Oleh :
Try Mutiara 1840312432
Wira Genalhen 1840312433
Sylvianti Renny 1940312107
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkah
rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan FOME III dengan judul “Upaya Promosi
Kesehatan COVID-19 pada Pelaku Perjalanan Dari Daerah Terjangkit Beserta
Keluarga” ini dapat kami selesaikan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Laporan FOME III ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai
COVID-19 serta sebagai pemenuhan syarat untuk menyelesaikan siklus family
oriented medical education (FOME) III Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dalam pembuatan laporan FOME III ini, khususnya dr. Benni Raymond, Sp.P-RE
selaku preseptor yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan saran, perbaikan,
dan bimbingan kepada kami.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan makalah ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
HALAMAN PENGESAHAN
DATA MAHASISWA:
Nama Lengkap : Try Mutiara Suci Ramadhani
Nomor Buku Pokok : 1840312432
Tanggal Lahir : 15 Februari 1996
Nama Preseptor : dr. Benni Raymond, Sp.P-RE
Menyatakan bahwa yang bersangkutan telah melaksanakan kegiatan FOME III dan
menyelesaikan semua persyaratan pada kegiatan tersebut.
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
KATA PENGANTAR i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Kegiatan 3
1.3.1 Tujuan Umum 3
1.3.2 Tujuan Khusus 3
1.4 Manfaat Kegiatan 3
1.4.1 Manfaat Teoritis 3
1.4.2 Manfaat Praktis 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Definisi 4
2.2 Epidemiologi 4
2.3 Etiologi 5
2.4 Transmisi 5
2.5 Faktor Risiko 6
2.6 Gejala Klinis 7
2.7 Kriteria Diagnostik 9
2.8 Alur Diagnostik 10
2.9 Tatalaksana 11
2.10 Komplikasi 15
BAB 3 GAMBARAN SITUASI 16
iii
3.1 Pengkajian 16
3.1.1 Pengkajian Data Keluarga 16
3.1.2 Pengkajian Data Sasaran 17
BAB 4 ANALISIS MASALAH 20
4.1 Identifikasi Masalah 20
4.2 Penetapan Prioritas Masalah 20
4.3 Gambaran Umum Prioritas Masalah 21
4.4 Analisis Penyebab Masalah 21
4.5 Alternatif Pemecahan Masalah 22
4.6 Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah 23
BAB 5 PENATALAKSANAAN KEGIATAN 25
5.1 Rencana Kegiatan 25
5.2 Pelaksanaan Kegiatan 28
5.3 Monitoring dan Evaluasi 28
BAB 6 PEMBAHASAN 29
6.1 Tahap Perencanaan (Plan) 29
6.2 Tahapan Pelaksanaan (Do) 29
6.3 Tahap Pemantauan (Check) 30
6.4 Tahap Lanjutan (Action) 30
BAB 7 PENUTUP 32
7.1 Simpulan 32
7.2 Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 35
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Terapi Suportif Dini dan Monitoring 12
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Morfologi Coronavirus 5
Gambar 2.2 Alur Deteksi dan Respon di Pintu Masuk dan Wilayah 11
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 35
Lampiran 2 36
Lampiran 3 37
Lampiran 4 38
Lampiran 5 39
Lampiran 6 40
Lampiran 7 41
Lampiran 8 42
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat
dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan
kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar kasus
adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas, dan hasil
1
rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua paru.
Pada mulanya, transmisi virus ini belum dapat ditentukan apakah dapat
melalui manusia-manusia. Jumlah kasus terus bertambah seiring dengan waktu.
Selain itu, terdapat kasus 15 petugas medis terinfeksi oleh salah seorang pasien.
Salah seorang pasien tersebut dicurigai kasus “super spreader”. Akhirnya
dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke
2
manusia. Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke
1
manusia melalui kontak erat dan droplet, tidak melalui udara. Adanya komorbid
kardiovaskular sering terjadi pada pasien dengan COVID-19 dan pasien tersebut
5
berisiko lebih tinggi morbiditas dan mortalitasnya.
Rekomendasi standar untuk mencegah penyebaran infeksi adalah melalui
cuci tangan secara teratur menggunakan sabun dan air bersih, menerapkan etika
batuk dan bersin, menghindari kontak secara langsung dengan ternak dan hewan liar
serta menghindari kontak dekat dengan siapapun yang menunjukkan gejala penyakit
1
pernapasan seperti batuk dan bersin. Kementerian Kesehatan RI
merekomendasikan enam langkah upaya meningkatkan kekebalan tubuh, yaitu:
konsumsi gizi seimbang, aktivitas fisik/senam ringan, istirahat cukup, tidak
merokok, mengendalikan penyakit penyerta, dan suplemen vitamin. Oleh karena itu
penulis melakukan upaya promosi peningkatan kekebalan tubuh untuk mengurangi
risiko COVID-19.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat pengetahuan umum sasaran mengenai COVID-19?
2. Bagaimana tingkat pengetahuan sasaran mengenai penyakit penyerta yang
berisiko COVID-19?
3. Bagaimana tingkat pengetahuan sasaran mengenai upaya peningkatan
kekebalan tubuh untuk mengurangi risiko COVID-19?
2
4. Apa saja alternatif pemecahan masalah untuk meningkatkan pengetahuan
sasaran mengenai upaya peningkatan kekebalan tubuh untuk mengurangi
risiko COVID-19?
1.3. Tujuan Kegiatan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi, serta edukasi kepada
sasaran KIE mengenai upaya peningkatan kekebalan tubuh untuk mengurangi risiko
COVID-19.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan umum sasaran KIE terkait COVID-
19
2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan sasaran KIE mengenai penyakit
penyerta yang berisiko COVID-19
3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan sasaran KIE mengenai upaya
peningkatan kekebalan tubuh untuk mengurangi risiko COVID-19
4. Untuk menemukan alternatif pemecahan masalah yang tepat dalam rangka
meningkatkan pengetahuan sasaran mengenai upaya peningkatan kekebalan
tubuh untuk mengurangi risiko COVID-19
1.4. Manfaat Kegiatan
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun
tidak langsung.
1.4.1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya sasaran KIE terkait
COVID-19 dan penyakit penyerta yang berisiko COVID 19, sehingga dapat
bermanfaat dalam menghadapi pandemi COVID-19.
1.4.2. Manfaat Praktis
Masyarakat khususnya sasaran KIE memahami pentingnya meningkatkan
kekebalan tubuh dalam mengurangi risiko COVID-19 dan upaya-upaya yang dapat
dilakukan sehingga dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai
dari gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis Coronavirus yang
diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti
Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS). Coronavirus Disease 2019 adalah penyakit jenis baru yang
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19
ini dinamakan Sars-CoV-2. Viruscorona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan
dan manusia). Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing
luwak (civet cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan
6,7
yang menjadi sumber penularan COVID-19 ini masih belum diketahui.
2.2. Epidemiologi
Sejak laporan pertama kasus dari Wuhan, sebuah kota di Provinsi Hubei
China, pada akhir 2019, lebih dari 80.000 kasus COVID-19 telah dilaporkan di
Tiongkok, dengan sebagian besar dari mereka berasal dari provinsi Hubei dan
sekitarnya. WHO-China memperkirakan bahwa epidemi di China memuncak antara
akhir Januari dan awal Februari 2020, dan jumlah kasus baru meningkat pesat pada
awal Maret. Namun, kasus telah dilaporkan di semua benua, kecuali Antartika, dan
8
terus meningkat di seluruh dunia.
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020
9
sejumlah dua kasus. Data 8 April 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi
berjumlah 2.956 kasus dan 240 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di
10
Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Per 8
April 2020, terdapat 1.431.376 kasus dan 82.145 kematian di seluruh dunia. Eropa dan
Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19, dengan kasus dan kematian
sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan kasus
COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru sebanyak 19.332 kasus pada
tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan 6.549 kasus
4
9,11
baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu 11,3%. Pada
tanggal 19 April 2020, terdapat 2.203.927 kasus terkonfirmasi dengan 148.749
kematian di 213 negara/kawasan. Sedangkan di Indonesia terdapat 6.575 kasus
terkonfirmasi positif dengan 582 kematian yang tersebar di 34 provinsi di
10
Indonesia.
2.3. Etiologi
Coronavirus merupakan virus zoonotik, RNA virus, bersirkulasi di hewan,
seperti unta, kucing, dan kelelawar. Hewan dengan coronavirus dapat berkembang
dan menginfeksi manusia seperti pada kasus MERS dan SARS seperti kasus
12
outbreak saat ini. Epidemi dua betacoronavirus SARS dan MERS sekitar 10.000
kasus; tingkat kematian 10% untuk SARS dan 37% untuk MERS. Studi saat ini
telah mengungkapkan bahwa COVID-19 mungkin berasal dari hewan liar, tetapi
13
asal pastinya masih belum jelas.
5
melalui nebulizer) selama setidaknya 3 jam. Beberapa laporan kasus menunjukkan
dugaan penularan dari karier asimtomatis, namun mekanisme pastinya belum
diketahui. Kasus-kasus terkait transmisi dari karier asimtomatis umumnya memiliki
14
riwayat kontak erat dengan pasien COVID-19.
SARS-CoV-2 telah terbukti menginfeksi saluran cerna berdasarkan hasil
biopsi pada sel epitel gaster, duodenum, dan rektum. Virus dapat terdeteksi di feses,
bahkan ada 23% pasien yang dilaporkan virusnya tetap terdeteksi dalam feses
walaupun sudah tak terdeteksi pada sampel saluran napas. Kedua fakta ini
15
menguatkan dugaan kemungkinan transmisi secara fekal-oral.
Stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak berbeda jauh dibandingkan
SARS-CoV. Eksperimen yang dilakukan van Doremalen, dkk. menunjukkan
SARSCoV-2 lebih stabil pada bahan plastik dan stainless steel (>72 jam)
dibandingkan tembaga (4 jam) dan kardus (24 jam). Studi lain di Singapura
menemukan pencemaran lingkungan yang ekstensif pada kamar dan toilet pasien
COVID-19 dengan gejala ringan. Virus dapat dideteksi di gagang pintu, dudukan
toilet, tombol lampu, jendela, lemari, hingga kipas ventilasi, namun tidak pada
16
sampel udara.
2.5. Faktor Risiko
17
Faktor risiko meliputi:
1. Penyakit komorbid seperti hipertensi dan diabetes melitus.
2. Jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor risiko dari
infeksi SARS-CoV-2. Distribusi jenis kelamin yang lebih banyak pada laki-
laki diduga terkait dengan prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi.
3. Orang berusia 65 tahun ke atas.
4. Orang yang immunocompromised termasuk pengobatan kanker (perawatan
kanker, merokok, transplantasi sumsum tulang atau transplantasi organ,
defisiensi imun, HIV atau AIDS yang tidak terkontrol dengan baik, dan
penggunaan kortikosteroid yang berkepanjangan dan obat-obatan pelemah
kekebalan lainnya.
5. Riwayat penyakit sistem respirasi akan cenderung memiliki manifestasi
6
klinis yang lebih parah.
6. Kontak erat, termasuk tinggal satu rumah dengan pasien COVID-19 dan
riwayat perjalanan ke area terjangkit. Berada dalam satu lingkungan namun
tidak kontak dekat (dalam radius 2 meter) dianggap sebagai risiko rendah.
7. Tenaga medis merupakan salah satu populasi yang berisiko tinggi tertular.
18
2.6. Gejala Klinis
Gejala klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari
tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan/ Uncomplicated illness, pneumonia,
pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Uncomplicated illness yaitu
pasien dengan gejala non-spesifik seperti demam, batuk, nyeri tenggorokan, hidung
tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot. Perlu waspada pada usia lanjut dan
immunocompromised karena gejala dan tanda tidak khas.
Pneumonia yaitu pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda pneumonia
berat. Anak dengan pneumonia ringan mengalami batuk atau kesulitan bernapas +
napas cepat: frekuensi napas: <2 bulan, ≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5
tahun, ≥40x/menit dan tidak ada tanda pneumonia berat. Pneumonia berat/ISPA
berat adalah pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam pengawasan
infeksi saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi napas >30x/menit, distress
pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2) <90% pada suhu kamar. Pasien anak
dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu dari berikut ini: a)
Sianosis sentral atau SpO2 <90%; b) Distres pernapasan berat (seperti mendengkur,
tarikan dinding dada yang berat); c) Tanda pneumonia berat: ketidakmampuan
menyusu atau minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang; d) Tanda lain
dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea: <2 bulan, ≥60x/menit; 2–11
bulan, ≥50x/menit; 15tahun, ≥40x/menit; >5 tahun, ≥30x/menit. Diagnosis ini
berdasarkan klinis; pencitraan dada yang dapat menyingkirkan komplikasi.
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dimana onset baru terjadi atau
perburukan dalam waktu satu minggu. Pencitraan dada (CT scan toraks, atau
ultrasonografi paru): opasitas bilateral, efusi pleura yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya, kolaps paru, kolaps lobus atau nodul. Penyebab edema: gagal napas
7
yang bukan akibat gagal jantung atau kelebihan cairan. Perlu pemeriksaan objektif
(seperti ekokardiografi) untuk menyingkirkan bahwa penyebab edema bukan akibat
hidrostatik jika tidak ditemukan faktor risiko. Kriteria ARDS pada dewasa: a)
ARDS ringan: 200mmHg <PaO2/FiO2 ≤300mmHg (dengan PEEP atau continuous
positive airway pressure (CPAP) ≥5cmH2O, atau yang tidak diventilasi); b) ARDS
sedang: 100mmHg <PaO2/FiO2 lebih 200mmHg dengan PEEP lebih 5cmH2O, atau
yang tidak diventilasi); c) ARDS berat: PaO2/FiO2 = 100mmHg dengan PEEP
= 5cmH2O, atau yang tidak diventilasi); d) Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2
= 315 mengindikasikan ARDS (termasuk pasien yang tidak diventilasi). Kriteria
ARDS pada anak berdasarkan Oxygenation Index dan Oxygenatin Index
menggunakan SpO2: a) PaO2/FiO2 ≤300mmHg atau SpO2/FiO2 = 264: Bilevel
noninvasive ventilation (NIV) atau CPAP ≥5cmH2O dengan menggunakan full face
mask; b) ARDS ringan (ventilasi invasif): 4≤Oxygenation Index (OI)<8 atau
5≤OSI<7,5 c) ARDS sedang (ventilasi invasif): 8≤OI<16 atau 7,5≤OSI<12,3 d)
ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥16 atau OSI ≥12,3.
Sepsis pada Pasien dewasa yaitu terjadi disfungsi organ yang mengancam
nyawa disebabkan oleh disregulasi respon tubuh terhadap dugaan atau terbukti
infeksi. Tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status mental/kesadaran, sesak
napas, saturasi oksigen rendah, urin output menurun, denyut jantung cepat, nadi
lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah, petekie/ purpura/ mottled skin,
atau hasil laboratorium yang menunjukkan koagulopati, trombositopenia, asidosis,
laktat yang tinggi, hiperbilirubinemia.
Pada pasien anak terhadap dugaan atau terbukti infeksi dan kriteria Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS) ≥2, dan disertai salah satu dari: suhu
tubuh abnormal atau jumlah sel darah putih abnormal.
Syok Septik pada Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan
mean arterial pressure (MAP) ≥65mmHg dan kadar laktat serum >2mmol/L. Pasien
anak: hipotensi (TDS <persentil5 atau >2SD di bawah normal usia) atau terdapat 2-
3 gejala dan tanda berikut: perubahan status mental/kesadaran; takikardia atau
8
bradikardia (HR <90x/menit atau >160x/menit pada bayi dan HR <70x/menit atau
>150x/menit pada anak); waktu pengisian kembali kapiler yang memanjang (>2
detik) atau vasodilatasi hangat dengan bounding pulse; takipnea; mottled skin atau
ruam petekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria; hipertermia atau hipotermia.
18
2.7. Kriteria Diagnostik
1. Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
a. Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu
demam (≥38˚C) atau riwayat demam disertai salah satu gejala/tanda
penyakit pernapasan seperti: batuk/ sesak nafas/ sakit tenggorok/
pilek/ pneumonia ringan hingga berat (perlu waspada pada pasien
immunocompromised karena gejala dan tanda menjadi tidak jelas)
dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala,
memenuhi salah satu kriteria berikut: Memiliki riwayat perjalanan
atau tinggal di luar negeri yang melaporkan transmisi lokal; Memiliki
riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi lokal di Indonesia.
b. Seseorang dengan demam (≥38˚C) atau riwayat demam atau ISPA
dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
kontak dengan kasus konfirmasi atau probabel COVID-19.
c. Seseorang dengan ISPA berat/pneumonia berat di area transmisi
lokal di Indonesia yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan
tidak ada penyebab lain berdasarkan klinis yang meyakinkan.
2. Orang Dalam Pemantauan (ODP)
Seseorang yang mengalami demam (≥38˚C) atau riwayat demam;
atau gejala sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/ batuk dan
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala, memenuhi salah satu kriteria
berikut: Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang
melaporkan transmisi lokal), Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
area transmisi lokal di Indonesia.
9
3. Kasus Probabel
Pasien dalam pengawasan yang diperiksa untuk COVID-19 tetapi
inkonklusif (tidak dapat disimpulkan).
4. Kasus Konfirmasi
Seseorang yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan
laboratorium positif.
5. Kontak Erat
Seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam ruangan
atau berkunjung (dalam radius 1meter dengan kasus pasien dalam
pengawasan, probabel atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Termasuk kontak erat
adalah petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan
membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus tanpa menggunakan APD
sesuai standar, orang yang berada dalam satu ruangan yang sama dengan
kasus, orang yang bepergian bersama (radius 1meter) dengan segala jenis
alat angkut dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala hingga 14 hari setelah
kasus timbul gejala.
6. Orang tanpa gejala (OTG)
Orang yang tidak memiliki gejala tetapi memiliki risiko tertular atau
ada kontak erat dengan pasien COVID-19.
2.8. Alur Deteksi Dini
Kegiatan penemuan COVID-19 di wilayah dilakukan melalui penemuan
orang sesuai definisi operasional. Penemuan kasus dapat dilakukan di puskesmas
dan fasilitas kesehatan lainnya. Alur penemuan kasus dan respon di wilayah dapat
18
dilihat pada diagram sebagai berikut:
10
Gambar 2.2 Alur Deteksi dan Respon di Pintu Masuk dan Wilayah
18
2.9. Tatalaksana
2.9.1. Triase
Pasien dengan gejala ringan, tidak memerlukan rawat inap kecuali ada
kekhawatiran untuk perburukan yang cepat. Deteksi COVID-19 sesuai dengan
kriteria diagnostik kasus COVID-19 . Pertimbangkan COVID-19 sebagai
penyebab ISPA berat. Semua pasien yang pulang ke rumah harus
memeriksakan diri ke rumah sakit jika mengalami perburukan.
11
2.9.2. Tatalaksana Pasien di Rumah Sakit Rujukan
1. Terapi Suportif Dini dan Monitoring
Tabel 2.1 Terapi Suportif Dini dan Monitoring
12
karena sejauh ini peran koinfeksi belum diketahui.
2.9.3. Manajemen Gagal Napas Hipoksemi dan ARDS
1. Kenali gagal napas hipoksemi ketika pasien dengan distress pernapasan
mengalami kegagalan terapi oksigen standar (walaupun telah diberikan
oksigen melalui sungkup dengan kantong reservoir 10-15L/menit).
Gagal napas hipoksemi pada ARDS biasanya membutuhkan ventilasi
mekanik.
2. Oksigen nasal aliran tinggi (High-Flow Nasal Oxygen/HFNO) atau
ventilasi non invasif (NIV) hanya pada pasien gagal napas hipoksemi
tertentu, dan pasien tersebut harus dipantau ketat untuk menilai terjadi
perburukan klinis.
3. Intubasi endotrakeal harus dilakukan oleh petugas terlatih dan
berpengalaman dengan memperhatikan kewaspadaan transmisi
airborne.
4. Ventilasi mekanik menggunakan volume tidal yang rendah (4-8ml/kg
prediksi berat badan, Predicted Body Weight/PBW) dan tekanan
inspirasi rendah (tekanan plateau <30cmH2O).
5. Pada pasien ARDS berat, lakukan ventilasi dengan prone position >12
jam per hari.
6. Manajemen cairan konservatif untuk pasien ARDS tanpa hipoperfusi
jaringan.
7. Pada pasien dengan ARDS sedang atau berat disarankan menggunakan
PEEP lebih tinggi dibandingkan PEEP.
8. Pada pasien ARDS sedang-berat (td2/FiO2 <150) tidak dianjurkan
secara rutin menggunakan obat pelumpuh otot.
9. Pada fasyankes yang memiliki Expertise in Extra Corporal Life Support
(ECLS), dapat dipertimbangkan penggunaannya ketika menerima
rujukan pasien dengan hipoksemi refrakter meskipun sudah mendapat
lung protective ventilation.
10. Hindari terputusnya hubungan ventilasi mekanik dengan pasien karena
13
dapat mengakibatkan hilangnya PEEP dan atelektasis. Gunakan sistem
closed suction kateter dan klem endotrakeal tube ketika terputusnya
hubungan ventilasi mekanik dan pasien (misalnya, ketika pemindahan
ke ventilasi mekanik yang portabel).
2.9.4. Manajemen Syok Septik
1. Kenali tanda syok septic
Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk
mempertahankan MAP ≥65 mmHg dan kadar laktat serum> 2 mmol/L.
Pasien anak: hipotensi (Tekanan Darah Sistolik (TDS) <
persentil 5 atau >2 standar deviasi (SD) di bawah normal usia) atau
terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut: perubahan status
mental/kesadaran; takikardia atau bradikardia (HR <90 x/menit atau
>160 x/menit dan pada bayi HR <70x/menit atau >150 x/menit pada
anak); waktu pengisian kembali kapiler yang memanjang (>2 detik) atau
vasodilatasi hangat dengan bounding pulse; takipnea; mottled skin atau
ruam petekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria; hipertermia atau
hipotermia.
2. Resusitasi syok septik pada dewasa: berikan cairan kristaloid isotonik
30 ml/kg. Resusitasi syok septik pada anak-anak: pada awal berikan
bolus cepat 20 ml/kg kemudian tingkatkan hingga 40-60 ml/kg dalam 1
jam pertama.
3. Jangan gunakan kristaloid hipotonik, kanji, atau gelatin untuk resusitasi.
4. Resusitasi cairan dapat mengakibatkan kelebihan cairan dan gagal
napas. Jika tidak ada respon terhadap pemberian cairan dan muncul
tanda-tanda kelebihan cairan (seperti distensi vena jugularis, ronki basah
halus pada auskultasi paru, gambaran edema paru pada foto toraks, atau
hepatomegali pada anak anak) maka kurangi atau hentikan pemberian
cairan.
5. Vasopresor diberikan ketika syok tetap berlangsung meskipun sudah
14
diberikan resusitasi cairan yang cukup. Pada orang dewasa target awal
tekanan darah adalah MAP ≥65 mmHg dan pada anak disesuaikan
dengan usia.
6. Jika kateter vena sentral tidak tersedia, vasopresor dapat diberikan
melalui intravena perifer, tetapi gunakan vena yang besar dan pantau
dengan cermat tanda-tanda ekstravasasi dan nekrosis jaringan lokal. Jika
ekstravasasi terjadi, hentikan infus. Vasopresor juga dapat diberikan
melalui jarum intraoseus.
7. Pertimbangkan pemberian obat inotropik (seperti dobutamine) jika
perfusi tetap buruk dan terjadi disfungsi jantung meskipun tekanan
darah sudah mencapai target MAP dengan resusitasi cairan dan
vasopresor.
2.9.5. Pengobatan Spesifik Anti-COVID-19
Sampai saat ini tidak ada pengobatan spesifik anti-COVID-19 untuk
pasien dalam pengawasan ataupun konfirmasi COVID-19.
2.10 Komplikasi
Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS, tetapi Yang, dkk.
menunjukkan data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi tidak terbatas ARDS,
melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal akut (29%), jejas kardiak
(23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%). Komplikasi lain yang telah
dilaporkan adalah syok sepsis, koagulasi intravaskular diseminata (KID),
18
rabdomiolisis, hingga pneumomediastinum.
15
BAB 3
GAMBARAN SITUASI
3.1. Pengkajian
3.1.1. Pengkajian Data Keluarga
Pengkajian data keluarga meliputi
1. Identitas kepala keluarga
Nama : Sudiyanto
Umur : 56 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : D4/S1
Pekerjaan : PNS
Penghasilan per bulan : Rp. 10.0000.000,-
Alamat : Jl. Raya Pengambiran RT 003 RW 005
kelurahan pagambiran ampalu nan xx kecamatan lubuk begalung Kota
Padang
2. Anggota keluarga
Tabel 3.1 Anggota keluarga
No Nama Usia L/P Hubungan Pendidikan Pekerjaan Keterangan
Keluarga
16
3. Status kesehatan keluarga (dalam 1 tahun)
Tabel 3.2 Status kesehatan keluarga
Penyakit yang sedang/ Pengobatan
No Nama Usia L/P pernah diderita/ Kondisi saat ini yang
komorbid dilakukan
17
2. Penyakit penyerta (komorbid)
Tabel 3.3 Penyakit Penyerta (Komorbid)
Penyakit penyerta (komorbid)
Diabetes Ya Tidak √
Hipertensi Ya Tidak √
Kanker Ya Tidak √
PPOK Ya Tidak √
...................................
Lainnya, sebutkan
18
Sakit kepala Ya Tidak √
Lemah Ya Tidak √
Nyeri otot Ya Tidak √
Mual atau muntah Ya Tidak √
Nyeri abdomen Ya Tidak √
Diare Ya Tidak √
Penurunan indera penciuman Ya Tidak √
Penurunan indera pengecapan Ya Tidak √
Catatan:
Faktor risiko dirasakan dalam 14 hari terakhir (2 minggu terakhir)
19
BAB 4
ANALISIS MASALAH
20
Tabel 4.1 Penetapan prioritas masalah
No. Masalah Urgensi Intervensi Biaya Mutu Total Rangking
1. Sasaran dengan status 5 5 4 5 19 1
OTG
21
Tabel 4.2 Analisis Penyebab Masalah
No. Faktor Analisis Penyebab Masalah
Masalah
2. Material - Terbatasnya dan kurang sesuai dengan standar seharusnya APD yang
tersedia di tempat kerja dan praktik pribadi
22
4. Memberikan edukasi tentang perbedaan social distancing dan physical
distancing
5. Memberikan video edukasi seputar covid 19 dan etika batuk
6. Memberikan edukasi tentang kegiatan yang dilakukan sebelum masuk rumah
7. Memberikan edukasi tentang PSBB
8. Memberikan edukasi tentang perbedaan PSBB dengan lockdown dan kenapa
Indonesia menerapkan PSBB
9. Memberikan edukasi tentang penggunaan APD dan tingkatannya
10. Memberikan edukasi tentang panduan ibadah selama ramadhan ditengan
pandemi covid 19
11. Memberikan edukasi tentang panduan penyelenggaraan jenazah pasien covid
19
4.6. Prioritas Alternatif pemecahan Masalah
Prioritas alternatif pemecahan masalah didapatkan dengan menggunakan
metode Efisiensi dengan skala 1-5.
Tabel 4.3 Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah
Efektifitas
No Alternatif efisiensi Skor Prioritas
M I V C
1. KIEcovid19(definisi,epidemiologi,
patofisiologi, gejala, cara penularan, cara 5 5 4 2 50 I
pencegahan dll)
23
Keterangan:
M = Besarnya masalah yang dihadapi
I = Pentingnya jalan keluar menyelesaikan masalah
V = Ketepatan jalan keluar untuk masalah
C = Biaya yang dikeluarkan
Skor = IxVxM/C
24
BAB 5
PENATALAKSANAAN KEGIATAN
1. Perkenalan dan Informed consent Tn. S, Rabu, Telvon dan Pre test
pre test dan analisis Ny SIK, 08 April WhatsApp dan
pemahaman Tn. DM, 2020 persetujuan
sasaran sebelum Ny. KA, sasaran
dilakukan edukasi Tn. AF
25
3. Edukasi tentang Mengurangi Tn. S, Senin, Video Post test
etika batuk rantai penularan Ny SIK, 13 April edukasi
covid 19 Tn. DM, 2020 dan
Ny. KA, WhatsApp
Tn. AF
26
8 Edukasi Mengurangi Tn. S, Senin, Pamflet Pre test
pencegahan dari komfirmasi covid Ny SIK, 13 April dan dan post
rantai penularan 19 dari tenaga Tn. DM, 2020 WhatsApp test
sebagai tenaga kesehatan Ny. KA,
kesehatan Tn. AF
27
jenazah pasien masyarakat yang Tn. DM, 2020 WhatsApp test
covid 19 salah dan tidak Ny. KA,
ada lagi Tn. AF
penolakan
28
BAB 6
PEMBAHASAN
29
COVID-19. Edukasi diberikan berupa poster mengenai “Social distancing, cara
cuci tangan, cara memakai masker, penggunaan APD untuk petugas kesehatan
dan masyarakat umum, tips saat bepergian dan sepulang dari bepergian serta
cara menjaga diri dan keluarga. Selain poster diberikan juga video mengenai
“Etika batuk dan bersin” yang merupakan video karya penulis. Kemudian
dilakukan sesi diskusi. Sasaran diberi kesempatan untuk bertanya. Kegiatan ini
dilakukan 13 April 2020.
19 April 2020 dilakukan edukasi pertemuan ketiga yang membahas
mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang akan dilakukan di
Sumatera Barat. Edukasi ini berupa sharing poster mengenai “Apa itu PSBB dan
peraturan PSSB di sumbar” melalui via Whatsapp. Kemudian dilakukan sesi
diskusi. Sasaran diberi kesempatan untuk bertanya.
Pertemuan terakhir 23 April 2020 dalam rangka menyambut ramadhan,
dilakukan edukasi berupa “Kegiatan ramadhan selama pandemi dan pengurusan
jenazah pasien COVID-19”. Edukasi berupa poster dan video yang dikirim melalui
applikasi Whatsapp. Kemudian dilakukan sesi diskusi. Sasaran diberi kesempatan
untuk bertanya
6.3. Tahap Pemantauan (Check)
Pada tahap ini dilakukan evaluasi untuk menilai keberhasilan kegiatan yang
dilakukan:
1. Terlaksananya komunikasi, edukasi, dan Monitoring dan informasi kepada
keluarga binaan yang sesuai.
2. Tersampaikannya media edukasi berupa poster dan video.
3. Meningkatnya pengetahuan sasaran yang dinilai melalui pretest, evaluasi
melalui link gfom setiap akhir pertemuan diskusi, dan
posttest 6.4. Tahap Lanjutan (Action)
Pada tahap lanjutan ini dapat diberikan feedback terhadap penerapan materi
edukasi yang telah diberikan dalam praktek kehidupan sehari-hari pada keluarga
binaan. Pada tahap ini juga dilakukan penilaian apakah penerapan materi edukasi
sudah benar dan sesuai standar kesehatan. Monitoring kembali apakah sudah
30
menerapkan perilaku pencegahan COVID-19.
31
BAB 7
PENUTUP
7.1. Simpulan
1. Berdasarkan identifikasi masalah yang dilakukan, masalah yang ditetapkan
menjadi prioritas berupa sasaran ditetapkan menjadi Pelaku Perjalanan
Daerah Terjangkit.
2. Alternatif pemecahan masalah berupa edukasi pengetahuan mengenai
COVID-19, upaya pencegahan, PSBB, kegiatan ramadhan selama pandemi
dan penanganan jezanah COVID-19
7.2. Saran
Pemanfaatan berbagai media yang ada untuk meningkatkan upaya promotif
dan preventif bagi masyarakat, dengan memberikan sumber yang jelas dan materi
yang mudah dipahami agar masyarakat tidak salah dalam memahami edukasi yang
diberikan.Diharapkan kepada sasaran untuk melanjutkan penerapan isolasi mandiri
dilakukan selama 14 hari, melakukan cuci tangan dan etika batuk yang benar, dan
melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
10. Infem (2020). Covid19. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/ - Diakses April 2020.
11. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients
infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet.
2020;395(10223):497-506.
12. Draeger (2020). Novel coronavirus (nCoV or COVID-19) outbreak. Draeger.
https://www.draeger.com/en_sea/Home/Coronavirus-COVID-19-Safety - Diakses
April 2020.
13. WHO (2020). Novel coronavirus. World Health Organization.
https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus - Diakses April 2020.
14. Han Y, Yang H. The transmission and diagnosis of 2019 novel coronavirus infection
disease (COVID-19): a chinese perspective. J Med Virol. 2020;92:639-44.
15. Xiao F, Tang M, Zheng X, Liu Y, Li X, et al. Evidence for gastrointestinal infection
of SARS-CoV-2. Gastroenterology. 2020;vol(no):1-3.
16. Van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, Holbrook MG, Gamble A, Williamson
BN, et al. Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as Compared with SARS-
CoV-1. N Engl J Med. 2020;382(16):1564-1567.
17. CDC (2020). People who are at higher risk for severe illness. Centers for Disease
Control and Prevention. https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/need-extra-
precautions/people-at-higher-risk.html - Diakses April 2020
18. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman kesiapsiagaan menghadapi
COVID-19 versi 3 Maret 2020. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2020.
34
LAMPIRAN 1
35
LAMPIRAN 2
36
LAMPIRAN 3
37
LAMPIRAN 4
38
LAMPIRAN 5
39
LAMPIRAN 6
40
LAMPIRAN 7
41
LAMPIRAN 8
42