Anda di halaman 1dari 10

Invasi Sampah Antariksa

Sampah bukanlah menjadi hal yang asing bagi penduduk bumi.


Kehadirannya menjadi permasalahan pelik yang sampai saat ini belum
terpecahkan. Meskipun begitu, hampir di setiap elemen kehidupan manusia pasti
memiliki hubungan erat dengan sampah. Beberapa sampah yang terbentuk dari
bagian alam biasa disebut sampah organik. Keberadaan sampah organik di bumi
sudah ada sejak zaman dahulu kala ketika manusia belum menjejakkan kakinya.
Sampah tersebut berasal dari alam dan kembali terurai kepada alam dalam kurun
waktu yang singkat. Di sisi lain, sampah yang tercipta oleh tangan manusia dan
memiliki waktu bertahun-tahun untuk dapat terurai dinamakan sampah
anorganik. Sampah anorganik berasal dari benda-benda berwujud kaca, plastik,
kertas, dll.

Setiap penduduk bumi mengenal apa itu pencemaran dan di mana


pencemaran itu terjadi. Mulai dari pencemaran air, pencemaran tanah,
pencemaran udara, dan sebagainya. Namun bagaimana dengan pencemaran luar
angkasa? Tidak semua masyarakat memahami bahwa saat ini pencemaran telah
merambah hingga ke luar angkasa.

Secara awam, luar angkasa dibayangkan menjadi hamparan kosong luas


yang gelap. Beberapa orang berpikir dapat “menyembunyikan” sampahnya di
luar angkasa. Namun, kenyataan yang sedang terjadi tidak seperti bayangan
tersebut. Sampah luar angkasa tidak terbang bebas menuju lahan kosong,tetapi
sampah tersebut hanya berputar tidak jauh dari bumi. Sama halnya seperti di
bumi, sampah di luar angkasa juga menimbulkan efek negatif dan perlu untuk
mendapatkan solusi. Jika manusia bersikap tidak acuh terhadapnya dan berdalih,
maka luar angkasa akan beralih fungsi menjadi kuburan sampah.

Apa tu sampah luar angkasa?

Secara garis besar, sampah luar angkasa didefinisikan sebagai seluruh


objek buatan manusia yang mengorbit, termasuk pecahan dan elemen di orbit
bumi atau di kawasan atmosfer yang sudah tidak berfungsi (www.nasa.gov).
Sangat disesalkan bahwa penyebab keberadaan sampah luar angkasa justru
adalah benda-benda vital yang sampai saat ini masih dibutuhkan umat manusia.
Benda-benda tersebut seperti satelit, roket, dan komponen lain (www.nasa.gov).
Tanpa adanya satelit dan roket, umat manusia bagaikan hidup dalam penjara.
Sebagian besar kebutuhan hidup saat ini telah dikemas sedemikian rupa melalui
keberadaan roket dan satelit. Bila roket dan satelit benar-benar dihilangkan dari
peradaban, manusia tidak akan pernah bisa melakukan segala bentuk komunikasi
secara online, menikmati alunan musik di radio, menghidupkan saluran televisi,
berbagi informasi di media internet, dan masih banyak lagi.

Di antara sekian banyaknya faktor-faktor penyebab eksistensi sampah


luar angkasa, penyebab yang paling kontras dengan yang diharapkan adalah
pembaharuan perangkat lunak pada suatu sistim. Pembaharuan perangkat lunak
sering membawa permasalahn baru. Biasanya Pembaharuan terjadi akibat
adanya gangguan yang belum terdeteksi. Gangguan yang terjadi misalnya
perangkat menjadi sering crash, lebih boros baterai, atau mengalami
problematika lainnya. Hal serupa pernah terjadi pada satelit buatan JAXA (Japan
Aerospace Exploration Agency) yang justru rusak akibat pembaharuan
perangkat lunak. Update tersebut justru menimbulkan bug yang membuat sistem
komputer satelit mengira wahana antariksa tersebut sedang berputar, walaupun
sebenarnya dalam kondisi diam. (www.sis.binus.ac.id)

Menilik sejak kapan sampah luar angkasa muncul, pada tahun 1957
eksplorasi luar angkasa pertama oleh Uni Soviet
(www.nationalgeographic.co.id). Pada tahun yang sama, budaya “membuang”
sampah di luar angkasa lahir. Berarti sudah lebih dari setengah abad sampah
beredar diatas bumi. Sampah luar angkasa tersebut tidak lekang oleh waktu.
Kondisi luar angkasa tidak memungkinkan terjadinya penguraian sampah.
Sampah-sampah tersebut justru akan meningkat seiring bertambahnya
keingintahuan dan hasrat manusia untuk menjejakkan kaki di luar angkasa.

Sampah luar angkasa melayang bebas di antariksa. Kadang kala,


beberapa sampah luar angkasa keluar dari perputarannya dan mampir mendarat
ke bumi. Kebanyakan sampah luar angkasa yang tidak sampai menyentuh tanah
bumi telah lebih dahulu terbakar oleh sistem pertahanan atmosfir hingga menjadi
debu. (www.nasa.gov)

Baru-baru ini, NASA mendapati adanya lebih dari 500.000 sampah


berterbangan di antariksa. Dengan jumlah sebanyak itu, sampah luar angkasa
tersebut mengorbit mengelilingi bumi dengan ukuran dan kecepatan yang
berbeda-beda. Meskipun demikian, sebagian besar sampah luar angkasa
mengorbit pada kecepatan 4,3 hingga mencapai 5 mps. Bila dikonversikan,
angka kecepatannya menjadi 18.000 mph. Kecepatan tersebut setara dengan
tujuh kali kecepatan luncur peluru. (www.nasa.gov)

Akibat kengerian kecepatan orbitnya, sampah luar angkasa melayang-layang


di antariksa tanpa terkendali. Dalam beberapa kasus, kecepatan orbit sampah
luar angkasa masih dapat meningkat. Kasus yang dimaksud yaitu apabila ada
sebuah roket yang meluncur dengan jarak dekat dari sampah antariksa dan
memberikan gaya dorong kepada sampah untuk mengorbit lebih cepat.
(www.nasa.gov)

Sama seperti sampah di bumi, oleh para ilmuwan sampah di luar


angkasa dikelompokkan jenisnya berdasar pada bentuk dan ukuran. Kelompok
sampah pertama memiliki diameter lebih dari 10 cm. Berarti ukuran sampah
sebesar satelit utuh juga termasuk kedalam kelompok pertama. Jumlah sampah
luar angkasa pada kelompok tersebut telah dideteksi oleh NASA sebanyak
10.000 potongan. Selanjutnya adalah kelompok kedua. Sampah pada kelompok
ini memiliki diameter antara 1 cm sampai 10 cm. Para Ilmuwan percaya bahwa
jumlah sampah luar angkasa kelompok kedua mencapai jumlah angka lebih dari
100.000 potongan sampah. Sedangkan berpuluh-puluh berjuta juta potongan
sampah yang termasuk kedalam kelompok ketiga memiliki diameter sampah
terkecil hingga sebesar 1 cm. (www.nasa.gov)

Seorang ilmuwan terkemuka bernama Stuart Grey dari University


College London telah menciptakan sebuah animasi tentang gambaran bentuk
bumi di antara berjuta-juta sampah antariksa. Beliau berhasil menciptakan
animasi tersebut dengan menggunakan data lokasi sampah antariksa melalui
situs space-track.org. Animasi tersebut menggambarkan betapa padatnya
keberadaan berjuta-juta sampah di luar angkasa. Gambaran tersebut bagaikan
sebuah roti yang dikelilingi berpuluh-puluh koloni semut.
(www.nationalgeographic.co.id)

Dampak keberadaan sampah luar angkasa

Setiap hal pasti memiliki dampak. Begitu pula dengan keberadaan


sampah luar angkasa yang semakin menjadi-jadi. Sampai saat ini, korban jiwa
akibat sampah luar angkasa belum tertulis dalam sejarah dunia antariksa.
Untunglah sampah tersebut hanya menimbulkan kerugian berupa materi.
Namun, jumlah kecelakaan yang ditimbulkan sejak setengah abad terakhir ini
sudah tidak dapat lagi dihitung menggunakan jari.

Meskipun sampah luar angkasa belum memakan korban jiwa, namun


belum dapat dipastikan kandungan yang terdapat di dalam badannya bebas dari
toxic ataupun radioaktif berbahaya. Sejak awal pembuatan, roket atau pun satelit
sudah mengandung beberapa bahan kimia. Tentu saja bahan-bahan tersebut tidak
lantas hilang meskipun roket dan satelit telah menjadi sampah. Beberapa sampah
luar angkasa yang masih beredar diprediksi mengandung bahan berbahaya.

Sebagian besar kerugian materi yang ditanggung adalah akibat dari


tabrakan sampah luar angkasa dengan satelit yang masih berfungsi. Padahal,
dalam sekali pembuatan satelit dapat menghabiskan biaya hingga mencapai
bertriliun-triliun rupiah. Banyaknya jumlah satelit yang dihancurkan oleh
sampah luar angkasa tidak sepadan dengan biaya pembuatan serta usahanya
yang besar. Bahkan sampah luar angkasa terkecil kecil pun dapat dengan mudah
mengusik satelit yang masih berfungsi. Benda-benda tersebut menabrak badan
satelit serta menimbulkan kerusakan. Bila tabrakan demi tabrakan terus
berlangsung, maka satelit tersebut memiliki kemungkinan untuk mengalami
kerusakan yang lebih parah. Kejadian mengerikan tersebut terjadi hanya
dikarenakan kehadiran beberapa onggok sampah luar angkasa yang seukuran
apel. Sehingga sudah tidak dapat lagi dibayangkan bagaimana enasnya kondisi
suatu roket atau pun satelit bila bertabrakan dengan sampah seukurannya.

Selain menyebabkan kecelakaan di ruang hampa udara atau antariksa,


sampah luar angkasa juga berdaya menyebabkan bencana lain di muka bumi.
Tidak tanggung-tanggung, beberapa sampah tersebut menukik tajam dari rotasi
dan memutar haluannya menuju bumi. Pesawat terbang memiliki risiko
terhantam sampah luar angkasa yang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang
lain (www.sis.binus.ac.id). Keselamatan penduduk bumi sebenarnya sangat
terancam oleh adanya sampah luar angkasa.

Beberapa insiden nahas pernah terjadi akibat sampah luar angkasa. Pada
Senin, 2 April 2018,satelit Tiangong 1 akhirnya telah berpulang ke Bumi dan
jatuh di Samudera Pasifik. Tiangong yang berarti Surga ini diluncurkan sejak
2011, namun telah berada di luar angkasa tanpa awak sejak 2013. Benda ini
resmi kehilangan kontak dengan Bumi pada tahun 2016. (www.viva.co.id)

Sebelum jatuhnya satelit Tiangong 1, badan antariksa milik Eropa dan


Amerika telah lebih dulu memprediksi jatuhnya satelit tersebut. Meskipun
sedikit meleset, pada 28 Maret lalu mereka memperkirakan satelit Tiangong 1
berpotensi menghantam kota-kota besar dunia, seperti New York, Roma, dan
Barcelona. Hal yang menarik dari hasil prediksi tersebut adalah bahwa stasiun
luar angkasa milik China itu dipahami mengandung zat hidrazin sebagai bahan
bakar roket yang berbahaya bagi manusia. Namun, karena satelit tersebut jatuh
di samudra luas maka dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sangat
kecil.

Kejadian lainnya adalah tabrakan dahsyat antara satelit Rusia dan


sampah antariksa China. Pada 22 Januari 2013 lalu, satelit Rusia BLITS (Ball
Lens in The Space) bertabrakan dengan sisa satelit cuaca Cina, FENGYUN 1C,
yang telah hancur. Dampak yang disebabkan atas terjadinya peristiwa itu adalah
BLITS yang semula digunakan sebagai sasaran dalam kajian mengenai laser
yang dilakukan oleh Internasional Laser Ranging Service, kini tidak bisa
berfungsi sebagaimana mestinya. (www.kompas.com)

Suatu insiden akibat sampah luar angkasa juga pernah terjadi di


Indonesia. Tepatnya di Sumenep, Jawa Timur pada 2016 silam. Total serpihan
sampah luar angkasa yang ditemukan ada dua buah. Serpihan-serpihan tersebut
dapat dipastikan merupakan bagian dari badan roket Falcon 9. Dua serpihan
sampah luar angkasa ditemukan pada dua titik lokasi yang berbeda. Salah
satunya ditemukan jatuh menimpa kandang ternak warga. Beruntung tidak ada
korban jiwa dalam kecelakaan itu. (www.viva.co.id)

Masih banyak lagi rentetan peristiwa kecelakaan yang telah terjadi


akibat sampah luar angkasa. Segala jenis dampak yang ditimbulkan oleh
sampah-sampah luar angkasa selalu memiliki efek negatif. Selama ini, tidak
pernah dijumpai dampak positif pada sampah luar angkasa baik terhadap
lingkungan ataupun terhadap kehidupan manusia.

Alternatif solusi saat ini

Penyelesaian permasalahan sampah luar angkasa saat ini masih menjadi


dilema besar bagi para ilmuwan. Setiap pribadi berlomba-lomba menyajikan
solusi terbaiknya bagi dunia. Banyak yang berharap bumi masih dapat ditinggali
dengan aman.

Seiring berjalannya waktu, permasalahan sampah luar angkasa bagaikan


tidak berujung. Sampah-sampah tersebut telah merugikan banyak negara di
dunia. Setiap waktu kehidupan di bumi selalu terancam dengan kehadiran
sampah luar angkasa yang mendarat secara tiba-tiba. Jika dilihat dari segi
finansial, telah banyak negara yang merugi akibat sampah luar angkasa.
Berbagai satelit dan roket yang mereka bangga-banggakan luluh seketika
dihantam sampah di angkasa luar. Untuk mengatasi semua problematika sampah
luar angkasa itu, setiap negara memiliki caranya masing-masing bergantung
pada batas kemampuan yang dimiliki.

Solusi sementara sampai saat ini untuk mencegah tabrakan dengan


sampah luar angkasa adalah dengan menghindarinya. Amerika, sebagai negara
yang maju menggunakan kombinasi radar, teleskop, dan pengukuran in-situ
untuk memantau pergerakan sampah luar angkasa. Bila sekiranya sampah
tersebut mengancam keberadaan stasiun luar angkasa, maka akan dilakukan
tindakan selanjutnya dengan sigap. Namun, kelemahannya, alat yang dimiliki
Amerika tersebut hanya dapat mendeteksi sampah luar angkasa dengan ukuran
sub-milimeter. Memindahkan suatu obyek dengan mengubah orbitnya adalah
salah satu metode untuk mengalihkan potensi tabrakan, namun jumlah sampah
yang begitu banyak memerlukan pemantauan dan prediksi terus-menerus dengan
berbagai cara. (www.bbc.com)

Pada tahun 2017 lalu, NASA, badan antariksa milik Amerika terlibat 21
manuver hebat pada pesawat tanpa awak untuk menghindari terjadinya
kecelakaan. Dari total dua puluh satu manuver, empat manuver ditujukan untuk
menghindari bangkai satelit Fengyun-1C dan dua manuver untuk menghindari
tabrakan dengan Iridium 33-Cosmos 2251. (www.bbc.com)

Deimos Sky Survey milik Spanyol menggunakan jaringan teleskop


untuk melacak sampah luar angkasa. Di sisi lain, China memilih menembakkan
laser untuk menghancurkan sampah luar angkasa yang sekiranya berbahaya
(www.bbc.com).

Untuk mengatasi ini, negara Indonesia menggunakan jasa organisasi


Lapan (Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional) untuk memantau dan
memperkirakan pergerakan sampah luar angkasa. Hasil dari perkiraan-perkiraan
tersebut akan digunakan untuk melakukan tindakan pencegahan, seperti
sterilisasi wilayah target jatuh. Meskipun demikian, tidak semua serpihan
sampah dapat dengan tepat diatasi.

Pada tahun 2018 ini, di Inggris sedang dikembangkan inovasi jitu untuk
mengatasi permasalahan sampah antariksa. Pada bulan April 2018, misi pertama
European Active Debris Removal diluncurkan dari roket Falcon 9 SpaceX untuk
perjalanan mengantarkan suplai ke Stasiun Antariksa Internasional. Satelit yang
dilincurkan itu akan memuat dua satelit yang akan melepaskan simulasi sampah
antariksa untuk menunjukkan berbagai cara memungutnya. Teknologi yang
digunakan ini antara lain sistem navigasi visual, jaring dan harpun untuk
menangkap sampah, dan semacam layar untuk melambatkan sampah dan
mengubah orbitnya sehingga jatuh ke atmosfer Bumi. Misi ini akan melontarkan
panel berukuran 10cm persegi sejauh 1,5 meter. Harpun kemudian akan
ditembakkan dari pesawat untuk menusuk dan menarik panel tersebut.
Sedangkan fungsi jaringnya juga sederhana: mengurung dan memerangkap
sampah. (www.bbc.com)
Penutup

Sampai saat ini, teknologi garapan Inggris itu masih dalam masa
pengembangan. Teknologi tersebut dinilai sebagai cara yang paling aman dan
ampuh. Selain itu, biaya pembuatannya pun masih relatif lebih rendah dibanding
dengan alat yang lain. Untuk itu, peluncurannya diharapkan dapat menginspirasi
negara lain untuk menciptakan alat serupa atau bahkan lebih efektif.

Keseimbangan alam perlu untuk dijaga. Selain menikmati fasilitas yang


telah diberikan oleh alam, kita juga perlu bertanggung jawab atas seluruh
tindakan. Mencegah kerusakan merupakan tindakan yang jauh lebih baik dari
pada memperbaiki kerusakan.

Referensi

Angelia, Mitra, Siti Sarifah, dkk. 2016. Bahaya Sampah Antariksa di Sumenep:
https://www.viva.co.id/indepth/fokus/827386-bahaya-sampah-antariksa-di-
sumenep (diakses pada tanggal 28/04/2018 pada pukul : 10.12)

Julisar. 2017. E-Waste : Sampah Antariksa: https://googleweblight.com/i?


u=https://sis.binus.ac.id/2017/02/11/e-waste-sampah-antariksa/&hl=id-ID (diakses
pada tanggal 11/04/2018 pada pukul : 04.48)

Gracia, Mark. 2017. Space Debris and Human Spacecraft:


https://www.nasa.gov/mission_pages/station/news/orbital_debris.html (diakses
pada tanggal 11/04/2018 pada pukul : 04.46)

Amindoni, Ayomi. 2018. Satelit Tiangong-1 Cina Jatuh ke Bumi Hari-hari Ini,
Mungkin ke Wilayah Indonesia:
https://www.google.com/amp/s/www.bbc.com/indonesia/amp/indonesia-43554609
(diakses pada tanggal 28/04/2018 pada pukul : 10.15)

May, Sandra. 2017. What Is Orbital Debris:


https://www.nasa.gov/audience/forstudents/5-8/features/nasa-knows/what-is-
orbital-debris-58.html (diakses pada tanggal 11/04/2018 pada pukul : 04.46)

2018. Upaya Bersih-bersih Sampah Antariksa di Orbit Bumi:


https://www.google.com/amp/s/www.bbc.com/indonesia/amp/vert-fut-43313495
(diakses pada tanggal 28/04/2018 pada pukul : 10.04)

Dwi, Fifi. 2013. Satelit Rusia Dihantam Sampah Antariksa China:


https://sains.kompas.com/read/2013/03/11/08285443/Satelit.Rusia.Dihantam.Samp
ah.Antariksa.China (diakses pada tanggal 28/04/2018 pada pukul : 10.12)

Hasuki, Irfan. 2015. Melihat Sampah yang Menumpuk di Orbit Bumi Selama
60 Tahun http://nationalgeographic.grid.id/read/13302979/melihat-sampah-yang-
menumpuk-di-orbit-bumi-selama-60-tahun (diakses pada tanggal 11/04/2018
pada pukul : 04.49)

Biodata Penulis
Maharani Rengganis Sukma merupakan anak ke dua dari
tiga bersaudara yang lahir di Sleman, 28 Maret 2001. Ia
pernah mengenyam pendidikan di SD N Demakijo 1 hingga
lulus pada tahun 2013. Setelah itu, ia menjadi siswa di SMP
N Godean 1 angkatan 2016. Ia melanjutkan pendidikannya
di SMA N 8 Yogyakarta. Saat ini ia tinggal di Jethak II,
Sidokarto, Godean, Sleman, Yogyakarta. Pos-el:
maharanirengganis.sukma@gmail.com Nomor telepon:
087843102458

Anda mungkin juga menyukai