(K K D)
( untuk Kalangan Sendiri )
SEMESTER
5
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2020
i
PENDAHULUAN
PENGANTAR
Keterampilan klinis perlu dilatihkan sejak awal hingga akhir pendidikan dokter secara
berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan dokter harus menguasai keterampilan
klinis untuk mendiagnosis maupun melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan. Materi
Keterampilan Klinis ini disusun berdasarkan lampiran Daftar Keterampilan Klinis SKDI 2012.
Panduan Keterampilan Klinis ini disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan bagi institusi
pendidikan dokter dalam menyiapkan sumber daya yang berkaitan dengan keterampilan minimal
yang harus dikuasai oleh lulusan dokter layanan primer.
Kemampuan klinis di dalam standar kompetensi ini dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan dalam rangka menyerap perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran
yang diselenggarakan oleh organisasi profesi atau lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi
profesi, demikian pula untuk kemampuan klinis lain di luar standar kompetensi dokter yang telah
ditetapkan. Pengaturan pendidikan dan pelatihan kedua hal tersebut dibuat oleh organisasi
profesi, dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan
berkeadilan (pasal 28 UU Praktik Kedokteran no.29/2004).
SISTEMATIKA
Daftar Keterampilan Klinis dikelompokkan menurut sistem tubuh manusia untuk menghindari
pengulangan. Pada setiap keterampilan klinis ditetapkan tingkat kemampuan yang harus dicapai di
akhir pendidikan dokter dengan menggunakan Piramid Miller (knows, knows how, shows, does).
Piramida Miller : menunjukkan pembagian tingkat kemampuan dan alternatif cara mengujinya pada mahasiswa.
i
Tingkat kemampuan 1 (Knows): Mengetahui dan menjelaskan
Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek biomedik dan psikososial
keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/klien dan keluarganya, teman
sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul.
Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar
mandiri, sedangkan penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis.
Tingkat kemampuan 2 (Knows How): Pernah melihat atau didemonstrasikan Lulusan dokter
menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan
penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatan untuk melihat dan
mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada
pasien/masyarakat. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 2 dengan menggunakan ujian
tulis pilihan berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis dan/atau lisan (oral test).
ii
PENILAIAN
A. Penilaian Formatif
a. Kehadiran 100%, minimal 70 % per semester kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh
institusi
b. Telah mengerjakan semua tugas yang diberikan
c. Semua penilaian formatif ini adalah prasyarat untuk mengikuti ujian OSCE KKD
d. Ujian OSCE KKD akan diadakan setiap akhir Tahun (Semester 2, 4, 6, 8).
B. Penilaian Sumatif
Persentase penilaian akhir terdiri dari :
Post test, Tugas 10 %
Ujian OSCE KKD 90 %
Total 100 %
A 4 80 – 100
B 3 70 – 79,99
C 2 60 – 69,99
D 1 50 – 59,99
E 0 < 50
iii
Ctt: hasil PE/ KU Rewel, Kesadaran CM, Suhu 39,5C Respirasi 48X/menit, Nadi
120x/menit, isi cukup, reguler, UUB datar, Mata tdk cekung, air mata ada, mukosa
mulut basah
Ctt: penguji menyampaikan hasil lab setelah peserta merencanakan / mengusulkan
pemeriksaan penunjang darah rutin dan feses: lekosit 12.000 mmkubik, difcount:
83/13/2/1/1, Feses: makroskopis : darah +, lendir + sigella +
3. Diagnosa Kerja : disentri basiler atau shigellosis tanpa dehidrasi
4. Diagnosis Banding : 1. Enteritoxigenik E Coli 2. Enterohemoragic E Coli 3. Disentri amuba
4.invaginasi
5. Tatalaksana
a. Nonfarmakologis
Rehidrasi rencana A dengan lengkap: pemberian ASI diteruskan dan lebih banyak,
pemberian oralit, pemberian makanan lanjutkan
b. Farmakologis:
- Cotrimoxazol 5-8 mg/kgbb 2x sehari selama 5 hr atau
- Ampicillin 50 mg/kgbb, 4 kali sehari selama 5 hari atau
- Ciprofloxacin 15 mg/kgbb 2 kali sehari selama 5 hari
- dan zinc tablet 20 mg/hr selama 10 hari
Rubrik Penilaian (hanya yang dicatat disini dengan kategori skor 2 saja, paling tinggi)
1. Anamnesa (skor paling tinggi 2)
Peserta ujian bertanya tentang keluhan utama, ditambah 5-6 pertanyaan mengenai:
a. Onset penyakit
b. Keluhan penyerta
c. Tanda tanda dehidrasi
d. Riwayat makanan
e. Riwayat allergi
f. Riwayat pengobatan
v
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ................................................................................................................................... i
PENILAIAN ............................................................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................ vi
MATERI 1
ANAMNESIS PADA GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI ............................................................................ 1
PEMERIKSAAN PROVOKASI SINDROM NYERI RADIKULAR .................................................................... 13
PEMERIKSAAN STASTUS MENTAL ......................................................................................................... 19
MATERI 2
PENGANTAR .......................................................................................................................................... 24
PEMERIKSAAN TELINGA ........................................................................................................................ 27
PEMERIKSAAN HIDUNG ........................................................................................................................ 32
PEMERIKSAAN KEPALA – LEHER ............................................................................................................ 37
MATERI 3
PENGANTAR ........................................................................................................................................... 46
PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN .................................................................................................. 50
PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG ..................................................................................................... 51
PEMERIKSAAN POSISI BOLA MATA ....................................................................................................... 53
PEMERIKSAAN COVER / UNCOVER ....................................................................................................... 53
PEMERIKSAAN OTOT EKSTRA OKULER .................................................................................................. 54
PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR ...................................................................................................... 55
PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR ................................................................................................... 58
PEMERIKSAAN TEKANAN BOLA MATA .................................................................................................. 60
PEMERIKSAAN BUTA WARNA ............................................................................................................. 64
MATERI 4
PEMERIKSAAN DERMATOLOGI ............................................................................................................. 64
PEMERIKSAAN LAMPU WOOD ............................................................................................................. 92
PEMERIKSAAN DERMOGRAFISME ....................................................................................................... 95
MATERI 5
PENGANTAR ......................................................................................................................................... 98
PEMERIKSAAN TULANG BELAKANG ..................................................................................................... 100
PEMERIKSAAN PELVIS .......................................................................................................................... 103
PEMERIKSAAN LUTUT ........................................................................................................................... 104
PEMERIKSAAN ANKLE DAN KAKI .......................................................................................................... 108
STABILISASI FRAKTUR ........................................................................................................................... 109
vi
ANAMNESIS PADA GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Anamnesis pada pasien dengan Gangguan Sistem Neurologi.
Tujuan Khusus :
Melakukan prosedur Anamnesis pasien dengan Gangguan Sistem Neurologi yang meliputi :
1. Keluhan utama
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Keluhan penyerta (keluhan sistem)
6. Membuat resume anamnesis
A. PENDAHULUAN
Anamnesis pada sistem neurologi harus memperhatikan dua hal, yaitu aspek komunikasi dan aspek
anamnesis itu sendiri, sama seperti anamnesis pada sistem-sistem lain. Sebelum mempelajari ketrampilan
Anamnesis pada gangguan sistem neurologi, pelajari kembali point- point penting dalam Anamnesis secara
umum yang telah dipelajari pada Fase 1. Untuk aspek anamnesis pada sistem neurologi, hal-hal yang harus
ditanyakan formatnya sama dengan anamnesis pada umumnya, yang berbeda hanya pada penggalian
mendalam tentang keluhan utamanya (riwayat penyakit sekarang dan keluhan penyerta).
Sesuai dengan Anamnesis secara umum yang telah dipelajari, berikut ini adalah panduan anamnesis untuk
gangguan sistem neurologi:
1. Anamnesis identitas pasien, yaitu nama lengkap, umur, jenis kelamin, alamat, dan pekerjaan.
2. Menanyakan keluhan utama. Pada gangguan sistem syaraf/neurologi, keluhan utama yang sering
muncul adalah:
o Sakit kepala (sefalgia)
o Pusing (vertigo)
o Pingsan
o Lumpuh (paralisis)/kelemahan (paresis)
o Kejang
o Tremor
3. Menggali riwayat penyakit sekarang. Berdasarkan keluhan utama, dilakukan penggalian lebih
mendalam dengan menanyakan riwayat penyakit sekarang. Seperti pada waktu anamnesis umum, hal-
hal yang harus ditanyakan adalah:
o Onset: kapan pertama kali muncul keluhan.
o Frekuensi: berapa sering keluhan muncul.
o Sifat munculnya keluhan: apakah keluhan muncul secara akut (mendadak), kronis (sudah lama),
atau intermitten (hilang timbul).
o Durasi: sudah berapa lama menderita keluhan.
o Sifat sakit/keluhan utama: sakitnya seperti apa, merupakan penjelasan sifat dari keluhan utama,
yang biasanya spesifik untuk setiap keluhan utama di atas. Selain itu, perlu ditanyakan juga, apa hal
yang meperberat keluhan.
o Lokasi: di mana letak pasti keluhan, apakah tetap, atau berpindah-pindah/menjalar.
1
o Hubungan dengan fungsi fisiologis lain: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang diakibatkan
oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan sebagainya.
o Akibat yang timbul terhadap aktivitas sehari-hari, seperti tidak dapat bekerja, hanya bisa tiduran,
dan sebagainya.
o Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: pemberian obat/tindakan tertentu, pengambilan
posisi tertentu, dan sebagainya. Apabila diberikan obat, ditanyakan pula berapa dosis yang
diberikan dan sudah berapa lama. Pada saat membicarakan obat, yang digali tidak hanya obat yang
diberikan dokter, tetapi juga obat bebas yang dikonsumsi sendiri oleh pasien, serta obat herbal.
Digali pula bagaimana efek dari upaya untuk mengurangi keluhan itu, apakah berhasil tapi tidak
maksimal, atau tidak berhasil sama sekali.
4. Di bagian berikutnya akan diberikan beberapa contoh penggalian mendalam terhadap riwayat
penyakit sekarang untuk masing-masing keluhan utama di atas.
5. Menggali riwayat penyakit dahulu, baik penyakit serupa maupun penyakit lain. Selain itu, ditanyakan
juga apakah pasien pernah harus rawat inap, dan karena apa, serta berapa lama. Bila pernah
mendapat pengobatan, ditanyakan riwayat pengobatan yang telah dijalani. Selain itu, riwayat
penggunaan obat dan alkohol juga penting ditanyakan.
6. Menggali penyakit keluarga, baik yang serupa dengan yang diderita sekarang, maupun penyakit yang
diturunkan.
7. Menanyakan keluhan penyerta (keluhan sistem) yang terkait dengan gangguan neurologi. Penelusuran
anamnesis sistem harus relevan dengan keluhan utama pasien dan dugaan terhadap diagnosis yang
akan ditegakkan, termasuk diagnosis bandingnya.
8. Membuat resume anamnesis. Pada tahap ini, jawaban yang diberikan oleh pasien dirangkai menjadi
suatu alur riwayat penyakit yang kronologis. Jawaban pasien tidak harus semuanya dimasukkan ke
dalam resume, harus dipilah-pilah yang berguna dalam perencanaan pemeriksaan, diagnosis, atau
terapi. Hasil anamnesis disusun dimulai dari waktu dan tanggal anamnesis, identitas, keluhan utama
(KU), riwayat penyakit sekarang (RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), riwayat penyakit keluarga
(RPK)/lingkungan (RPL), dan anamnesis sistem.
1. SAKIT KEPALA
Sakit kepala merupakan gejala yang sering diderita pasien. Menurut epidemiologi pasien yang datang
ke gawat darurat, penyebab sakit kepala tersering adalah infeksi sistemik (terutama virus), tension
headache , posttrauma, hipertensi, migren, perdarahan subarachnoid, meningitis, dan sisanya lain-lain.
Sebagian besar sakit kepala didiagnosis berdasarkan anamnesis, karena pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium jarang memberikan petunjuk ke arah diagnosis.
Begitu pasien memberikan keluhan utama sakit kepala, lakukan penggalian tentang keluhan tersebut
berdasarkan penggalian riwayat penyakit sekarang, yaitu:
Onset dan durasi.
o Gejala migren dan tension headache biasanya muncul pertama kali saat usia remaja.
o Migren bisa berdurasi mulai 4 jam sampai 3 hari.
o Tension headache bisa berlangsung selama 30 menit sampai 1 minggu.
o Cluster headache bisa berlangsung selama 15 menit sampai 3 jam.
Frekuensi: apakah sakitnya terus-menerus atau hilang-timbul? Apakah ada waktu tertentu munculnya?
o Migren bisa muncul sekali atau dua kali sebulan. Tension headache bisa muncul sekali atau dua kali
seminggu. Cluster headache bisa muncul 1-4 kali sehari.
o Cluster headache sering muncul pada jam 2-3 pagi. Tension headache sering muncul di sore hari.
o Sakit kepala yang muncul di pagi hari saat bangun biasanya diakibatkan tumor otak, obstructive sleep
apnea , disfungsi sendi temporomandibular. Sakit kepala yang muncul di akhir minggu bisa terjadi
akibat migren atau withdrawal kafein.
Sifat munculnya nyeri: apakah sakit kepalanya akut, kronis, atau semakin lama semakin berat?
2
o Nyeri kepala yang kronis dan progresif bisa mengarahkan kepada tumor, abses, atau massa lainnya di
dalam kepala.
o Thunderclap headache (nyeri yang muncul mendadak dan terasa nyeri yang sangat berat sejak detik
pertama) mengarahkan pada perdarahan subarachnoid.
o Nyeri yang berkembang cepat dalam 5-10 menit biasanya merupakan cluster headache .
o Nyeri yang terus memburuk dalam sejam pertama, biasanya diakibatkan tension headache dan
migren.
Sifat sakit kepala:
o keparahan nyeri (nyeri ringan/sedang/berat, kalau perlu pasien diminta untuk menentukan
keparahan nyerinya pada skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak nyeri dan 10 adalah nyeri yang
sangat hebat). Nyeri yang sangat hebat biasanya diakibatkan oleh perdarahan subarachnoid,
meningitis, dan migren. Nyeri ringan biasanya diakibatkan oleh tension headache.
o apakah sakit kepalanya berdenyut seperti denyut jantung (migren, arteritis giant cell ), atau rasa
diikat atau ditekan di sekeliling kepala ( tension headache , sakit kepala servikogenik, gangguan sendi
temporomandibular), atau rasa ditusuk/tajam seperti tersengat listrik (cluster headache , neuralgia
trigeminal)?
o apa saja yang dapat membuat sakit kepalanya bertambah: batuk/bersin/aktivitas fisik (sakit kepala
benigna, perdarahan subarachnoid), perubahan posisi kepala, valsava manuver (tumor otak, migren),
sesudah makan coklat/keju/pisang (migren), sesudah minum alkohol (migren, cluster headache),
sedang haid (migren), sesudah berhenti minum kafein (migren), menolehkan kepala dan leher (sakit
kepala servikogenik).
o apakah ada aura ( flash cahaya zigzag selama kurang lebih 20 menit) sebelum sakit kepala muncul?
Aura visual klasik mengarahkan kepada migren.
o apakah sampai terbangun dari tidur? Biasanya terjadi pada cluster headache atau tumor otak.
o apakah memburuk saat bekerja? Pikirkan kemungkinan adanya keracunan CO di tempat kerja.
Lokasi sakit kepala: apakah sakitnya satu sisi saja atau kedua sisi? Bisa ditunjukkan lokasi sakitnya?
o Sakit kepala tension headache umumnya muncul di temporal, sedangkan cluster headache terasa di
retroorbital.
o Sakit kepala yang muncul di satu sisi saja, tetapi bisa berpindah-pindah sisi yang sakit, biasanya
diakibatkan migren.
o Sakit kepala yang hanya di satu sisi bisa diakibatkan oleh cluster headache , tumor otak, malformasi
arteriovenosa, neuralgia trigeminal.
o Sakit kepala di kedua sisi biasanya akibat tension headache .
o Sakit kepala di sekitar mata biasanya diakibatkan oleh cluster headache , neuralgia trigeminal,
glaukoma akut sudut tertutup, atau sinusitis.
o Sakit kepala di dahi bisa diakibatkan tension headache , atau sinusitis.
o Sakit kepala di pelipis bisa diakibatkan oleh tension headache dan cluster headache. ➢ Sakit kepala
di belakang kepala dan leher, bisa diakibatkan oleh sakit kepala
o servikogenik dan massa di fossa posterior.
o Sakit kepala di verteks (puncka kepala) bisa diakibatkan oleh sinusitis sfenoid, atau sakit kepala
servikogenik.
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang diakibatkan oleh keluhan
saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, dan sebagainya.
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: tidak bisa melakukan aktivitas ringan/sedang/berat
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: minum obat tertentu (lengkap dengan dosis dan
durasi pemakaian obat), serta hasil dari upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan (apakah
membaik, tetap, atau memburuk).
Riwayat keluarga, riwayat penyakit sebelumnya, dan keluhan penyerta dari sakit kepala yang bisa
mengarahkan pada diagnosis antara lain adalah:
Riwayat keluarga menderita migren, bisa mengarahkan adanya migren pada penderita.
o Riwayat bedah otak atau shunt, biasanya diakibatkan hidrosefalus atau meningitis
o Aura visual atau skotoma yang berkilauan bisa berhubungan dengan migren.
o Kebutaan/penurunan penglihatan, biasanya akibat glaukoma akut sudut tertutup.
o Nyeri pada mata, biasanya diakibatkan cluster headache , atau glaukoma akut sudut tertutup
3
o Diplopia, bisa diakibatkan oleh migren, tumor otak, stroke, arteritis giant cell , atau malformasi
arteriovenosa
o Mata merah, biasanya diakibatkan oleh glaukoma akut sudut tertutup, atau cluster headache .
o Fotofobia, sering diakibatkan oleh migren dan meningitis.
o Konfusio atau letargi, biasanya diakibatkan meningitis, ensefalitis, tumor otak, abses otak
o Kejang yang muncul baru-baru ini, biasanya dikibatkan stroke, ensefalitis, tumor otak
o Disekuilibrium, biasanya diakibatkan stroke atau tumor otak
o Afasia, bisa diakibatkan oleh migren dengan aura, atau pada stroke bila berlangsung lebih dari 1 jam.
o Fonofobia, sering diakibatkan oleh migren.
o Leher terasa kaku, bisa diakibatkan oleh tension headache , sakit kepala servikogenik, gangguan
sendi temporomandibular, dan meningitis
o Rasa kebas atau kesemutan di satu sisi muka atau tangan, biasanya diakibatkan oleh migren dengan
aura.
o Mual dan muntah, bisa diakibatkan oleh sakit kepala migren, bisa juga akibat tumor otak, perdarahan
subarachnoid, hidrosefalus, atau sakit kepala karena keracunan CO.
o Demam, biasanya diakibatkan infeksi (terutama virus), sinusitis, meningitis, ensefalitis, abses otak
o Penurunan berat badan atau adanya riwayat keganasan, biasanya diakibatkan tumor otak •
o Hemiparesis, atau afasia, bisa diakibatkan oleh migren dengan aura, tumor otak, stroke, abses otak
o Gejala syaraf otonom, seperti mata berair, kongesti hidung atau rinore, berkeringat di wajah atau
dahi, ptosis, miosis, sering diakibatkan oleh cluster headache.
2. PUSING
Pusing bisa dikategorikan menjadi 4 subtipe, yaitu vertigo, presinkop atau sinkop, gangguan
keseimbangan (disekuilibrium), dan kepala terasa ringan ( lightheadedness). Namun sering sulit untuk
mengidentifikasi satu kategori pada setiap pasien, terutama pada lanjut usia, yang sering menunjukkan
lebih dari satu tipe pusing. Obat juga bisa menyebabkan lebih dari satu tipe pusing.
Vertigo adalah sensasi atau ilusi bahwa pasien atau lingkungannya berputar. Sensasi ini bisa
menunjukkan bahwa ada masalah di labirin telinga dalam, lesi perifer nervus kranialis VIII, lesi di jalur
sentralnya, atau nuklei-nya di otak. Harus dibedakan apakah yang dikeluhkan pasien adalah kepala terasa
ringan ( lightheadedness) atau serasa mau pingsan (yang umumnya berkaitan dengan gangguan
kardiovaskuler) dan sensasi berputar (vertigo yang sebenarnya).
Presinkop atau perasaan bahwa seseorang akan pingsan atau kehilangan kesadaran, tetapi tidak
sampai pingsan. Sinkop adalah kehilangan kesadaran dan tonus postural yang mendadak, tetapi hanya
berlangsung sementara, diikuti oleh penyembuhan komplit dan spontan.
Disekuilibrium adalah gangguan berjalan akibat masalah keseimbangan. Kondisi ini tidak terjadi pada
pasien yang tidak bisa berjalan.
Kepala terasa ringan ( lightheadedness) adalah pusing yang bukan vertigo, sinkop, atau
disekuilibrium, biasanya disebut pusing yang tidak bisa didiferensiasi.
Penyebab pusing terbanyak adalah gangguan keseimbangan perifer (seperti benign paroxysmal
positional vertigo (BPPV), neuronitis vestibular atau labirintitis, dan Meniere’s disease ), kemudian diikuti
dengan gangguan nonpsikiatrik nonvestibular (disekuilibrium, presinkop akibat kekurangan cairan, aritmia,
dan etiologi kardiovaskular lainnya), gangguan psikiatri (penyakit psikiatri, hiperventilasi), gangguan
vestibular sentral, dan sisanya tidak diketahui.
Penggalian tentang keluhan pusing berdasarkan penggalian riwayat penyakit sekarang adalah sebagai
berikut:
Pertama-tama, untuk membedakan apakah itu pusing karena vertigo, disekuilibrium, presinkop, sinkop,
atau pusing yang tidak bisa didiferensiasi ( lightheadedness), ditanyakan:
Ketika mengeluh pusing, apakah kepala terasa ringan atau dunia terasa berputar di sekitar anda?
Apakah pusingnya terasa di kepala atau kepala tidak pusing namun bila berdiri atau berjalan merasa
tidak stabil ?
Apakah anda mengalami masalah dengan keseimbangan?
Apakah anda pernah pingsan?
4
Apakah anda merasa akan pingsan, tetapi tidak pingsan?
Keluhan penyerta yang bisa mengarahkan pada diagnosis untuk vertigo antara lain adalah :
Sakit kepala berat, biasanya diakibatkan oleh migren arteri basilaris, massa serebellum atau batang otak
Gangguan penglihatan berupa diplopia, kelemahan, atau rasa kebas di salah satu sisi tubuh, biasanya
diakibatkan oleh insufisiensi vertebrobasiler, massa batang otak, migren arteri basilaris, atau epilepsi
parsial
Sekret telinga (otore), biasanya diakibatkan otitis media supuratif
Perdarahan dari liang telinga, biasanya disebabkan oleh fraktur tulang temporal.
Tinnitus, biasanya diakibatkan oleh Meniere’s disease , neuroma akustik, toksisitas obat (misalnya
aminoglikosida, salisilat, diuretik kuat), neuronitis vestibular atau labirintitis
Rasa penuh di telinga sebelum vertigo, biasanya diakibatkan Meniere’s disease , penyakit di telinga
tengah/dalam.
Gangguan pendengaran, biasanya diakibatkan Meniere’s disease (bila gangguan pendengarannya
fluktuatif, unilateral, walau nantinya pada akhirnya bisa bilateral), neuroma akustik, toksisitas obat,
neuronitis vestibular atau labirintitis, trauma atau infark pada labirin, dan fistula perilimfatik
Gangguan keseimbangan hebat, biasanya disebabkan stroke/massa serebellum
Ataksia disertai jatuh, biasanya diakibatkan oleh stroke serebellum, massa serebellum. Ataksia tanpa
jatuh tanpa ada faktor risiko stroke, dan tidak membaik sesudah 24-48 jam, biasanya diakibatkan oleh
neuronitis vestibular atau labirintitis, sifilis laten/tertier, dan otomastoditis bakterial.
Mual, muntah, dan berkeringat, biasanya diakibatkan oleh gangguan perifer, seperti Meniere’s disease,
neuronitis vestibular/labirintitis.
Didahului oleh penyakit virus sebelumnya, biasanya diakibatkan neuronitis vestibular atau labirintitis
Kalau teridentifikasi presinkop atau sinkop, maka silakan lanjutkan ke bagian keluhan Pingsan.
5
Kalau teridentifikasi disekuilibrium, maka pertanyaan selanjutnya adalah:
Onset dan durasi.
Frekuensi: berapa sering keluhan muncul
Sifat munculnya keluhan: apakah keluhan muncul secara akut (mendadak), kronis (sudah lama), atau
intermitten (hilang timbul).
Sifat keluhan:
o Apakah bersama pusing juga mengalami gangguan penglihatan? Biasanya diakibatkan oleh gangguan
visual, misalnya katarak.
o Apakah bersama pusing juga mengalami gangguan pendengaran? Biasanya diakibatkan tuli konduktif
(misalnya sumbatan serumen, otitis media, otosklerosis), dan/atau tuli syaraf (misalnya pada
presbycusis, tuli degeneratif pada usia lanjut).
o Apakah bersama pusing juga mengalami rasa kesemutan atau rasa kebas di tungkai atau kaki?
Biasanya diakibatkan oleh gangguan radix syaraf, plexus syaraf, atau saraf perifer.
o Apakah bersama pusing juga mengalami rasa lemah di tungkai atau gangguan koordinasi tungkai?
Biasanya diakibatkan oleh gangguan muskuloskletal atau disfungsi serebellum.
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang diakibatkan oleh keluhan
saat ini.
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: seperti tidak dapat bekerja, hanya bisa tiduran, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: pemberian obat/tindakan tertentu, pengambilan
posisi tertentu, dan sebagainya.
3. PINGSAN
Presinkop atau perasaan bahwa seseorang akan pingsan atau kehilangan kesadaran, tetapi tidak
sampai pingsan. Sinkop adalah kehilangan kesadaran dan tonus postural yang mendadak, tetapi hanya
berlangsung sementara, diikuti oleh penyembuhan komplit dan spontan. Penyebab sinkop dari yang
tersering sampai yang paling jarang adalah: sinkop vasovagal, hipotensi ortostatik, sinkop kardiak (aritmia
atau penyakit organik jantung), penyakit neurologis (TIA vertebrobasilar, migren basilaris), masalah
psikiatri, lain-lain, dan tidak diketahui.
Penggalian tentang keluhan pingsan berdasarkan penggalian riwayat penyakit sekarang, yaitu:
Onset dan durasi. Bila durasi tidak sadarnya pendek dan sembuh sendiri, biasanya memang sinkop,
akibat hipoperfusi otak secara general. Bila tidak sadarnya lama dan tidak hilang sendiri, mungkin pasien
koma, mengalami intoksikasi, atau gangguan tidur.
Frekuensi: berapa sering keluhan muncul
Sifat munculnya keluhan: apakah keluhan muncul secara akut (mendadak), kronis (sudah lama), atau
intermitten (hilang timbul).
Sifat keluhan: apakah pingsan sepenuhnya, atau masih mendengar suara-suara di sekitarnya
(menunjukkan bahwa pasien masih cukup sadar)? Apakah yang menyebabkan pingsan atau presinkop?
Apakah ada gejala warning? Seberapa cepat bangunnya? Apakah sebelum pingsan ada kejang? Apakah
ada ngompol atau berak? Apakah somnolen atau gangguan memori sesudah sadar?
o Apabila masih mendengar suara di sekitarnya, pasien masih berada pada presinkop.
o Pingsan yang didahului oleh adanya pemicu seperti berdiri lama, berada di lingkungan yang panas
dan berdesakan, nyeri hebat saat instrumentasi medis, melihat/menghidu/mendengar sesuatu yang
menakutkan/tidak menyenangkan, emosi berat, umumnya disebabkan oleh sinkop vasovagal.
o Orang muda dengan stress emosional dengan tanda warning adanya flushing , mual, pucat, sangat
lelah, bisa disebabkan oleh sinkop vasodepressor (vasovagal) dengan onset lambat, dan sadar yang
lambat pula.
o Pingsan sesudah gerakan leher yang mendadak atau tekanan pada leher, biasanya pada pasien lanjut
usia, biasanya akibat sinkop sinus karotis.
o Sinkop kardiak/jantung akibat aritmia, sering terjadi pada orang lanjut usia, dengan onset mendadak,
dan cepat juga bangunnya.
6
o Aktivitas motorik tonik-klonik, adanya keluar urine atau feces, dan kondisi postiktal menunjukkan
epilepsi generalisata.
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis lain yang diakibatkan oleh
keluhan saat ini.
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari, apakah sangat mengganggu sehingga harus tidak masuk
sekolah/kerja, dna lain-lain.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: pemberian obat/tindakan tertentu, pengambilan
posisi tertentu, dan sebagainya.
Riwayat penyakit dahulu dan keluhan penyerta yang bisa mengarahkan pada diagnosis untuk
presinkop/sinkop antara lain adalah:
Riwayat penyakit jantung pada pasien atau riwayat penyakit jantung/kematian mendadak di dalam
keluarga, mengarahkan pada sinkop kardiak.
Riwayat kejang/epilepsi, mengarahkan pada epilepsi.
Riwayat stroke/TIA, mengarahkan pada penyakit serebrovaskuler.
Riwayat diabetes, mengarahkan pada pingsan karena neuropati otonom.
Riwayat penggunaan obat kardiovaskuler (beta-bloker, alfa-bloker, antagonis kalsium, nitrat, ACEI,
antiaritmia, diuretik, simpatolitik sentral), obat SSP (antidepresi, antipsikotik, sedatif, antiparkinson,
antokejang, analgetik opioid, antiansietas), obat yang memperpanjang QT interval (antiaritmia, cisaprid,
antibiotik eritromisin, klaritromisin, domperidon, antipsikosis, terfenadin, arsenik) bisa menyebabkan
sinkop karena obat.
Hipotensi, bisa disebabkan oleh hipotensi ortostatik, sinkop kardiak, dan sinkop karena obat.
Nyeri kepala migren, mengarahkan pada migren arteri basilaris.
Nyeri dada atau sesak nafas, mengarahkan pada sinkop kardiak akibat infark myokard, angina tidak
stabil, diseksi aorta, atau emboli paru. Panic disorder juga bisa menyebabkan gejala ini.
Palpitasi, mengarahkan pada sinkop kardiak akibat aritmia.
Diplopia, disartria, vertigo, atau rasa kebas di wajah, mengarahkan pada TIA vertebrobasiler.
Kondisi lemah atau lumpuh otot bisa diakibatkan oleh gangguan otot primer atau gangguan
neurologis, atau bahkan bisa juga akibat penyakit sistemik. Karena penyebab kelemahan otot primer dan
sekunder mempengaruhi berbagai aspek sistem neuromuskular, kategorisasi difokuskan pada lokalisasi
anatomis yang menyebabkan lesi:
Myopati : gangguan otot primer, baik yang kongenital maupun didapat, misalnya rhabdomyolisis,
paralisis periodik myopati.
Radikulopati : gangguan fungsi radix syaraf spinal (gangguan lower motor neuron/LMN), misalnya
radikulopati L5 karena herniasi diskus.
Neuropati perifer : gangguan fungsi syaraf perifer (gangguan LMN), yang bisa dibagi lagi menjadi:
o Mononeuropati: hanya melibatkan 1 syaraf, misalnya wrist drop karena kelumpuhan n. radialis.
o Polineuropati: ganguuan beberapa syaraf perifer, biasanya menyebabkan gejala distal simetris,
misalnya polineuropati diabetik.
Gangguan sistem syaraf pusat : gangguan fungsi otak atau medulla spinalis (myelopati), misalnya stroke,
multiple sclerosis.
Penyakit motor neuron : penyakit yang mengenai UMN dan LMN, misalnya amyotrophic lateral sclerosis
(ALS)
Gangguan neuromuscular junction : kondisi akibat gangguan fungsi neuromuscular end plate, misalnya
botulism (akut), myastenia gravis (kronis).
Penggalian tentang keluhan lumpuh atau kelemahan otot berdasarkan penggalian riwayat penyakit
sekarang adalah sebagai berikut:
Onset dan durasi.
7
Frekuensi: berapa sering keluhan muncul.
Sifat munculnya keluhan: apakah keluhan muncul secara akut (mendadak), kronis (sudah lama), atau
intermitten (hilang timbul).
o Keluhan yang datang dan pergi (episodik) terjadi pada myastenia gravis, dan multiple sclerosis.
o Keluhan yang semakin lama semakin berat (kelemahan otot progresif), terjadi pada ALS,
polimyosisis/dermatomyositis, polineuropati kronis.
o Kelemahan otot yang muncul mendadak dan terus konstan, biasanya terjadi pada stroke, dan
neuropati atau radikulopati kompresif.
o Apabila kelemahan otot sembuh spontan sesudah beberapa minggu, terjadi pada neuropati
kompresif, multiple sclerosis, dan mononeuritis.
Sifat keluhan: apakah yang menyebabkan munculnya keluhan (sesudah minum obat tertentu, sesudah
berada pada satu posisi seperti duduk/berdiri dalam waktu lama)? Apakah kelemahan bertambah
dengan upaya berulang dan berkurang bila istirahat?
o Kelemahan otot sesudah minum obat (lihat obat pada riwayat konsumsi obat di bawah)
mengarahkan pada kelemahan otot karena obat.
o Kelemahan otot sesudah duduk/berdiri lama, mengarahkan pada neuropati perifer kompresif.
o Kelemahan yang bertambah dengan upaya berulang dan berkurang bila istirahat terjadi pada
myastenia gravis.
Lokasi:
o Apakah kelemahan atau kelumpuhan terjadi secara general atau di sisi wajah atau tubuh tertentu?
Kelemahan fokal bisa disebabkan stroke, TIA, atau migren hemiplegik.
o apakah kelemahan terjadi di kedua sisi tubuh pada saat yang bersamaan? Hal ini bisa terjadi pada
penyakit sistemik misalnya pada paralisis periodik hipokalemi.
o apakah kelemahan terbatas pada satu ekstremitas atau salah satu bagian ekstremitas? Ini sering
terjadi pada neuropati perifer atau radikulopati, misalnya foot drop (n. peroneus atau radikulopati
L5), wrist drop (n. radialis), kelemahan oposisi ibu jari (n. medianus), kelemahan tangan intrinsik (n.
ulnaris). Bisa juga terjadi pada multiple sclerosis dan stroke.
o apakah kelemahannya proksimal atau distal? Untuk kelemahan proksimal, tanyakan tentang
kesulitan menyisir rambut, menjangkau sesuatu di rak teratas, atau kesulitan berdiri dari duduk,
kesulitan mengangkat kepala dari berbaring, atau naik tangga yang jaraknya tinggi. Untuk kelemahan
distal di lengan, tanyakan apakah bisa membuka tutup kaleng, menggunakan gunting. Untuk
kelemahan distal di kaki, apakah sering tersangkut saat berjalan. Kelemahan bilateral yang dominan
distal biasanya terjadi pada polineuropati. Kelemahan otot proksimal biasanya disebabkan oleh
polimyositis/dermatomyositis, myastenia gravis, atau amyotrofi diabetik.
o apakah kelemahan disertai dengan rasa kesemutan atau kebas? Bisa terjadi pada multiple sclerosis,
stroke, polineuropati.
o apakah kelemahan otot disertai dengan twitching (fasikulasi) otot? Biasanya disebabkan oleh ALS.
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang diakibatkan oleh keluhan
saat ini
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari: seperti tidak dapat bekerja, hanya bisa tiduran, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: pemberian obat/tindakan tertentu, pengambilan
posisi tertentu, dan sebagainya.
Anamnesis riwayat penyakit dahulu yang bisa mengarahkan pada diagnosis antara lain adalah:
Riwayat diabetes mellitus, mengarahkan pada mononeuropati atau polineuropati karena diabetes
mellitus.
Riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, penyakit vaskuler, riwayat merokok, bisa mengarahkan pada
stroke iskemik.
Riwayat atau tanda adanya hipertiroidisme mengarahkan pada myopati tiroid atau myastenia gravis.
Riwayat konsumsi obat: obat penurun kolesterol bisa menyebabkan rhabdomyolisis; obat yang
menurunkan kalium bisa menyebabkan paralisis periodik karena hipokalemia; steroid bisa menyebabkan
myopati; aminoglikosid, prokainamid, antagonis kalsium bisa menyebabkan myastenia gravis.
Riwayat penyakit ginjal, mengarahkan pada polineuropati uremik.
Pasien vegetarian, mengarahkan pada defisiensi vitamin B12
8
5. KEJANG (KONVULSI)
Kejang adalah gangguan paroksismal akibat pelepasan elektrik yang berlebihan dalam korteks serebri
atau struktur di bawahnya. Penggalian tentang keluhan kejang berdasarkan penggalian riwayat penyakit
sekarang adalah sebagai berikut:
Onset dan durasi
Frekuensi
Sifat munculnya keluhan: apakah keluhan muncul secara akut (mendadak), kronis (sudah lama), atau
intermitten (hilang timbul).
Sifat keluhan:
Hal-hal di bawah ini mengarahkan pada diagnosis epilepsi:
o Apakah pasien merasakan adanya rasa deja vu atau jamais vu sebelum episode kejang?
o Apakah pasien melakukan gerakan jerking atau tidak responsif atau mendadak jatuh
o Pingsan tanpa sebab?
o Apakah selama kejang pasien menggeleng-gelengkan kepala ke kiri dan ke kanan? ➢ apakah pasien
nampak biru saat kejang?
o Apakah pasien bangun dari kejang dengan luka pada lidah?
o Apakah pasien tidak ingat apa yang terjadi atau merasa bingung sesudah bangun dari kejang?
o Apakah pasien merasakan nyeri otot sesudah kejang?
Apabila pasien didiagnosis epilepsi, dilanjutkan pertanyaan terkait tipe kejang dan kondisi postiktalnya
untuk mengetahui tipe epilepsinya:
o Pada epilepsi parsial sederhana, pada kondisi iktal dan postiktal (sesudah kejang), pasien
kesadarannya baik. Pada epilepsi parsial sederhana dengan gejala motorik tipe Jacksonian, pasien
melakukan gerakan tonik, kemudian klonik, yang dimulai unilateral di tangan, kaki, wajah, lalu
menyebar ke bagian tubuh lain di sisi yang sama. Pada epilepsi parsial sederhana dengan gejala
sensorik, pasien merasakan kebas/kesemutan, ada halusinasi visual/auditorik/olfaktorius.
o Pada epilepsi parsial kompleks, kesadaran terganggu pada kondisi iktal, pasien nampak konfusio,
terjadi otomatism seperti mengunyah, mengecap-ngecapkan bibir, berjalan, membuka kancing baju.
Pada postiktal biasanya pasien amnesia, konfusio temporer dan sakit kepala.
o Pada epilepsi generalisata tipe tonik-klonik (grand mal), pasien mendadak tidak sadar, badan rigid
dalam posisi ekstensi, nafas berhenti dan pasien sianotik, kemudian dilanjutkan dengan klonik,
pernafasan berlanjut lagi, kadang dengan hipersalivasi, ngompol, dan trauma. Pada postiktal, pasien
amnesia, konfusio, mengantuk, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, dan kadang ada persistensi defisit
neurologis bilateral.
o Pada petit mal/absence , pasien tidak sadar sebentar, kadang mengejap-ngejapkan mata, menatap
lama, gerakan bibir atau tangan, tapi pasien tidak jatuh. Pasien kembali normal pada postiktal,
kecuali pada petit mal yang atipikal.
o Pada epilepsi atonik, pasien mendadak tidak sadar dan jatuh, dan pada kondisi postiktal, bisa kembali
normal atau konfusio sebentar.
o Pada myoklonus, pasien mendadak melakukan gerakan jerking ekstremitas atau badan yang pendek-
pendek dan cepat.
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang diakibatkan oleh keluhan
saat ini.
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: pemberian obat/tindakan tertentu, pengambilan
posisi tertentu, dan sebagainya.
6. TREMOR
Tremor adalah osilasi ritmis kelompok-kelompok otot antagonis, baik dengan cara sinkron atau
bergantian. Tremor dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu resting, action, dan postural.
9
Resting tremor biasanya khas tanda tremor pada penyakit Parkinson, biasanya berfrekuensi rendah
(3-6 Hz) yang terjadi tanpa action (kontraksi otot volunter).
Action tremor/tremor kinetik adalah osilasi yang terjadi atau meningkat dengan adanya gerakan
volunter, biasanya frekuensinya sedang (6-8 Hz), dan sering sebagai akibat tremor esensial, penyakit
serebellum, atau intoksikasi. Tremor esensial adalah action/isolated postural tremor yang mengenai tangan
dan kadang kepala dan suara tanpa adanya gangguan neurologis lain.Biasanya tremor ini ada dalam
keluarga ( familial tremor). Intention tremor adalah suatu tipe action tremor dimana osilasi terjadi
ortogonal/vertikal terhadap arah gerakan dan meningkat amplitudonya ketika target yang akan dicapai
semakin didekati, biasanya akibat penyakit serebellum.
Postural tremor adalah osilasi yang terjadi akibat mempertahankan postur tetap melawan gravitasi
atau selama postur diam tertentu (menggenggam tinju, memegang kamera, berdiri), biasanya frekuensinya
sedang sampai tinggi (8-14 Hz).
Tremor primer paling sering disebabkan oleh tremor esensial, kemudian oleh penyakit Parkinson,
sedangkan tremor sekunder sering disebabkan oleh obat adrenergik (amfetamin, beta-agonis,
vasokonstriktor, antidepresi trisiklik, antidepresi SSRI), kortikosteroid, antipsikotik, kafein, asam valproat,
amiodaron, kelelahan, dan ansietas.
Penggalian tentang keluhan tremor berdasarkan penggalian riwayat penyakit sekarang adalah sebagai
berikut:
Onset dan durasi.
Frekuensi: berapa sering keluhan muncul.
Sifat munculnya keluhan. apakah keluhan muncul secara akut (mendadak), kronis (sudah lama), atau
intermitten (hilang timbul).
o Tremor akut mengarahkan pada intoksikasi (paparan pada pestisida, logam berat), lesi struktural,
atau gangguan psikogenik.
o Tremor kronis mengarahkan pada penyakit Parkinson, tremor esensial, multiple sclerosis,
penyalahgunaan alkohol kronis, atau neuropati.
o Tremor yang memburuk/progresif bersama waktu secara akut (selama beberapa jam atau hari atau
minggu sampai bulan) mengarahkan pada paparan toksik akut, kondisi anoksia, atau etiologi
psikogenik. Tremor yang progresif kronis (beberapa minggu sampai bulan sampai beberapa tahun)
biasanya disebabkan oleh paparan toksik jangka panjang, multiple sclerosis.
Sifat keluhan:
o Kapan munculnya tremor? Apakah saat istirahat, saat duduk diam, saat menulis/makan/minum, saat
memegang suatu benda, atau menggerakkan bagian tubuh yang tremor? Ini bisa mengarahkan pada
tipe tremor. Resting tremor mengarahkan pada penyakit parkinson, multiple sclerosis, psikogenik,
atau penyakit infeksi. Action tremor bisa diakibatkan oleh tremor esensial, multiple sclerosis, lesi
struktural, hipertiroidism, gangguan metabolik, neuropati, patologi pada serebellum, atau toksin.
Postural tremor bisa disebabkan oleh neuropati, intoksikasi, hipertiroidism, ansietas, tremor esensial,
gangguan metabolik, atau lesi struktural.
o Apakah muncul sesudah minum obat tertentu (teofilin, kafein, beta-agonis, nikotin, asam valproat,
amiodaron, amfetamin, kortikosteroid, antidepresi trisiklik, ssri, antagonis kalsium, alkohol,
antipsikotik)? Antipsikotik biasanya menyebabkan resting tremor. Kafein dan beta- agonis umumnya
menyebabkan postural tremor.
Lokasi:
o Apakah tremor dimulai pada satu tangan/sisi, atau keduanya? Tremor yang dimulai unilateral
mengarahkan pada penyakit Parkinson. Tremor esensial dan parkinsonism atipikal bisa terjadi
bilateral. Lesi struktural juga bisa menyebabkan tremor unilateral.
Hubungan dengan fungsi fisiologis: apakah ada gangguan sistem fisiologis yang diakibatkan oleh keluhan
saat ini.
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: pemberian obat/tindakan tertentu, pengambilan
posisi tertentu, dan sebagainya.
10
Keluhan penyerta dan anamnesis riwayat penyakit dahulu/keluarga yang bisa mengarahkan pada diagnosis
antara lain adalah:
Riwayat keluarga menderita tremor serupa, mengarahkan pada tremor esensial atau familial tremor
Riwayat paparan pada pestisida (organofosfat), logam berat (merkuri, timbal), zat kimia lain (mangan,
arsenik, CO, sianida, alkohol), mengarahkan pada intoksikasi.
Disertai dengan bradikinesia (misalnya kesulitan menyikat gigi atau memutar pegangan pintu),
ketidakstabilan dalam berjalan (sering jatuh), kesulitan memulai gerak (kesulitan berdiri dari sofa/kursi
dengan bantalan yang dalam), serta rigiditas, mengarahkan pada penyakit Parkinson.
11
CHECKLIST PENILAIAN
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Aspek Komunikasi
1 Senyum, salam, dan memperkenalkan diri
2 Mendengarkan secara aktif
3 Tidak memotong pembicaraan pasien selama masih relevan
4 Menggunakan bahasa yang bisa dipahami pasien
5 Mempertahankan kontak mata dengan pasien
6 Menunjukkan empati
II Aspek Anamnesis
7 Menanyakan identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
8 Menanyakan keluhan utama
9 Menggali riwayat penyakit sekarang
Onset
Frekuensi
Sifat munculnya keluhan
Durasi
Sifat keluhan
Lokasi
Hubungan dengan fungsi fisiologis lain
Akibat terhadap aktivitas sehari-hari
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan
10 Menggali riwayat penyakit dahulu:
Ada tidaknya penyakit seperti ini sebelumnya
Penyakit lain yang pernah diderita
11 Menggali riwayat penyakit keluarga
Ada tidaknya penyakit serupa
12 Menanyakan keluhan penyerta (berdasarkan sistem)
13 Membuat resume anamnesis
III Profesionalisme
14 Melakukan dengan penuh percaya diri
15 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = 30 x 100%
12
PEMERIKSAAN PROVOKASI SINDROM NYERI RADIKULAR
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Pemeriksaan Provokasi Sindrom Nyeri Radikular.
Tujuan Khusus :
1. Melakukan Tes Valsalva dengan baik dan benar.
2. Melakukan Tes Naffziger dengan baik dan benar
3. Melakukan Tes Lhermitte dengan baik dan benar
4. Melakukan Tes Laseque dengan baik dan benar
5. Melakukan Tes O’Connel dengan baik dan benar
6. Melakukan Tes Bragard-Sicard dengan baik dan benar
7. Melakukan Tes Patrick dengan baik dan benar
8. Melakukan Tes Kontra-Patrick dengan baik dan benar
A. PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. TES VALSAVA
Tes Valsava mengakibatkan naiknya tekanan intratekal. Jika terdapat proses desak ruang di kanalis
vertebralis bagian servikal, sehingga dengan naiknya tekanan intratekal maka akan mengakibatkan nyeri
radikuler.
Pasien diminta untuk menahan nafas
Pasien diminta untuk mengejan sewaktu ia menahan nafasnya.
Interpretasi :
Tes Valsava positif (+) jika timbul nyeri radikuler yang berpangkal di tingkat leher dan menjalar ke
lengan.
13
2. TES NAFFZIGER
Tes Naffziger juga mengakibatkan naiknya tekanan intratekal. Kenaikan tekanan intratekal yang
dicetuskan dengan tes Naffziger ini diteruskan sepanjang rongga arachnoid medula spinalis. Jika terdapat
proses desak ruang di kanalis vertebralis (misalnya karena tumor atau Hernia Nucleus Pulposus) maka
radiks yang teregang saat dilakukan tes Naffziger akan timbul nyeri radikuler sesuai dengan dermatomnya.
Pasien diminta berdiri atau berbaring.
Pemeriksa menekan kedua vena jugularis dengan kedua tangan pemeriksa sekitar 2 menit sampai
pasien merasa kepalanya penuh.
Pasien diminta untuk mengejan saat dilakukan penekanan vena jugulare tadi.
Interpretasi :
Tes Naffziger positif(+) jika pasien merasakan nyeri menjalar sepanjang dermatomnya.
3. TES LHERMITTER
Aturlah posisi pasien dalam keadaan duduk, kemudian posisi pemeriksa berada di belakang pasien.
Kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas kepala pasien.
Penderita memfleksikan leher sambil merotasikan leher ke semua arah searah jarum jam diikuti
dengan kedua tangan pemeriksa memberi tahanan ringan.
Interpretasi :
Tanda Lhermitte dikatakan positif (+) jika pasien merasakan nyeri menjalar sepanjang dermatomnya.
Gambar 3. Tes Lhermitte
14
Pasien diminta untuk berbaring terlentang di atas tempat tidur, kemudian posisi pemeriksa berada
desebelah sisi kanan pasien
Pemeriksa melakukan fleksi pada sendi panggul pasien dengan cara salah satu tangan memegang tumit
pasien dan mengangkatnya sementara tangan yang lain menekan lutut supaya tetap lurus (straight leg
raising test)
Pemeriksa mencatat pada sudut berapa fleksi pasif tersebut menimbulkan rasa nyeri.
Interpretasi :
Tes Laseque positif (+) jika sewaktu dilakukan gerakan fleksi pasif yang membentuk sudut < 60O telah
menimbulkan rasa nyeri yang menjalar sepanjang perjalanan n. ischiadikus.
o Tes Laseque positif apabila terdapat iritasi pada n. ischiadikus, Hernia Nucleus Pulposus, artritis
sakroiliaka atau koksitis.
o Untuk menegakkan diagnosis HNP, tes ini harus dikombinasikan dengan pemeriksaan lain, misalnya
tes Naffziger.
Pemeriksaan ini sama dengan tes Laseque akan tetapi dilanjutkan dengan dorsofleksi telapak kaki
(Bragard) atau dorsofleksi ibu jari kaki (Sicard).
Tindakan pemeriksaan ini dilakukan untuk membangkitkan nyeri di sendi panggul yang terkena
penyakit.
Pasien diminta berbaring di atas tempat tidur.
Pemeriksa menempatkan tumit (maleolus eksterna) tungkai yang sakit pada lutut tungkai yang lain.
Pemeriksa melakukan penekanan pada lutut tungkai yang difleksikan tadi.
Interpretasi :
15
Tes Patrick positif (+) apabila pasien merasakan nyeri di sendi panggul yang terkena penyakit. Hal
tersebut berarti pasien mengalami gangguan pada sendi panggul. Pada ischialgia diskogenik, tes Patrick
ini biasanya negatif.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membangkitkan nyeri di sendi sakroiliaka. Tes kontra-Patrick
biasanya dilakukan untuk menentukan lokasi patologik yang tepat apabila terdapat keluhan nyeri di daerah
bokong, baik yang menjalar sepanjang tungkai maupun yang terbatas pada daerah gluteal dan sakral saja.
Pasien diminta berbaring terlentang di atas tempat tidur.
Dilakukan fleksi tungkai yang sakit ke sisi luar, kemudian dilakukan endorotasi serta aduksi.
Pemeriksa melakukan penekanan sejenak pada lutut tungkai tersebut.
Interpretasi :
Tes kontra-Patrick positif (+) apabila timbul nyeri di garis sendi sakroiliaka.
16
B. CHECKLIST PENILAIAN
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan (prosedur singkat) yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
II Pemeriksaan Valsava
3 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
4 Meminta pasien untuk menahan nafas beberapa saat
5 Meminta pasien untuk mengejan saat menahan nafasnya
6 Memperhatikan dan menanyakan apakah pasien merasa nyeri atau tidak
7 Mencatat, melaporkan, dan membuat kesimpulan hasil yang didapat
IV Tes Lhermitte
14 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
15 Mempersiapkan pasien pada posisi siap dilakukan pemeriksaan, dan posisi
pemeriksa berada di belakang pasien
16 Kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas kepala pasien.
17 Pasien memfleksikan leher sambil merotasikan leher ke semua arah searah
jarum jam diikuti dengan kedua tangan pemeriksa memberi tahanan ringan.
18 Memperhatikan dan menanyakan apakah pasien merasa nyeri atau tidak
19 Mencatat, melaporkan, dan membuat kesimpulan hasil yang didapat
V Tes Laseque
20 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
21 Mempersiapkan pasien pada posisi siap dilakukan pemeriksaan
22 Melakukan fleksi pada sendi panggul pasien dengan cara yang benar
23 Memperhatikan dan menanyakan pada posisi berapa derajat pasien merasa
nyeri
24 Mencatat, melaporkan, dan membuat kesimpulan hasil yang didapat
17
31 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
32 Mempersiapkan pasien pada posisi siap dilakukan pemeriksaan
33 Pemeriksa menempatkan tumit (maleolus eksterna) tungkai yang sakit pada
lutut tungkai yang lain.
34 Pemeriksa melakukan penekanan pada lutut tungkai yang difleksikan tadi.
35 Memperhatikan dan menanyakan apakah pasien merasa nyeri atau tidak
36 Mencatat, melaporkan, dan membuat kesimpulan hasil yang didapat
IX Profesionalisme
43 Melakukan dengan penuh percaya diri
44 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = 88 x 100%
18
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Tujuan Umum :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan status mental
secara berurutan dan mampu mengetahui keadaan normal dan abnormal pada sistem tersebut.
Tujuan Khusus :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :
1. Melakukan penilaian status mental
2. Melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang ada
3. Mengenal dan menentukan berbagai bentuk gangguan perilaku, pikiran dan perasaan yang
bermanifestasi sebagai gangguan jiwa.
A. PENDAHULUAN
Pemeriksaan status mental meliputi penilaian status mental, penilaian kesadaran, penilaian aktivitas
psikomotorik, penilaian orientasi, penilaian persepsi, penilaian bentuk dan isi pikir, penilaian mood dan
afek, penilaian pengendalian impuls, penilaian menilai realitas, penilaian kemampuan tilikan (insight),
penilaian kemampuan fungsional.
1. Status Mental
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Posture, sikap, pakaian, perawatan diri, rambut, kuku, sehat, sakit, marah, takut,
apatis, bingung, merendahkan, tenang, tampak lebih tua, tampak lebih muda, bersifat seperti
wanita, bersifat seperti laki-laki, tanda-tanda kecemasan–tangan basah, dahi berkeringat,
gelisah, tubuh tegang, suara tegang, mata melebar, tingkat kecemasan berubah-ubah selama
wawancara atau dengan topik khusus.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotorik : Cara berjalan, mannerisme, tics, gerak–isyarat, berkejang-
kejang (twitches), stereotipik, memetik, menyentuh pemeriksa, ekopraksia, janggal / kikuk
(clumsy), tangkas (agile), pincang (limp), kaku, lamban, hiperaktif, agitasi, melawan
(combative), bersikap seperti lilin (waxy)
3. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif, penuh perhatian, menarik perhatian, menantang
(frack), sikap bertahan, bermusuhan, main-main, mengelak (evasive), berhati-hati (guarded)
B. Bicara
Cepat, lambat, memaksa (pressure), ragu-ragu (hesitant), emosional, monoton, keras, membisik
(whispered), mencerca (slurred), komat-kamit (mumble), gagap, ekolalia, intensitas, puncak
(pitch), berkurang (ease), spontan, bergaya (manner), bersajak (prosody)
C. Mood dan Afek
19
1. Mood : (Suatu emosi yang meresap dan bertahan yang mewarnai persepsi seseorang terhadap
dunianya) : Bagaimana pasien menyatakan perasaannya, kedalaman, intensitas, durasi,
fluktuasi suasana perasaan–depresi, berputus asa (despairing), mudah tersinggung (irritable),
cemas, menakutkan (terrify), marah, meluap-luap (expansived), euforia, hampa, rasa bersalah,
perasaan kagum (awed), sia-sia (futile), merendahkan diri sendiri (self– contemptuous),
anhedonia, alexithymic
2. Afek : (ekspresi keluar dari pengalaman dunia dalam pasien), Bagaimana pemeriksa menilai
afek pasien–luas, terbatas, tumpul atau datar, dangkal (shallow), jumlah dan kisaran dari
ekspresi perasaan ; sukar dalam memulai, menahan (sustaining) atau mengakhiri respons
emosinal, ekspresi emosi serasi dengan isi pikiran, kebudayaan
3. Keserasian : keserasian respon emosional pasien dapat dinilai dalam hubungan dengan
masalah yang sedang dibahas oleh pasien. Sebagai contoh, pasien paranoid yang melukiskan
waham kejarnya harus marah atau takut tentang pengalaman yang sedang terjadi pada
mereka. Afek yang tidak serasi, ialah suatu mutu respons yang ditemukan pada beberapa
pasien skizofrenia; afeknya inkongruen dengan topik yang sedang mereka bicarakan.
(contohnya : mereka mempunyai afek yang datar ketika berbicara tentang impuls membunuh).
Ketidak serasian juga mencerminkan tarap hendaya dari pasien untuk mempertimbangkan
atau pengendalian dalam hubungan dengan respons emosional.
D. Pikiran dan Persepsi
1. Bentuk Pikiran
Produktivitas : Ide yang meluap-luap (overabundance of ideas), kekurangan ide (paucity of
ideas), ide yang melompat-lompat (flight of ideas), berpikir cepat, berpikir lambat, berpikir
ragu-ragu (hesitant thinking), apakah pasien bicara secara spontan ataukah menjawab
hanya bila ditanya, pikiran mengalir (stream of thought), kutipan dari pasien (quotation
from patient)
Arus pikiran : Apakah pasien menjawab pertanyaan dengan sungguh-sungguh dan langsung
pada tujuan, relevan atau tidak relevan, asosiasi longgar, hubungan sebab akibat yang
kurang dalam penjelasan pasien; tidak logis, tangensial, sirkumstansial, melantur
(rambling), bersifat mengelak (evasive), perseverasi, pikiran terhambat (blocking) atau
pikiran kacau (distractibility).
Gangguan Berbahasa : Gangguan yang mencerminkan gangguan mental seperti inkoheren,
bicara yang tidak dimengerti (word salad), asosiasi bunyi (clang association), neologisme.
2. Isi Pikiran
Preokupasi : Mengenai sakit, masalah lingkungan, obsesi, kompulsi, fobia, rencana bunuh
diri, membunuh, gejala-gejala hipokondrik, dorongan atau impuls-impuls antisosial.
3. Gangguan Pikiran
Waham : Isi dari setiap sistim waham, organisasinya, pasien yakin akan kebenarannya,
bagaimana waham ini mempengaruhi kehidupannya, ; waham penyiksaan–isolasi atau
berhubungan dengan kecurigaan yang menetap, serasi mood (congruent) atau tak serasi
mood (incongruent)
Ideas of Reference dan Ideas of influence : Bagaimana ide mulai, dan arti / makna yang
menghubungkan pasien dengan diri mereka.
4. Gangguan Persepsi
Halusinasi dan Ilusi : Apakah pasien mendengar suara atau melihat bayangan, isi, sistim
sensori yang terlibat, keadaan yang terjadi, halusinasi hipnogogik atau hipnopompik ;
thought brocasting.
Depersonalisasi dan Derealisasi : Perasaan yang sangat berbeda terhadap diri dan
lingkungan.
5. Mimpi dan Fantasi
Mimpi : satu yang menonjol, jika ia iingin menceritakan, mimpi buruk.
Fantasi : berulang, kesukaan, lamunan yang tak tergoyahkan
E. Sensorium dan Fungsi Kognitif
1. Kesadaran : Kesadaran terhadap lingkungan, jangka waktu perhatian, kesadaran berkabut,
fluktuasi tingkat kesadaran, somnolen, stupor, kelelahan, keadaan fugue.
20
2. Orientasi
Waktu : Apakah pasien mengenal hari secara benar, tanggal, waktu dari hari, jika dirawat di
rumah sakit dia mengetahui sudah berapa lama ia dia berbaring disitu
Tempat : Apakah pasien tahu dimana dia berada
Orang : Apakah pasien mengetahui siapa yang memeriksa dan apa peran dari orang-orang
yang bertemu denganya.
3. Konsentrasi dan Perhitungan : Pengurangan 7 dari 100 dan hasilnya tetap dikurangi 7. jika
pasien tidak dapar dengan pengurangan 7. pasien dapat tugas lebih mudah – 4 x 9; 4 x 5 ;
Apakah cemas atau beberap gangguan mood atau konsentrasi yg bertanggung jawab terhadap
kesulitan ini.
4. Daya ingat : Gangguan, usaha yang membuat menguasai gangguan itu – penyangkalan,
konfabulasi, reaksi katastropik, sirkumstansialitas yang digunakan untuk menyembunyikan
kekurangannya, apakah proses registrasi, retensi, rekoleksi material terlibat.
Daya ingat jangka panjang (remote memory) : data masa kanak-kanak, peristiwa penting
yang terjadi ketika masih muda atau bebas dari penyakit, persoalan-persoalan pribadi.
Daya ingat jangka pendek (Recent past memory, recent memory) : beberapa bulan atau
beberapa hari yang lalu, apa yang dilakukan pasien kemarin, sehari sebelumnya, sudah
sarapan, makan siang, makan malam.
Daya ingat segera (immediate retention and recall) : kemampuan untuk mengulangi enam
angka setelah pemeriksa mendiktekannya – pertama maju, kemudian mundur, sedudah
beberapa menit interupsi, tes pertanyaan yang lain, pertanyaan yang sama, jika diulang,
sebutkan empat perbedaan jawaban pada empat waktu.
Pengaruh atau kecacatan pada pasien : mekanime pasien mengembangkan kemampuan
menguasai kecacatan.
5. Tingkat Pengetahuan : Tingkat pendidikan formal, perkiraan kemampuan intelektual pasien
dan apakah mampu berfungsi pada tingkat dasar pengetahuan. : jumlah, perhitungan,
pengetahuan umum, pertanyaan harus relevan dengan latar belakang pendidikan dan
kebudayaan pasien.
6. Pikiran Abstrak : Gangguan dalam formulasi konsep; cara pasien mengkonsepsualisasikan atau
menggunakan ide-idenya, (misalnya membedakan antara apel dan pear, abnormalitas dalam
mengartikan peribahasa yang sederhana, misalnya ; “Batu-batu berguling tidak dikerumuni
lumut”; jawabannya mungkin konkrit. Memberikan contoh-contoh yang spesipik terhadap
ilustrasi atau arti) atau sangat abstrak (memberikan penjelasan yang umum) ; kesesuaian
dengan jawaban.
F. Tilikan
1. Penyangkalan sepenuhnya terhadap penyakit
2. Sedikit kesadaran diri akan adanya penyakit dan meminta pertolongan tetapi menyangkalinya
pada saat yang bersamaan
3. Sadar akan adanya penyakit tetapi menyalahkan orang lain, faktor luar, medis atau faktor
organik yang tidak diketahui.
4. Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui pada dirinya.
5. Tilikan Intelektual : Pengakuan sakit dan mengetahui gejala dan kegagalan dalam penyesuaian
sosial oleh karena perasaan irrasional atau terganggu, tanpa menerapkan pengetahuannya
untuk pengalaman dimasa mendatang
6. Tilikan Emosional yang sebenarnya : kesadaran emosional terhadap motif-motif perasaan
dalam, yang mendasari arti dari gejala; ada kesadaran yang menyebabkan perubahan
kepribadian dan tingkah laku dimasa mendatang; keterbukaan terhadap ide dan konsep yang
baru mengenai diri sendiri dan orang-orang penting dalam kehidupannya.
G. Daya nilai
1. Daya nilai Sosial : Manifestasi perilaku yang tidak kentara yang membahayakan pasien dan
berlawanan dengan tingkah laku yang dapat diterima budayanya. Adanya pengertian pasien
sebagai hasil yang tak mungkin dari tingkah laku pribadi dan pasien dipengaruhi oleh
pengertian itu.
21
2. Uji daya nilai : pasien dapat meramalkan apa yang akan dia lakukan dalam bayangan situasi
tsb. Misalnya apa yang akan dilakukan pasien dengan perangko, alamat surat yang dia
temukan dijalan.
3. Penilaian Realitas : kemampuan membedakan kenyataan dengan fantasi.
2. Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan Neurologis :
Diagnostik Psikiatrik Tambahan
Wawancara dengan keluarga, teman, tetangga dengan seorang sosial worker
Pemeriksaan laboratorium
B. CHECKLIST PENILAIAN
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Aspek Komunikasi
1 Senyum, salam, dan memperkenalkan diri
2 Mendengarkan secara aktif
3 Tidak memotong pembicaraan pasien selama masih relevan
4 Menggunakan bahasa yang bisa dipahami pasien
5 Mempertahankan kontak mata dengan pasien
6 Menunjukkan empati
III Profesionalisme
22 Melakukan dengan penuh percaya diri
23 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = 46 x 100%
23
24
PEMERIKSAAN TELINGA – HIDUNG – TENGGOROKAN
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Pemeriksaan THT-KL.
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui nama dan kegunaan alat untuk pemeriksaan Telinga Hidung dan Tenggorok.
2. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan Telinga Hidung dan Tenggorok.
3. Melakukan prosedur keterampilan pemeriksaan Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher
25
Gambar 1. Alat-alat yang dipergunakan pada pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok.
Ruangan :
Tempat pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu :
a. Agak gelap/ tidak terlalu terang (ruangan diberi gorden hitam).
b. Tenang
c. Di dalam ruangan harus tersedia :
o Meja periksa yang dilengkapi dengan :
- Kursi pemeriksa
- Kursi tempat duduk penderita
o Tempat tidur
d. Meja THT, untuk meletakkan peralatan pemeriksaan.
A. PENGANTAR
Umumnya, pasien dengan penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok datang dengan keluhan-keluhan
sebagai berikut :
Untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit, diperlukan keterampilan pemeriksaan fisik dan prosedur
diagnostik. Seperti halnya bidang-bidang ilmu kedokteran yang lain, cara-cara pemeriksaan telinga,
hidung, tenggorok dimulai dengan :
1. Anamnesis, baik alloanamnesis maupun heteroanamnesis
2. Pemeriksaan, meliputi :
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
Cara-cara pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok dikenal sebagai cara pemeriksaan smooth and gentle.
Mengapa demikian? Karena organ-organ (telinga, hidung, tenggorok) adalah organ yang sangat sensitif.
Oleh karena itu dalam pemeriksaan harus secara hati-hati dan jangan sampai menyakitkan penderita.
Kadang-kadang perlu dipergunakan obat anestesi lokal agar tidak menimbulkan rasa sakit pada saat
diperiksa.
1. Pasien anak
- Pasien duduk di kursi dipangku oleh orang tua.
- Dokter duduk di kursi pemeriksa.
- Kaki orang tua pasien bersilangan dengan kaki pemeriksa.
- Tangan orang tua memegang kedua tangan pasien, lalu tangan perawat memegangi kepala
pasien.
27
- Bila tidak ada asisten, minta orang tua untuk memfiksasi kepala anak dengan memegangi dahi
anak menggunakan 1 tangan, bagian belakang kepala anak menempel di dada orang tua,
sementara tangan yang lain melingkari badan anak.
2. Pasien dewasa
- Pasien duduk di kursi penderita dengan kaki bersilangan dengan kaki pemeriksa.
B. PEMERIKSAAN TELINGA
B.1 ANAMNESIS
28
Didahului oleh apa
Penyebab gangguan pendengaran :
1. Kongenital
2. Kelainan anatomi
3. Otitis eksterna dan media baik akut maupun kronis 4. Trauma
4. Benda asing/cerumen
5. Ototoksis
6. Degenerasi
7. Noise induce
8. Neoplasma
Untuk inspeksi liang telinga dan membrana timpani, pergunakan spekulum telinga atau otoskop.
Untuk visualisasi terbaik pilih spekulum telinga ukuran terbesar yang masih pas dengan diameter
liang telinga pasien. Diameter liang telinga orang dewasa adalah 7 mm, sehingga untuk otoskopi
pasien dewasa, pergunakan spekulum dengan diameter 5 mm, untuk anak 4 mm dan untuk bayi 2.5
– 3 mm.
Lakukan pemeriksaan terhadap kedua telinga. Bila telinga yang sakit hanya unilateral, lakukan
pemeriksaan terhadap telinga yang sehat terlebih dahulu.
29
Palpasi telinga : - Sekitar telinga
- Belakang daun telinga
- Depan daun telinga
- Adakah rasa sakit/ tidak (retroauricular pain/ tragus pain)
Gambar 6. Pemeriksaan meatus auditorius Gambar 7. Pemeriksaan liang telinga luar dan
eksternus. Daun telinga (pinna) harus ditarik ke membrana timpani menggunakan otoskop.
atas dan ke belakang supaya liang telinga lebih Otoskop digerakkan ke beberapa arah untuk
lurus. Pada anak, pinna ditarik lurus ke visualisasi terbaik
Gambar 8(A). Memegang otoskop seperti Gambar 8(B). Memegang otoskop seperti
memegang pensil, menggunakan ibu jari memegang pistol. Bagian dorsal
& jari telunjuk, kelingking dan jari manis telunjuk menempel pada sisi wajah
menempel pada sisi wajah pasien. pasien.
1. Otoskop dipegang menggunakan tangan yang sesuai dengan sisi telinga yang akan diperiksa,
mis: akan memeriksa telinga kanan, otoskop dipegang menggunakan tangan kanan.
2. Otoskop dapat dipegang dengan 2 cara : seperti memegang pensil (gambar 8.A) atau seperti
memegang pistol (gambar 8.B ). Kedua teknik ini memastikan otoskop dan pasien bergerak
sebagai 1 unit.
3. Untuk pasien : berikan informasi bahwa prosedur ini tidak menyakitkan, pasien hanya diminta
untuk tidak bergerak selama pemeriksaan.
4. Pastikan daya listrik otoskop dalam keadaan penuh (fully charged).
30
5. Bila terdapat serumen yang menghalangi visualisasi liang telinga dan membrana timpani,
lakukan pembersihan serumen terlebih dahulu.
6. Penilaian Membran Timpani : Gendang telinga : Dinilai warnanya, besar kecilnya, ada tidaknya
reflek cahaya (cone of light), perforasi, sikatrik, retraksi, penonjolan prosesus brevis.
31
G. Retraksi membrana timpani
H. Perdarahan dalam telinga tengah
karena barotrauma
32
C. PEMERIKSAAN HIDUNG
Lekuk hidung dibentuk dari dua tulang hidung di bagian atas, sepasang kartilago di bagian
tengah dan dua kartilago di bagian tengah dan dua kartilago di ujung sekitar lobang hidung.
Septum membagi hidung menjadi dua rongga hidung. Di bagian posterior, rongga terbuka
dengan tiga alat pengatur udara pada tiap sisi. Struktur ini disebut sebagai konka yang berfungsi
menginfiltrasi, menghangatkan dan melembabkan udara pernapasan.
Sinus paranasal – maksilaris, frontalis,
etmoidalis dan sfeniodalis, merupakan rongga
yang berisi udara di dalam tulng tengkorak.
Sinus ini berhubungan dengan bukaan sempit
(ostia) dengan rongga hidung
C.1 ANAMNESIS
33
Obstruksi hilang timbul/tidak Menetap, makin lama makin berat
Pada segala posisi tidur
Diagnosis banding :
1) Rhinitis (akut, kronis, alergi )
2) Benda asing
3) Polyp hidung dan tumor hidung
4) Kelainan anatomi (atresia choana, deviasi septum)
5) Trauma (fraktur os nasal)
e) Rinolalia :
Sejak kapan
Terjadi saat apa, pilek /tidak Disertai gejala-gejala lain/ tidak Ada riwayat trauma kepala/
tidak Ada riwayat operasi hidung/ tidak Ada riwayat operasi kepala/ tidak
1) Lakukan tamponade ± selama 5 menit dengan kapas yang dibasahi larutan lidokain 2% &
efedrin.
2) Angkat tampon hidung
Gambar 11. Pemeriksaan hidung. (A) Mengangkat ujung hidung untuk memberikan gambaran yang jelas
hidung bagian anterior. (B) Rhinoskopi anterior dengan menggunakan spekulum hidung
Gambar 13. Kelainan hidung. (A) Hipertrofi konka (B) Perforasi hidung pasca operasi (C) Polip hidung
Urutan pemeriksaan :
1) Pegang cermin nasofaring dengan tangan kanan
2) Punggung cermin nasofaring dihangatkan
3) Temperatur cermin nasofaring ditest dengan meletakkan ke lengan kiri bawah pemeriksa (
panasnya harus sedikit lebih dari 37º C ).
4) Tangkai cermin nasofaring dipegang seperti memegang pensil, kaca mengarah ke atas.
5) Mulut dibuka lebar – lebar
6) Lidah tetap didalam mulut, tidak boleh digerak – gerakkan dan tidak boleh kaku.
7) Pasien diminta untuk bernapas bernafas melalui hidung
8) Ujung spatula diletakkan pada punggung lidah, dimuka uvula.
9) Lidah ditekan kebawah, hingga diperoleh tempat yang cukup luas untuk menempatkan
cermin. Karena di median terdapat uvula, maka tempat yang cukup luas itu lebih mudah
diperoleh bila lidah ditekan tidak di medial tetapi paramedian, lebih mudah menekan
paramedian kanan dari penderita
10) Masukkan cermin nasofaring kedalam orofaring (daerah ismus fausium) sedekat mungkin
dengan dinding belakang faring, di bawah palatum mole.
35
Gambar 14. Cara memasukkan cermin nasofaring.
`
Gambar 15. Gambaran nares posterior yang terpantul pada cermin nasofaring
1. PALPASI SINUS
Palapsi untuk menemukan nyeri tekan pada sinus
1) Tekan sinus frontalis pasien dari sebelah bawah alis mata dengan menghindari
penekanan pada bola mata
2) Kemudian tekan sinus maksilaris pasien yang berada di bawah kedua kavum orbita
pasien
3) Nilai ada tidak nyeri pada penekanan sinus – sinus ini
36
B C
Gambar 16(A) Potongan coronal sinus paranasal (B) Palapasi sinus frontalis (C) Palpasi sinus maksilarisB
37
Gambar 18. Transluminasi Sinus Maksilaris
D.1 ANAMNESIS
b) Serak (hoarseness) :
- Sejak kapan ?
- Apakah disertai dengan keluhan yang lain seperti sesak napas/ batuk ?
- Apakah ada riwayat trauma ?
- Batuk-batuk : apakah batuk dulu baru serak; apakah serak dulu baru batuk ?
- Diagnosis banding :
1) Laringitis akut dan kronis
2) Alergi
3) TB
4) Nodul
5) Neoplasma
6) GERD
7) Gangguan neurologi (post stroke)
38
Apakah ada kelainan di bibir dan rongga mulut :
Bibir pecah-pecah
Ulkus di bibir
Drolling (ngiler)
Tumor
Sukar membuka mulut (trismus )
Besar tonsil
Permukaan :
- Halus/ berbenjol-benjol,
- Ulserasi,
- Detritus,
- Pelebaran kripte,
- Micro abses,
- Tonsil berlobus-lobus,
- Penebalan arcus,
- Besar tonsil kanan-kiri sama/ tidak,
- Disertai pembesaran kelenjar leher/ tidak.
39
Pemeriksaan laringoskopi indirek bertujuan untuk melihat laring secara tidak langsung
dengan bantuan kaca laring. Pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan cermin yang disinari
dengan cahaya di dalam faring. Bayangan laring pada cermin terlihat dari sinar yang dipantulkan.
Pemeriksaan ini sangat mutlak perlu dilakukan sebagai pemeriksaan rutin, kecuali pada pasien
trismus hebat, stenosis faring, dan trauma yang merupakan kontraindikasi.
Adanya kelainan laring kadang-kadang dapat diduga sebelumnya. Dengan palpasi, dapat
diketahui adanya nyeri tekan, gerakan laring waktu menelan makanan atau minuman, limfonodi
leher yang teraba sebagai metastase, dan mengetahui kirakira letak keganasan yang merupakan
sumber atau induk.
Laringoskopi dapat mengidentifikasi kelainan-kelainan laring dan faring baik akut maupun kronis,
benigna atau maligna.
Indikasi laringoskopi indirek :
• Batuk kronis
• Dyspnea
• Disfonia
• Stridor
• Perubahan suara
• Sakit tenggorokan kronis
• Otalgia persisten
• Disfagia
• Epistaksis
• Aspirasi
• Merokok dan alkoholisme lama
• Skrining karsinoma nasofaring
• Kegawatdaruratan: angioedema, trauma kepala-leher
Kontraindikasi : Epiglotitis
40
PROSEDUR PEMERIKSAAN
1) Cuci tangan
2) Siapkan semua alat yang dibutuhkan, pemeriksa mengenakan head lamp
3) Pasien diminta duduk tegak, seluruh punggung bersandar pada kursi, kepala atau dagu
dikedepankan sedikit.
4) Minta pasein membuka mulut untuk melihat faring dan menentukan ukuran cermin laring
yang akan digunakan. Hal ini penting karena bila ukuran cermin terlalu besar akan
menyentuh tonsil atau dinding faring yang akan menyebabkan muntah.
5) Minta pasien bernapas melalui mulut.
6) Minta pasien menjulurkan lidah semaksimal mungkin.
7) Kemudian bungkus bagian lidah yang ada di luar mulut dengan kain kasa.
8) Pemeriksa memegang lidah dengan tangan kiri secara optimal (tidak terlalu keras ataupun
longgar), jari I di atas lidah, jari III di bawah lidah, dan jari II menekan pipi/ menahan bibir
atas.
9) Pegang cermin dengan tangan kanan seperti memegang pensil dengan arah cermin ke
bawah.
10) Panaskan cermin (sedikit di atas 37°C) agar tidak menjadi kabur saat terkena udara
pernapasan. Panas cermin dikontrol pada punggung tangan kiri pemeriksa.
11) Masukkan cermin ke dalam faring dengan hati-hati (jangan sampai menyentuh bagian
belakang lidah, tonsil, atau dinding faring) dan letakkan cermin tepat di depan uvula. Bila
perlu, uvula dapat didorong ke posterior dengan punggung cermin.
12) Cermin kemudian disinari. Pada posisi cermin yang benar, bayangan permukaan belakang
epiglotis dan aditus tampak dengan jelas pada cermin.
13) Pemeriksaan dimulai dari pasien bernapas biasa, inspirasi dalam, dan fonasi.
42
Gambar 22 (A). Palpasi kelenjar tiroid dari arah depan. Tangan kanan mendorong
kelenjar tiroid ke arah kiri pasien, sementara telunjuk dan ibu jari tangan kiri Gambar 22 (B).
mempalpasi kelenjar tiroid dari bawah m. sternocleidomastoideus. Palpasi kelenjar Kelenjar limfe leher
tiroid dari arah depan. Tangan kanan mendorong kelenjar tiroid ke arah kiri pasien,
sementara telunjuk dan ibu jari tangan kiri mempalpasi kelenjar tiroid dari bawah m.
sternocleidomastoideus
E. CHECKLIST PENILAIAN
IV Profesionalisme
17 Melakukan dengan penuh percaya diri
18 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang
tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
36
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan (prosedur singkat) yang akan dilakukan
dan persetujuan tindakan (informed consent)
IV Profesionalisme
19 Melakukan dengan penuh percaya diri
20 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
44
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang
tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
40
II Prosedur Pemeriksaan
3 Cuci tangan
4 Mempersiapkan pasien pada posisi siap dilakukan pemeriksaan
5 Mempersiapkan alat – alat pemeriksaan, mengenakan head lamp
6 Meminta penderita duduk tegak, seluruh punggung bersandar pada kursi, kepala atau
dagu dikedepankan sedikit
7 Memeriksa bibir
Meminta penderita membuka mulut untuk memeriksa rongga mulut
8 o Memeriksa Lidah
9 o Memeriksa Tonsil
10 Melihat faring dan menentukan ukuran cermin laring yang akan digunakan
11 Meminta penderita bernapas melalui mulut
12 Minta penderita menjulurkan lidah semaksimal mungkin, kemudian bungkus bagian
lidah yang ada di luar mulut dengan kain kasa dan pemeriksa memegang lidah dengan
tangan kiri secara optimal
13 Pemeriksa memegang cermin dengan tangan kanan seperti memegang pensil dengan
arah cermin ke bawah kemudian memanaskan cermin (sedikit di atas 37°C). Panas
cermin dikontrol pada punggung tangan kiri pemeriksa
14 Memasukkan cermin sampai kedalam faring dengan hati-hati. Bila perlu,
uvula dapat didorong ke posterior dengan punggung cermin,
kemudian cermin disinari
15 Memperhatikan dan melaporkan hasil yang didapat
Evaluasi
a. Tahap 1: Radiks lingue, epiglotis, dan sekitarnya
b. Tahap 2: melihat laring dan sekitarnya
c. Tahap 3: melihat trakea
16 Membuat kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan
IV Profesionalisme
20 Melakukan dengan penuh percaya diri
21 Melakukan dengan kesalahan minimal
45
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang
tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
42
46
PEMERIKSAAN MATA
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Pemeriksaan Fisik Mata.
Tujuan Khusus :
1. Melakukan anamnesis terhadap pasien dengan keluhan gangguan mata.
2. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan central (visus)
3. Melakukan pemeriksaan lapang pandang
4. Melakukan pemeriksaan otot ekstra okuler
5. Melakukan pemeriksaan segmen anterior dan organ aksesorisnya (kelopak mata sampai lensa)
6. Melakukan pemeriksaan segmen posterior (funduskopi)
7. Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata
8. Melakukan pemeriksaan buta warna.
48
Gambar 5. Buku Ishihara
49
A. ANAMNESIS PASIEN DENGAN KELUHAN GANGGUAN PADA MATA
A B C
Gambar 8 (A) Belekan; (B) Timbilan, (C) (Mata merah, gatal dan berair
Gambar 11 Diplopia
Adanya gejala sistemik : demam, malaise, sakit kepala.
50
o Jika terdapat diplopia, ditanyakan apakah diplopia horisontal atau vertikal,
kedua mata atau salah satu mata, apakah persisten bila salah satu mata
ditutup.
o Riwayat penggunaan kaca mata sebelumnya.
o Gejala-gejala neurologis : gangguan motorik dan sensorik, gangguan syaraf kranial yang lain.
- Trial lens
- Trial frame
- Kartu Snellen
- Astigmat dial
- Kartu Ishihara
- Ruangan dengan panjang 5 m atau 6 m
- Penerangan yang cukup
2. CARA PEMERIKSAAN
51
3. INTERPRETASI HASIL
Bila huruf baris paling atas pun tidak terbaca, maka diperiksa dengan
hitungan jari tangan yang berarti visusnya .../60.
Bila tidak bisa menghitung jari, digunakan goyangan tangan dengan jarak 1
meter, yang berarti visusnya 1/300.
Bila tidak bisa melihat goyangan tangan, digunakan berkas cahaya dengan
jarak 1 meter, yang berarti visusnya 1/~
Bila visus kurang dari 6/6, dilakukan tes pinhole.
- Bila dengan tes pinhole visus maju/ membaik (bisa 6/6), berarti terdapat
kelainan refraksi yang belum terkoreksi.
- Bila dengan tes pinhole visus tidak maju/ tidak membaik kemungkinan terdapat
kelainan organik.
- Apabila pinhole maju/ membaik maka dicoba untuk dikoreksi dengan lensa spheris
negatif atau positif.
Bila setelah koreksi maksimal visus belum mencapai 6/6, dilakukan pemeriksaan
astigmat dial
- Bila pada astigmat dial melihat ada garis yang paling tegas, diperiksa
dengan lensa cylindris negatif atau positif (dengan metode trial and
error) dimana axisnya tegak lurus pada garis yang paling tegas tersebut,
sampai dapat mencapai 6/6.
- Demikian sebaliknya diperiksa visus mata kirinya.
Menyebutkan macam kelainan macam refraksinya.
Tidak ada alat khusus, bisa dengan jari telunjuk atau suatu benda yang
warnanya menyolok (misalnya ballpen yang ujungnya berwarna merah,
dsb).
2. CARA PEMERIKSAAN
52
(sebutkan di daerah mana yang mengalami penyempitan)
3. INTERPRETASI HASIL
Anopia dextra
Binasal hemanopia
Bitemporal hemianopia
53
D. PEMERIKSAAN POSISI BOLA MATA (HIRSCHBERG TEST)
2. CARA PEMERIKSAAN
Penderita duduk sejajar dan sama tinggi dengan pemeriksa.
Pemeriksa mengarahkan lampu senter ke pangkal hidung dengan jarak 30 – 40 cm
Perhatikan refleks cahaya dari senter pada permukaan kornea penderita.
3. INTERPRETASI HASIL
Pada keadaan normal kedua refleks cahaya akan jatuh tepat didepan pupil, disebut orthotropia.
1) Bila refleks cahaya kornea tidak jatuh tepat didepan pupil maka disebut :
- Bila cahaya jatuh di medial pupil disebut eksotropia,
- Bila cahaya jatuh di lateral pupil disebut esotropia,
- Bila cahaya jatuh di superior pupil disebut hipertropia,
- Bila cahaya jatuh di inferior pupil, disebut hipertropia.
Refleks cahaya pada mata yang berdeviasi bila: lebih dekat pertengahan pupil, berarti
deviasi 5-6 derajat, sedang bila pada tepi pupil, berarti deviasi 12-15 derajat (20 prisma
dioptri).
2) Bila refleks sinar pada kornea terletak antara pinggir pupil dan limbus,
berarti deviasi 25 derajat, dan bila pada pinggir limbus berarti deviasi 45-60
derajat
3) Umumnya: pergeseran sinar dari tengah pupil 1 (satu) milimeter atau sama
dengan deviasi 7 derajat (15 prisma dioptri)
1. CARA PEMERIKSAAN
54
b. benda yang dilihat 1 garis lebih besar daripada tajam penglihatan terburuk dapat
dipergunakan nonakomodatif target (sinar)
4) Mata ditutup bergantian dengan okluder dari mata kanan ke kiri dan sebaliknya
5) Dilihat kedudukan mata dibawah okluder atau saat okluder dipindah pada mata yang lain
2. INTERPRETASI HASIL
1) Bila mata di belakang okluder bergerak ke luar, ke dalam, ke atas, atau ke bawah
menunjukkan adanya heteroforia
2) Bila mata segera sesudah okluder dibuka mencoba berfiksasi sehingga terlihat
pergerakan ke luar, ke dalam, ke atas atau ke bawah, hal ini berarti ada foria
3) Derajat foria dapat diukur dengan meletakkan prisma sehingga tidak terjadi
pergerakan mata pada saat mata dibuka
2. CARA PEMERIKSAAN
55
2) Nyalakan senter dari jarak 60 cm, tepat di depan glabela penderita.
3) Perhatikan refleks sinar tersebut pada kornea, bila simetris berarti pasangan bola
mata dalam orbita sejajar (tampak pantulan sinar di tengah pupil,sedikit ke medial).
Kemudian penderita diminta mengikuti gerakan ujung jari pemeriksa, pensil /ballpen
yang digerakkan dari central ke perifer ke 6 arah kardinal tanpa menggerakkan
kepala (melirik saja).
4) Diperhatikan gerakan kedua mata, keduanya bebas ke segala arah ataukah ada yang tertinggal.
5) Khusus untuk melihat gerakan bola mata ke bawah, angkatlah kedua kelopak atas
dengan ibu jari dan jari telunjuk.
6) Untuk tes konvergensi, ujung jari/ senter/ ballpen/ pensil dari jarak ± 45 cm di depan
pangkal hidung didekatkan ke arah pangkal hidung hingga jarak 5 cm sampai 8 cm,
untuk menilai kekuatan konvergensi.
56
- Lensa spheris positif
- Kapas steril
- Air dan sabun untuk cuci tangan
2. CARA PEMERIKSAAN
Gambar 20. Minta pasien untuk melihat Gambar 21. Eversio palpebra superior.
ke atas, pergunakan ibu jari untuk Pergunakan lidi kapas yang diletakkan pada
sedikit menekan dan menarik palpebra lipatan palpebra superior. Balik dengan cara
inferior ke arah bawah, sehingga sklera menarik bulu mata ke arah atas, pasien
dan konjung- tiva terpapar. diminta melirik ke arah bawah. Untuk
mengembalikan- nya, minta pasien melihat ke
arah atas.
57
Gambar 22. Pemeriksaan sensibilitas kornea terhadap sentuhan
12) Periksa kedalaman bilik mata depan dengan sinar yang diarahkan dari temporal limbus.
Tentukan dalam dan kejernihannya.
14) Periksa lensa, sebaiknya pupil dilebarkan (kalau tidak ada kontra indikasi).
15) Sinar dari arah 30 -45 temporal kornea, perhatikan letak dan kejernihannya (shadow test,
kalau tidak ada bayangan iris di lensa berarti shadow test negatif, hal ini pada lensa yang jernih
atau pada katarak yang matur, dan sebaliknya).
16) Periksa reflex pupil terhadap cahaya langsung ( direct), cahaya tidak langsung (indirect).
Perhatikan pula bentuk pupil, bulat atau tidak, sentral atau tidak.
58
H. PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR (FUNDUSKOPI)
- Oftalmoskop direk.
- Midriatikum (Obat pelebar pupil) yang cepat kerjanya, cepat hilang pengaruhnya : tropicamide 0.5%-1%
atau fenilefrin hidroklorida 2.5% / 10%
Perhatian: Sebaiknya sebelum melebarkan pupil, diukur tekanan bola mata terlebih dahulu. Apabila
tekanan bola mata pasien tinggi (>20), maka penggunaan obat pelebar pupil tidak disarankan
2. CARA PEMERIKSAAN
1) Penderita duduk.
2) Mata penderita ditetesi midriatikum, kemudian ditunggu ± 20 menit.
3) Bila yang diperiksa mata kanan, oftalmoskop dipegang dengan tangan kanan, gunakan mata yang
kanan juga, jari telunjuk berada pada panel pengatur ukuran lensa dan sebaliknya.
4) Letakkan tangan kiri pada dahi atau bahu pasien untuk menopang dan menstabilkan tubuh kita
5) Pandangan penderita diminta memfiksasi suatu titik jauh tak terhingga atau ± 6m.
6) Peganglah oftalmoskop dengan cara menggenggam bagian pegangannya, sedangkan jari telunjuk
berada pada panel pengatur ukuran lensa, siap untuk menyesuaikan ukuran lensa sehingga dapat
diperoleh bayangan yang paling tajam.
7) Pada jarak 30 cm, di depan temporal (±45⁰) mata penderita, sinar oftalmoskop diarahkan pada pupil
mata penderita.
8) Perlahan-lahan mendekat ke arah pasien dengan 15O ke arah temporal dari garis penglihatan pasien.
Usahakan untuk tetap melihat pupil. Putar roda fokus ke arah negatif menyesuaikan dengan keadaan
refraksi pasien dan pemeriksa untuk mendapatkan fokus pada retina.
9) Saat Pembuluh darah retina sudah terlihat, ikuti sampai pembuluh darah terlihat melebar ke arah
diskus optik, yang letaknya ke arah nasal dari tengah retina.
10) Periksa dengan urutan diskus optik, pembuluh darah retina, latar belakang retina dan macula.
11) Ulangi pemeriksaan untuk mata kiri, dengan tangan kiri memegang ophtalmoskop dan melihat dengan
mata kiri.
3. INTERPRETASI HASIL
Untuk hasil pemeriksaan normal yang bisa dilihat adanya diskus optik
berbentuk bulat sedikit oval dengan warna pink karena adanya kapiler yang sangat
kecil. Tepi diskus harus tajam (tegas) dan di bagian tengah ada cekungan yang
59
disebut physiologic cup. Perbandingan antara diskus dengan cup di tengahnya
pada keadaan normal berkisar antara 0.3-0.4 yang disebut cup disc ratio.
60
I. PEMERIKSAAN TEKANAN BOLA MATA
Bola mata dapat digambarkan sebagai suatu kompartemen tertutup dengan sirkulasi
aqueous humor yang konstan. Cairan ini mempertahankan bentuk dan tekanan yang cukup
merata di dalam bola mata. Tonometri adalah cara pengukuran tekanan cairan intraokular
dengan memakai alat-alat yang terkalibrasi. Tekanan intraokular yang normal berkisar dari
10 sampai 21 mmHg.
Tonometer Schiotz mengukur besarnya indentasi kornea yang dihasilkan oleh beban
yang telah di tentukan. Dengan makin meningkatnya tekanan intraokular, makin sedikit
indentasi kornea yang terjadi. Karena cara ini mengunakan alat yang menempel pada
kornea pasien, diperlukan anastesi lokal dan ujung alat harus didisinfeksi sebelum dipakai
dan alkohol pada ujung tonometri harus dipastikan benar-benar kering sebelum diletakkan
ke kornea pasien karena dapat menyebabkan kerusakan epitel kornea.
61
2. CARA PEMERIKSAAN
Persiapan penderita :
- Penderita diberi penjelasan tentang apa yang akan dilakukan, cara
pemeriksaan dan bagaimana penderita harus bersikap.
- Penderita diminta tidur terlentang, posisi kepala horizontal.
- Mata penderita ditetesi Panthocaine 0,5% atau 2%, 1 – 2 tetes, 5 menit
kemudian ditetesi lagi satu tetes. Penderita diminta memandang ke satu titik
tepat diatasnya, dengan cara memfiksasi kepada ibu jarinya yang diacungkan
di atasnya, sehingga sumbu optik mata benar-benar vertikal.
- Kelopak atas dan bawah dibuka lebar dengan menggunakan jari telunjuk dan
ibu jari tangan kiri, tidak boleh menekan bola mata, kemudian tonometer
diletakkan dengan hati- hati pada permukaan kornea, tepat di tengah, tanpa
menggeser, posisi benar-benar vertikal.
- Letakkan tonometer tepat di atas kornea tanpa menekan bola mata.
- Tinggi rendahnya tekanan bola mata menentukan besarnya indentasi yang
ditimbulkan oleh alat tersebut. Besar kecilnya indentasi menentukan besarnya
simpangan jarum yang dihubungkan pada lempeng tersebut.
- Bila dengan beban 5,5 gram menunjukkan angka skala 0 maka beban perlu
ditambahkan dengan beban 7,5gram atau 10 gram.
- Tonometer diangkat, dibersihkan dengan kapas alkohol.
62
- Mata diberi salep mata (misalnya Chloramfenicol)
- Lihat tabel, berapa mmHg tekanan bola matanya.
- Cara baca dan menuliskan hasil : Misalnya dengan beban 5,5 gram simpangan
jarum tonometer menunjukkan angka 5 pada tabel terlihat hasilnya 17,3
mmHg.
Augendruck-Pressure, mmHg
Zeiger Ausschlag Tonometerstiftewitch-Pluger load
Scale reading 5.5 gram 7,5 10 15
gram gram gram
0,0 41,5 59,5 81,5 127,5
0,5 37,8 54,2 75,1 117,9
1,0 34,5 49,8 69,3 109,3
1,5 31,6 45,8 64,0 101,4
2,0 29,0 42,1 59,1 94,3
2,5 26,6 38,8 54,7 88,0
3,0 24,4 35,8 50,6 81,8
3,5 22,4 33,0 46,9 76,2
4,0 20,6 30,4 43,4 71,0
4,5 18,9 28,0 40,2 66,2
5,0 17,3 25,8 37,2 61,8
5,5 15,9 23,8 34,4 57,6
6,0 14,6 21,9 31,8 53,6
6,5 13,4 20,1 29,4 49,9
7,0 12,2 18,5 27,2 46,5
63
7,5 11,2 17,0 25,1 43,2
8,0 10,2 15,6 23,1 40,2
8,5 9,4 14,3 21,3 38,1
9,0 8,5 13,1 19,6 34,6
9,5 7,8 12,0 18,0 32,0
10,0 7,1 10,9 16,5 29,6
10,5 6,5 10,0 15,1 27,4
11,0 5,9 9,0 13,8 25,3
Augendruck-Pressure, mmHg
Zeiger Ausschlag Scale reading Tonometerstiftewitch-Pluger load
5.5 gram 7,5 gram 10 gram 15 gram
11,5 5,3 8,3 12,6 23,3
12,0 4,9 7,5 11,5 21,4
12,5 4,4 6,8 10,5 19,7
13,0 4,0 6,2 9,5 18,1
13,5 5,6 8,6 16,5
14,0 5,0 7,8 15,1
14,5 4,5 7,1 13,7
15,0 4,0 6,4 12,6
15,5 5,8 11,4
16,0 5,2 10,4
16,5 4,7 9,4
17,0 4,2 8,5
17,5 7,7
18,0 6,9
18,5 6,2
19,0 5,6
19,5 4,9
20.0 4,5
64
J. PEMERIKSAAN BUTA WARNA
Metode Ishihara ini di kembangkan menjadi Tes Buta Warna Ishihara oleh Dr. Shinobu Ishihara.
Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang dan terus digunakan di seluruh dunia,
sampai sekarang. Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik
dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran.
Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan
warna seperti yang dilihat orang normal (pseudo-isochromaticism). Kartu tes buta warna dengan
metode ishihara Dalam tes buta warna ishihara ini dapat digunakan kartu ishihara 14, 24, atau 38
plate atau lembar gambar. Di mana gambar- gambar tersebut memiliki urutan 1 sampai 38.
Aplikasi tes buta warna Ishihara menggunakan 14, 24, atau 38 plate gambar, tetapi dalam
pemeriksaan ini ditampilkan 24 plate saja yang merupakan gambar-gambar utama dari tes buta
warna ishihara. Dengan 24 plate ini sudah dapat disimpulkan kondisi orang yang di tes apakah
mengalami buta warna total, parsial atau normal .
Dalam proses menampilkan 24 plate gambar tes buta warna ishihara ini dapat dilakukan secara
urut (skensial) atau acak (random). Aplikasi yang dibangun menampilkan 24 plate gambar secara
acak.
- Buku Ishihara
2. CARA PEMERIKSAAN
3. INTERPRETASI HASIL
65
Tabel. Pengambilan kesimpulan Tes Buta Warna.
Kesimpulan
Pengambilan Kesimpulan
Tes
Buta Warna 1. Jika gambar 1 salah dan jawaban gambar lain diabaikan
Total
Buta Warna 1. Jika gambar 1 benar, gambar 2 sampai gambar 16 ada salah
Parsial lebih dari 3 atau
2. Jika gambar 1 benar, gambar 22 sampai gambar 24 jawaban
hanya benar pada salah satu gambar atau
3. Jika gambar 1 benar, Jika gambar 18 sampai gambar 21
terlihat angka.
Normal 1. Jika gambar 1 sampai gambar 17 benar, atau gambar 1 harus
benar dan lebih dari 13 gambar dijawab benar
2. Gambar 22 sampai gambar 24 benar atau 2 gambar benar
66
Orang normal: 29 Mata normal: 5
Defisiensi Merah-Hijau: 70 Buta warna: Tidak mampu membaca
Buta warna: Tidak mampu membaca
67
Mata normal: 16 Mata normal: 42
Buta warna: Tidak mampu membaca Proanomalia kuat: 2
Protanomalia sedang: 2 lebih jelas dari 4
Deuteranomalia kuat: 4
Deuteranomalia sedang: 4 lebih jelas dari
2
68
Mata normal: 26 Mata normal : mampu mengikuti jalur
Proanomalia kuat: 6 ungu dan merah.
Protanomalia sedang: 6 lebih jelas dari 2 Proanomalia kuat : mampu mengikuti jalur
Deuteranomalia kuat: 2 ungu
Deuteranomalia sedang: 2 lebih jelas dari 4 Protanomalia sedang: jalur ungu lebih
jelas dari jalur merah
Deuteranomalia kuat : mampu
mengikuti jalur merah
Deuteranomalia sedang: jalur merah
lebih jelas dari jalur ungu.
Mata normal: Tidak mampu mengikuti Mata normal: Mampu mengikuti jalur.
jalur biru- hijau dan kuning-hijau. Buta warna: Mampu mengikuti jalur.
Defisiensi merah-hijau: Mampu mengikuti
Jalur.
Buta warna: Tidak mampu mengikuti jalur
Mata normal: Tidak mampu melihat Mata normal: Mampu melihat kotak
Buta warna: angka 5 yang jelas coklat dan lingkaran kuning.
Buta warna: Hanya mampu melihat kotak
coklat
69
K. CHECKLIST PENILAIAN
III Profesionalisme
12 Melakukan dengan penuh percaya diri
13 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = 26 x 100%
70
2. PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan (prosedur singkat) yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
9 Melakukan dengan penuh percaya diri
10 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = 20 x 100%
71
3. PEMERIKSAAN POSISI BOLA MATA
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan (prosedur singkat) yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
8 Melakukan dengan penuh percaya diri
9 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = 18 x 100%
72
4. PEMERIKSAAN COVER / UNCOVER
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan (prosedur singkat) yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
9 Melakukan dengan penuh percaya diri
10 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = 20 x 100%
73
5. PEMERIKSAAN OTOT EKSTRAOKULER
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan (prosedur singkat) yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
10 Melakukan dengan penuh percaya diri
11 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = 21 x 100%
74
6. PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan (prosedur singkat) yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
17 Melakukan dengan penuh percaya diri
18 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = 36 x 100%
75
7. PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR (FUNDUSKOPI)
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan (prosedur singkat) yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
10 Melakukan dengan penuh percaya diri
11 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = 22 x 100%
76
8. PEMERIKSAAN TEKANAN BOLA MATA
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan (prosedur singkat) yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
20 Melakukan dengan penuh percaya diri
21 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = 42 x 100%
77
9. PEMERIKSAAN BUTA WARNA
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan (prosedur singkat) yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
9 Melakukan dengan penuh percaya diri
10 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = 20 x 100%
78
PEMERIKSAAN DERMATOLOGI
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Pemeriksaan Fisik Dermatologi.
Tujuan Khusus :
1. Melakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada kulit
2. Melakukan pemeriksaan inspeksi kuku
3. Melakukan pemeriksaan inspeksi rambut dan skalp
4. Melakukan pemeriksaan dermografisme
5. Melakukan pemeriksaan dengan sinar UVA (lampu Wood)
A. PENGANTAR
79
Gambar 2. Lapisan epidermis kulit
2. Adneksa kulit :
a. Kuku
b. Rambut
80
Kulit merupakan organ yang aktif secara metabolik dan mempunyai fungsi-fungsi penting, yaitu:
1. Barier terhadap pengaruh fisik
2. Melindungi terhadap kerusakan mekanik
3. Mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh
4. Mencegah kehilangan cairan tubuh
5. Melindungi terhadap radiasi ultraviolet
6. Membantu pengaturan suhu tubuh
7. Berfungsi sebagai organ sensorik
8. Berperan dalam produksi vitamin D
9. Berfungsi sebagai sistem imun
10.Kosmetik
Dalam mencari keterangan riwayat penyakit pasien diperlukan informasi sebagai berikut:
a. Keluhan utama : apakah gejala yang dirasakan, misalnya gatal, nyeri
b. Lama : kapan pertama kali muncul dan kapan mengalami kekambuhan atau
sembuh
c. Periode : misalnya apakah keluhan dirasakan terus menerus, memburuk ketika
malam hari atau memburuk pada saat musim dingin
d. Evolusi : bagaimana penyakit tersebut menyebar atau berkembang
e. Lokasi : dimanakah lesi pertama kali terlihat dan dimanakah menyebarnya
f. Beratnya penyakit : khususnya pada keadaan gatal atau nyeri, yang dapat digunakan untuk
mengevalusi perkembangan penyakit
g. Faktor yang memperberat dan mengeksaserbasi penyakit : apakah diperberat atau dieksaserbasi
setelah terpapar sinar matahari, panas dingin, trauma, bahan kimia tertentu, produk topikal, atau
yang lain
h. Penyakit yang mendahului, pengobatan yang baru diberikan, riwayat paparan
i. Pengobatan yang pernah dilakukan : baik obat dari dokter atau obat bebas, dan bagaimana
respons terhadap pengobatan tersebut, apakah penyakitnya membaik, memburuk atau tidak
terpengaruh sama sekali
j. Keluhan yang sama sebelumnya, diagnosis sebelumnya, hasil biopsi, atau pemeriksaan penunjang
lain yang pernah dilakukan sebelumnya
k. Kelainan sistemik :
81
- Gejala konstitusional (demam, menggigil, kelelahan, kehilangan berat badan, berkeringat di
malam hari)
- Gejala penyakit akut (sakitkepala, fotopobia, kaku leher, mual, muntah, batuk, pilek, bersin,
mialgia, athralgia)
- Kelainan lain seperti: artritis psoriatik (nyeri sendi, bengkak dan kaku sendi) yang dapat
menyertai kelainan kulit
B. TEKNIK PEMERIKSAAN
2. Efloresensi Kulit
82
Simetris : mengenai kedua sisi tubuh pada area
yang sama
83
Regional : mengenai regio/ area tertentu dari
tubuh
84
- Tidak teratur
85
Irisformis/ lesi target : lesi berbentuk bulat
atau lonjong yang terdiri dari 3 zona:
bagian sentral berupa papul/ vesikel/ bula,
bagian tengah berupa edema berwarna
putih/ pucat,
bagian paling luar berupa eritem,
yangmenyerupai iris mata/ membentuk
gambaran seperti target anak panah
86
Papula : penonjolan padat di atas
permukaan kulit, diameter < 0,5 cm
87
Bula : vesikel yang berukuran > 0,5 cm
88
Lesi Sekunder (akibat perubahan yang terjadi pada efloresensi primer)
89
Likenifikasi : Penebalan
lapisan epidermis disertai
guratan garis kulit yang
makin jelas, akibat garukan
atau usapan yang bersifat
kronis
Komedo : infundibulum
folikelrambut yang
melebardan tersumbat
keratin dan lipid.
Komedo terbuka (open
comedo/ blackhead): unit
pilosebasea terbuka pada
permukaan kulit dan
terlihat sumbatan keratin
berwarna hitam
Komedo tertutup(close
90
comedo/ whitehead): unit
pilosebasea tertutup pada
permukaan kulit dan
terlihat berwarna putih
Poikiloderma : kombinasi
dari atropi, hiperpigmentasi,
hipopigmentasi dan
teleangiekstasi, yang
memberikan gambaran
belang (mottled)
Teleangiektasi : dilatasi
pembuluh darah superfisialis
91
Numular : sebesar uang logam, diameter 3-
5 cm
92
Inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kuku jari kaki. Lihat warna, bentuk dan kelainan
bentuk. Garis longitudinal seperti pigmen mungkin dapat terlihat pada orang normal dengan kulit
yang lebih gelap
Pemeriksaan ini untuk mengetahui fluoresensi dari berbagai kuman patogen, seperti pada
infeksi: Microsporum sp. (kuning orange), P. ovale (kuning kehijauan), eritrasma: C. minutissimun
(kuning kemerahan). Pemeriksaan ini juga untuk mengetahui kedalaman pigmentasi pada melasma,
apabila pada penyinaran dengan lampu Woods batas pigmentasi terlihat lebih jelas daripada
pemeriksaan langsung, memperlihatkan pigmentasi epidermal, dan sebaliknya pada pigmentasi
dermal, hasil pemeriksaan lampu Wood akan tampak mengabur.
Lampu Wood merupakan alat diagnostik non-invasif dan dapat memberikan fluoresensi
dengan cara sinar yang diarahkan ke lesi akan dipantulkan berdasarkan perbedaan berat molekul
metabolit organisme penyebab sehingga menimbulkan indeks bias berbeda yang dapat menghasilkan
pendaran warna tertentu. Sinar lampu Wood dihasilkan dari merkuri bertekanan tinggi yang
dipancarkan melalui filter terbuat dari barium silikat dan 9 % nikel oksida diberi nama filter Wood.
Filter ini hanya dapat menyerap cahaya dengan panjang gelombang 320 sampai 400 nm dengan
puncaknya pada 365 nm. Fluoresensi jaringan terjadi ketika sinar dari lampu Wood diserap oleh kulit
lalu memancarkan kembali sinar dengan panjang gelombang yang lebih panjang, biasanya visible
light.
2. Cara Pemeriksaan :
Penggunaan lampu Wood tidak memerlukan keahlian khusus, namun memerlukan
beberapa persiapan yang sebaiknya dilakukan untuk menghindari hasil positif palsu.
1. Ruangan pemeriksaan harus sepenuhnya gelap (ruangan tanpa jendela) dan pemeriksa harus
beradaptasi terlebih dahulu pada kegelapan agar dapat melihat kontras dengan jelas.
2. Jelaskan kepada pasien pemeriksaan yang akan dilakukan dan prosedurnya, beritahu pasien
untuk tidak menggunakan obat topikal, kassa, dan residu sabun karena dapat menimbulkan
fluoresensi
3. Lampu sebaiknya dipanaskan terlebih dahulu selama lima menit
4. Cuci tangan
5. Gunakan sarung tangan
6. Sumber cahaya sebaiknya berjarak 10-15 cm dari lesi dan sebaiknya tidak membersihkan
daerah yang akan diperiksa karena dapat menimbulkan negatif palsu akibat dilusi pigmen
93
Bentuk Kelainan Warna fluoresensi
Kelainan pigmen
Hipopigmentasi dan depigmentasi
Vitiligo Biru terang – putih
Makula ash leafpada tuberous sklerosis Biru terang – putih
Mikosis fungoides hipopigmentasi Biru terang – putih ( pengamatan penulis)
Hiperpigmentasi
Melasma epidermal Kontras warna lebih jelas
Melasma dermal Kontras warna kurang jelas
Infeksi Bakteri
Pseudomonas ( pyoverdin atau fluorescein) Hijau
Corynebacterium minutissimum (coproporphyrin Merah coral
III) Jingga-kemerahan, putih-kekuningan
Propionibacterium acnes (coproporphyrin)
Infeksi Jamur Putih-kekuningan, kuning-keemasan
Ptiariasis versikolor (Malessezia furfur) Folikel putih-kebiruan
Ptirosporum folikulitis
Tinea kapitis Biru-hijau
Microsporum audouinii Biru-hijau
M. canis Biru-hijau
M. ferrugineum Biru-hijau
M. distortum Kuning pucat
M. gypseum Biru pucat
T. schoenleinii
Porfiria Merah-merah muda
Eritropoetik porfiria (RBC, urin, gigi) Merah-merah muda
Eritropoetik protoporfiria (RBC, feses, batu empedu) Merah-merah muda
Hepatoeritropoetik profiria (RBC, feses, urin) Merah-merah muda
Porfiria kutaneus tarda (urin, feses) Merah-merah muda
Variegate porfiria (urin, feses)
Bentuk Kelainan Warna fluoresensi
Kelainan pigmen
Hipopigmentasi dan depigmentasi
Vitiligo Biru terang – putih
Makula ash leafpada tuberous sklerosis Biru terang – putih
Mikosis fungoides hipopigmentasi Biru terang – putih ( pengamatan penulis)
Hiperpigmentasi
Melasma epidermal Kontras warna lebih jelas
Melasma dermal Kontras warna kurang jelas
Infeksi Bakteri
Pseudomonas ( pyoverdin atau fluorescein) Hijau
Corynebacterium minutissimum (coproporphyrin Merah coral
III) Jingga-kemerahan, putih-kekuningan
Propionibacterium acnes (coproporphyrin)
Infeksi Jamur Putih-kekuningan, kuning-keemasan
Ptiariasis versikolor (Malessezia furfur) Folikel putih-kebiruan
Ptirosporum folikulitis
Tinea kapitis Biru-hijau
Microsporum audouinii Biru-hijau
M. canis Biru-hijau
94
M. ferrugineum Biru-hijau
M. distortum Kuning pucat
M. gypseum Biru pucat
T. schoenleinii
Porfiria Merah-merah muda
Eritropoetik porfiria (RBC, urin, gigi) Merah-merah muda
Eritropoetik protoporfiria (RBC, feses, batu empedu) Merah-merah muda
Hepatoeritropoetik profiria (RBC, feses, urin) Merah-merah muda
Porfiria kutaneus tarda (urin, feses) Merah-merah muda
Variegate porfiria (urin, feses)
Gambar 6. Erosi purulen pada sela jari kaki akibat infeksi Pseudomonas
95
Gambar 8. Tinea Kapitis yang disebabkan M. Canis
3. Interpretasi Hasil
Gambar 9. Pemeriksaan lampu Wood pada sampel urin pasien dengan porfiria
D. PEMERIKSAAN DERMOGRAFISME
2. Cara Pemeriksaan :
Menggores kulit pada bagian lengan atau punggung penderita dengan benda tumpul
3. Interpretasi Hasil :
Dikatakan positif jika setelah dilakukan pemeriksaan timbul urtikaria atau garis linear putih pada
kulit, biasanya didapatkan pada penderita dermatitis atopik.
96
E. CHECKLIST PENILAIAN
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan (prosedur singkat) yang akan dilakukan
dan persetujuan tindakan (informed consent)
III Profesionalisme
6 Melakukan dengan penuh percaya diri
7 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
14
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan (prosedur singkat) yang akan dilakukan
dan persetujuan tindakan (informed consent)
II Prosedur Pemeriksaan
3 Cuci tangan
4 Gunakan sarung tangan
5 Panaskan lampu Wood kurang lebih selama 5 menit
6 Letakkan lesi kulit ± 10-15 cm dari sumber cahaya
7 Interpretasikan hasil temuan, dan laporkan
97
III Profesionalisme
8 Melakukan dengan penuh percaya diri
9 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
18
III Profesionalisme
8 Melakukan dengan penuh percaya diri
9 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
18
98
PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Pemeriksaan Fisik Muskuloskeletal.
Tujuan Khusus :
1. Melakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada tulang belakang
2. Melakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada pelvis
3. Melakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada ekstremitas bawah
4. Melakukan stabilisasi fraktur (tanpa gips)
5. Melakukan dressing (sling, bandage)
6. Melakukan tindakan hecting
A. PENGANTAR
Kolumna vertebra atau tulang belakang, merupakan struktur penunjang sentral badan dan
punggung. Lengkungan konkaf tulang belakang leher dan lumbal serta lengkungan konveks tulang
belakang toraks dan sakrokoksigeus membantu menyebarkan berat tubuh bagian atas ke panggul
dan ekstremitas bawah serta meredam dampak benturan ketika berjalan atau berlari.
Mekanika punggung yang rumit mencerminkan kerja terpadu dari:
Vertebra dan diskus antarvertebra
Sistem ligamen yang saling kait antara vertebra anterior dan vertebra posterior, ligamen
antara prosesus spinosus, dan ligamen antara lamina dua vertebra yang berdekatan
Otot-otot superfisial besar, otot-otot intrinsik di sebelah dalam, dan otot-otot dinding
abdomen
99
Gambar 1. Anatomi vertebra
Struktur Tulang
Kolumna vertebralis mengandung 24 vertebra yang menumpuk di atas sakrum dan koksigis.
Vertebra tipikal mengandung tempat untuk persendian, menahan beban, dan perlekatan otot, serta
lubang (foramen) untuk akar saraf spinal dan saraf perifer.
Di anterior, korpus vertebra berfungsi menahan beban. Arkus vertebra posterior membungkus
medulla spinalis. Pelajarilah lokasi prosesus vertebra dan foramen-foramennya, dengan perhatian
khusus pada:
Proseus spinosus yang menonjol di garis tengah posterior di pertemuan pedikulus dan lamina
. Otot-otot melekat ke prosesus-prosesus ini.
Prosesus artikularis —dua di masing-masing sisi vertebra, satu meng-hadap ke atas dan yang
lain ke bawah, di pertemuan pedikulus dan lamina, sering disebut faset sendi.
Foramen vertebra, mengelilingi korda spinalis, foramen intervertebralis , yang dibentuk oleh
prosesus artikularis inferior dan superior vertebravertebra yang berdekatan sehingga
dihasilkan suatu saluran untuk akar saraf spinal; dan di vertebra servikalis, foramen
transversum , untuk arteri vertebralis.
Kedekatan medula spinalis dan akar saraf spinal dengan tulang vertebra dan diskus
intervertebralis pembungkusnya menyebabkan keduanya rentan terhadap herniasi diskus,
penekanan akibat kelainan degeneratif di vertebra dan faset, serta trauma.
100
Sendi
Tulang belakang memiliki sendi kartilaginosa yang bergerak minimal antara korpus-korpus
vertebra dan antara fase-faset sendi. Antara dua korpus vertebra terdapat diskus intervertebralis ,
yang masing-masing terdiri dari suatu inti sentral mukoid, nucleus pulposus, dikelilingi oleh jaringan
fibrosa kuat anulus fibrosis. Diskus intervertebralis meredam gerakan antar vertebra dan
memungkinkan kolumna vertebra melengkung, fleksi, dan menekuk. Fleksibilitas tulang belakang
terutama ditentukan oleh sudut faset sendi relative terhadap bidang korpus vertebra, dan bervariasi
sesuai ketinggian vertebra. Perhatikan bahwa kolumna vertebra membentuk sudut tajam di posterior
di taut lumbosakral dan menjadi tidak dapat digerakkan. Stres mekanis di sudut ini berperan
menimbulkan risiko herniasi dan subluksasi, atau terselip (spondilolistesis), L5 pada S1.
1. Cara Pemeriksaan :
1. Inspeksi :
Mulai dengan inspeksi postur, termasuk posisi leher dan batang tubuh saat pasien
memasuki ruangan
Jelaskan kepada pasien pemeriksaan yang akan dilakukan dan prosedurnya
Cuci tangan
Minta pasien untuk berdiri dan membuka bajunya
Mulai pemeriksaan dari leher dengan meminta pasien menggerakan lehernya ke bawah, ke
atas, samping kiri dan samping kanan, lihat apakah ada kekakuan gerak leher
Minta pasien untuk berdiri membelakangi pemeriksa dan mulai pemeriksaan dengan
inspeksi dari belakang:
a. Lihat prosesus spinosus (biasanya paling terlihat di C7 dan T1)
b. Otot-otot paravertebral di kedua sisi garis tengah
c. Kepala iliaka (yang menonjol)
d. Posterior superior tulang iliaka, biasanya ditandai dengan adanya skin dimples
e. Servikal bentuk lordosis, toraksal bentuk kifosis, lumbal bentuk lordosis dan sakrum
kifosis (dilihat dari samping)
2. Palpasi tulang belakang dengan ibu jari; bisa dengan posisi duduk atau posisi berdiri:
101
Gambar 3. Palpasi spina: nyeri, bengkak atau peningkatan suhu
Palpasi otot-otot paravertebral untuk melihat apakah ada nyeri atau spasme otot
Palpasi prosesus spinosus apakah ada step deformity (penurunan prosesus spinosus)
Periksa secara hati-hati di daerah lumbal apakah ada prosesus spinosus yang menonjol
(gibus) atau tidak terlihat menonjol (normal) sehubungan dengan tulang diatasnya
Palpasi daerah sakroiliaka, biasanya ada skin dimples di sepanjang posterior superior tulang
iliaka
Perkusi tulang belakang dari daerah servikal hingga lumbal untuk melihat adanya nyeri;
dilakukan dengan menggunakan sisi medial kepalan tangan
a. Leher
Dinilai apakah ada nyeri atau gangguan pergerakan
- Gerakan fleksi: Minta pasien untuk mendekatkan dagunya ke arah dada
Rentang normal fleksi leher 500
- Gerakan rotasi: Minta pasien untuk melihat bahu kanan dan sebaliknya
Rentang normal rotasi leher
102
Ke kanan 800 Ke kiri 800
- Gerakan lateral bending: Minta pasien untuk mendekatkan telinga ke bahu kanan dan
sebaliknya
b. Kolumna Spinalis
- Gerakan fleksi: minta pasien untuk membungkuk kedepan dan menyentuh jari-jari kaki
(kelengkungan) lumbal menjadi lebih datar)
- Gerakan ekstensi: minta pasien untuk mendongak kebelakang
- Gerakan rotasi: minta pasien berputar ke arah kiri dan kanan (stabilkan pelvis pasien
dengan menaruh kedua tangan pemeriksa di panggul kanan kiri pasien lalu putar batang
tubuh ke kanan dan ke kiri; atau pasien dalam posisi duduk langsung memutar tubuh ke
kanan dan kiri
- Gerakan fleksi ke lateral: minta pasien untuk fleksi ke lateral dari pinggang
2. Interpretasi Hasil :
1. Adanya deviasi dari posisi leher dan batang tubuh,( lateral atau putaran) menandakan
kelainan, seperti tortikolis atau skoliosis
2. Nyeri menandakan adanya fraktur atau dislokasi jika didahului oleh trauma, infeksi atau
arthritis.
103
3. Pergeseran pada spondilolistesis atau pergeseran sendi di satu vertebra kemungkinan dapat
menekan medula spinalis. Didapatkan step deformity.
4. Nyeri sendi sakroiliaka pada palpasi dapat menandakan adanya peradangan sendi
(sakroiliitis). Spondilitis ankylosis kemungkinan juga menyebabkan nyeri.
5. Nyeri pada perkusi dapat diakibatkan oleh fraktur pada osteoporosis, infeksi atau keganasan.
6. Adanya peningkatan kifosis toraksal perlu mencurigai adanya fraktur kompresi vertebra.
7. Spasme otot dapat terjadi akibat cedera, overuse, dan proses inflamasi dari otot, atau
kontraksi yang terus-menerus akibat postur yang abnormal.
8. Nyeri nervus sciatic kemungkinan akibat herniasi diskus atau massa lesi yang menekan
nervus yang bersangkutan.
9. Herniasi diskus intervertebralis sering terjadi di L5-S1 atau L4-L5, dapat menghasilkan nyeri
dan spasme otot-otot paravertebral serta nyeri rujukan ke ekstremitas bawah.
10. Nyeri pada sendi intervertebra dapat juga disebabkan artritis
11. Nyeri pada sudut costovertebral perlu mencurigai adanya gangguan pada ginjal.
12. Keterbatasan pada ROM mungkin diakibatkan oleh kekakuan akibat artritis, nyeri akibat
trauma, atau spasme otot.
13. Nyeri pada C1-C2 pada penderita artritis reumatoid meningkatkan risiko untuk terjadinya
subluksasi dan kompresi medula spinalis.
14. Pengukuran gerakan fleksi tulang belakang (Tes Schober): tandai di sendi lumbosakral, lalu
ukur 10 cm diatas dan 5 cm dibawah poin ini. Peningkatan sekitar 4 cm diantara 2 tanda ini
masuk dalam keadaan normal.
A. PEMERIKSAAN PELVIS
1. Cara Pemeriksaan
- Jelaskan kepada pasien pemeriksaan yang akan dilakukan dan prosedurnya
- Minta pasien untuk berdiri dan membuka bajunya
- Observasi bagian lumbal untuk melihat adanya lordosis ringan.
- Inspeksi permukaan anterior dan posterior dari panggul untuk melihat adanya atrofi otot
atau adanya memar.
- Palpasi bagian anterior dari panggul.
Kenali dulu krista iliaka di batas atas pelvis sejajar dengan L4
Identifikasi sias (spina iliaka anterior superior), kemudian identifikasi trochanter dari
femur
Identifikasi simfisis pubis yang berada sejajar dengan trochanter femur
- Palpasi bagian posterior dari panggul
Palpasi posterior superior tulang iliaka langsung di bawah dimple yang terlihat persis di
atas bokong
Identifikasi tuberositas ischial dengan pedoman lipatan gluteal
Sendi sakroiliaka dapat di palpasi untuk mendeteksi nyeri
- Periksakan Range of Motion (ROM) panggul pasien (materi KKD Semester III)
104
Gambar 5. Anatomi Pelvis
B. PEMERIKSAAN LUTUT
1. Cara Pemeriksaan
a. Inspeksi
- Amati cara berjalan pasien untuk melihat apakah terdapat aliran gerak yang lancar dan
berirama pada saat pasien memasuki ruang periksa.
- Cek kesejajaran (alignment) dan kontur sendi lutut, amati setiap atrofi pada muskulus
kuadriseps
- Cari tanda hilangnya cekungan normal disekitar patella yang merupakan tanda
pembengkakan pada sendi lutut
b. Palpasi
- Minta pasien untuk duduk pada tepi meja periksa dengan kedua sendi lutut berada dalam
keadaan fleksi
- Lakukan palpasi ligamentum, tepi meniskus, dan bursa sendi lutut dengan memberikan
perhatian yang khusus pada setiap daerah dengan nyeri tekan. Rasa nyeri merupakan
keluhan utama pada permasalahan sendi lutut, dan penentuan lokasi struktur yang
menyebabkan nyeri amat penting untuk menghasilkan evaluasi yang akurat.
105
- Lakukan pemeriksaan untuk menilai kompartemen medial dan lateral artikulasio
tibiofemoralis.
Fleksikan sendi lutu pasien hingga sudut 90o
Palpasi ligamentum kolateral medialis (LKM) yang terdapat diantara epikondilus
medialis femur dan os femur
Kemudian lakukan palpasi ligamentum kolateral lateralis yang mirip seperti tali serta
terletak diantara epikondilus lateralis femur dan kaput fibula.
- Lakukan palpasi meniskus medialis dan lateralis disepanjang garis sendi lateral dan
medial. Palpasi menskus medialis lebih mudah dilakukan jika os tibia berada dalam
keadaan rotasi internal. Perhatikan setiap embengkakan atau nyeri tekan yang ada
- Perhatikan setiap tonjolan tulang yang tidak teratur di sepanjang tepi sendi
- Coba untuk meraba setiap penebalan atau pembengkakan pada kavum supra patela dan
di sepanjang sisi patella. Mulailah 10 cm diatas margo superior patella, nilai ada tidaknya
pembengkakan atau nyeri tekan
106
c. Ligamentum Krusiatum Anterior (LKA)
- Anterior Drawer Sign
Pasien berbaring terlentang, sendi pangkal paha difleksikan hingga sudut 90o dan
telapak kaki di letakkan rata pada meja pemeriksa
Tangkupkan kedua tangan anda di sekitar sendi lutut dengan kedu ibu jari tangan
berada pada sisi medial serta lateral garis sendi dan jari – jari tangan pada insersi
medialis serta lateralis otot hamstring
Tarik os tibia ke depan dan perhatikan apakah tulang tersebut bergeser ke depan
(seperti laci meja) dari bawah os femur
Bandingkan derajat gerakan ke depan pada sendi lutut yang lain
- Tes Lachman
Tempatkan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dengan sudut 15o dan rotasi
eksternal.
Pegang bagian distal os femur dengan satu tangan sementara tangan yang lain
memegang bagian proksimal os tibia
Dengan ibu jari tangan yang memegang tibial berada pada garis sendi, secara
bersamaan gerakkan os tibia ke depan dan os femur ke belakang
Nilai derajat penyimpangan ke depan
107
d. Ligamentum Krusiatum Posterior (LKP)
- Posterior Drawer Sign
Pasien berbaring terlentang, sendi pangkal paha difleksikan hingga sudut 90o dan
telapak kaki di letakkan rata pada meja pemeriksa
Tangkupkan kedua tangan anda di sekitar sendi lutut dengan kedu ibu jari tangan
berada pada sisi medial serta lateral garis sendi dan jari – jari tangan pada insersi
medialis serta lateralis otot hamstring
Dorong os tibia ke posterior dan perhatikan derajat gerakan ke belakang pada os
femur
108
C. PEMERIKSAAN ANKLE DAN KAKI
1. Cara Pemeriksaan :
a. Inspeksi
Inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki, perhatikan apakah terdapat deformitas,
pembengkakan, nodule dan atau callus.
b. Palpasi
- Palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian anterior dari pergelangan kaki
dan perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri. Nyeri lokal dapat ditemukan pada kasus
arthritis, cedera ligament, atau infeksi daerah pergelangan kaki.
- Palpasi juga dilakukan di sendi-sendi Metatarsofalang dengan cara menekan kaki dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Nyeri yang didapatkan oleh karena penekanan
bisa menjadi pertanda stadium awal dari RA atau inflamasi akut yang disebabkan oleh
gout.
109
Gambar 16. Appereance and true length method
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan adalah bantuan pertama yang diberikan kepada orang
yang cedera akibat kecelakaan dengan tujuan menyelamatkan nyawa, menghindari cedera atau
kondisi yang lebih parah dan mempercepat penyembuhan. Ekstremitas yang mengalami trauma
harus diimobilisasi dengan bidai. Bidai(Splint atau spalk) adalah alat yang terbuat dari kayu, logam
atau bahan lain yang kuat tetapi ringan untuk imobilisasi tulang yang patah dengan tujuan
mengistirahatkan tulang tersebut dan mencegah timbulnya rasa nyeri.
Tanda tanda fraktur atau patah tulang :
- Bagian yang patah membengkak (oedema).
- Daerah yang patah terasa nyeri (dolor).
- Terjadi perubahan bentuk pada anggota badan yang patah.
- Anggota badan yang patah mengalami gangguan fungsi (fungsiolesia).
1. Tujuan Pembidaian:
Mahasiswa menguasai penggunaan bidai untuk imobilisasi dengan maksud :
a. Mencegah pergerakan atau pergeseran fragmen atau bagian tulang yang patah.
b. Menghindari trauma soft tissue (terutama syaraf dan pembuluh darah pada bagian distal yang
cedera) akibat pecahan ujung fragmen tulang yang tajam.
c. Mengurangi nyeri
d. Mempermudah transportasi dan pembuatan foto rontgen.
e. Mengistirahatkan anggota badan yang patah.
110
Gambar 17. Splint Konvensional
3. Persiapan Pembidaian:
- Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan teliti dan periksa status vaskuler dan
neurologis serta jangkauan gerakan.
- Pilihlah bidai yang tepat.
o Alat alat pokok yang dibutuhkan untuk pembidaian
o Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat tetapi ringan.
o Pembalut segitiga.
o Kasa steril.
4. Prinsip Pembidaian:
- Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi, sendi di sebelah
proksimal dan distal fraktur.
- Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas, periksa adanya luka
terbuka atau tanda-tanda patah dan dislokasi.
- Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis (status vaskuler dan
neurologis) pada bagian distal yang mengalami cedera sebelum dan sesudah pembidaian.
- Tutup luka terbuka dengan kassa steril.
- Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai patah atau
dislokasi).
- Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali ada di tempat bahaya.
Jangan menambahkan gerakan pada area yang sudah dicurigai adanya fraktur (Do no harm).
- Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku.
Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlalu ketat sehingga
menjamin pemakaian bidai yang baik.
Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.
5. Syarat Pembidaian:
- Siapkan alat alat selengkapnya.
- Sepatu dan seluruh aksesoris korban yang mengikat harus dilepas.
- Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya bidai diukur dulu pada anggota badan
kontralateral korban yang sehat.
111
- Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.
- Sebelum dipasang, bidai dibalut dengan kain pembalut.
- Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tulang yang patah.
- Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
- Penggunaan bidai , jumlah 2 bidai saja diperbolehkan , tetapi 3 bidai akan lebih baik dan stabil,
(Hanya prinsip nya adalah dalam pemasangan bidai tidak boleh menambah pergerakan atau
nyeri pada pasien)
112
Gambar 20. Pemasangan sling / Mitella untuk menggendong lengan yang cedera, seperti pada kasus fraktur antebrachii yg
telah dipasang bidai pada posisi elbow flexi atau fraktur clavicula yg belum dipasang ransel verban
113
Gambar 22. Pemasangan bidai pada fraktur femur, (melewati dua sendi) dari proksimal sendi panggul hingga melalui lutut.
e. Fraktur Cruris
Pertolongan :
- Pasang bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang patah, kadang juga bisa
ditambahkan pada sisi posterior dari tungkai ( syarat : do no harm ) .
- Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
- Bidai dipasang mulai dari sisi proximal sendi lutut hingga distal dari pergelangan kaki.
- Bawa korban ke Rumah Sakit.
Gambar 23. Pemasangan bidai pada fraktur cruris, bidai dipasang mulai dari sisi proximal sendi lutut hingga distal dari
pergelangan kaki.
114
- Perawatan rutin terhadap pasien pasca pemasangan bebat dan bidai adalah elevasi
ekstremitas secara rutin, pemberian obat analgetika dan anti inflamasi, serta anti pruritik
untuk mengurangi rasa gatal dan untuk mengurangi nyeri.
- Berikan instruksi kepada pasien untuk menjaga bebatnya dalam keadaan bersih dan kering
serta tidak melepasnya lebih awal dari waktu yang diinstruksikan dokter.
E. CHECKLIST PENILAIAN
IV Pemeriksaan Lutut
18 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
19 Melakukan Inspeksi kesejajaran dan kontur sendi lutut, Cari tanda hilangnya cekungan
normal disekitar patella yang merupakan tanda pembengkakan pada sendi lutut
20 Melakukan palpasi ligamentum, tepi meniskus, dan bursa sendi lutut dengan memberikan
perhatian yang khusus pada setiap daerah dengan nyeri tekan
21 Meakukan pemeriksaan untuk menilai kompartemen medial dan lateral artikulasio
tibiofemoralis
22 Melakukan palpasi meniskus medialis dan lateralis disepanjang garis sendi lateral dan
medial
23 Mencatat, melaporkan, dan membuat kesimpulan hasil yang didapat
115
deformitas, pembengkakan, nodule dan atau calus
25 Lakukan palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian anterior dari pergelangan
kaki. Perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri. Palpasi sendi metatarsofalang dengan
menekan kaki dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Perhatikan adakah
pembengkakan dan nyeri
VI Profesionalisme
26 Melakukan dengan penuh percaya diri
27 Melakukan dengan kesalahan minimal
Jumlah Skor
Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
54
116