Anda di halaman 1dari 2

Teknik Geodesi dan Geomatika

Fakultas Ilmu Teknologi Kebumian


Sastra vs Sains: Berpikir Kritis dan Multidisiplin untuk Masa Depan Bangsa
Okky Madasari
Rabu, 17 Februari 2021
04

A. Menilik Sejarah Bangsa


Pada masa penjajahan, jumlah perguruan tinggi di Indonesia sangatlah sedikit, itupun didirikan oleh
para penjajah atas dasar kepentingan mereka ataupun karena motif lain. Di Institut Teknologi
Bandung, pada tahun 1920-1921 baru memiliki 28 Mahasiswa dimana hanya terdapat dua orang
pribumi yang menjadi mahasiswa di sana. Kemudian, pada tahun 1926, jumlah mahasiswa hanya
sekitar 22 orang dengan 4 orang merupakan masyarakat Indonesia, termasuk Ir.Soekarno. Hal
termsebut menandakan bahwa sangat sedikit sekali jumlah masyarakat Indonesia yang berkesempatan
memperoleh ilmu di perguruan tinggi. Sebagian besar mahasiswa waktu zaman itu justru orang asing.

B. Fakta Sejarah dan Sosiologis


 Institut Teknologi Bandung didirikan oleh pemerintah colonial Belanda untuk kepentingan
mereka sendiri setelah terjadinya Perang Dunia Pertama. Mereka mendirikan perguruan tinggi
dengan alasan membutuhkan sumber daya manusia terpelajar yang dapat menjadi aset yang
menguntungkan bagi Belanda. Namun, sebgian besar dari mereka adalah orang Belanda.
 Pemerintah colonial Belanda tidak merancang Indonesia untuk maju dalam bidang industri atau
manufaktur. Mereka lebih menyiapkan bangs ini untuk menjadi penyuplai bahan mentah bagi
bangsa mereka. Hal tersebut masih terlihat sampai sekarang, bahwa Indonesia lebih maju dalam
melakukan ekspor bahan mentah dari pada mengekspor hasil industry barang jadi.
 Sistem Industri yang dimulai di Eropa abad 18 berimbas pada kebijakan tanam paksa dan
pengerukan sumber daya alam.
 Pemerintah colonial Belanda sengaja menciptakan stereotype dan mitos yang dimaksudkan untuk
menekan mentalitas bangsa Indonesia. Beberapa contoh mitos dan stereotype adalah Van den
Bosch pada tahun 1830 mengatakan bahwa Intelektualitas masyarakat di Jawa setara dengan
anak umur 12-13 tahun. Ucapan tak berdasar seorang jendral gubernur tersebut mengakibatkan
banyak orang mendengarkan dan memperhatikannya. Berawal dari sekadar ucapan, lambat laun
menjadi suatu pemikiran yang melekat pada setiap individu, baik orang Indonesia maupun orang
Belanda. Pemikiran tersebut menrunkan mentalitas bangsa. Karena masyarakat Indonesia juga
berpikir demikian, hal itu menjadikan ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri dalam
bersaing di kancah Internasional. Ketidakpercayaan diri itu pula yang membentuk kasta pada
zaman penjajahan. Lebih parahnya, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang beranggapan bahwa
pribumi berada di kasta terendah. Dalam beberapa kesempatan, pemerintah Belanda
memanfaatkan mitos dan stereotype untuk mengeruk tenaga dan kekayaan Indonesia. Dahulu,
terdapat kepercayaan bahwa orang Jawa adalah golongan pemalas yang tidak mau bekerja.
Kepercayaan tersebut lahi-lagi timbul dari mitos yang diciptakan oleh pemerintah Belanda.
Mitos tersebut membukakan jalan bagi colonial Belanda untuk membentuk sistem kerja paksa.
Bila dilihat kebelakang, masyarakat Jawa kenyataannya dapat melanjutkan dan menghidupi diri
dan keluarga mereka sendiri tanpa ketergantungan dari orang lain, namun pemerintah Belanda
memperlakukan mereka seolah-olah masyarakat Jawa merupakan golongan bodoh, malas, dan
tidak terampil. Mereka menanamkan sugesti bahwa masyarakat Jawa tidak akan mampu untuk
menjalankan roda industry modern.

C. Tantangan Hari Ini


 Internalisasi stereotype dan mitos
Stereotype dan mitos yang berkembang luas pada masa lalu bukanlah hal yang dapat hilang
dalam sekejap. Hal tersebut sudah berakar dalam pikiran orang-orang sejak beratus tahun
lamanya. Akibatnya, kemajuan bangsa dan generasi penerusnya terus terhambat.
 Inferiority Complex: Merasa rendah diri, tidak pintar, dan tidak mampu bersaing.
Dampak yang ditimbulkan dari internalisasi stereotype dan mitos adalah inferiority complex,
yaitu keadaan dimana masyarakat Indonesia merasa rendah diri dan kehilangan kepercayaan
terhadap kemampuan pada diri sendiri. Inferiority complex di Indonesia adalah seperti lebih
memilih produk buatan asing dari pada buatan dalam sendiri. Masyarakat Indonesia
mempercayai bahwa buatan asing lebih baik dari segi kualitas maupun brand bahkan sebelum
mencoba produk dalam negeri.
 Captive mind: Mental terbelenggu
Segala macam inferiority complex yang menjangkit generasi bangsa, lambat laun melekat dan
membelenggu. Secara tidak sadar, generasi bangsa Indonesia terus tumbuh bersama
permasalahan tersebut.

D. Revolusi Industri 4.0


Dari awal masa perkembangan sektor perindustrian hingga saat ini telah berkembang pesat
menjadi Industri 4.0. Segala jenis model industry bertumpu pada kemajuan IPTEK dan persaingan
global, termasuk SDM dan SDA nya. Namun, pembicara belum dapat percaya bahwa Indonesia
mampu menjadi negara unggulan dalam sector industry tanpa menilik dan memahami sejarah dan
kondisi sosiologi. Pembicara mengatakan bahwa kepercayaan tersebut dilandasi dengan melihat
mental generasi bangsa yang masih terbelenggu. Untuk mencapai keberhasilan, seluruh masyarakat
diharuskan lepas dari jeratan tersebut. Masing-masing harus percaya dengan kekuatan bangsa sendiri.
Sedaknya, semua berawal dari kepercayaan diri.

E. Peran Sastra
Dalam memajukan bangsa, diperlukan sastra yang unggul dan berkualitas. Sastra merupakan
sumber ilmu yang ada di dalam masyarakat. Berbagai jenis karya sastra dapat memperkaya
pengetahuan maupun bersifat memotivasi. Sejak zaman penjajahan, karya sastra seperti novel dan
puisi dijadikan sebagai jalan dalam melakukan pemberontakan. Beberapa judul novel yang
berpengaruh pada masa itu adalah Student Hidjo dan Bumi Manusia. Novel pada masa penjajahan
berisikan mengenai kritik atau motivasi untuk kaum terpelajar bangsa yang sebetulnya mereka adalah
tombak yang tajam untuk melakukan perlawanan terhadap kaum penjajah.

F. Indonesia di Masa Depan


Untuk menjadi bangsa yang lebih baik, maka sejak dini dimulai dengan memahami sisi sosiologis dan
historis bangsa, kemudian berusaha untuk lepas dari penyakit mental. Saat ini sangat diharuskan untuk
memupuk kreativitas, inovasi, kemandirian, mental penghasil (produsen), dan sifat berpihak kepada
kemanusiaan.

Anda mungkin juga menyukai