Anda di halaman 1dari 5

Nama : Iqlima Syafrina Putri

NIM : 180151602266
No. absen : 12
Offering : D8 PGSD
Mata kuliah : Filsafat dan Teori Pendidikan

ESENSIALISME TERHADAP PENDIDIKAN

1. Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi aliran filsafat ini


a) Ontologi Esensialisme
Sifat khas dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini di
kuasai oleh tatanan yang cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula.
Ini berarti bahwa bagaimanpun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah
disesuaikan dengan tatanan tersebut. Secara filosofis esensialisme dilandasi oleh prisip-
prinsip klasik dari filsafat realisme dan idialisme moderen. Ontologinya dapat disebut
realisme objektif, yang berpendapat bahwa kenyataan adalah sebuah pokok (subtansi)
mater atau idialisme objektif yang berpandangan bahwa kenyataan itu pada pokoknya
bersifat rohaniah.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan
akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang
mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme
merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan,
kebenaran dan kegunaan. Kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum,
seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan
kenyataan sosial yang ada di masyarakat.
Ontologi filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan
kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual. Oleh
karena itu, hal pertama yang perlu ditinjau pada peserta didik adalah pemahaman sebagai
makhluk spiritual dan mempunyai kehidupan yang bersifat teleologis dan idealistik.
Pendidikan bertujuan untuk membimbing peserta didik menjadi makhluk yang
berkepribadian, bermoral, serta mencita-citakan segala hal yang serba baik dan bertaraf
tinggi.
 Sentesa ide idealisme ddan realisme tentang hakekat realita berarti esensialisme
mengakui adanya realisme objek si sampimg konsep-konsep.
 Aliran esensialisme di pengaruhi penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern
 Penafsiran spirituan atas sejarah.
 Pahan makrokosmos dan mikrokosmos
Paham makrokosmos adalah keseluruah semetanya dalam suatu disain dan
kesatuan menurut teori kosmologi. Paham mikrokosmos alah sebagian tunggal suatu
fakta yang terpisah keseluruhan, baik tingkat umum probadi manusai maupun
lembaga.     

b) Pandangan Epistemologi Esensialisme


Aspek epistemologi yang perlu diperhatikan halam pendidikan adalah
pengetahuan hendaknya bersifat ideal dan spiritual, yang dapat menuntun kehidupan
manusia pada kehidupan yang lebih mulia. Pengetahuan semacam itu tidak semata-mata
terikat kepada hal-hal yang bersifat fisik, tetapi mengutamakan yang bersifat spiritual.
Sedangkan aspek aksiologi menempatkan nilai pada dataran yang bersifat tetap dan
idealistik. Artinya, pendidik hendaknya tidak menjadikan peserta didik terombang-
ambing oleh hal-hal yang bersifat relative atau temporer (Imam Barnadib, 2002).
Ontologi dari filsafat pendidikan realisme bahwa pendidikan itu seyogyanya
mengutamakan perhatian pada peserta didik seperti apa adanya, artinya utuh tanpa
reduksi.
Epistemologi essensialisme pada tingkat tertinggi merupakan teori persesuaian
pengetahuan, yang meyakini bahwa kebenaran tampil mewakili atau sesuia dengan fakta
objektif. Realisme memperhatikan pandangan tiga aliran psikologi yaitu assosianesmi,
behavorisme, dan koneksionisme. Lazimnya metosde yang digunakan dalam aliran
psikologi ini adalah menerapkan metode ilmu alam.
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti
epistimologi esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari bahwa realita sebagai
mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau
kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestiannya. Berdasarkan kualitas inilah
manusia memproduksi pengetahuannya secara tepat dalam benda-benda, ilmu alam,
biologi, sosial, dan agama. Generalisasi di atas secara keseluruhan adalah pola
pelaksanaan asas pandangan idealisme dan realisme.
Dalam bidang epistemologi, bahwa pengetahuan adalah hasil yang dicapai oleh
proses mana subjek dan objek mengadakan pendekatan. Dengan demikian hasilnya
adalah perpaduan antara pengamatan, pemikiran, dan keseimpulan dari kemampuan
manusia dalam menyerap objeknya. Oleh karena itu, epistemologi dalam filsafat
pendidikan realisme adalah proses dan produk dari seberapa jauh pendidik dapat
mempelajari secara ilmiah emperis mengenai peserta didiknya. Hasil-hasilnya akan
digunakan sebagai dasar untuk menyelenggarakan pendidikan.
 Konstaversi jasmaniah dan rohaniah peebedaan idealisme dan realisme.
 Idealisme adalah manusia  mengetahui sesuatu hanya di dalam melakui ide, rohaniah
sedangkan realisme adalah manusia mengetahui sesuatu realita di dalam jasmani dan
rohani.

c) Pandangan aksiologi esensialisme


Pandangan ontologi dan epistimologi sangat mempengaruhi pandangan aksiologi.
Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal dan tergantung pada pandangan-pandangan idealisme
dan realisme. Dengan kata lain, esensialisme terbina oleh kedua syarat tersebut.
1. Teori nilai menurut idealisme
Penganut idealisme berpendapat bahwa hukum-hukum etika adalah hukum
kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik jika interaktif dan melaksanakan
hukum-hukum itu. Menurut idealisme, sikap, tingkah laku, dan ekspresi perasaan
juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk.
2. Teori nilai menurut realisme
Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi, bahwa
sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidup.
Dalam masalah baik-buruk khususnya dan keadaan manusia pada umumnya,
realisme bersandarkan pada keturunan dan lingkungan. Perbuatan seseorang adalah
hasil perpaduan yang timbul sebagai akibat adanya saling hubungan antara
pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh dari lingkungan.

2. Implikasi esensialisme terhadap kurikulum


Essensialisme adalah suatu teori pendidikan yang menegaskan bahwa pendidikan
selayaknya bergerak dalam kegiatan pembelajaran tentang keahlian dasar, seni dan sains
yang telah nyata-nyata berguna dimasa lalu dan tetap demikian dimasa yang akan datang.
Para essensialis percaya bahwa beberapa keahlian esensi atau dasar mempunyai kontribusi
yang besar terhadap keberadaan manusia seperti membaca, menulis, aritmatika dan perilaku
sosial yang beradab. Keahlian dasar ini merupakan hal yang selayaknya dan memeng
dibutuhkan sehingga selalu ada dalam setiap kurikulum sekolah dasar yang baik.
Pada kurikulum sekolah pertama, kurikulum dasar seharusnya terdiri dari sejarah,
matematika, sains dan sastra. Kurikulum perguruan tinggi terdiri dari dua komponen yaitu
mata kuliah umum dan sains. Dengan menguasai mata kuliah ini yaitu yang berkaitan
dengan lingkungan sosial dan alam, seorang siswa mempersiapkan diri untuk berpartisipasi
secara efektif dalam masyarakat beradab.
Kurikulum Esensialisme seperti halnya Perenialisme, yaitu kurikulum yang berpusat
pada mata pelajaran (subject matter centered). Di sekolah dasar penekanannya pada
kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitung. Di sekolah menengah diperluas dengan
perluasan pada matematika, sains, humaniora, bahasa dan sastra. Penguasaan terhadap
materi kurikulum tersebut merupakan dasar yang esensial bagi “general education” (filsafat,
matematika, IPA, sejarah, bahasa, seni dan sastra) yang diperlukan dalam hidup. Belajar
dengan tepat berkaitan dengan disiplin tersebut akan mampu mengembangkan pikiran
(kemampuan nalar) siswa dan sekaligus membuatnya sadar akan dunia fisik sekitarnya.
Menguasai fakta dan konsep dasar yang esensial merupakan suatu keharusan.
Jadi intinya kurikulum hendaknya disusun secara sistematis, dari mulai yang
sederhana sampai yang kompleks. Kurikulum direncanakan dan disusun berdasarkan pikiran
yang matang agar manusia dapat hidup harmonis dan menyesuaikan diri dengan sifat-sifat
kosmis.

3. Implikasi esensialisme terhadap pembelajaran


Tujuan pendidikan yang dari konsep esensialisme ialah untuk meneruskan
warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah
bertahan dalam kurun waktu yang lama (H.A.Yunus, 2016). Pengetahuan ini diikuti oleh
keterampilan. Keterampilan-keterampilan, sikap-sikap-, dan nlai-nilai yang tepat,
memebntuk unsur yang inti dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mencapai
standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan (Redja Mudyahardjo,
2013). Selain dari hal di atas, aliran esensialisme juga menyatakan bahwa tujuan pendidikan
esensialisme adalah mempersiapkan manusia untuk hidup, tidak berarti setelah lepas tangan
dengan hal tersebut tetapi sekolah memberi kontribusi bagaimana merancang sasaran mata
pelajaran sedemikian rupa, yang pada akhirnya memadai untuk mempersiapkan manusia
hidup (Erjati Abas,2015).
Essensialisme yang didukung oleh pandangan idealisme juga berpendapat bahwa bila
seseorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak
keluar untuk memahami dunia objektif. Akal budi manusia membentuk, mengatur,
mengelompokkannya dalam ruang dan waktu. Dengan prinsip itu dapat dikatakan bahwa
belajar pada seseorang sebenarnya adalah mengembangkan jiwa pada dirinya sendiri sebagai
substansi spritual. Jiwa membina dan menciptakan dirinya sendiri. Jadi belajar adalah
menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang
timbul untuk ditambah dan dikurangi serta diteruskan kepada angkatan berikutnya
(Barnadib:1996:56). Belajar adalah cerminan dari jiwa yang aktif.

4. Implikasi esensialisme terhadap pendididkan secara umum


Bagi penganut Essensialisme pendidikan merupakan upaya untuk memelihara
kebudayaan. Mereka percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia, sebab kebudayaan tersebut
telah teruji dalam segala zaman, kondisi dan sejarah. Tugas pendidikan adalah mengijinkan
terbukanya realita berdasarkan susunan yang tidak terelakan (pasti) bersendikan kesatuan
spiritual. (William T. Harris, 1835-1909) maksudnya sekolah adalah lembaga yang
memelihara nilai-nilai yang telah turun-menurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang
kepada masyarakat.
Pendidikan bertujuan untuk mentransmisikan kebudayaan untuk menjamin
solidaritas sosial dan kesejahteraan umum (E.J. Power, 1982). Secara umum, essensialisme
adalah model pendidikan transmisi yang bertujuan untuk membiasakan siswa hidup dalam
masyarakat masa kini. Sekolah yang baik adalah sekolah yang berpusat pada masyarakat,
“society centered school” , yaitu sekolah yang mengutamakan kebutuhan dan minat
masyarakat (Madjid Noor, dkk, 1987). Konsep dasar pendidikan esensialisme adalah
bagaimana menyusun dan menerapkan program-program esensialis di sekolah-sekolah.
Bagi kaum Esensialis, guru seharusnya berperan aktif dalam pembelajaran. Ia
sebagai penanggung jawab, pengatur ruangan, penyalur (transmiser) pengetahuan yang baik,
penentu materi, metode, evaluasi dan bertanggung jawab terhadap seluruh wilayah
pembelajaran.
Guru juga berperan sebagai mediator atau “jembatan” antara dunia masyarakat atau
orang dewasa dengan dunia anak, dengan demikian inisiatif dalam pendidikan ditekankan
pada guru, bukan pada peserta didik (G. kneller, 1971). Untuk menciptakan siswa yang
mempunyai sikap dan perasaan solidaritas sosial dan ikut berperan dalam mewujudkan
kesejahteraan umum. Pewarisan nilai-nilai luhur agama oleh sosok guru menjadi titik tekan
tujuan pembelajaran esensialisme, dan pembelajaran yang berisikan warisan budaya dan
sejarah dan di ikuti oleh keterampilan, sikap-sikap, dan nilai yang tepat merupakan unsusr-
unsur esensial dari sebuah kurikulum pendidikan esensialisme.
Peranan peserta didik adalah belajar, bukan untuk mengatur pelajaran. Belajar berarti
menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang
timbul untuk ditambah dan dikurangi dan diteruskan kepada angkatan berikutnya ( Imam
Barnadib, 1984). Esensialisme merupakan suatu filsafat yang menghendaki pendidikan
bersendikan nilai-nilai yang tinggi dan menduduki posisi substansial dalam kebudayaan.
Tugas pendidikan adalah sebagai perantara atau pembawa nilai yang ada di luar ke dalam
jiwa peserta didik. Oleh karena itu, peserta didik perlu di latih agar memiliki kemampuan
observasi yang tinggi untuk menyerap ide-ide atau nilai-nilai yang berasal dari luar dirinya
(muhaimin, 2004;40-42). Menurut esensialisme, pendidikan adalah aktivitas pentransmisian
atau pewarisan budaya dan sejarah sebagai inti pengetahuan yang telah terkumpul dan
bertahan sepanjang waktu. Warisan budaya demikian perlu di ketahui pelestarian
kebudayaan (Education as a Cultural Convervation). Esensialisme memberikan penekanan
upaya kependidikan dalam hal pengujian ulang materi-materi kurikulum, memberikan
pembedaan-pembedaan esensial dan non esensial dalam berbagai program sekolah dan
memberikan kembali pengukuhan autoritas pendidik dalam suatu kelas di sekolah.
Dalam hal metode pendidikan, Esensialisme menyarankan agar sekolah-sekolah
mempertahankan metode-metode tradisional yang berhubungan dengan disiplin mental,
berupa metode ceramah yang memberikan perubahan perilaku kepada siswa yang muncul
dari pengalaman guru. Metode problem solving memang ada manfaatnya, tetapi bukan
prosedur yang dapat diterapkan dalam seluruh kegiatan belajar. Alasannya, bahwa
kebanyakan pengetahuan bersifat abstrak dan tidak dapat dipecahkan ke dalam masalah
masalah diskrit (yang berlainan). Selain itu, bahwa belajar pada dasarnya melibatkan kerja
keras, perlu menekankan disiplin (G. Kneller, 1971).

Anda mungkin juga menyukai