Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF LAPORAN KASUS

FEBRUARI 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

MENINGIOMA

Disusun Oleh :

Andi Ilmansyah

K1A1 14 006

Pembimbing

dr. Irmayani Aboe Kasim, M. Kes., Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Andi Ilmansyah

NIM : K1A1 14 006

Judul : Meningioma

Bagian : Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada

bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada Februari

2021.

Kendari, Februari2021

Pembimbing

dr. Irmayani Aboe Kasim, M. Kes., Sp.S

2
BAB I
STATUS PASIEN NEUROLOGI

Nama : Ny. N
Umur : 42 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Baruga
Tanggal masuk : 11 Februari 2020
No RM : 58 11 21

A. ANAMNESIS
Keluhan utama : Susah bicara
Anamnesis terpimpin :
Pasien rujukan dari Rumah Sakit Konawe datang ke IGD Rumah Sakit
Umum Bahteramas dengan keluhan susah bicara yang dialami sejak + 6
bulan yang lalu. Awalnya keluarga pasien mengatakan bahwa 1 tahun yang
lalu, pasien mengeluh sering sakit kepalanya. Sakitnya dirasakan seperti
tertekan dan dirasakan diseluruh kepala. sakitnya hilang timbul dan lebih
sering pada pagi hari saat pasien bangun pagi. Pasien juga mengeluh
penglihatan nya menurun dialami sejak + 1 tahun yang lalu, awalnya hanya
pada mata kirinya tapi semakin lama pasien merasa penglihatanya semakin
menurun hingga mengenai kedua matanya, dan sekarang pasien sudah tidak
bias mengenali wajah orang hanya bias melihat lambaian tanyan saja.
Pasien juga mengeluh lemah pada kedua kakinya yang dirasakan + 1 tahun
yang lalu, keluhan ini dirasakan semakin lama semakin berat hingga
sekarang ini pasien sudah tidak bias berjalan dan hanya berbaring di tempat

3
tidur saja. Keluhan lain pasien demam (-), mual (-), muntah (-), batuk (-),
keringat malam (-), BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat penyakit dahulu :
- Keluhan yang sama sebelumnya (Tidak Ada)
- Trauma (-)
- Riwayat penyakit ginjal(-)
- Riwayat batuk lama (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), Riwata penyakit keganasan/Tumor (-)
Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
Belum pernah berobat

B. PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan Umum
 Kesan : Sakit Sedang - Tensi :120/68 mmHg Anemis :-/-
 Kesadaran: Komposmentis - Nadi:72x/m Ikterus :-/-
 Gizi : Kurang - Suhu :36,4ºC Sianosis :-/-
- Pernapasan : 18x/m
Thoraks
 Inspeksi : IC tidak tampak
 Palpasi : IC tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis D
Batas jantung kiri : ICS V midclavicularis S
 Auskultasi : BJ I/II murni regular, Murmur (-), S3 Gallop (-)

4
Pemeriksaan Psikiatris
 Emosi dan efek : Sulit diniliai Penyerapan : Sulit dinilai
 Proses berfikir : Sulit dinilai Kemauan : Sulit dinilai
 Kecerdasan : Sulit dinilai Psikomotor : Sulit dinilai
Status neurologi
GCS : E4M6V5
1. Kepala
Posisi : Di tengah Bentuk/ukuran : Normocephal
Penonjolan : (-)
2. Saraf Cranialis
N.1
Penghidu : Normal
N.II : OS OD
Ketajaman penglihatan : Menurun Menurun
Lapangan penglihatan : Menurun Menurun
Funduskopi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III, IV
D S
Celah kelopak mata
Ptosis : (-) (-)
Logofthalmus : (+) (+)
 Ptosis bola mata (-) (-)
 Pupil
Bentuk/ukuran : + 3 mm/bulat + 3 mm/bulat
Isokor/unisokor : Isokor Isokor
RCL/RCTL : (+) (+)
Refleks Akomodasi: Normal Normal

5
Gerakan Bola Mata
Parese Ke arah : Sulit dinilai Sulit dinilai
Nistagmus : Sulit dinilai Sulit dinilai
N.V
Sensibilitas : N.V1 : sulit dinilai
N.V2 : Sulit dinilai
N. V3 : Sulit dinilai
Motorik : Inspeksi/ palpasi : Sulit dinilai
Istrahat/menggigit : Sulit dinilai
Refleks Dagu/Masseter : Tidak dilakukan Pemeriksaan
Refleks Kornea : (-)
N. VII
Motorik : M.Frontaslis M.Orbikulari okuli M.Orbik Oris
Istrahat : Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit
dinilai
Mimik : Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Pengecap 2/3 lidah bagian depan: Tidak dilakukan pemeriksaan
N. VIII
Pendengaran : Baik
Tes Rinne/Weber : tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi Vestibularis : tidak dilakukan pemeriksaan
Posisi arcus Pharinks (istrahat/Aah)
Refleks telan muntah : tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : tidak dilakukan pemeriksaan
Suara :-
Takikardi/bradikardi : -
N.XI
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : tanpa tahanan

6
N. XII
Deviasi Lidah : tidak atrovi
Fasoiculasi : Sulit dinilai
Atrofi : Sulit dinilai
Tremor : tidak tremor
Ataxia : Sulit dinilai
3. Leher
Tanda-tanda perangsangan selaput otak : Kaku kuduk : (+)
Kernig’s sign: (-)
Kelenjar lymphe : pembesaran (-)
Arteri karotis : Palpasi (+), Auskultasi : bruit (-)
Kelenjar gondok : pembesaran (-)
4. Abdomen
Refleks kulit dinding perut :
N N N

N N N

N N N

5. Ekstremitas

Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Pergerakan
Kekuatan 3 3 3 3
Tonus

7
Bentuk otot N N N N

Refleks fisiologis :
Superior Inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra


Biceps N N N N

Triceps N N N N

Radius N N N N

Ulna N N N N

KPR N N N N

APR N N N N

Klonus
Lutut : Normal
Kaki : Normal
Refleks patologik
 Hoffmann : -/- Babinski : -/-
 Tromner : -/- Chadock : -/-
Gordon : -/-
Schaefer : -/-
Openheim : -/-
Sensibilitas
Ekstroseptif : Nyeri : Normal
Suhu : Normal
Rasa raba halus : Menurun
Proprioseptif : Rasa sikap : Sulit dinilai
Rasa nyeri dalam : Sulit dinilai

8
Fungsi kortikal: Rasa diskriminasi : Sulit dinilai
Stereognosis : Sulit dinilai
Pergerakan abnormal spontan : (-)
Gangguan koordinasi :
 Tes jari hidung: TDP - Tes tumit : TDP
 Tes pronasi-supinasi: TDP - Tes pegang jari: TDP
Gangguan keseimbangan :
 Tes romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Gait : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan fungsi luhur
 Reaksi emosi : Sulit dinilai
 Fungsi bicara : Sulit dinilai
 Fungsi psiko sensoris (gnosis) : sulit dinilai
 Itelegensia : sulit dinilai
Fungsi psikomotorik (praksia) : sulit dinilai

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia darah 11 Februari 2021
Darah Rutin
Parameter Hasil Nilai Rujukan
WBC 11,66 x 103 4,0-10,0 x 103
HB 13,2 g/dl 12,0-16,0 g/dl
PLT 257 x 103 150-400 x 103
Kimia Darah
GDS 67 mg/dl 70-180 mg/dl

9
 Foto CT-Scan Kepala tanggal 11 Februari 2021

Pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras irisan axial, reformat


coronal dan sagital:
- Tampak massa Isodens (34HU) bentuk bulat dengan ukuran
4,5x4,12x2,5cm tanpa kalsifikasi, disertai perifokal edema
disekitarnya kesan kesan pada ekstra aksial os sphenoid mendesak
ventrikel lateralis kiri disertai dilatasi ventrikel lateralis kanan, dan
midline shift ke kanan sejauh 1,6 cm serta mendesak nervus di
sekitarnya.
- CPA, Pons dan cerebellum normal
- Tak tampak perselubungan pada sinus paranasalis dan aircell
mastoid
- Kedua orbita dan ruang retrobulber normal
- Tulang-tulang intak
Kesan:
- Sugestif sphenoid wing meningioma

10
D. DIAGNOSIS KERJA
Klinis : Afasia
Topis : Frontoparietal Lobus Sinistra
Etiologi : Meningioma
E. DIAGNOSIS BANDING
 Astrocytoma
 Abses Cerebral
 Hemangioma Intrakranial
F. TERAPI
Medikamentosa
1. IVFD NaCl 0,9% 20tpm
2. Dexametason 1 ampul/8 jam
3. Ranitidin 1 ampul/8 jam
4. Ketorolac 1 ampul/8jam

Non Medikamentosa
1. Edukasi: Rencana Rujuk di Makasar

G. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Dubia at Malam
Qua ad functionam : Dubia at malam
Qua ad sanationam : Dubia at Malam

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

MENINGIOMA

A. PENDAHULUAN
Tumor yang timbul di dalam rongga kepala atau tumor intra cranial,
dapat berasal dari tulang tengkorak, selaput otak atau meninges, nervus
cranialis, pembuluh darah, glandula pituitary atau parenkim otak itu sendiri.
Tumor intra cranial bias bermanifestasi dalam berbagai variasi, dari keluhan
minimal yang tidak khas sampai pada keluhan berat atau ditemukannya tanda
abnurmalitas yang berat seperti kelemahan atau kejang. Tanda trias yang khas
untuk tumor itra cranial meliputi nyeri kepala, muntah proyektil dan papil
edema yang bermanifestasi pada keluhan pendengaran atau penglihatan kabur
yang dirasakan penderita.1
Tumor otak terbagi dalam dua golongan berdasarkan asal timbulnya
yaitu tumor otak primer yang berasal dari jaringan otak itu sendiri dan tumor
otak metastasis yang merupakan penyebaran ke otak dari tumor ganas yang
berasal dari organ atau jaringan di luar kepala. Tumor otak primer biasanya
dikelompokan berdasakan jenis jaringan asal pembentuknya (misalnya;
astrocytoma, meningioma, ependimoma, oligodendro gloma, medullo
blastoma).1
Meningioma diperkirakan sekitar 14-19% dari tumor otak primer.
Insidensi tertinggi terjadi pada usia 45 tahun. Perbandingan insiden pada laki-
laki dan perempuan 1:2,8. Lokasi paling sering adalah didaerah parasagital.
Meningioma bias muncul disemua area dimana selaracnoid berada (diantara
otak dan tulang tengkorak, termasuk ventrikeldan sepanjang medula spinalis),

12
biasanya tumbuh lambat, berbentuk bulat(non-infiltrating), jinak, bias tanpa
gejala.1
B. DEFINISI
Meningioma adalah tumor pada meningen, yang merupakan selaput
pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis.Meningioma dapat
timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi,
umumnya terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya.2

C. ANATOMI
Meningea adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus ensefalon
dan medulla spinalis. Meningens membentang di bawah lapisan dalam dari
tengkorak dan merupakan membran pelindung dari otak. Terdiri dari duramater,
arachnoid dan piamater, yang letaknya berurutan dari superfisial ke profunda.
Perikranium yang masih merupakan bagian dari lapisan dalam tengkorak dan
duramater bersama-sama disebut juga pachymeningens. Sementara piamater dan
arachnoideamater disebut juga leptomeningens.3

Gambar 1. Potongan melintang tengkorak dan meninges3

a. Duramater

13
Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih,
terdiri dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla
spinalis lamina endostealis melekat erat pada dinding kanalis vertebralis,
menjadi endosteum (periosteum), sehingga di antara lamina meningialis
dan lamina endostealis terdapat ruangan extraduralis (spatium epiduralis)
yang berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Pada lapisan
perikranium banyak terdapat arteri meningeal, yang mensuplai duramater
dan sumsum tulang pada kubah tengkorak. Pada enchepalon lamina
endostealis melekat erat pada permukaan interior kranium, terutama pada
sutura, basis krania dan tepi foramen occipitale magnum. Lamina
meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu
lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu falx cerebri, tentorium
cerebeli, falx cerebeli, dan diafragma sellae. Fungsi septa-septa ini adalah
untuk fiksasi otak.3
1) Falx cerebri adalah lipatan duramater yang berbentuk bulan sabit yang
terletak di garis tengah, di antara kedua hemisphere cerebri .Ujung
depannya yang sempit melekat pada crista frontalis interna dan crista
galli.Ujung posteriornya yang lebar menyatu dengan permukaan atas
tentorium cerebelli di garis tengah. Sinus sagittalis superior berjalan
pada pinggir atasnya yang terfiksasi, sinus sagittalis inferior berjalan
pada pinggir bawahnya yang bebas dan cekung, dan sinus rectus
berjalan sepanjang perlekatannya pada tentorium cerebelli.3
2) Tentorium cerebelli adalah lipatan duramaterberbentukbulan sabit,
yang menjadi atap fossa cranii posterior. Lapisan ini menutupi
permukaan atas cerebellum dan menyokong lobus occipitalis
hemispherium cerebri. Di depan terdapat sebuah celah, incisura
tentorii, untuk tempat lewatnya mesencephalon, sehingga terdapat
pinggir dalam yang bebas dan pinggir luar yang terfiksasi.3

14
3) Falx cerebelli adalah lipatan duramater kecil yang berbentuk sabit,
yang melekat pada crista occipitalis interna dan menonjol ke depan di
antara kedua hemispherium cerebelli. Pingglr posteriornya yang
terfiksasi berisi sinus occipitalis.3
4) Diaphragma sellae adalah lipatan duramater berbentuk sirkular kecil,
yang membentuk atap sel1a turcica. Lubang kecil ditengahnya dilalui
oleh tangkai glandula hypophysis cerebri.3
Duramater dipersarafi oleh nervus trigeminus dan nervus vagus. Nervus
trigeminus mempersarafi daerah atap kranial, fosa kranium anterior dan
tengah. Sementara nervus vagus mempersarafi fosa posterior. Nyeri dapat
dirasakan jika ada rangsangan langsung terhadap duramater, sementara
jaringan otak sendiri tidak sensitif terhadap rangsang nyeri. Beberapa
nervus kranial dan pembuluh darah yang mensuplai otak berjalan melintasi
duramater dan berada di atasnya sehingga disebut juga segmen extradural
intrakranial. Sehingga beberapa nervus dan pembuluh darah tersebut dapat
dijangkau saat operasi tanpa harus membuka duramater.6
b. Arachnoideamater
Arachnoideamater adalah suatu membran lembut yang tidak
permeabel yang meliputi otak dan terletak di antara piamater di sebelah
dalam dan duramater di sebelah luar membran ini dipisahkan dari
duramater oleh ruang potensial, disebut spatium subdurale, dan dari
piamater oleh spatium subarachnoidea, yang terisi oleh liquor
cerebrospinalis.3
Arachnoideamater membentuk jembatan-jembatan di atas sulcus-
sulcus pada permukaan otak dan dalam situasi tertentu, arachnoideamater
dan piamater terpisah lebar membentuk cisternae subarachnoideae.3
Pada daerah tertentu, arachnoideamater menonjol ke dalam sinus
venosus membentuk villi arachnoidales. Villi arachnoidales ini paling
banyak di sepanjang sinus sagittalis superior. Agregasi villi arachnoidales

15
disebut sebagai granulationes arachnoideales). Vi1li arachnoideales
berfungsi sebagai tempat difusi liquor cerebro spinalis ke dalam aliran
darah.3
c. Piamater
Piamater adalah membran vaskular yang dengan erat membungkus otak,
membungkus gyrus-gyrus dan masuk ke dalam sulcus-sulcus yang terdalam.
Piamater menempel erat pada permukaan otak dan mengikuti bentuk setiap
sulkus dan girus otak. Pembuluh darah otak memasuki otak dengan
menembus lapisan piamater. Kecuali pembuluh kapiler, semua pembuluh
darah yang memasuki otak dilapisi oleh selubung pial dan selanjutnya
membran glial yang memisahkan mereka dari neuropil. Ruangan
perivaskuler yang dilapisi oleh membran ini (ruang Virchow-Robin) berisi
cairan serebrospinal. Plexus koroid dari ventrikel cerebri yang mensekresi
cairan serebrospinal, dibentuk oleh lipatan pembuluh darah pial (tela
choroidea) yang diselubungi oleh selapis epitel ventrikel (ependyma).3

Gambar 2. Potongan sagital dari kepala3

16
D. Etiologi
Hingga saat ini diyakini radioterapi merupakan factor resiko utama
terjadinya meningioma. Radiasi dosis rendah seperti pada pengobatan tinea
kapitis maupun dosis tinggi seperti pada penanganan tumor otak lain
(misalnya meduloblastoma) meningkatkan resiko terjadinya meningioma.
Radioterapi dosis tinggi berhubungan dengan terjadinya meningioma dalam
waktu yang relative singkat, antara 5-10 tahun. Sementara radiasi dosis rendah
membutuhkan waktu beberapa decade sampai timbulnya meningioma.4
Rangsangan endogen dan eksogen via hormonal memainkan peran
yang cukup penting juga dalam timbulnya tumor meningens. Estrogen dan
progesterone diduga merupakan salah satu penyebab timbulnya meningioma
karena angka prevalensi yang lebih tinggi pada wanita. Reseptor estrogen
ditemukan pada meningioma, yakni ikatan pada reseptor tipe 2 walaupun
tingkat afinitasnya terhadap estrogen tidak sekuat reseptor yang ditemukan
pada kanker payudara.4
Meningioma diduga timbul melalui proses bertahap yang melibatkan
aktivasi onkogen dan hilangnya gen supresor tumor. Penelitian genetic
molecular telah menunjukan beberapa penyimpangan, yang paling sering
adalah hilangnya 22q pada 80% penderita meningioma sporadic. Hal ini
mengakibatkan hilangnya NF-2 gen supresor tumor yang berlokasi di 22q11
dan berkurangnya produk protein merlin yang bertanggung jawab terhadap
interaksi sel. Sel yang memiliki defek pada merlin tidak dapat mengenali sel
sekitarnya dan terus menerus tumbuh. Beberapa kelainan telah dideteksi pada
kromosom lain, dan diduga beberapa onkogen dan gen supresor tumor terlibat
dalam pembentukan meningioma.5

E. Klasifikasi
Meskipun pada kebanyakan kasus bersifat jinak, meningioma secara
mengejutkan memiliki karakteristik klinis yang sangat luas. Klasifikasi dari

17
WHO bertujuan untuk memprediksi perbedaan karakteristik klinis dari
meningioma dengan grading secara histologis berdasarkan statisik korelasi
klinikopatologis yang signifikan. Berdasarkan tingkat keganasannya
meningioma dibagi menjadi 3, yaitu jinak (WHO grade 1), atipikal (WHO
grade 2), dan anaplastik (WHO grade 3).5
1. Grade I
Meningioma grade I merupakan benigna dan memiliki Sembilan
subtype yaitu Meningothelial, Fibrous (fibroblastic), Transitional (mixed),
Psammomatous, Angiomatous, Microcystic, Secretory, Lymphocyte rich,
Metaplastic. Meningioma tumbuh dengan lambat. Tumor tidak
menimbulkan gejala, Jika tumor semakin berkembang, maka pada
akhirnya dapat menimbulkan gejala kemudian penatalaksaan bedah dapat
direkomendasikan .Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan
tindakan bedah dan observasi secara rutin.5

Gambar 3. Histologi meningioma grade 1 WHO5

18
2. Grade II
Terdiri dari tiga tipe yaitu atypical meningioma, clear-cell
meningioma dan chordoid meningioma. Meningioma ini tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan
yang lebih tinggi juga.Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe
ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setalah
pembedahan.5

Gambar 4. Histologi meningioma grade 2 WHO5

3. Grade III
Meningioma anaplastic terdiri atas subtype papillary atau rhabdoid
berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignant atau
meningioma aplastic. Meningioma malignant terhitung kurang dari 1% dari
seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang
pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi
tumor dapat dilakukan kemoterapi.5

19
Gambar 5. Histologi meningioma grade 3 WHO5

F. MANIFESTASI KLINIS
Meningioma dapat timbul tanpa gejala apapun dan ditemukan secara
tidak sengaja melalui CT-Scan atau MRI. Pertumbuhan tumor dapat sangat
lambat hingga tumor dapat mencapai ukuran yang sangat besar tanpa
menimbulkan gejala selain perubahan mental sebelum tiba-tiba memerlukan
perhatian medis, biasanya di lokasi subfrontal.6
Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral
akibat edema otak dan tekanan intracranial yang meningkat. Gejala Spesifik
terjadi akibat destruksi dan kompresi jaringan saraf, bias berupa nyeri kepala,
muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan
sebagainya. Edema papil dan deficit neurologis lain biasanya ditemukan pada
stadium yang lebih lanjut. Gejala umum seperti :6
1. Nyeri Kepala
Nyeri kepala biasanya terlokalisir atau bias juga menyeluruh. Biasanya
muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa
waktu, hilang timbul dengan interval tak teratur beberapa menit sampai
beberapa jam.Serangan semakin lama semakin sering dengan interval

20
semakin pendek. Nyeri kepala bertambah hebat saat pasien batuk,
mengejan, posisi berbaring.6
2. Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang
korteks motoric.Kejang yang sifatnya local sukar dibedakan dengan
kejang akibat lesi otak lainnya, sedangkan kejang yang sifatnya
umum/general sukar dibedakan dengan kejang karena epilepsy. Tapi bila
kejang terjadi pertama kali pada usia decade ke III dari kehidupan harus
diwaspadai kemungkinannya adanya tumor otak.6
3. Mual Muntah
Lebih jarang disbanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya
proyektil (menyemprot) tanpa didahului rasa mual, dan jarang terjadi
tanpa disertai nyeri kepala.7
4. Edema Pupil
Biasanya terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan
oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas pupil, warna pupil
berubawah menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebara
atau kadang-kadang tampak terputus-terputus.7
5. Kelemahan Ekstremitas
Kelemahan ekstremitas juga dapat muncul umumnya berupa
hemiparesis walaupun kadang-kadang dapat berupa parapasresis.pada
meningioma parasagital di falx yang mengkompresi jalur motoric.

21
Gambar 6. Gejala Umum dari Meningioma6

G. Pemeriksaan Penunjang
Meningioma sering baru terdeteksi setelah muncul gejala. Diagnosis dari
meningioma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis pasien dan
gambaran radiologis. Meskipun demikian, diagnosis pasti serta grading dari
meningioma hanya dapat dipastikan melalui biopsi dan pemeriksaan
histologi.9
1. CT-Scan
Pada CT scan, tumor terlihat isodens atau sedikit hiperdens jika
dibandingkan dengan jaringan otak normal.9
Seringkali tumor juga memberikan gambaran berlobus dan kalsifikasi
pada beberapa kasus. Edema dapat bervariasi dan dapat tidak terjadi pada
50% kasus karena pertumbuhan tumor yang lambat, tetapi dapat meluas.

22
Edema lebih dominan terjadi di lapisan white matter dan mengakibatkan
penurunan densitas. Perdarahan, cairan intratumoral, dan akumulasi cairan
dapat jelas terlihat. Invasi sepanjang dura serebri sering muncul akibat
provokasi dari respon osteblas yang menyebabkan hiperostosis pada 25%
kasus. Gambaran khas pada CT-scan kepala adalah adanya dural traiyaitu
duramater yang melekat pada tulang.9

Gambar 7. Hasil CT scan meningioma parasagital7

2. MR-Imaging

Pada MRI, tumor terlihat isointens pada 65% kasus dan hipointens
pada sisanya jika dibandingkan dengan jaringan otak normal. 1 Kelebihan
MRI adalah mampu memberikan gambaran meningioma dalam bentuk
resolusi 3 dimensi, membedakan tipe jaringan ikat, kemampuan
multiplanar dan rekonstruksi. MRI dapat memperlihatkan vaskularisasi
tumor, pembesaran arteri, invasi sinus venosus, dan hubungan antara
tumor dengan jaringan sekitarnya.9

23
Gambar. 8 Hasil MRI, Meningioma Subfrontal7

H. Penatalaksanaan
Setelah diagnosis meningioma dapat ditegakan, permasalahan
berikutnya adalah memutuskan diperlukan tindakan pembedahan atau tidak.
Beberapa meningioma sering timbul tanpa gejala, hadir tiba-tiba dengan
kejang, atau melibatkan struktur tertentu sehingga reseksi hampir mustahil
dilakukan. Tumor jenis ini tidak memerlukan intervensi segera dan dapat
dipantau bertahun-tahun tanpa menunjukan pertumbuhan yang berarti. Jika
pasien menunjukan gejala yang signifikan seperti hemiparesis, atau ada
progresi yang jelas terlihat melalui pencitraan radiologi, maka diperlukan
intervensi segera. Sampai saat ini, penatalaksanaan yang paling penting adalah
dengan pembedahan.10
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer untuk meningioma.
Tujuan utamanya adalah mengangkat jaringan tumor sebanyak-banyaknya
tanpa kehilangan fungsi otak.7 Eksisi komplit dapat menyembuhkan
kebanyakan meningioma. Faktor-faktor yang berperan dalam pembedahan
meliputi lokasi dari tumor, defisit nervus kranialis preoperasi,
vaskularitas, invasi dari sinus venosus, dan keterlibatan arteri. Reseksi

24
sebagian dapat menjadi pilihan jika pengangkatan seluruh tumor dapat
mengakibatkan kehilangan banyak fungsi otak.10
Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, meningioma digolongkan
ke dalam 3 grup berdasarkan resiko pembedahannya. Cara
penggolongannya menggunakan algoritme CLASS, yakni Comorbidity
(komorbiditas), Location (lokasi), Age (umur pasien) Size (ukuran tumor),
Symptoms and signs (tanda dan gejala). Grup 1 dengan skor CLASS
lebih dari +1, memiliki angka keberhasilan yang tinggi, yakni pada 98,1%
kasus. Grup 2 dengan skor 0 sampai -1 memiliki hasil yang buruk pada
sekitar 4% kasus. Sementara grup 3 dengan skor di bawah -2 memiliki
hasil paling buruk yakni 15% dari seluruh kasus.10
2. Radioterapi
Terapi ini dapat dipertimbangkan untuk meningioma low grade setelah
reseksi tumor parsial, rekuren, dan meningioma maligna dengan sel
atipikal dan sel yang anaplastik. Stereotactic radiosurgery atau stereotactic
radiotherapy pada meningioma dapat digunakan sebagai terapi primer,
terutama pada meningioma yang tidak dibiospi karena akses sulit untuk
dilakukan biopsy atau reseksi dan kasus-kasus dengan lesi meningioma
yang kecil.10
Teknik radiasi yang disarankan adalah conformal radiation
therapy(contoh: 3D-CRT/ conformal radiotherapy, IMRT/intensity
modulated radiotherapy,VMAT/volumetric modulated arc therapy,
tomoterapi) untuk menyelamatkan organ penting dan meningkatkan dosis
radiasi pada jaringan yang terlibat.10
3. Kemoterapi
Beberapa pilihan obat kemoterapi telah digunakan untuk menangani
meningioma atipikal dan anaplastik.Kemoterapi sejauh ini memberikan
hasil yang kurang memuaskan, dipertimbangkan hanya bila tindakan
operasi dan radioterapi gagal dalam mengontrol kelainan. Agen

25
kemoterapi termasuk hidroksiurea, telah digunakan tapi dengan angka
keberhasilan yang kecil. Obat lain yang sedang dalam penelitian termasuk
temozolamid, RU-468,dan alfa interferon, juga memberikan hasil yang
kurang memuaskan.Pilihan kemoterapinyaadalah Interferon Alfa,
Sunitinib, Bevacizumab + everolimu.8
I. Prognosis
Grade WHO, Grade Simpson serta eksensi reseksi tumor tetap menjadi
indikator prognosis. Reseksi total dari tumor biasanya memberikan prognosis
yang sangat baik. Angka harapan hidup 5 tahunan untuk meningioma tipikal
lebih dari 80% dan turun menjadi 60% pada meningioma maligna dan
atipikal. Untuk surveilans dilakukan MRI pada 3,6, dan 12 bulan pasca
operasi, dilanjutkan kemudian setiap 6-12 bulan selamalima tahun di teruskan
dengan setiap 1-3 tahun tergantung kondisi klinis pasien.8

26
BAB III

RESUME DAN ANALISIS KASUS

A. RESUME

Pasien perempuan usia 42 tahun rujukan dari Rumah Sakit Konawe


datang ke IGD Rumah Sakit Umum Bahteramas dengan keluhan susah bicara
yang dialami sejak + 6 bulan yang lalu. Awalnya keluarga pasien mengatakan
bahwa 1 tahun yang lalu, pasien mengeluh sering sakit kepalanya. Pasien juga
mengeluh penglihatan nya menurun dialami sejak + 1 tahun yang lalu,
awalnya hanya pada mata kirinya tapi semakin lama pasien merasa
penglihatanya semakin menurun hingga mengenai kedua matanya, dan
sekarang pasien sudah tidak bias mengenali wajah orang hanya bias melihat
lambaian tanyan saja. Pasien juga mengeluh lemah pada kedua kakinya yang
dirasakan + 1 tahun yang lalu, keluhan ini dirasakan semakin lama semakin
berat hingga sekarang ini pasien sudah tidak bias berjalan dan hanya berbaring
di tempat tidur saja. Keluhan lain pasien demam (-), mual (-), muntah (-),
batuk (-), keringat malam (-), BAB dan BAK dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit sedang,
komadengan GCS 15 E4M6V5 . Tanda vital TD 120/68 mmHg, Nadi
72x/menit, Pernapasan 18x/menit, Suhu 36,4°C. Status Neurologis pupil bulat
isokor Ѳ +3mm/+3 mm, kelopak mata logoftalmus +/+, RCL +/+, RCTL+/+,
tanda ransang menings positif. Pemeriksaan ekstremitas didapatkan
pergerakan ekstremitas superior et inferior menurun,Kekuatan otot 3, Tonus
otot menurun, bentuk otot atrofi. Reflex fisiologis dalam batas normal, reflex
patologis (-). Pada pemeriksaan radiologis CT-Scan didapatkan kesan:Massa
Isodens daerah Frontoparietal lobe kanan Suspek Meningioma DD/
Astrocytoma.

27
B. ANALISIS KASUS
Pasien perempuan usia 42 tahun rujukan dari Rumah Sakit Konawe
datang ke IGD Rumah Sakit Umum Bahteramas dengan keluhan susah bicara
yang dialami sejak + 6 bulan yang lalu. Awalnya keluarga pasien mengatakan
bahwa 1 tahun yang lalu, pasien mengeluh sering sakit kepalanya. Pasien juga
mengeluh penglihatan nya menurun dialami sejak + 1 tahun yang lalu,
awalnya hanya pada mata kirinya tapi semakin lama pasien merasa
penglihatanya semakin menurun hingga mengenai kedua matanya, dan
sekarang pasien sudah tidak bias mengenali wajah orang hanya bias melihat
lambaian tanyan saja. Pasien juga mengeluh lemah pada kedua kakinya yang
dirasakan + 1 tahun yang lalu, keluhan ini dirasakan semakin lama semakin
berat hingga sekarang ini pasien sudah tidak bias berjalan dan hanya berbaring
di tempat tidur saja.
Secara epidemiologi kejadian meningioma lebih sering terjadi pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 1,8 : 1, dan
insidensinya akan meningkat pada ke empat kehidupan atau usia 40 tahun.
Pertumbuhan tumor dapat sangat lambat hingga tumor dapat mencapai ukuran
yang sangat besar tanpa menimbulkan gejala selain perubahan mental sebelum
tiba-tiba memerlukan perhatian medis, biasanya di lokasi subfrontal. Gejala
umum yang sering muncul meliputi kejang, nyeri kepala hebat, perubahan
kepribadian dan gangguan ingatan, mual dan muntah, serta penglihatan kabur.
Gejala lain yang muncul ditentukan oleh lokasi tumor, dan biasanya
disebabkan oleh kompresi atau penekanan struktur neural penyebab.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit sedang,
dengan GCS 15 E4M6V5 . Tanda vital TD 120/68 mmHg, Nadi 72x/menit,
Pernapasan 18x/menit, Suhu 36,4°C. Status Neurologis pupil bulat isokor Ѳ
+3mm/+3 mm, kelopak mata logoftalmus +/+, RCL +/+, RCTL+/+, tanda
ransang menings positif. Pemeriksaan ekstremitas didapatkan pergerakan
ekstremitas superior et inferior menurun, Kekuatan otot 3, Tonus otot

28
menurun, bentuk otot atrofi. Reflex fisiologis dalam batas normal, reflex
patologis (-). Pada pemeriksaan radiologis CT-Scan didapatkan kesan:Massa
Isodens daerah Frontoparietal lobe kiri Suspek Meningioma DD/
Astrocytoma.
Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral
akibat edema otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik
terjadi akibat destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala,
muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan
sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada
stadium yang lebih lanjut. Meningioma sphenoid, berlokasi pada daerah
belakang mata dan paling sering menyerang wanita. Gejala dapat berupa
kehilangan sensasi atau rasa baal pada wajah, serta gangguan penglihatan.
Gangguan penglihatan disini dapat berupa penyempitan lapangan pandang,
penglihatan ganda, sampai kebutaan. Dapat juga terjadi kelumpuhan pada
nervus III. Pada CT scan, tumor terlihat isodens atau sedikit hiperdens jika
dibandingkan dengan jaringan otak normal.
Pada pasien diberikan IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, Dexametason 1
ampul/8 jam, Ranitidin 1 ampul/12 jam, Ketorolc 1 ampul/8 jam.
Pemberian Kortikosteroid (Dexametason) berfungsi untuk mengurangi
edema serebri sehingga menurunkan tekanan Intrakranial namun tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan tumor. Ketorolac merumapakn analgetik
golongan OAINS diberikan untuk menangani keluhan nyeri kepala yang
dialami pasien. Sedangkan pemberian H2 Reseptor (Ranitidin) umtuk
mencegah efek dari dexametason dan OANIS yaitu gangguan gastrointestinal.
Pembedahan merupakan terapi utama pada penatalaksanaan semua jenis
meningioma. Terdapat dua tujuan utama dari pembedahan yaitu paliatif dan
reseksi tumor. Tujuan dari reseksi meningioma adalah menetukan diagnosis
definitive, mengurangi efek masaa, dan meringankan gejala-gejala.Untuk
tumor yang berukuran kecil (<3 cm) dan asimtomatik maka berdasarkan

29
guideline European Association of Neuro-oncology (EANO) mau pun
National Comprehensive Cancer Network (NCCN) dapat dilakukan observasi
saja, dengan terapi dilakukan bila tumor membesar secara signifikan atau
menjadi simptomatik. Pada fase observasi ini dilakukan MRI pada 3,6 dan 12
bulan pasca diagnosis, dilanjutkan kemudian setiap 6-12 bulan selama lima
tahun, diteruskan dengan setap 1-3 tahun tergantung kondisi klinis pasien

DAFTAR PUSTAKA

1. Hauser SL. Harrisons Neurology In Clinical Medicine. Ed 4. USA. McGraw-Hill

Education. 2017:p598-565

30
2. Wahyuliati T, Parnodjo D. Laporan Kasus Meningioma. Jurnal Mutiara Medika.

2015:5(1)p58-62

3. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. 2011:p487-515

4. Jones HR, Jayashri S, Gregory J, Richard A. Netters Neurology. Ed 2. USA.

Elsevier. 2012:p648-672

5. Rohkamm R. Color Atlas Of Neurology. New York: Georg Thieme

Verlag.2004:p254-267

6. Jannah R, Lantip R, Daniel JW. Ekspresi PD-L1 Pada Meningioma. Jurnal

Kedokteran Raflesia.2020:4(2)

7. Arinda L, Susanti R, Indra S. Angiomatous Type Meningioma In A male Patient.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019:8(2):p82-86

8. Tjuatja F, Mayang TB, Aman RA, Gondhowiardjo SA. Radioterapi Pada

Meningioma Anak. Radioterapi & Onkologi Indonesia. 2020:11(1):p7-12

9. Feghali KA, Hilal L, Chung C. Review Of Intracranial Meningiomas: An Update

On Management From Diagnosis To Treatment. Internal Medicine Review.

2017:4(4):p1-22

10. Widodo D. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tumor Otak. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2019:p39-50

31

Anda mungkin juga menyukai