OLEH :
HARMIATI
PO714241192003
i
BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau uriner (traktus urinarius)
yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam
tubuh. Fungsi ginjal secara umum antara lain yaitu sebagai ultrafiltrasi yaitu proses
ginjal dalam menghasilkan urine, keseimbangan elektrolit, pemeliharaan keseimbangan
asam basa, eritropoiesis yaitu fungsi ginjal dalam produksi eritrosit, regulasi kalsium
dan fosfor atau mengukur kalsium serum dan fosfor, regulasi tekanan darah, eksresi
sisa metabolik dan toksin.[ CITATION Sya07 \l 1057 ]
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kasus penurunan fungsi ginjal yang
terjadi secara akut ( kambuhan ) maupun kronis ( menahun ). Penyakit ginjal kronik (
chronic kidney disease ) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan
pada kedua ginjal bersifat ireversibel. Gagal ginjal kronik terjadi apabila laju filtrasi
glomeruler ( LFG ) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama tiga bulan atau lebih.
[ CITATION Mar09 \l 1057 ]
CKD disebabkan oleh berbagai penyakit, antara lain penyakit infeksi, penyakit
peradangan, penyakit hipertensi, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan
herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obstruktif.[ CITATION Mar09 \l
1057 ]
Pasien CKD memiliki kapasitas fisik dan kapasitas fungsional yang lebih rendah
karena mereka akan lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sakit. Berdasarkan
data, diketahui bahwa pasien hemodialisis yang berusia 30 tahun memiliki lebih sedikit
aktifitas fisik sehari- harinya dibandingkan dengan individu sehat yang berusia 70
tahun.[ CITATION Iki06 \l 1057 ]
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai masalah medis dan fisik yang
membutuhkan penanganan fisioterapi. Secara medis, pasien dengan gagal ginjal kronik
akan ditangani dengan hemodialisis, dialisis peritoneal, atau dengan transplantasi
ginjal. Manajemen fisioterapi pada pasien dialisis dengan transplantasi ginjal berbeda
untuk tingkat agrevitas programnya. Memberikan program fisioterapi yang tepat bagi
pasien dengan gagal ginjal kronis sering menjadi tantangan karena beberapa komplikasi
yang muncul, seperti gagal jantung kongestif dan neuropati perifer. Fisioterapi adalah
1
bagian penting dari rehabilitasi pasien dengan gagal ginjal kronik.[ CITATION Gra82 \l
1057 ]
2
BAB II
KAJIAN TEORI
1. Anatomi Ginjal
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi
kimia darah (dan lingkungan luar tubuh) dengan mengekskresikan zat terlarut dan
air secara selektif. Apabila kedua ginjal karena sesuatu hal gagal menjalankan
fungsinya, akan terjadi kematian dalam waktu 3 sampai 4 minggu. Fungsi vital
ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan
reabsorpsi sejumlah zat terlarut dalam dan air dalam jumlah yang sesuai
sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air dieksresikan keluar tubuh
peritoneum. Setiap ginjal orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram dan kira-kira
seukuran kepalan tangan. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan
yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai
saraf, dan ureter yang membawa urin disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal
dilingkupi oleh kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya
Ginjal terdiri dari dua bagian yaitu kortek di bagian luar dan medula di bagian
dalam. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk kerucut
yang disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai pada perbatasan
antara korteks dan medula serta berakhir di paila, yang menonjol ke dalam ruang
pelvis ginjal, yaitu sambungan dari ujung ureter bagian atas yang berbentuk
corong. Batas luar pelvis terbagi menjadi kantong-kantong dengan ujung terbuka
3
yang disebut kaliks mayor, yang meluas ke bawah dan terbagi menjadi kaliks
minor, yang mengumpulkan urin dari tubulus setiap papila. [ CITATION Guy062 \l
1057 ]
medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari
ginjal yang terdiri atas tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distalis, dan
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominal, sedangkan darah vena di alirkan melalui vena
renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end
arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang arteri ini,
1057 ]
2. Fisiologi Ginjal
4
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini
dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsopsi dan sekresi tubulus. [ CITATION Wil06 \l
1057 ]
Secara singkat fungsi utama ginjal dibagi dua yaitu fungsi ekskresi dan fungsi
non ekskresi. Fungsi ginjal sebagai dalam fungsi ekskresi antara lain [ CITATION
Wil06 \l 1057 ] :
ekskresi Na-.
rentang normal.
paling kuat.
5
d. Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodilator, bekerja secara lokal, dan
1. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik adalah suatu
penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal
ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia
adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat
penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.[ CITATION Suw06 \l 1057 ]
Kriteria penyakit ginjal kronik antara lain sebagai berikut [ CITATION Suw06 \l
1057 ] :
a. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan strukural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
- Kelainan patologis
6
b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m 2 selama 3
2. Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara antara satu negara
dengan negara lain. Berikut beberapa penyebab utama terjadinya penyakit ginjal
a. Diabetes melitus
c. Glomerulonefritis
d. Nefritis interstitial
g. Neoplasma
i. Idiopatik
3. Klasifikasi
ml/mn/1,73m2)
ml/mn/1,73m2)
7
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG
sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal
4. Patofisiologi
dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-
transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
Suw06 \l 1057 ]
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau
8
malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien meperlihatkan gejala dan tanda uremia
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun
infeksi saluran pencernaan. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti
dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.[ CITATION Suw06 \l 1057 ]
5. Pendekatan Diagnostik
a. Gambaran Klinis
sebagainya.
9
- Sindrom uremia, yang tediri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
b. Gambaran Laboratoris
penurunan kadar Hb, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia,
asidosis metabolik
c. Gambaran Radiologis
- Pielografi
dialisis ditentukan oleh fisioterapi. Perkembangan pasien sangat bervariasi dan sangat
tergantung pada individu pasien itu sendiri. Fisioterapis harus memperhatikan tanda-
tanda vital pasien seperti denyut nadi, laju pernafasan, dan tekanan darah. [ CITATION
Gra82 \l 1057 ]
10
Pasien peritoneal dialisis (PD) atau hemodialisis (HD) yang lemah dan telah
lama menjalani bedrest harus dilihat setiap hari untuk penentuan program fisioterapi.
Secara klinis pasien mungkin saja mengalami kontraktur, distal edema, disuse
artrophy, dan dekubitus. Pasien PD atau HD sangat rentan terhadap berbagai faktor
Program exercise pada pasien CKD tahap akhir memiliki banyak manfaat,
sitolik ventrikel kiri, dan fungsi psikososial. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bukti yang mendukung tentang hubungan antara lain dengan dengan penurunan
denyut nadi, peningkatan kapasitas aerobic, peningkatan kadar hemoglobin dan kadar
endurance, serta menurunkan edema. Tujuan jangka panjang bervariasi, tetapi salah
satu tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan mobilitas yang cukup untuk
perawatan pasien harus mencakup bed positioning yang baik dan mobility exercise,
exercise untuk kondisi umum, ambulation exercise, dan ADL exercise. [ CITATION
Gra82 \l 1057 ]
Bed positioning yang tepat untuk pasien dengan uremia berat dapat mencegah
perubahan posisi setiap dua jam sekali : ke sisi kiri, sisi kanan, terlentang, dan
tengkurap jika dapat ditoleransi oleh pasien. Tumit harus dilindungi dari tekanan saat
11
pasien dalam posisi tidur terlentang. Fisioterapis dapat meletakkan bantal di bawah
lutut pasien atau di bagian belakang. Latuhan di tempat tidur dilakukan untuk
Pasien harus dimotivasi untuk bangun sendiri dari tempat tidur sesering
mungkin. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien utnuk dapat
duduk secara bertahap. Kaki harus dielevasikan untuk mencegah edema saat pasien
duduk di kursi. Exercise umum lainnya dilakukan untuk mencegah disuse artrophy
dan meningkatkan kekuatan, mobilitas, dan daya tahan. Exercise tersebut bertujuan
mempersiapkan pasien untuk dapat transfer dan berjalan. Tingkat ambulasi pasien
dapat tercapai tergantung pada banyak faktor termasuk usia, kondisi medis, status
mental, dan kecacatan fisik. Beberapa pasien mungkin tidak dapat berjalan dan
Neuropati perifer pada pasien CKD biasanya bersifat bilateral. Pasien mungkin
berupa efek “kaos tangan dan kaos kaki”. Perasaan kaki seperti terbakar biasanya
menjadi keluhan umum pada pasien dengan dialisis dan uremic neuropathy.
Neuropati akan dirasakan semakin bertambah pada saat dialisis dan biasanya
melakukan penekanan di area tersebut, termasuk saat membantu pasien berdiri atau
12
Kurangnya motivasi mungkin merupakan masalah utama yang ditemui dalam
rehabilitasi pasien dengan CKD. Hal ini tentu saja tidak terjadi pada semua pasien,
seperti penurunan konsentrasi mental, apatis, dan lesu. Pasien-pasien ini perlu
dimotivasi untuk keluar dari tempat tidur dan meningkatkan mobilitas mereka.
Adanya berbagai masalah medis termasuk diantaranya berkaitan dengan fisik pasien,
menunjukkan bahwa fisioterapis adalah bagian penting dari rehabilitasi pasien ini.
Fisioterapi harus menjadi bagian integral dari tim perawatan pasien CKD. [ CITATION
Gra82 \l 1057 ]
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. S
TTL : 23-8-1985
Alamat : Sudiang
Agama : Islam
13
2. History (Riwayat penyakit) :
Pasien masuk 3 minggu yang lalu rujukan dari Timika. Saat masuk pasien
mengalami bengkak seluruh tubuh dan sesak nafas. Semenjak dirawat sesak
nafasnya masih biasa muncul. Pasien juga mengeluhkan sakit pinggang yang
mual (+), muntah (+), demam (+). Pasien memiliki riwayat penyakit malaria.
Riwayat DM tidak ada, tidak ada riwayat kencing batu, dirujuk dengan diagnose
gangguan ginjal. BAB lancar frekuensi 3 kali, BAK tidak lancar. Pasien melakukan
a. Vital Sign :
- Pernafasan : 24/menit
- Suhu : 37,3ᵒC
b. Inspeksi Statis
3) Terpasang double mann di bahu kanan dan pada lengan sebelah kiri
terpasang cymino
c. Inspeksi Dinamis
2) Pasien mampu duduk sendiri dari posisi baring tapi masih lemas
14
3) Pasien mampu miring ke kanan dan kiri
15
(terbatas) (terbatas)
Mampu Mampu Mampu Mampu
Adduksi
(terbatas) (terbatas)
Mampu Mampu Mampu Mampu
Endorotasi
(terbatas) (terbatas)
Mampu Mampu Mampu Mampu
Eksorotasi
(terbatas) (terbatas)
Mampu Mampu Mampu Mampu
Fleksi
(terbatas) (terbatas)
Knee
Mampu Mampu Mampu Mampu
Ekstensi
(terbatas) (terbatas)
Dorsofleks Mampu Mampu Mampu Mampu
i (terbatas) (terbatas)
Plantar Mampu Mampu Mampu Mampu
fleksi (terbatas) (terbatas)
Ankle
Mampu Mampu Mampu Mampu
Inverse
(terbatas) (terbatas)
Mampu Mampu Mampu Mampu
Eversi
(terbatas) (terbatas)
e. Palpasi
1) Tonus : hipotonus pada ekstemitas bawah
2) Suhu : Normal
3) Kontur kulit: Normal
4) Nyeri tekan : Tidak ada
4. Restricted (Keterbatasan)
a. ROM : tidak ada limitasi (normal)
b. Limitas ADL : gangguan ADL (walking, toileting, eating, dan self care)
c. Pekerjaan : sejak sakit pasien tidak mampu lagi melakukan pekerjaannya
serta sosialisasi dengan lingkungan
d. Rekreasi : sejak sakit pasien tidak pernah lagi meluangkan waktu untuk
rekreasi
5. Tissue Impairment dan Psikogen Prediktif
Jaringan yang mengalami kerusakan adalah :
a. Viscerogenik : terdapat hidronefrosis bilateral
b. Musculotendinogen : kelemahan otot pada otot-otot ekstremitas superior dan
inferior
16
c. Psikogen : pasien mengalami depresi
6. Spessific Test
a. Pemeriksaan Hamilton
Tabel 2. Pemeriksaan Hamilton
N KRITERIA TINGKATAN SKOR
O
1. Keadaan perasaan sedih 0 = tidak ada 1
(sedih, putus asa, tak 1 = perasaan ini ada hanya bila ditanya
berdaya, tak berguna) 2 = perasaan ini dinyatakan secara verbal
spontan
3 = perasaan yang nyata tanpa komunikasi
verbal, misalnya ekspresi muka, bentuk,
suara, dan kecenderungan menangis
4 = pasien menyatakan perasaan yang
sesungguhnya ini dalam komunikasi baik
verbal maupun nonverbal secara spontan
17
4. Gangguan pola tidur 0 = tidak ada 1
(initial insomnia) 1 = ada keluhan kadang-kadang sukar tidur,
misalnya lebih dari setengah jam baru tidur
2 = ada keluhan tiap malam sukar tidur
5. Gangguan pola tidur 0 = tidak ada 1
(middle insomnia) 1 = pasien mengeluh gelisah dan terganggu
sepanjang malam
2 = terjadi sepanjang malam (bangun dari
tempat tidur kecuali buang air kecil)
6. Gangguan pola tidur 0 = tidak ada 1
(late insomnia) 1 = bangun saat dini hari tetapi dapat tidur
lagi
2 = bangun saat dini hari tetapi tidak dapat
tidur lagi
18
3 = bergerak terus tidak dapat duduk dengan
tenang
4 = meremas-remas tangan, menggigit-gigit
kuku, menarik-narik rambut, menggigit-gigit
bibir
10. Kecemasan (ansietas Sakit nyeri di otot-otot, kaku dan kedutan 1
somatik) otot; gigi gemerutuk; suara tidak stabil;
tinnitus (telinga berdenging); penglihatan
kabur; muka merah atau pucat, lemas;
perasaan ditusuk-tusuk.
0 = tidak ada
1 = ringan
2 = sedang
3 = berat
4 = ketidakmampuan
N KRITERIA TINGKATAN SKOR
O
11. Kecemasan (ansietas 0 = tidak ada 0
psikis) 1 = ketegangan subyektif dan mudah
tersinggung
2 = mengkhawatirkan hal-hal kecil
3 = sikap kekhawatiran yang tercermin di
wajah atau pembicaraannya
4 = ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya
12. Gejala somatik 0 = tidak ada 1
(pencernaan) 1 = nafsu makan berkurang tetapi dapat
makan tanpa dorongan teman, merasa
perutnya penuh
2 = sukar makan tanpa dorongan teman,
membutuhkan pencahar untuk buang air
besar atau obat-obatan untuk saluran
pencernaan
13. Gejala somatik (umum) 0 = tidak ada 1
1 = anggota gerak, punggung atau kepala
terasa berat
19
2 = sakit punggung, kepala dan otot-otot,
hilangnya kekuatan dan kemampuan
14. Kotamil (genital) Sering buang air kecil terutama malam hari 1
di kala tidur; tidak haid, darah haid sedikit
sekali; tidak ada gairah seksual dingin
(firgid); ereksi hilang; impotensi
0 = tidak ada
1 = ringan
2 = berat
20
18. Variasi harian Adakah perubahan atau keadaan yang 0
memburuk pada waktu malam atau pagi
0 = tidak ada
1 = buruk saat pagi
2 = buruk saat malam
19. Depersonalisasi 0 = tidak ada 1
(perasaan diri berubah) 1 = ringan
dan derealisasi (perasaan 2 = sedang
tidak nyata tidak 3 = berat
realistis) 4 = ketidakmampuan
21
Kriteria penilaian (Rumus Bourjone):
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : nyeri berat
10 : nyeri sangat berat
Hasil: 4,3
IP : Nyeri sedang
c. Zona Latihan:
DNI + (20% - 30%) x (DNM – Usia) – DNI)
86 + 20% (220-28) – 86)
86+ 20% (106)
86 + 21,2 = 107,2
Untuk batas bawah 107,2
86 + 30% (220-28) – 86)
86 + 30% (106)
86 + 31,8 = 117,8
Untuk batas atas 117,8
Batas denyut nadi latihan untuk pasien adalah 107,2 – 117,8
Ket:
DNI : Denyut nadi istirahat
DNM : Denyut nadi maksimal
d. Pemeriksaan Thoraks
1) Bentuk dada : normal
2) Ekspansi Thoraks
a) Upper : 82 – 83 cm (Normal: 2 -3 cm)
b) Middle : 83 – 84 cm (Normal: 4-3 cm)
c) Lower : 80 – 80 cm (Normal: 5 -7 cm)
Hasil : Pengembangan thoraks pasien tidak normal
IP : Adanya gangguan pengembangan thoraks
e. Tes Sensorik
a) Tes rasa nyeri (tajam, tumpul)
b) Tes rasa raba (halus, kasar)
c) Tes beda titik (1 titik atau 2 titik)
22
Hasil: Sensorik pasien normal
IP : tidak ada gangguan sensasi
f. MMT (Manual Muscle Testing):
1. Ekstremitas superior sinistra :4
2. Ekstremitas superior destra :4
3. Ekstremitas inferior sinistra : 3+
4. Ekstremitas inferior destra : 3+
g. Pemeriksaan Indeks Barthel
Kriteria Penilaian:
0–4 : Sangat cacat berat (Ketergantungan sangat berat)
5–9 : Cacat berat (Ketergantungan berat)
10 – 14 : Cacat sedang (Ketergantungan sedang)
15 – 19 : Cacat ringan (Ketergantungan ringan)
20 : Bebas dan fungsional penuh (Mandiri)
Tabel 3. Pemeriksaan Indeks Barthel
NO KEMAMPUAN PENILAIAN SKOR
1. Saya dapat mengendalikan 0 = tak pernah 2
defekasi (buang air besar) 1 = kadang-kadang
2 = selalu
2. Saya dapat mengendalikan 0 = tak pernah (dikateter dan tak dapat 0
kencing (kandung kencing) mengatur)
1 = kadang-kadang
2 = selalu
3. Mengenai pemeliharaan diri 0 = selalu 0
(muka, rambut, gigi, 1 = tak pernah
cukur), saya perlu bantuan
4. Menggunakan toilet, saya 0 = tergantung pada orang lain 0
1 = kalau perlu minta bantuan
2 = bebas
5. Mengenai makan, saya 0 = tergantung orang lain 2
1 = Kalau perlu minta bantuan
2 = bebas
6. Naik dan turun dari kursi 0 = tak mampu duduk dan tergantung pada 0
dan tempat tidur, saya orang lain untuk pindah
1 = mampu duduk tapi perlu banyak
23
bantuan
2 = perlu sedikit bantuan untuk pindah
3 = bebas
7. Mengenai jalan, saya 0 = tidak dapat, saya terbatas pada kursi 0
yang didorong orang lain
1 = tidak dapat meskipun saya di kursi
roda, saya dapat menjalankan sendiri
2 = dapat tetapi hanya dengan bantuan fisik
atau kata-kata dari orang lain
3 = bebas penuh dan tak perlu bantuan
orang lain
NO KEMAMPUAN PENILAIAN SKOR
8. Berpakaian, saya 0 = tergantung orang lain 1
1 = perlu bantuan
2 = bebas, saya dapat ,mengancing baju,
resleting, menalikan sepatu dll
9. Mengenai naik tangga, 0 = tak mampu 0
saya 1 = perlu bantuan
2 = bebas
10. Mandi, saya 0 = tergantung pada orang lain 0
1 = bebas, saya tak perlu bantuan, termasuk
masuk dan keluar dari kamar mandi
TOTAL SKOR 5
Hasil: Cacat berat (Ketergantungan berat)
h. Hasil Pemeriksaan Foto Thoraks
Tanggal pemeriksaan: 31 Maret 2014
Kesan: efusi pleura bilateral dan kardiomegali dengan aorta dilatasi dan
elongasi
i. Hasil Pemeriksaan USG Abdomen
Tanggal pemeriksaan: 28 Maret 2014
Kesan: PNC bilateral, ascites dan efusi pleura bilateral
j. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (26 Maret 2014)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
1 Hematologi
24
WBC 8.1 4.00 – 10.0 10^3/µl
RBC 2.88 4.00 – 6.00 10^6/µl
HGB 8.3 12.0 – 16.0 g/dL
HCT 24.6 37.0 – 48.0 %
MCV 86 80.0 – 97.0 µm3
MCH 28.9 26.5 – 33.5 Pg
MCHC 33.8 31.5 – 35.0 g/dL
RDW 15.1 11.0-16.0 %
PLT 175 150 – 400 10^3/mm3
PDW 10.5 10.0 – 18.0 %
MPV 6,9 6.50 – 11.0 µm3
PCT 0.121 0.15 – 0.50 %
NEUT 84.4 52.0 – 75.0 %
LYMPH 9.5 20.0 – 40.0 %
MONO 4.3 2.00 – 8.00 %
EO 1.3 1.00 – 3.00 %
BASO 0.5 0.00 – 0.10 %
Kesan
- Anemia
2 Hemostasis
PT 10.1 control 11.5 10-14 Detik
INR 0.79 - -
APTT 19.9 control 24.0 22-30 detik
3 Kimia Klinik
Glukosa darah
GDS 118 <200 mg/dL
Fungsi Ginjal:
Ureum 86 10- 50 mg/dL
Kreatinin 7.2 L(<1.3) P(<1.1) mg/dL
Fungsi Hati
Bilirubin Total 0.33 <1.1 mg/dL
Bilirubin direk 0.08 <0.30 mg/dL
AST (SGOT) 15 <38 U/L
ALT (SGPT) 22 <41 U/L
Protein Total 3.6 6.6-8.7 g/dL
Albumin 2.4 3.5-5.0 g/dL
Globulin 1.2 1.5-5.0 g/dL
Elektrolit:
Natrium 135 136 – 145 mmol/l
Kalium 2.7 3.5 – 5.1 mmol/l
Klorida 101 97 – 111 mmol/l
Kesan
- Hipokalemia
- Insufusiensi Ginjal
4 Urin Rutin
25
Kimia Urin
Warna Kuning Kuning muda --
pH 7.5 4.5 – 8.0 --
Berat jenis 1.010 1.005 – 1.035 --
Protein +++/300 Negatif mg/dL
Glukosa ++/250 Negatif mg/dL
Bilirubin Negatif Negatif --
Urobilinogen Normal Negatif mg/dL
Keton Negatif Negatif mg/dL
Nitrit Negatif Negatif mg/dL
Blood +/25 Negatif Sel/µ
Leukosit Negatif Negatif Sel/µ
Vitamin C -- Negatif
Mikroskopis
(Sedimen)
Leukosit 4 +5 /lpb
Eritrosit 11 +5 /lpb
Torak - /lpk
Kristal - /lpk
Epitel 4 /lpk
26
INR 0.79 - -
APTT 19.9 control 24.0 22-30 Detik
3 Kimia Klinik
(11 April 2014)
Fungsi Ginjal
Ureum 58 10- 50 mg/dL
Kreatinin 5.73 L(<1.3) P(<1.1) mg/dL
Elektrolit
Natrium 136 136 – 145 mmol/l
Kalium 3.4 3.5 – 5.1 mmol/l
Klorida 107 97 – 111 mmol/l
Kesan
- Hipokalemia
- Insufusiensi Ginjal
5 Parasit
Malaria Negatif Negatif -
Mikroskopi
(DDR)
C. Diagnosa Fisioterapi
Gangguan aktivitas fungsional akibat Chronic Kidney Disease (CKD) Grade V sejak 6
bulan yang lalu.
D. Problem Fisioterapi
1. Problem Primer
Gangguan gerak (pasien merasa lemah)
2. Problem Sekunder
a. Gangguan pengembangan thoraks
b. Nyeri pada pinggang
c. Potensi komplikasi bed rest, seperti dekubitus, pneumonia berbaring, kontraktur
otot, stiffness joint, dan keterbatasan range of motion (ROM).
3. Problem Kompleks
Gangguan ADL (walking, toileting, eating, dan self care)
E. Intervensi Fisioterapi
Intervensi fisioterapi dengan zona latihan opimal yang diberikan ada pasien
Ny.S adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Intervensi fisioterapi
27
Problem FT Modalitas FT Dosis
Penurunan rasa Komunikasi Terapeutik F : 2x sehari
percaya diri/cemas I : pasien focus
T : wawancara
T : 3 menit
Gangguan ekspansi Breathing exercise F : 3x sehari
thoraks I : 2x8 hitungan
T : BE + mobilisasi thoraks
difragma breathing, abdominal
breathing
T : 3 menit
Problem FT Modalitas FT Dosis
Kelemahan otot dan Exercise F : setiap hari
memelihara ROM I : 3x8 hitungan
sendi T : AROMEX, PROMEX,
stretching exc
T: 24 dtk
Nyeri pinggang Muscle Setting Exercise F : 3x sehari
(meningkatkan I : 3x8 hitungan
sirkulasi dan relaksasi T : bugnet exercise supine lying
otot) dan side lying
T : 24 dtk
Mencegah komplikasi Positioning F : setiap hari
bed rest (dekubitus, I : 1x2 jam
pneumonia berbaring) T : half lying, mika miki dan
supine lying
T : setiap 2 jam
Gangguan ADL Exercise F : setiap hari
(walking, toileting, I : 3x8 hitungan
eating, dan self care) T : mobilisasi mika miki, walking,
toileting, eating dan self care
T : 2 menit
28
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium awal pada tanggal 26 Maret 2014, pada
10^6/µL), hemoglobin (7.6 g/dL), dan hematokrit (23.3 %) , peningkatan kadar neutrofil
(8.47 x 10^3/ µL) dan penurunan kadar limfosit (2.01 10^3/ µL). Pada pemeriksaan kimia
klinik darah, didapatkan terjadi peningkatan pada kadar ureum (86 mg/dL) dan kreatinin
(7.20 mg/dL), penurunan kadar protein total (3.6 g/dL), albumin (2.4 g/dL) , dan globulin
(1.2 g/dL), serta penurunan kadar natrium(135 mmol/L) dan kalium(2.7 mmol/L).
Hasil pemeriksaan akhir terhadap darah rutin tanggal 15 April 2014, didapatkan
terjadi peningkatan leukosit (11.9 ribu/µL), penurunan kadar eritrosit (2.88 juta/µL),
hemoglobin (7.6 g/dL), dan hematokrit (23 %). Pada hitung jenis leukosit, terjadi
peningkatan neutrofil (71 %), penurunan limfosit (16,9%), dan peningkatan eosinofil (3.6
%). Pada pemeriksaan kimia klinik terakhir tanggal 11 April 2014 didapatkan peningkatan
kadar ureum (58 mg/dL) dan kreatinin (5.73 mg/dL). Pada pemeriksaan elektrolit terjadi
B. Pembahasan
Perubahan jumlah leukosit (WBC) menunjukkan adanya infeksi atau inflamasi yang
terhadap jenis exercise yang diberikan oleh fisioterapis (pasien mudah lelah atau lemas).
Prinsip FT pada pasien berdasarkan nilai WBC nya adalah:[ CITATION Pet11 \l 1057 ]
1. < 5000 dan disertai demam : tidak boleh diberikan exercise (tunda)
30
2. > 5000 : exercise ringan atau resisted, sesuai kemampuan
pasien
sign pasien
Nilai eritrosit (RBC) adalah jumlah sel darah merah yang ditemukan dalam darah.
Nilai ini menunjukkan kapasitas darah dalam melakukan transport oksigen dan nutrisi ke
seluruh tubuh dan mendiagnosa anemia (RBC berkurang) memiliki daya tahan kapasitas
aerobic yang menurun. Gejala lain adalah kelemahan, mudah lelah, ngantuk, sesak saat
aktivitas berat dan palpitasi. Fisioterapis harus berkoordinasi dengan dokter atau petugas
kesehatan lainnya sebelum memberikan exercise terkait dengan pemberian transfusi darah
pada pasien. Aktivitas ringan di tempat tidur dibolehkan. Pasien dengan polisitemia (RBC
meningkat) rawan terkena stroke dan thrombosis. Gejalanya antara lain, sakit kepala,
ngantuk, pandangan kabur, stasus mental menurun, atau rasa sensasi menurun pada
oksigen. Ketika kadar hemoglobin darah rendah, jantung harus bekerja keras untuk
memastikan kebutuhan oksigen tubuh tercukupi. Prinsip exercise pada pasien berdasarkan
Hematocrit (Hct) mengukur jumlah sel darah merah dalam darah dan mendiagnosa
anemia. Gejala yang menunjukkan rendahnya kadar hemoglobin dan hematocrit (H&H)
antara lain, kelemahan, lelah, takikardi, sesak saat beraktivitas, palpitasi, dan menurunnya
toleransi pasien terhadap exercise, sehingga perlu diperhatikan vital sign pasien dan
31
istirahat disela-sela exercise. Prinsip exercise berdasarkan nilai Hct, yaitu:[ CITATION Pet11
\l 1057 ]
normokrom. Anemia adalah penurunan jumalah massa eritrosit (sel darah merah), mulai
dari hemoglobin, hematokrit, dan jumlah eritrosit itu sendiri. Anemia akan menyebabkan
dalam penentuan pemberian exercise pada pasien. Pemberian exercise pada pasien
dengan anemia akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen pada tubuh dan
sesak nafas. Takikardi dapat menyebabkan distrimia, yang jarang tapi dapat menyebabkan
Pada pasien Ny.S didapatkan nilai GDS normal. Pemeriksaan GDS diperlukan
untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kadar glukosa dalam darah. Pasien dengan
CKD bisa disertai dengan komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Pemberian exercise pada
pasien dengan kadar gula darah >300 mg/dL harus dihindari. Gejala hipoglikemia antar
lain sakit kepala, kelemahan, menggigil, gangguan kontrol otot, pandangan kabur, dan
32
kesulitan mengikuti instruksi. Exercise yang berat pada pasien dengan kadar gula rendah
dosis exercise, terutama pada psien CKD yang mengalami gangguan keseimbangan
elektrolit. Natrium merupakan determinan penting dari volume cairan dalam tubuh.
(kadar natrium berlebih) antara lain penurunan status mental, kebingungan, gelisah,
hiperrefleks, ataksia, hipertensi, takikardi, pengeluaran urin menurun, haus, edema paru,
dyspnea atau respiratory arrest, sedangkan gejala hiponatremia (kadar natrium kurang)
antar lain mual, muntah, kram perut, otot berkudit, kelemahan, hipotensin atau koma.
Dalam keadaan seperti ini, kadar natrium dalam tubuh perlu dikoreksi sebelum diberikan
Elektrolit lain yang tidak kalah penting adalah kalium yang bekerja pada fungsi
neuromuskular, kontraksi dan konduktivitas otot jantung. Nilai normal kalium adalah 3.5-
5.1 mmol/l, dengan kadar kalium yang normal dan fungsi ginjal yang baik maka kalium
dalam jumlah banyak akan dibuang melalui urin. Hiperkalemia (> 5.1 mmol/l di dalam
darah) terjadi akibat penurunan fungsi ginjal atau gagal ginjal, kelebihan vitamin D,
penyakit tulang (healing fracture), dan penyakit Addison’s.[ CITATION Gha13 \l 1057 ]
system renal dan adrenal. Otot jantung sangat peka terhadap ketidakseimbangan kalium
dan hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia dan cardiac arrest. Pemberian exercise
Elektrolit lainnya adalah klorida yang penting dalam proses hidrasi dan
33
dalam darah. Gejala hiperkloremia antara lain kelemahan, lesu, dan pernafasan menjadi
dangkal. Pemberian exercise perlu memperhatikan vital sign pasien.[ CITATION Gha13 \l
1057 ]
modalitas heating. Pengaruh rangsangan panas yang dibawa di ujung-ujung saraf sensoris
keseimbangan elektrolit tubuh. Apabila pemberian heating diberikan pada pasien yang
Hasil pemeriksaan kimia darah yang berhubungan dengan fungsi hati juga penting
untuk diperhatikan. Kadar ureum menunjukkan fungsi ginjal dan hati. Pasien dengan
kadar ureum meningkat bisa terkena penyakit ginjal dan membutuhkan hemodialisis
(HD). Pasien biasanya akan sangat kelelahan setelah melakukan HD, jadi sebaiknya
pasien. Kadar kreatinin menunjukkan adanya penyakit ginjal dan biasa dilakukan
hemodialisis dan prinsip exercise seperti yang telah disebutkan.[ CITATION Gha13 \l 1057 ]
dan klorida) yang cenderung normal walaupun hasil kalium masih didapatkan rendah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, intensitas exercise yang diberikan pada pasien
CKD adalah exercise dengan intensitas ringan sampai sedang, dengan tetap
memperhatikan vital sign pasien. Jadwal pemberian exercise juga harus disesuaikan
34
Apabila dengan melihat pertimbangan hematologi seorang pasien dengan Chronic
pemeriksaan darah rutin selalu didapatkan salah satu nilai pemeriksaan yang abnormal,
Salah satu bentuk modalitas tersebut adalah dengan melakukan breathing exercise
kapasitas fungsional paru, serta bentuk edukasi pada pasien bagaimana saat menghadapi
Selain itu juga dapat diberikan Pasif ROM exercise, yaitu latihan dengan dimana
setiap sendi pasien digerakkan secara pasif oleh fisioterapis baik pada ekstremitas atas
maupun ekstremitas bawah yang bertujuan untuk menjaga fleksibilitas sendi dan
mencegah terjadinya kontraktur pada otot sebagai bentuk komplikasi bed rest yang lama.
Pasien juga dapat diberikan edukasi tentang bagaimana melakukan positioning yang
benar yaitu bagaimana pasien secara mandiri melakukan perubahan posisi dari tidur
terlentang ke posisi miring kiri maupun miring kanan tanpa memerlukan bantuan orang
lain dengan cara yang mudah dan tidak mengeluarkan energi berlebih serta teknik transfer
yang baik yaitu teknik melakukan perubahan posisi dari baring ke duduk, duduk ke
berdiri, berdiri ke tempat duduk, dan berdiri ke berjalan yang dilakukan secara mandiri.
Disease, untuk meningkatkan motivasi dan kenyamanan bagi pasien, maka seorang
di luar ruangan (outdor) apabila pasien merasa bosan berada di dalam ruangan dengan
35
Aktivitas rekreasi dapat dilakukan di dalam maupun di luar ruangan. Pemberian
aktivitas rekreasi dapat disesuaikan dengan hobi pasien, dimana bertujuan untuk
disamping itu juga dapat mempengaruhi kondisi psikis pasien yang sebelumnya harus
terbaring di rumah sakit. Dengan aktivitas rekreasi (misalnya dengan membawa pasien
berjalan santai menikmati udara segar atau di pantai) pasien mungkin saja akan merasa
nyaman dan rileks sehingga hal itu bisa berpengaruh terhadap sistem hormon dalam
tubuh. Adanya perubahan sistem hormon pada tubuh juga dapat berpengaruh pada sistem
saraf autonom yang secara fungsional mengatur kerja dari organ-organ visceral, salah
satunya adalah ginjal. Dengan demikian, aktivitas rekreasi secara tidak langsung
mempunyai peran dalam proses penyembuhan pasien dengan CKD walaupun hanya
DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsi A, Hadibroto I. Gagal Ginjal Vitaheart Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2007.
36
2. Mari B. Klien Gangguan Ginjal Jakarta: EGC; 2009.
3. Ikizler TA, Himmerfarb J. Muscle Wasting in Kidney Disease : Let's Get Physical.
Journal of the AMerican Society Of Nephrology. 2006.
4. Gray PJ. Management of Patient With Chronic Renal Failure: Role of Physical Therapy.
Journal of the American Physical Therapy Association. 1982 February; 62(2).
5. Ghazinouri R, Deshmukh S, Gorman S, Hauber A, Kroohs M, Moritz E, et al. Lab Values
Interpretation Resources: Acute Care Section-APTA; 2013.
6. Price SA, Wilson LM. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN. 11th ed. Hartanto H,
Wulansari P, Susi N, Mahanani DA, editors. Jakarta: EGC; 2006.
7. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN. 11th ed. Jakarta: EGC;
2006.
8. Purnomo BB. Dasar-dasar UROLOGI Jakarta: CV. Sagung Seto; 2009.
9. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editors. IlMU PENYAKIT DALAM. Jakarta: FKUI; 2006. p. 570-573.
10. Kuntner NG. International Encyclopedia of Rehabilitation. [Online].; 2013 [cited 2014
April 15. Available from: HYPERLINK
"http://cirrie.buffalo.edu/encyclopedia/en/article/284/"
http://cirrie.buffalo.edu/encyclopedia/en/article/284/ .
11. Aras D. Buku Ajar Mata Kuliah Proses dan Pengukuran Fisioterapi Makassar:
Universitas Hasanuddin; 2013.
12. Peters K, Tice J. Safety of Physical therapy Using Symptomatic Blood Value Guidelines
in Children Being Treated for Cancer: Doctor of Physical Therapy Research Papers;
2011.
13. Rusli M, Muthiah St, & Hasbiah. Fisioterapi Respirasi. Makassar: Politeknik Kesehatan.
p.21, 38, 42-4.
37
38