LANDASAN TEORI
pengelasan sudah digunakan sejak 3000 sampai 4000 dimana alat dan metode
yang digunakan masih sangat sederhana yang mana sumber energi panas
menggunakan pembakaran kayu atau arang. Suhu yang dihasilkan sangat rendah
maka teknik ini tidak dikembangkan lebih lanjut. Pada abad ke-19 dimana saat
energi listrik sudah dipergunakan dengan mudah, teknik pengelasan banyak yang
digunakan saat itu seperti las busur, las resistansi listrik, las termit dan las gas.
Pada tahun 1885 teknik yang digunakan secara luas yaitu las busur yang
menggunakan sumber panas dalam proses pengelasan. Salah satu ilmuan bernama
Benardes memakai elektroda yang terbuat dari karbon atau grafit. Dengan
dimana ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju sehingga alat pengelasan
pun juga lebih canggih dan memiliki berbagai jenis pengelasan baru seperti las
tekan dingin, las listrik terak, las busur dengan pelindung gas CO2, las gesek, las
ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser dan masih banyak
Kegunaan dalam pengelasan ini juga sangat banyak seperti kontruksi perkapalan,
7
8
logam yang dilakukan dengan cara memanaskan material yang akan disambung
dalam keadaan plastis atau cair dengan menggunakan panas (heat) atau dengan
tekanan (pressure) atau keduanya. Logam pengisi (filler metal) dengan temperatur
lebur yang sama dengan titik lebur dari logam induk dapat atau tanpa digunakan
adalah (Okumura, 1981): Bahwa benda padat tersebut dapat cair saat dipanaskan
sebagai bahan pengisi. Panas yang timbul diantara elektroda dan bahan induk
mencairkan ujung elektroda (kawat) las dan bahan induk, sehingga membentuk
kawah las yang cair, yang kemudian membeku membentuk lasan. Bungkus
(coating) elektroda yang berfungsi sebagai fluks akan terbakar pada waktu proses
berlangsung, gas yang terjadi akan melindungi proses terhadap pengaruh udara
(Shielded Gas) timbul dari lapisan pembungkus elektroda atau fluks yang terurai.
metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan Dalam
9
keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat
sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah
dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga
dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan.
dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara
Agar kualitas pengelasan kuat dan tahan lama, berikut jenis sambungan
las:
Jenis sambungan las ini merupakan cara menyambung las yang paling
sederhana dan mudah dilakukan, karena kedua besi disejajarkan dalam posisi
10
sama letaknya atau posisinya sehingga proses pengelasannya juga akan mudah
namun kedua ujungnya tidak menempel. Biasanya jenis pengelasan ini digunakan
benda dalam posisi mendatar dan besi lainnya dalam posisi tegak. Jenis
pengelasan ini juga sangat kuat digunakan karena biasanya jenis sambungan ini
Cara menyambung besi dengan posisi kedua ujung benda membuat sudut
90 derajat, jenis sambungan ini sering digunakan untuk konstruksi atap, lantai dan
Jenis pengelasan ini kedua besi dilekatkan satu sisi dengan sisi lainnya
terhubung sama rata, cara membuat sambungan las ini dimaksudkan untuk
bidang manufaktur dan industri. Salah satu tipe sambungan yang banyak
konstruksi struktur jembatan. Pada saat pengelasan, sumber panas berjalan terus
pemuaian dan penyusutan yang tidak merata. Akibatnya tegangan sisa dan distorsi
menunjang hasil dari pengelasan agar yang didapat hasil yang baik sebagai
berikut:
Tinggi tegangan busur las tergantung pada panjang busur dari jenis
lurus dengan panjang busur untuk elektroda yang sejenis. Busur listrik yang
mengakibatkan hasil dari pengelasan yang tidak merata. Selain itu tinggi tegangan
13
hanya membuang energi saja. Panjang busur yang baik kira-kira sama dengan
untuk posisi datar. Sedangkan untuk posisi vertikal atau overhead biasanya
dikurangi 2 sampai 5 volt. Kestabilan busur dapat juga didengar dari suaranya saat
diperkirakan dari suara pengelasan. Sehubungan dengan panjang busur, hal yang
paling susah dalam las busur listrik dengan tangan adalah mempertahankan
sambungan, bahan serta ukuran las, posisi pengelasan tergantung jenis dan
diameter inti elektroda. Daerah lasan yang memiliki kapasitas panas yang tinggi
maka diperlukan ampere las yang besar dan jika perlu diberikan pemanasan
3. Kecepatan Las
pengelasan ampere yang dibutuhkan semakin tinggi. Selain itu tergantung pada
lain-lain. Tegangan las tidak ada hubungannya dengan kecepatan las akan tetapi
tegangan las berbanding lurus dengan ampere las. Apabila tegangan dari ampere
dibuat konstan, kecepatan pengelasan dinaikkan maka jumlah deposit per satuan
panjang akan menurun. Ketika sampai pada suatu kecepatan tertentu, kenaikan
lagi maka masukan panas persatuan panjang juga akan menjadi kecil sehingga
proses pendinginan menjadi cepat yang bisa memperkeras daerah (HAZ) Heat
4. Polaritas Listrik
elektroda, konduksi termal dari bahan induk, kapasitas panas dari sambungan dan
lain-lain. Apabila titik cair bahan induk tinggi dan kapasitas panas besar alangkah
kutub negatif. Sebaliknya apabila kapasitas panas kecil pada pelat yang tipis maka
Sifat busur yang stabil biasanya terjadi ketika arus searah dibandingkan dengan
saat menggunakan arus searah kemungkinan akan terjadi ledakan busur pada akhir
5. Besarnya Tembusan
yang tinggi. Semakin besar arus las maka semakin besar pula daya tembusnya.
panjang busur yang terjadi dan semakin tidak terpusat, sehingga penetrasi yang
dihasilkan lebar dan dangkal akibat panas yang melebar. Ada pengecualian pada
(Okomura,1996).
benar. Sehingga kualitas hasil lasan menjadi buruk dan tampilan dari lasan tidak
Tampilan rigi las buruk adalah istilah umum untuk kondisi permukaan rigi
las yang lain daripada biasa, meliputi panjang kaki kurang, kekurangan atau
kelebihan penguatan, dan perlakuan pada kawah las yang salah. Tampilan rigi las
yang buruk dapat disebabkan oleh kondisi pengelasan yang kurang tepat atau
secara keseluruhan, gas tersebut terperangkap didalam rigi las, membentuk lubang
berbentuk bola. Lubang cacing atau jurang kecil yang tersebar sebetulnya tidak
berukuran besar atau ada dalam jumlah besar, pengulangan muatan akan timbul,
Peleburan kurang (lack of fusion) terjadi jika kekurangan peleburan didalam batas
antara logam las dan logam induk atau antara lajur-lajur las. Cacat-cacat tersebut
pada kekuatan sambungan las. Terak yang terperangkap (Slag inclusion) terjadi
bila lelehan terak tetap tinggal didalam logam las tanpa naik ke permukaan, atau
bila terak dari lapisan sebelumnya tetap tidak dibuang dan masuk kedalam logam
D. Retak-retak
Retak didalam daerah las adalah cacat las yang paling serius. Meskipun
kedalam retak logam las, retak daerah pengaruh panas dan retak logam induk.
Retak dapat juga diklasifikasikan menurut suhu terjadinya, kedalam retak panas
dan retak dingin. Retak panas terjadi pada suhu atau sedikit dibawah rentang suhu
pembekuan. Retak dingin terjadi pada suhu 300°C atau dibawahnya. Pemanasan
kembali retakan dihasilkan dari perlakuan panas pasca pengelasan yang kurang
E. Retak panas
Retak panas adalah istilah umum untuk retak yang terjadi pada temperatur
tinggi atau sedikit dibawah rentang suhu pembekuan. Jika logam induk berisi
fosfor, sulfur atau unsur-unsur sejenis dengan daya regang rendah pada
temperatur tinggi, logam tersebut akan terkoyak oleh adanya tegangan tarik
seperti pembekuan dan penyusutan logam las. Hasil retakannya disebut "Retak
panas" atau "Retak padat". Patahan dari retakan ini kadang-kadang teroksidasi dan
retak kawah, retak bentuk buah per, retak rigi memanjang, dan retak sulfur. Retak
pada daerah pengaruh panas yang terjadi pada baja tahan karat austenitik hampir
seperti retak panas. Jika plat baja tahan karat austenitic yang tebal dilas
19
menggunakan sudut kampuh kecil dan masukan panas besar, dapat dihasilkan rigi
dengan rongga yang lebih besar daripada ketebalan plat. Pada beberapa bentuk
rigi, retak padat cenderung untuk terjadi dipusat rigi. Retak jenis ini disebut
"Retak bentuk buah per" karena riginya berbentuk seperti buah per. Terjadinya
retak bentuk buah per dapat dicegah dengan pemilihan bentuk sambungan yang
sesuai dan kondisi pengelasan yang tepat pula serta menghindari masukan panas
yang besar untuk memastikan bahwa reaksi tegangan kecil dan rigi bentuk buah
F. Retak dingin
Retak dingin adalah istilah umum untuk retak yang terjadi setelah suhu
daerah las turun sampai sekitar suhu normal. Kebanyakan retak yang terdeteksi
pada struktur lasan dari baja lunak atau baja paduan rendah adalah retak dingin.
Retak dingin dapat diklasifikasikan kedalam retak akar yang dihasilkan dari
konsentrasi tegangan pada daerah akar, retak dibawah rigi yang terjadi pada
daerah pengaruh panas, retak rigi melintang, retak jari, dll (Sunaryo, 2008).
pengelasan. Heat input merupakan masukan panas pada saat pengelasan dimana
nantinya akan berpengaruh pada struktur mikro material. Material menjadi lebih
besar nilai heat input tetap konstan agar hasil pengelasan memiliki kualitas yang
20
sama disepanjang daerah weld metal dan HAZ (Heat Affected Zone). Akan tetapi
tergantung pada tegangan busur las, kecepatan pengelasan dan besar arus las.
Heat input (J/mm) = Arus (A) x Tegangan (V)/ Travel Speed (mm/sec)
Las busur listrik fluks inti tengah / pelindung inti tengah biasanya dikenal
dengan proses pengelasan FCAW (Flux Cored Arc Welding) adalah salah satu
proses pengelasan menggunakan busur yang diisi filler metal berupa elektroda
otomatis. Aplikasi untuk pengelasan FCAW semi otomatis yang sering digunakan
dalam dunia fabrikasi struktur baja. Biasanya dilakukan pada pengelasan yang
sulit diaskes, produksi las yang pendek atau posisi pengelasan keluar seperti
pada elektrode pelindung yaitu FCAW-ss dan FCAW-g seperti pada gambar 2.7.
Pengelasan FCAW-ss (Self Shielded Flux Core Arc Welding) merupakan proses
melindungi logam las yang mencair dengan menggunakan gas dari hasil
perlindungan dengan dual gas, yaitu melindungi logam las yang mencair dengan
menggunakan gas sendiri juga ditambah gas pelindung yang berasal dari luar
sistem. Umumnya gas yang digunakan yaitu karbon dioksida (CO2) sebagai gas
pelindung meskipun juga bisa menggunakan campuran jenis gas lain seperti
argon.
Kelebihan dari proses ini yaitu elektroda dapat berjalan terus menerus yang dapat
sering dilakukan secara diskontinyu. Selain itu apabila arus listrik ditinggikan
22
maka akan meningkatkan laju endapan dan produktivitas yang sesuai. Sedangkan
untuk kelemahan dari proses pengelasan FCAW ini yaitu filler metal harus dibeli
yang dilakukan dengan proses ini dapat menimbulkan notch toughness yang
buruk. Dimana filler metal yang digunakan harus memenuhi persyaratan uji takik.
Elektroda yang memiliki kandungan hidrogen lebih rendah dan memiliki syarat
kimia khusus akan menghasilkan sifat yang lebih konsisten (PPNS, 2015). Kedua
jenis pelindung diatas sama-sama menghasilkan terak las yang memadai untuk
melindungi metal las yang akan beku. Perbedaannya terletak pada tambahan
yang mengacu pada peraturan AWS A5.20 yang menjelaskan mengenai elektroda
untuk mild steel. Berikut klasifikasi elektroda yang digunakan pada pengelasan
FCAW:
23
E X1 X2 T – X3 X4
Dimana:
X2 = Posisi Pengelasan
T = Jenis flux
hingga 14 atau huruf “G” atau “GS”. Huruf G menunjukkan polaritas dan
karakteristik operasi umum tidak spesifik. Dan huruf “S” setelah “G”
huruf “C” yang menunjukkan bahwa elektroda menggunakan gas pelindung 100%
pelindung 75%-80% Argon atau campuran gas pelindung CO2. Kode lainnya
dapat juga digunakan untuk menunjukkan gas lainnya yang bisa digunakan
ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan
dalam keadaan mencair, untuk itu daerah pada benda kerja yang telah mengalami
proses las dikelompokan pada daerah logam induk (BM/Base Metal), daerah
dipengaruhi panas (HAZ/Heat Effected Zone), batas antara cair dan padat
(FL/Fusion Line), daerah logam las (WM/Weld Metal), garis pusat lasan
25
tersebut berbeda-beda.
26
karena itu fenomena pencairan dan pembekuan selama proses pengelasan terjadi
terus menerus dan selalu bergerak. Garis isotermal adalah garis imajiner di daerah
lasan yang menunjukan lokasi dengan temperatur sama sepanjang garis. Bentuk
garis isotermal ini tentunya dipengaruhi juga oleh gerakan sumber panas dan
bergantung pada beberapa faktor lainnya yaitu, kecepatan pengelasan, tebal benda
Gambar 2.9 Siklus Termal Las pada Beberapa jarak dari batas las (Hery Sonawan
Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ) adalah logam dasar
yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami
siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat sehingga daerah ini yang paling
kritis dari sambungan las. Secara visual daerah yang dekat dengan garis lebur las
maka susunan struktur logam nya semakin kasar. Pada daerah HAZ terdapat tiga
daerah berfasa austenite dan ini disebut dengan transformasi menyeluruh yang
mencapai daerah berfasa ferit dan austenite dan ini yang disebut transformasi
sebagian yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit berubah menjadi
Gambar 2.10 Transformasi fasa pada logam hasil pengelasan (Sonawan, 2004)
Base metal (Sonawan, 2004) adalah bagian logam dasar dimana panas dan
sifat. Disamping ketiga pembagian utama tersebut masih ada satu daerah pengaruh
Gambar 2.11 Perubahan sifat fisis pada sambungan las cair (Malau, 2003)
pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-
sifat fisis logam- logam tersebut. Baja dapat dikeraskan sehingga tahan aus dan
ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras di sekeliling inti
yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas yang tepat, susunan kimia
membedakan hasil dari perlakuan panas setelah proses las adalah temperatur
diinginkan.
30
Proses Annealing
melunakan baja.
Proses Hardening
Proses Normalizing
dihasilkan struktur normal dari ferit dan perlit. Proses ini bertujuan untuk
Proses Tempering
31
Proses pemanasan kembali baja yang telah dikeraskan atau yang telah
diberi proses hardening, suhu pemanasnya relatif rendah yaitu di bawah suhu
PWHT menurut (Mizhar dan Suherman, 2011) adalah bagian dari proses
terbentuk setelah proses pengelasan selesai. Material terutama carbon steel akan
mengalami perubahan struktur dan butir karena efek dari pemanasan dan
sisa yang membuat material tersebut memiliki sifat yang lebih keras namun
struktur semula melalui pemanasan pada waktu tertentu dan dalam jangka
waktu tertentu pula. Tergantung dari jenis material dan ketebalan material.
Proses PWHT dapat dilakukan dengan dua cara (Mizhar dan Suherman, 2011)
tujuan dari PWHT ini dapat tercapai. Faktor-faktor penting yang harus
diperhatikan diantaranya.
karat.
Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn,
P, S, dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, karena itu
baja ini dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya. Baja karbon rendah adalah
baja dengan kadar karbon kurang dari 0,3%, baja karbon sedang mengandung
0,3% sampai 0,45% karbon, dan baja karbon tinggi berisi karbon antara 0,45%
sampai 1,7%.
tinggi tetapi perpanjangannya menurun. Klasifikasi dari baja karbon dapat dilihat
campuran baja kurang dari 0,3% C. Baja ini tidak dapat dikeraskan
martensit.
untuk dikeraskan melalui proses perlakuan panas yang sesuai. Baja ini
lebih keras serta lebih kuat dibandingkan dengan baja karbon rendah.
perlakuan panas pada baja karbon tinggi tidak memberikan hasil yang
menjadi getas.
tinggi dan kekuatan tarik dari plat A36, dikombinasikan dengan bobot yang lebih
rendah. Pelat A572-Gr.50 bersifat ulet dan mudah dibentuk. Ini dapat dikerjakan
dengan teknik yang tepat dan mudah dilas. Ini adalah baja paduan-rendah (HSLA)
dan 65. Aplikasi untuk pelat ASTM A572-Gr.50 meliputi: Pelat jembatan, Pelat
diantaranya :
(Sumber Mill Test Certificate Tung Ho Steel Enterprise Corporation, Beam W12
cukup. Dengan kebutuhan energi yang cukup ini, pengelasan dapat berlangsung
37
dengan normal. Apabila energi yang diberikan lebih dari cukup misalnya saja
dengan memberikan arus las lebih tinggi, maka proses pencairan ujung elektroda
Untuk menghasilkan manik las yang normal, maka tentu saja kecepatan
kecepatan pengelasan.
test,
ultrasonic inspection, leak test, proof test, acaustic emission, dan radiographic
medan magnet (magnetic flux) pada suatu objek atau material yang dimagnetisasi
akan terdistorsi secara lokal karena adanya diskontinuitas pada material tersebut.
Akibat dari penyimpangan ini, sebagian dari medan magnet daerah yang
mengalami diskontinuitas akan meninggalkan daerah ini dan akan kembali pada
ferromagnetik. Selain itu, medan magnet yang dibangkitkan harus tegak lurus atau