan natrium cairan tercapai dengan dan haluaran pemantauan 7
kriteria hasil: 4. tulgor kulit dan edema evaluasi dari
 BB post HD sesuai 5. distensi vena leher intervensi
dengan dry weight, edema 6. monitor vital sign 2. pembatasan cairan
hilang, kadar natrium dalam 7. batasi masukan cairan akan menentukan
darah 132-145 mEq/I 8. pada saat priming dan dry weight,
wast out HD. haluaran urine dan
9. Lakukan hd dengan uf respon terhadap
dan tmp sesuai dengan terapi.
kenaikan bb 3. UF dan TMP yang
interdialisis sesuai akan
10. Identifikasi sumber menurunkan
masukan cairan masa kelebihan volume
interdialisis cairan sesuai
11. Jelaskan pada keluarga dengan target BB
dan klien rasional ideal atau dry
pembatasan cairan weight. Sumber
12. Motivasi klin untuk kelebiohan cairan
meningkatkan dapat diketahui
kebersihan mulut. 4. Pemahaman
meningkatkan
kerjasama klien dan
keluarga dalam
Pembatasan cairan.
5. Kebersihan mulut
mengurangi
kekeringan mulut,
sehingga
menurunkan
keinginan klien
untuk minum.
DAFTAR PUSTAKA

Arif. Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan


Sistem

Perkemihan. Jakarta : Selemba Medika

Herdmand.T, Heather dan Kamitsuru, Shigemi. 2018. NANDA-I Diagnosis

Keperawatan defenisi dan klarifikasi. Edisi 11. Jakarta : EGC

Retno, Dwy, 2014. ‘Efektivitas Training Efikasi Diri Pada Pasien Penyakit Ginjal

Kronik Dalam Meningkatkan Kepatuhan Terhadap Intake Cairan. Dari


Jurnal. Media.Neliti.Com/Media/Publications/219966-None.Pdf (26
Desember 2018)

Anda mungkin juga menyukai