Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN TUTORIAL

MODUL 5

SISTEM RESPIRASI I

Nama : Adli Kurniawan Pohan


Nim : 200610090
Kelompok :8

Tutor : dr. Zubir,M.Biomed., Sp.PK

PRODI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


NEGERI MALIKUSSALEH TA. 2020/2021
MODUL 5
Sistem Respirasi I
SKENARIO 5 : Dokter Muda
Aiyub, dan Ikram adalah dokter muda yang sedang tugas jaga di IGD. Aiyub
mendapat tugas memeriksa seorang pasien sesak yang diantar anaknya. Dari
anamnesis didapatkan pasien awalnya batuk-batuk, kemudian timbul demam dan
akhirnya timbul sesak nafas. Dari hasil pemeriksaan fisik, Aiyub mendapatkan
penurunan suara vesikuler dan adanya rhonki basah pada kedua paru. Pemeriksaan
radiologi juga mendukung kearah pneumonia. Aiyub lalu melaporkan kasus ini ke
dokter jaga konsultan yang datang ke IGD. Anak pasien berkata apa yang terjadi
pada ayah saya, mengapa ayah saya sesaknya hebat sekali? Dokter konsultan lalu
menjelaskan bahwa ada peradangan di parenkim paru yang menyebabkan
gangguan pertukaran O2 dan CO2 di alveoli sehingga terjadi penumpukan zat
asam. Zat asam ini kemudian akhirnya merangsang paru-paru untuk bernafas lebih
cepat yang tampak sebagai sesak nafas sebagai kompensasi untuk mengeluarkan
zat asam tersebut. Di saat yang sama, Ikram juga mendapat tugas untuk memeriksa
seorang bayi berusia 7 bulan dengan keluhan panas dan sesak sejak 1 minggu.
Pasien juga menderita batuk. Dari serangkaian pemeriksaan Dokter konsultan anak
mendiagnosis bayi tersebut dengan kista paru terinfeksi.Aiyub dan Ikram sebagai
dokter muda harus menerangkan dua kasus ini dalam laporan jaga mereka.
Bagaimanakah Aiyub dan Ikram mendeskripsikan dan menjelaskan kedua kasus di
atas?

JUMP 1 : TERMINOLOGI
 Rhonki basah
suara tambahan disamping suara nafas, yaitu bunyi gelembung-
gelembung udara yang melewati cairan (gurgling atau bubling) terutama
pada fase inspirasi.
 Suara vesikuler
Vesikuler suara napas vesikuler terdengar di semua lapang paru yang
normal, bersifat halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari ekspiasi.

 Pneumonia
Infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara di salah
satu atau kedua paru-paru, yang dapat berisi cairan.

 Zat asam
Asam adalah molekul atau ion yang dapat memberikan proton (ion
hidrogen H+), atau, alternatifnya, dapat membentuk ikatan kovalen dengan
pasangan elektron (asam Lewis).

 Alveoli
Alveoli (alveolus) berfungsi sebagai tempat pertukaran oksigen dan
karbon dioksida. Alveoli kemudian menyerap oksigen dari udara yang
dibawa oleh bronkiolus dan mengalirkannya ke dalam darah.

 Kista paru
Kista adalah benjolan di bawah kulit yang berisi cairan, udara, atau
zat padat seperti rambut. dan kista ini terjadi pada paru-paru.

JUMP 2 RUMUSAN MASALAH DAN JUMP 3 HIPOTESA

1.Apakah gejala dan penyebab dari penurunan suara vesikuker dan terdapat rhonki
basah di kedua paru?
JAWAB:
Gejalanya yaitu sesak napas,nyeri dada .rhonki basah terjadi karena aliran udara
yang melewati alveolus mengalami edema.

2.Apa penyebab peradangan parenkim paru-paru dan apakah gejala serta efek dari
peradangan ini?

JAWAB:
Radang paru-paru adalah penyakit akut yang ditandai oleh infeksi pada
parenkim paru-paru. Hal ini biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri, dan
menyerang alveoli, atau kantung udara kecil pada paru-paru. Alveoli dipenuhi
oleh cairan yang terinfeksi sehingga mengurangi kapasitas paru-paru dan
persediaan oksigen.
Gejala radang paru-paru yang paling umum terjadi adalah batuk yang berdahak. Hal
ini biasanya dihubungkan dengan terdapatnya dahak (sputum) berwarna kehijauan
atau kekuningan, namun dahak yang disertai darah juga dapat terjadi. Kondisi ini
biasanya dihubungkan dengan demam dan panas dingin. Beberapa pasien juga dapat
mengalami gejala yang tidak khusus, seperti kelelahan dan pembesaran benjolan pada
leher. Nyeri pada dada, terutama saat sedang menarik udara, juga dapat terjadi.
Kesulitan bernafas juga cukup sering terjadi, dan biasanya ditandai dengan
meningkatnya kecepatan pernafasan dan bersin-bersin. Para pasien, terutama anak-
anak, dapat mengalami ketertarikan pada dada mereka, dan bahkan menggunakan otot
bantuan untuk bernapas, seperti otot leher. Pada kasus yang lebih parah, para pasien
dapat mengalami sianosis atau memudarnya warna kulit dan menurunnya tingkat
kesadaran, menandakan kurangnya asupan oksigen. Beberapa pasien, terutama yang
berusia tua dan menderita sakit kronis, dapat mengalami gejala yang tidak biasa,
seperti nyeri pada perut atau kebingungan.
Efeknya menyebabkan gangguan pertukaran O2 dan CO2 di alveoli sehingga
terjadi penumpukan zat asam. Zat asam ini kemudian akhirnya merangsang paru-
paru untuk bernafas lebih cepat yang tampak sebagai sesak nafas sebagai
kompensasi untuk mengeluarkan zat asam tersebut.
3.Bagaimana pemeriksaan radiologi yang mendukung ke arah pneumonia?
Jawab :
Pemeriksaan radiologi juga dapat mengarahkan penegakan diagnosis Pneumonia
selain berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan foto toraks dapat menunjukan adanya pola interstisial bilateral yang
homogen serta diffuse dapat juga disertai dengan pneumotoraks spontan. Namun,
pada 1/3 kasus juga dapat ditemukan kondisi normal.1,5 Pada kasus seperti itulah
pemeriksaan computed tomography (CT) scan toraks cukup berperan. Pemeriksaan
CT scan lebih sensitif dibandingkan Rontgen toraks dalam mendeteksi Pneumonia.
Pada pemeriksaan CT scan thoraks akan ditemukan gambaran ground-glass
appearance (crazy paving) dengan distribusi yang tidak merata. Ground-glass
appearance tersebut lebih dominan di daerah perihiler. Pada keadaan yang lebih
lanjut, akan ditemukan septal lines dengan atau tanpa intralobular lines
superimposed pada ground-glass appearance serta konsolidasi.

4. Bagaimana mekanisme respirasi normal sebelum didiagnosis mengalami suatu


kelainan?
Jawab :
Secara normal dalam respirasi manusia terjadi dua mekanisme yaitu
Inspirasi
Mekanisme pernapasan yang pertama adalan Inspirasi. Inspirasi terjadi ketika
udara dihirup melalui rongga hidung dan masuk ke dalam tubuh. Inspirasi juga
sering disebut dengan inhalasi. Ketika kita melakukan inspirasi, diafragma dan otot
dada berkontraksi. Volume rongga dada membesar, paru-paru mengembang, dan
udara masuk ke paru-paru karena kita memasukkan udara ke dalam tubuh.
Ekspirasi
Kebalikannya, mekanisme pernapasan ekspirasi atau yang disebut juga dengan
ekshalasi melepaskan karbon dioksida dari dalam tubuh ke luar. Ketika melakukan
ekshalasi, diafragma dan otot dada berelaksasi. Volume rongga dada kembali
normal karena udara telah keluar dari paru-paru.

5. Apa penyebab kista paru terinfeksi ?


Jawab :
Anomali perkembangan sistem bronkopulmonal pada tingkat pembentukan
bronkiolus terminal atau alveolar dini menyebabkan terbentuknya kista, yaitu
terjadi saat pemisahan alveolar intrapulmonal atau rekanalisasi bronkiolus. Kista
alveolar distal akan membentuk obstruksi di sepanjang area bronkiolus yang
menyempit. Kista bronkogenik terbentuk akibat perkembangan abnormal
embriologi sistem trakeobronkial. Kista bronkogenik lebih sering ditemukan di
hemitoraks kanan, lokasi terbanyak di mediastinum, di sepanjang trakea dan
bronkus utama.

Gejala klinis bervariasi, bergantung pada besar, derajat ekspansi, dan lokasi kista.
Dapat timbul terjadi pergeseran mediastinum, kompresi paru serta diafragma, dan
atelektasis kontralateral. Hal ini sering terjadi pada periode neonatus dengan gejala
klinis berupa takipnea, dispnea, takikardia, stridor, sianosis, tidak adanya suara
respiratorik, serta pendorongan trakea dan jantung, tanpa adanya riwayat atau
gejala infeksi.

Kadang-kadang, kista bronkogenik dapat asimtomatis dan ditemukan secara


kebetulan pada  pemeriksaan radiologis dada. Namun sebagian besar pada akhirnya
menjadi simtomatis akibat infeksi sehingga pada masa anak gejala infeksi hampir
selalu ditemukan. Jika drainase kista buruk, dapat terjadi supurasi yang akhirnya
berkembang menjadi abses paru. Anak dapat mengalami demam, batuk dengan
mukus mukopurulen, hemoptisis, dan sepsis. Kista yang terinfeksi akan terisi
cairan lebih banyak dan membesar hingga dapat terjadi ruptur yang menimbulkan
pneumotoraks maupun hidropneumotoraks.

Gejala klinis dapat pula berupa penekanan kista pada organ di sekitarnya. Gejala
klinis yang timbul dapat beragam dan lebih ditentukan oleh lokasi kista.
Deformitas bentuk dada dapat berupa pigeon atau funnel chest. Penekanan pada
esofagus dapat menimbulkan disfagia. Penekanan pada trakea atau bronkus
proksimal dapat menimbulkan sesak, batuk berulang, stridor hingga sindrom vena
cava. Kista yang berlokasi dekat karina dapat menimbulkan kompresi saluran
respiratorik dan hiperinflasi paru sehingga timbul gejala gawat napas yang fatal
pada neonatus.

6. Apa penyebab Pneumonia ?


JAWAB:
Pneumonia adalah radang pada paru-paru yang disebabkan oleh
infeksi. Pneumonia bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, ataupun jamur.
Umumnya, pneumonia terjadi saat kuman yang masuk ke dalam saluran
pernapasan mengalahkan sistem kekebalan tubuh dan akhirnya menyebabkan
infeksi.
JUMP 4 SKEMA

JUMP 5 LEARNING OBJECTIVE


LO 1 EMBRIOLOGI DAN KELAINAN PADA SISTEM RESPIRASI
LO 2 ANATOMI SISTEM RESPIRASI
LO 3 HISTILOGI SISTEM RESPIRASI
LO 4 KESEMIMBANGAN SISTEM ASAM BASA PADA SISTEM RESPIRASI
LO 5 VENTILASI PULMONAL DAN DIFUSI GAS RESPIRASI
LO 6 TRANSPORTASI OKSIGEN DAN KARBON DIOKSIDA PADA RESPIRASI
LO 1 EMBRIOLOGI DAN KELAINAN PADA SISTEM RESPIRASI
Pada minggu ke empat, di mudigah terdapat divertikulum respiratorium yang terdapat
tunas paru yang merupakan tonjolan dari dinding ventral usus depan. Pada divertikulum
respiratorium inilah nantinya dijadikan tempat untuk menginduksikan TBX4 untuk merangsang
pembentukan tunas, pertumbuhan dan differensiasi paru.

Bagian epitel dalam yang ada di paru terbentuk dari endoderm, sedangkan komponen tulang
rawan, kartilago, dan otot dibentuk dari mesoderm splanknik. Awalnya, tunas paru mempunyai
hubungan terbuka dengan usus depan sehingga pada saat divertikulum respiratorium membesar
ke arah kaudal, terbentuklah 2 bubungan longitudinal yang dipisahkan oleh trakeoesophageal.
Kemudian, pada saat kedua bubungan menyatu membentuk septum trakeoesophageal, usus
depan akan terbagi menjadi usus depan bagian dorsal dan ventral, tunas paru, trakea, dan
esophagus. Nah, primordium respiratorik akan mempertahankan hubungan terbukanya dengan
faring melalui aditus laringis.

lanjut ke pembentukan laring. Laring kan terdiri atas bagian lapisan dalam yang terbentuk dari
endoderm dan komponen kartilago dan otot dibentuk oleh mesenkim arkus faring ke 4 atau ke 6.
Nantinya kan mesenkim ini akan berpoliferasi cepat sehingga aditus laringis akan berubah dari
bentuknya yang celah sagital menjadi berbentuk T celahnya. Lalu, bentuk aditus laringis dapat
dikenali ketika mesenkim  dari kedua arkus berubah menjadi kartilago tiroidea, krikoidea, dan
aritenoidea.

Di saat yang sama, epitel laring juga berpoliferasi dengan cepat sehingga terjadi oklusi lumen
temporal, yang dilanjutkan dengan vakuolisasi dan rekanalisasi yang menghasilkan sepasang
resesus lateral, ventrikulus laringis yang dibatasi oleh lipatan jaringan yang nantinya akan
berdiferensiasi menjadi pita suara sejati dan palsu. Semua otot laring disarafi oleh cabang-cabang
kranial ke sepuluh nervus vagus.

untuk pembentukan trakea, bronkus, dan paru. Sewaktu berpisah dengan usus paru, tunas paru
akan membentuk trakea dan dua kantung luar lateral/tunas bronkus. Di awal minggu kelima,
masing-masing tunas bronkus membesar membentuk bronkus utama kanan dan kiri. Bronkus
utama kanan akan membentuk tiga bronkus sekunder, sedangkan yang kiri akan membentuk dua
bronkus sekunder.

Tunas paru berkembang ke arah kaudal dan lateral rongga paru tubuh sehingga ruang paru,
kanalis perikardioperitonealis menjadi cukup sempit. Saluran-saluran terletak di kesua sisi usus
depan dan secara bertahap diisi oleh tunas paru yang terus membesar. Nantinya ada lipatan
pleuroperitoneum dan lipatan pleuroperikardium yang memisahkan kanalis
perikardioperitonealis dari rongga peritoneum dan rongga perikardium, dan ruang sisanya akan
membentuk rongga pleura primitif. 
Nantinya semakin berkembang, mesoderm yang menutupi luar paru akan menjadi pleura viseral
dan mesoderm yang menutupi dinding tubuh dari bagian dalam menjadi pleura parietal. Rongga
diantara pleura viseral dan pleura parietal adalah rongga pleura.

Bronkus sekunder akan membelah berulang-ulang secara dikotomis, membentuk sepuluh


bronkus tersier (segmentalis) di paru kanan dan delapan bronkus tersier di paru kiri, menciptakan
segmentum bronkuspulmonale pada paru dewasa. 

Sampai bulan ketujuh pranatal, pernapasan sudah dapat berlangsung ketika sebagian sel bronkius
respiratorius yang berbentuk kuboid menjadi sel gepeng tipis. Selama dua bulan terakhir
kehidupan pranatal dan selama beberap tahun selanjutnya, jumlah sakus terminalis terus
meningkat yang selain itu sel-sel yang melapisi sakus yang dikenal dengan sel epitel alveolus
tipe I. Pada bulan keenam terbentuk jenis sel lain, yaitu sel epitel alveolus tipe II yang
menghasilkan surfaktan, suatu cairan kaya fosfolipid yang dapat menurunkan tegangan
permukaan di pertemuan udara-alveolus.
Gangguan Respirasi yang Sering Terjadi

Jika salah satu bagian dari organ respirasi bermasalah, secara otomatis sistem respirasi pun akan
terganggu. Berikut beberapa gangguan respirasi:

 Flu (influenza)
Penyakit influenza disebabkan oleh virus dan mudah sekali menular. Penularan bisa
melalui kontak langsung ke cairan atau melalui cairan yang keluar dari penderita saat
batuk atau bersin. Saat flu, hidung dipenuhi lendir sehingga mengganggu pernapasan.
 Faringitis
Keluhan utama pada penyakit ini adalah nyeri tenggorokan. Faringitis seringkali
disebabkan oleh infeksi virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri, sehingga untuk
penanganannya dibutuhkan antibiotik. Beberapa kasus faringitis disebabkan oleh alergi
atau iritasi pada tenggorokan.
 Laringitis
Laringitis adalah gangguan pernapasan yang menyerang laring atau pita suara.
Peradangan yang terjadi biasanya disebabkan oleh penggunaan pita suara berlebihan,
iritasi, atau infeksi pada laring. Suara serak atau parau bahkan hilang sama sekali adalah
gejala umum yang muncul jika seseorang mengalami laringitis.
 Asma
Asma disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Sesak napas menjadi tanda umum dari
penyakit ini. Biasanya sesak napas dibarengi oleh mengi (wheezing) yang merupakan
suara khas bernada tinggi saat pasien mengeluarkan napas.
 Bronkitis
Bronkitis adalah peradangan pada bronkus, yang merupakan saluran udara dari dan ke
paru-paru. Bronkitis umumnya dicirikan dengan batuk berdahak yang kadang dahaknya
bisa berubah warna.
 Emfisema
Emfisema menyerang kantung udara alias alveoli. Seseorang yang terkena emfisema
tidak selalu menunjukkan gejala yang khas. Namun seiring perjalanan penyakitnya,
biasanya penderita kondisi ini lambat laun akan mengalami sesak saat bernapas.
Gangguan ini adalah salah satu kondisi yang digolongkan sebagai penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK).
 Pneumonia
Pneumonia, atau yang biasa disebut dengan radang paru-paru, merupakan peradangan
akibat infeksi. Batuk berdahak, demam, dan sesak napas adalah gejala umum dari
pneumonia. Ciri lain dari penyakit ini adalah dahak kental yang dapat berwarna kuning,
hijau, cokelat, atau bernoda darah.
 Kanker paru-paru
Merupakan salah satu jenis kanker paling berbahaya dengan angka kematian yang tinggi.
Terjadinya kanker paru-paru pada seseorang berkaitan erat dengan merokok baik aktif
maupun pasif, riwayat kanker paru-paru di keluarga, riwayat paparan zat kimia dan gas
beracun seperti asbestos dan radon, atau menghirup udara berpolusi dalam jangka
panjang.

Sumber : Jurnal UI dan Buku Langs man

LO 2 ANATOMI SISTEM RESPIRASI


ALAT – ALAT PERNAPASAN PADA MANUSIA

1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan
kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing
yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal
yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat
konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang
masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua
lubang yang disebut choanae.
Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang
berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.

2. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu
saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada
bagian belakang.

Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita
suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara
bergetar dan terdengar sebagai suara.

Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan


karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf
kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi
bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.

Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga
sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang
dengung(resonansi) untuk suara percakapan.

3. Batang Tenggorokan (Trakea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan
sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh

cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi
menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.

Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga


dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam
paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil
disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung
paru-paru (alveolus).

4. Pangkal Tenggorokan (laring)

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada
diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring
disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring.

Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang
cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi
utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.

Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal
tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan
makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu
membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada
udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.

5. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus
kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus
bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya
melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.

Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan
sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi
bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus
lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau
alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah
dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus
adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.

6. Paru-paru (Pulmo)

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot
dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada
dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru
kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang
tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut
pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang
bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru
tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus
tidak mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian
ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis
bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus
alveolaris.Pada dinding duktus alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang
disebut alveolus.
2.1ANATOMI SISTEM PERNAFASAN

Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring, trakea, karina,
bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis, bronchiolus terminalis,
bronchiolus respiratoryus, saccus alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Terdapat Lobus,
dextra ada 3 lobus yaitu lobus superior, lobus media dan lobus inferior. Sinistra ada 2 lobus
yaitu lobus superior dan lobus inferior. Pulmo dextra terdapat fissura horizontal yang
membagi lobus superior dan lobus media, sedangkan fissura oblique membagi lobus media
dengan lobus inferior. Pulmo sinistra terdapat fissura oblique yang membagi lobus superior
dan lobus inferior. Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan
Visceralis (dalam), diantara 2 lapisan tersebut terdapat rongga pleura (cavum pleura).

1. Hidung

Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior yang dindingnya
tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan. Permukaan luarnya dilapisi kulit
dengan kelenjar sebasea besar dan rambut. Terdapat epitel respirasi: epitel berlapis
silindris bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal. Didalamnya ada konka nasalis
superior, medius dan inferior. Lamina propria pada mukosa hidung umumnya
mengandung banyak pleksus pembuluh darah.

2. Alat penghidu

Mengandung epitel olfaktoria: bertingkat silindris tanpa sel goblet, dengan lamina
basal yang tidak jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis sel: sel penyokong, sel basal dan sel
olfaktoris.

3. Sinus paranasal

Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang tengkorak yang
berhubungan dengan rongga hidung. Ada 4 sinus: maksilaris, frontalis, etmoidalis dan
sphenoidalis.
4. Faring

Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas dan makanan menyatu dan
menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada saat bernapas
udara dihantarkan ke laring. Ada 3 rongga : nasofaring, orofaring, dan laringofaring.

Mukosa pada nasofaring sama dengan organ respirasi, sedangkan orofaring dan
laringofaring sama dengan saluran cerna. Mukosa faring tidak memilki muskularis
mukosa. Lamina propria tebal, mengandung serat elastin. Lapisan fibroelastis menyatu
dengan jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan laringofaring dilapisi epitel berlapis
gepeng, mengandung kelenjar mukosa murni.

5. Laring

Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm. Terletak antara faring dan
trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan krikoid. Muskulus ekstrinsik mengikat
laring pada tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid dan krikoid
berhubungan dengan fonasi. Lapisan laring merupakan epitel bertingkat silia. Epiglotis
memiliki epitel selapis gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk suara, dan
menutup trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan mukosa yaitu pita suara palsu
(lipat vestibular) dan pita suara (lipat suara). Celah diantara pita suara disebut rima glotis.
Pita suara palsu terdapat mukosa dan lamina propria. Pita suara terdapat jaringan elastis
padat, otot suara ( otot rangka). Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan Inferior. Inervasi: N
Laringealis superior.

6. Trakea

Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya dilapisi oleh jaringan
ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan, mukosa, epitel bersilia,
jaringan limfoid dan kelenjar.

7. Bronchus

Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama. Bronki primer
bercabang menjadi bronki lobar à bronki segmental à bronki subsegmental. Struktur
bronkus primer mirip dengan trakea hanya cincin berupa lempeng tulang rawan tidak
teratur. Makin ke distal makin berkurang, dan pada bronkus subsegmental hilang sama
sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa tersusun atas lipatan
memanjang. Epitel bronkus : kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet dan kelenjar
submukosa. Lamina propria : serat retikular, elastin, limfosit, sel mast, eosinofil.

8. Bronchiolus

Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang rawan, tidak


mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan ikat longgar.

Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak
mengandung sel goblet.

9. Bronchiolus respiratorius

Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru. Lapisan : epitel


kuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung kantong tipis (alveoli).

10. Duktus alveolaris

Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli. Tempat alveoli bermuara.

11. Alveolus

Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat terjadinya


pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang dihirup. Jumlahnya
200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli disokong oleh serat
kolagen, dan elastis halus.

Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel
alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 %
alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar. Sel
alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat,
ditutupi mikrovili pendek, permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar
menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolaps
alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial.
Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis diantara
alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar.
Pada perokok sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag
melebihi jumlah sel lainnya.

12. Pleura

Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat elastin,
fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral, yang melekat pada
dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak kapiler dan
pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan n. interkostal.

Sumber : Jurnal UNDIP DAN REPORISITORY POLTEKKES

LO 3 HISTILOGI SISTEM RESPIRASI

Sistem respirasi secara garis besar terdiri dari bagian konduksi yang terdiri dari cavum

nasi, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminal; dan bagian

respirasi (tempat terjadi pertukaran gas) yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus

alveolar, dan alveoli. Menurut klasifikasi berdasarkan saluran napas atas dan bawah, saluran

napas atas terbatas hingga faring sedangkan saluran napas bawah dimulai dari laring, trakea,

bronkus dan berakhir di paru.


Epitel Saluran Napas Atas
Saluran napas atas terdiri dari lubang hidung yang melanjut ke cavum nasi, faring,
epiglottis dan laring bagian atas. Sebagian besar bagian konduksi dilapisi dengan epitel kolumner
berlapis semu bersilia yang dikenal sebagai epitel pernapasan. Epitel ini setidaknya terdiri dari
lima jenis sel yang melekat pada membrana basalis :

 Sel kolumner bersilia adalah jenis sel yang paling banyak, masing-masing sel

memiliki sekitar 300 silia pada permukaan apikal.

 Sel goblet juga berlimpah di beberapa daerah epitel pernapasan, pada bagian

apikalnya teriisi dengan butiran musin glikoprotein.


17
Gambar 2. Epitel kolumner berlapis semu pembesaran 400x

17
Gambar 3. Permukaan lumen sel goblet pembesaran 2500x

Gambar 4. ukus hasil produksi sel goblet pembesaran 3000x


 Sel sikat adalah tipe sel kolumnar yang jauh lebih jarang dan sulit

ditemukan, memiliki permukaan apikal kecil dengan bantalan yang memliki

banyak mikrovili. Sel sikat memiliki beberapa komponen untuk transduksi

sinyal seperti pada sel gustatorik (sel pengecap) dan memiliki ujung saraf

aferen pada permukaan basal yang berfungsi sebagai reseptor kemosensorik.

 Sel granula juga sulit untuk dibedakan, sel ini berukuran kecil dan memiliki

banyak granula inti berdiameter 100-300 nm. Seperti sel sikat, sel granula

mewakili sekitar 3% dari total sel dan merupakan bagian dari sistem

neuroendokrin difus.

 Sel basal merupakan sel-sel bulat berukuran kecil di membran basal dan

tidak mencapai permukaan luminal. Sel basal adalah sel punca yang dapat

berkembang menjadi jenis sel lainnya.

2.1.2 Hidung dan Cavum Nasi

Hidung merupakan bagian dari wajah yang terdiri dari kartilago, tulang,

otot, dan kulit yang melindungi bagian depan dari cavum nasi. Cavum nasi

merupakan bangunan menyerupai silinder dengan rongga kosong yang dibatasi

tulang dan dilapisi mukosa hidung. Fungsi dari cavum nasi adalah untuk

menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang memasuki hidung

sebelum mencapai paru.


Rongga hidung kiri dan kanan masing-masing memiliki dua komponen yaitu

rongga depan eksterna (vestibulum) dan rongga hidung interna (fossa).

Vestibulum adalah bagian yang terletak paling depan dan merupakan bagian yang

melebar dari setiap rongga hidung. Kulit hidung pada bagian nares (lubang hidung)

melanjut sampai vestibulum yang memiliki apparatus kelenjar keringat, kelenjar

sebasea, dan rambut pendek kasar yang menyaring bahan partikulat dari udara

inspirasi. Pada vestibulum epitel sudah tidak berkeratin dan mengalami transisi ke

epitel pernapasan sebelum memasuki fossa hidung.

Rongga hidung terletak di dalam tulang tengkorak sebagai dua ruang

kavernosa yang dipisahkan oleh tulang septum hidung. Dari masing-masing dinding

lateral cavum nasi terdapat proyeksi tulang yang memanjang dari depan ke belakang

berbentuk seperti rak yang disebut konka nasi. Konka nasi tengah dan bawah

ditutupi dengan epitel pernapasan sedangkan konka nasi atas ditutupi dengan epitel

olfaktori. Rongga saluran udara yang sempit antara konka meningkatkan

pengkondisian udara inspirasi dengan meningkatkan luas permukaan epitel

pernapasan untuk menghangatkan dan melembabkan udara serta meningkatkan

turbulensi aliran udara. Hasilnya adalah peningkatan kontak antara aliran udara dan

lapisan mukosa. Dalam lamina propria dari konka terdapat pleksus (anyaman) vena

besar yang dikenal sebagai swell bodies. Setiap 20-30 menit swell bodies di satu sisi

dipenuhi dengan darah dalam waktu yang singkat, mengakibatkan distensi dari

mukosa konka dan secara bersamaan terjadi penurunan aliran udara. Selama proses

ini berlangsung sebagian besar udara dialirkan melalui fossa hidung lain sehingga

memudahkan mukosa pernapasan yang membesar untuk rehidrasi


Gambar 5. Mukosa olfaktori dan konka superior pembesaran 100x

Gambar 6. Area transisi mukosa olfaktori pembesaran 400x


Gambar 7. Area transisi mukosa olfaktori pembesaran 80x
2.1.3 Sel Olfaktori

Kemoreseptor penciuman terletak di epitel olfaktori. Daerah olfaktori ditutupi

selaput ledir tipis dan terletak di bagian atap rongga hidung dekat konka bagian atas.

Epitel olfaktori merupakan epitel kolumner berlapis semu yang terdiri dari tiga jenis

sel:

 Sel basal berukuran kecil, berbentuk bulat atau kerucut dan membentuk

sebuah lapisan di lamina basalis. Sel basal adalah sel punca untuk sel

penunjang olfaktori dan neuron olfaktori.

 Sel penunjang olfaktori merupakan sel columner, apeks silindris dan bagian

dasar yang menyempit. Di permukaannya terdapat mikrovili yang terendam

dalam cairan mukus. Peran sel-sel ini belum dapat dipahami dengan baik,

tetapi sel penunjang memiliki banyak kanal ion yang berfungsi untuk

mempertahankan lingkungan mikro yang kondusif untuk fungsi penciuman

dan kelangsungan hidup sel olfaktori.

 Neuron penciuman yang merupakan neuron bipolar terdapat seluruh epitel

olfaktori. Dibedakan terhadap sel penunjang dari posisi inti yaitu terletak di

antara sel penunjang dan sel-sel basal. Akhiran dendrit dari setiap neuron

penciuman membentuk anyaman saraf dengan basal bodies. Dari basal

bodies muncul silia non-motil panjang dengan aksonema defektif namun


memiliki luas permukaan yang cukup sebagai membran kemoreseptor.

Reseptor ini merespon zat bau-bauan dengan menghasilkan aksi potensial di

sepanjang (basal) akson neuron kemudian meninggalkan epitel dan bersatu

dalam lamina propria sebagai saraf yang sangat kecil yang kemudian

melewati foramina cribiformis dari tulang ethmoid dan melanjut otak. Di

otak akson reseptor olfaktori membentuk saraf kranial I, saraf penciuman,

dan akhirnya membentuk sinaps dengan neuron lain di bulbus olfaktori.

Gambar 8. Perjalanan akson olfaktori dari rongga hidung ke otak

Gambar 9. Epitel olfaktori pembesaran 200x


Sinus Paranasal dan Nasofaring

Sinus paranasal adalah rongga bilateral di tulang frontal, maksila, ethmoid,

dan sphenoid pada tengkorak. Dilapisi dengan epitel respiratori tipis dengan jumlah

sel yang sedikit. Lamina propria terdiri dari beberapa kelenjar kecil dan kontinu

dengan periosteum. Sinus paranasal berhubungan dengan rongga hidung melalui

lubang kecil dan lendir yang diproduksi dalam sinus mengalir ke rongga hidung

oleh karena adanya aktivitas sel-sel epitel bersilia.

Terletak di belakang rongga hidung, nasofaring adalah bagian pertama dari

faring, ke arah kaudal (bawah) menerus menjadi orofaring yang merupakan bagian

belakang rongga mulut. Nasofaring dilapisi dengan epitel respiratori dan terdapat

bangunan tonsil faring medial dan lubang bilateral dari tuba eustachii menuju

telinga tengah.

2.1.5 Faring

Setelah melalui cavum nasi, udara yang diinhalasi akan memasuki faring.

Faring disebut juga sebagai tenggorokan yaitu suatu silinder berongga dengan

dinding yang terdiri dari otot. Faring merupakan bagian yang menghubungkan

bagian ujung belakang cavum nasi dengan bagian atas esofagus dan laring. Faring

dibagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring.

Nasofaring merupakan bagian teratas dari faring dan berada di belakang dari cavum
nasi. Udara dari cavum nasi akan melewati nasofaring dan turun melalui orofaring

yang terletak di belakang cavum oris dimana udara yang diinhalasi melalui mulut

akan memasuki orofaring. Berikutnya udara akan memasuki

laringofaring dimana terdapat epiglottis yang berfungsi mengatur aliran udara dari
faring ke laring.

SUMBER : JURNAL UI DAN JURNAL UNDIP

LO 4 KESEMIMBANGAN SISTEM ASAM BASA PADA SISTEM


RESPIRASI

Keseimbangan Asam Basa Respirasi


Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh.
pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan
asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas
metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh
dari 3 sumber, yaitu:

1. Pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan
bikarbonat.
2. Katabolisme zat organik
3. Disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak
terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan
ion H.

Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:

1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat,
sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3. mempengaruhi konsentrasi ion K
bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti
nilai semula dengan cara:

1. mengaktifkan sistem dapar kimia


2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
3. mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan

Ada 4 sistem dapar:

1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan
yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.

Sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan
dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam
darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan
kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan
bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.

2.1.1. Definisi Kimia Asam Basa

Konsentrasi Ion Hidrogen dan pH


Dalam setiap cairan biasa, molekul air terurai secara reversibel menjadi hidrogen dan ion
hidroksida:
Proses ini dikenal sebagai disosiasi konstan, KW:
Konsentrasi air tidak digunakan karena hasilnya tidak signifikan dan sudah konstan. Oleh karena
itu dengan pemberian [H+] atau [OH-] konsentrasi ion lainnya dapat dihitung.
Contoh: Jika [H+] = 10-8 nEq/L, maka [OH-] = 10-14 ÷ 10-8 = 10-6 nEq/L
Nilai normal [H+] pada arteri adalah 40 nEq/L atau 40 x 10-9 mol/L. Konsentrasi ion hidrogen
sering dikenal sebagai pH, pH dari suatu larutan didefinisikan sebagai logaritma negatif (base
10) dari [H+]. pH normal arteri adalah –log (40 x 10-9) = 7,40. Konsentrasi ion hidrogen yang
sesuai dalam kehidupan adalah antara 16 dan 160 nEq/L (pH 6,8 – 7).
Kadar kimia asam basa sukar dipisahkan dengan konsentrasi ion H+. Konsentrasi ion H+ dalam
berbagai larutan dapat berubah dan perubahan ini dapat disebabkan oleh berbagai macam
gangguan fungsi sel.
Beberapa Pengertian:
a.      Skala pH
Peningkatan H+ membuat larutan bertambah asam dan penurunannya membuat bertambah basa.
Karena H+ ada dalam jumlah yang kecil, maka para ahli kimia menggunakan skala pH sebagai
cara untuk menyatakan H+.
pH adalah logaritma negatif dari kadar ion hidrogen (pH= -log H+). Dengan demikian H+ sebesar
0,0000001 g/L sama dengan 10-7 g/L, sama dengan pH 7. Jadi pH berbanding terbalik dengan H+.
jika H+ meningkat maka ph menurun, demikian juga jika H+ menurun, maka pH meningkat. pH
yang rendah berarti larutan iru lebih asam, sedangkan jika pH yang tinggi berarti larutan itu lebih
alkali atau basa. pH rata-rata dari darah atau cairan ekstraseluler adalah sedikit basa yaitu 7,4.
Batas normal dari pH darah yaitu dari 7,38-7,42.
b.      Asam
Asam adalah substansi yang mengandung 1 atau lebih H+ yang dapat dilepaskan dalam larutan.
Dua tipe asam yang dihasilkan oleh proses metabolik dalam tubuh adalah menguap dan tak
menguap (volatile dan nonvolatile). Asam volatile dapat berubah antara bentuk cairan maupun
gas.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
Karena karbondioksida adalah gas yang dapat dikeluarkan melalui paru-pau, maka
karbondioksida sering disebut sebagai asam volatile.
Semua sumber-sumber lain dari H+ dianggap sebagai nonvolatile. Asam-asam nonvolatile tak
dapat berubah bentuk menjadi gas untuk bisa dieksresi oleh paru-paru, tapi harus dieksresikan
melalui ginjal. Sekitar 20.000 mmol asam karbonat dan 80 mmol asam nonvolatile diproduksi
oleh tubuh setiap hari dan dikeluarkan melalui paru-paru dan ginjal secara terpisah.
c.       Basa
Kebalikan dari asam, basa adalah substansi yang dapat menangkap atau bersenyawa dengan ion
hidrogen dari sebuah larutan. Basa yang kuat, seperti natrium hidroksida (NaOH), terurai dengan
mudah dalam larutan dan bereaksi kuat dengan asam. Basa yang lemah, seperti natrium
bikarbonat (NaHCO3), hanya sebagian terurai dalam larutan dan kurang bereaksi kuat dengan
asam.
Henderson- hesecbach eqitasion menggambarkan hubungan antara pH, PaO2 dan PaCO2.
Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa darah:
1.    Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia.
Ginjal memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa yang dibuang, yang
biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2.     Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap
perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga ph bekerja secara
kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu larutan penyangga pH yang paling penting
dalam darah adalah bikarbonat.
Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu
komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan
dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa
yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih
sedikit bikarbonat.
3.    Pembuangan karbondioksida.
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus
yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru
karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah
karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan.
Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah menurun dan darah menjadi lebih basa.
Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan darah menjadi lebih asam
Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru
mampu mengatur pH darah menit demi menit.

2.1.2. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa

Mekanisme homeostatik yang luar biasa mempertahankan pH plasma, suatu indikator


konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam rentang normal yang sempit antara 7,35-7,45. Mekanisme
ini mencakup aktivitas bufer kimia, ginjal, dan paru-paru. Pada tinjauan ulang, pH didefinisikan
sebagai konsentrasi H+, makin banyak ion hidrogen, makin asam suatu larutan dan makin rendah
pH. Rentang pH yang sesuai dengan kebutuhan hidup (6,8-7,8) menggambarkan perbedaan
sebesar sepuluh kali lipat pada konsentrasi ion hidrogen dalam plasma.
Bufer Kimia
Bufer kimia merupakan substansi yang mencegah perubahan besar dalam ph cairan tubuh dengan
membuang atau melepaskan ion-ion hidrogen, bufer dapat bekerja dengan cepat untuk mencegah
perubahan yang berlebihan dalam konsentrasi ion hidrogen.
Sistem bufer utama tubuh adalah sistem bufer bikarbonat- asam karbonik. Normalnya ada 20
bagian bikarbonat(HCO3-) untuk satu bagian asam karbonik (H2CO3). Jika rasio ini berubah,
maka nilai pH akan berubah. Rasio inilah yang penting dalam mempertahankan ph, bukan nilai
absolutnya. Perawat harus mengingat bahwa karbondioksida merupakan asam potensial, jika CO2
dilarutkan dalam air, ia akan berubah menjadi asam karbonik (CO2 + H2O = H2CO3). Karena itu,
ketika karbondioksida ditingkatkan, kandungan asam karbonat juga meningkat dan sebaliknya.
Sistem bufer lain yang kurang penting adalah cairan ekstraseluler termasuk fosfat anorganik dan
protein plasma. Bufer intraseluler termasuk protein, fosfat organik dan anorganik, dan dalam sel
darah merah, hemoglobin.

Ginjal
Ginjal mengatur kadar bikarbonat dalam cairan ekstraseluler, ginjal mampu meregenerasi ion-ion
bikarbonat dan juga mereabsorbsi ion-ion ini dari sel-sel tubulus ginjal. Dalam keadaan asidosis
respiratorik, dan kebanyakan kasus asidosis metabolik, ginjal mengeksresikan ion-ion hidrogen
dan menyimpan ion-ion bikarbonat untuk membantu mempertahankan keseimbangan. Dalam
keadaan alkalosis metabolik dan respiratorik, ginjal mempertahankan ion-ion bikarbonat untuk
membantu mempertahankan keseimbangan. Ginjal jelas tidak dapat mengkompensasi asidosis
metabolik yang diakibatkan oleh gagal ginjal. Kompensasi ginjal untuk ketidakseimbangan
secara relatif lambat (dalam beberapa jam atau hari).

Paru-paru
Paru-paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan karbondioksida, dan karena itu juga
mengendalikan kandungan asam karbonik dari cairan ekstraseluler. Paru-paru melakukan hal ini
dengan menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap jumlah karbon dioksida dalam darah.
Kenaikan dari tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) merupakan stimulan
yang kuat untuk respirasi. Tentu saja, tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO 2)
juga mempengaruhi respirasi. Meskipun demikian, efeknya tidak sejelas efek yang dihasilkan
oleh PaCO2.
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat sehingga menyebabkan
eliminasi karbon dioksida yang lebih besar (untuk mengurangi kelebihan asam). Pada keadaan
alkalosis metabolik , frekuensi pernapasan diturunkan, dan menyebabkan penahanan
karbondioksida ( untuk meningkatkan beban asam).

2.2 Ketidakseimbangan Asam Basa Respirasi


Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian ph tersebut, bisa menyebabkan
salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis.
 Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung asam (atau terlalu
sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya pH darah.
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung basa (atau terlalu
sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya pH darah.
Efek Fisiologis Alkalosis
Alkalosis meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan pergeseran kurva disosiasi ke kiri,
menyebabkan Hb lebih sulit melepaskan oksigen ke jaringan. Pertukaran H+ keluar sel dengan K+
ekstraseluler yang masuk ke dalam sel menyebabkan hipokalemia. Alkalosis meningkatkan
jumlah binding site kalsium pada protein plasma, menurunkan ionisasi plasma, sehingga
menyebabkan depresi sirkulasi dan iritabilitas neuromuscular. Alkalosis respiratori menurunkan
cerebral blood flow, meningkatkan resistensi vascular sistemik dan presipitasi vasospasme
koroner. Pada pulmonal, alkalosis respiratori meningkatkan tonus otot polos bronkus
(bronkokonstriksi) namun menurunkan rsistensi vascular pulmonal
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu akibat dari
sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan petunjuk penting dari adanya
masalah metabolisme yang serius.
 Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung kepada
penyebab utamanya.
Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam
pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh ginjal.
Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru
atau kelainan pernafasan.

Sumber : Jurnal UI dan Jurnal UNPAD


LO 5 VENTILASI PULMONAL DAN DIFUSI GAS RESPIRASI

1.Ventilasi pulmonal
Ventilasi adalah masuknya udara dari luar tubuh (atmosfer) kedalam pasru dan keluarnya
udara dari paru kembali ke udara luar melalui system pernapasan.
Ventilasi pulmonal adalah pernapasan yang dimulai dari hidung hingga saluran napas dan
alveolus (jaringan napas)
4 tekanan yang mempengaruhi ventilasi pulmonal
1). Tekanan Atmosfer
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara atmosfer pada benda dipermukaan bumi.
Pada ketinggian permukaan laut  760 mmHg.
2). Tekanan Pleura
Tekanan cairan diruang sempit antara pleura paru dan pleura dinding dada. Tekanan pleura yang
normal pada awal inspirasi (-5 cm air) merupakan nilai isap (tekanan negative) mempertahankan
paru agar tetap terbuka sampai istirahat.
Pengembangan rangka dada akan menarik paru kearah luar dengan kekuatan lebih besar 
tekanan jadi lebih negative (-7 cm air)
3). Tekanan Alveoli
Tekanan alveoli bersifat positif dalam keadaan tidak ada udara masuk atau keluar dari paru yaitu
saat akhir ekspirasi biasa, tekanan alveoli ini sama dengan tekanan atmosfer. Tekanan alveoli
harus lebih rendah dari tekanan udara luar saat permulaan inspirasi. Pada akhir inspirasi
maksimal, tekanan alveoli menjadi lebih tinggi dari udara luar dan saat ini dimulailah proses
ekspirasi.
4). Tekanan Transpulmonal
Perbedaan yang ada diantara tekanan alveolus dan pleura pada permukaan luar paru  nilai daya
lenting (elastic)
Ventilasi Alveolus adalah kecepatan udara yang baru masuk pada area ini. Perbaruan udara
secara terus-menerus dalam area pertukaran gas, merupakan sebuah penampung pada jaringan
elastin(elastic) . ke elastikan paru ini beragantung pada dua factor, yaitu :
a.       Jaringan ikat elastic paru
Setiap jaringan ikat ini mengandung serat-serat elastin yang kemudian elastin itu membentuk
jaringan yang memperkuat elastisitasnya yang membungkus paru
b.      Tegangan permukaan alveolus
Ditimbulkan oleh lapisan tipis cairan yang melapisi bagian dalam alveolus, dari gaya tarik tak
seimbang antara ikatan molekul air dipermukaan yang lebih kuat dibanding dengan udara diatas
permukaan. Terdapat cairan dalam elveoli ini yang membuat tegangan permukaanya menjadi
naik.
2.     difusi gas respirasi
 Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian
berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah.
 Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi.
 Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau
mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadi walaupun
tidak ada perbedaan konsentrasi.
 Contoh yang sederhana adalah peristiwa respirasi adanya gas yang mengalir dari udara ke
paru paru , ke alveolus dan berpidah lagi ke pembuluh darah dan berakhir ke sel

 Unit alat pernafasan terdiri dari Trachea , Bronchus , Bronkhiolus, yang semua organ
pernafasan itu berupa saluran
 Saluran dari trachea hingga bronchiolus itu secara pasti membuat gas gas pernafasan akan
berjalan menerus berdifusi karena perbedaan tekanan tidak mungkin berhenti ditempat
 dari sinilah keelokan Tuhan kemudian menciptakan kantung kantung kecil alveoli agar
difusi gas gas sementara bisa berhenti dan mengumpul tidak berjalan terus karena berupa
lorong
 adanya alveoli sangat baik seperti terminal untuk menaik turunkan penumpang
 gas pernafasan yang berhenti memungkinkan terjadinya pengikatan / berdifusi ke dalam
pembuluh darah dan memasukkan gas pernafasan ke dalam tubuh sehingga bisa berguna
 Gas gas pernafasan yang masuk dan keluar , atrium dan alveoli (kira-kira 300 juta pada
kedua paru-paru
 masing-masing alveolus mempunyai diameter kira-kira 0,25 mm).
 Dinding alveoli sangat tipis, dan di antara banyak dinding itu terdapat berbagai kapiler
yang cukup kuat.
 Aliran darah pada dinding kapiler merupakan suatu sheet dari peredaran darah.
 Jadi jelaslah bahwa gas alveoli hampir sama dengan gas darah kapiler.
 Konsekwensinya pertukaran gas antara udara alveoli dan darah volmonaris terjadi di
seluruh membrana terminal paru-paru.
 Membrana ini disebut membrana respirasi atau membrana vulmonaris.

Faktor yang Mempengaruhi Difusi Gas

 Prinsip dan formula terjadinya difusi gas melalui membrana respirasi sama dengan difusi
gas melalui air dan berbagai jaringan. Jadi, faktor yang menentukan betapa cepat suatu
gas melalui membrana tersebut adalah :

1. ketebalan membrana
2. luas permukaan membrana
3. koefisien difusi gas dalam substansi membrana
4. perbedaan tekanan antara kedua sisi membrana.

 Sering terjadi kecepatan difusi melalui membrana tidak proporsional terhadap ketebalan
membrana sehingga setiap faktor yang meningkatkan ketebalan melebihi 2 – 3 kali
dibandingkan dengan yang normal dapat mempengaruhi secara sangat nyata pertukaran
gas pernafasan normal.
 Khusus pada olahragawan, luas permukaan membrana respirasi sangat mempengaruhi
prestasi dalam pertandingan maupun latihan.
 Luas permukaan paru-paru yang berkurang dapat berpengaruh serius terhadap pertukaran
gas pernafasan pada manusia , misalnya kakunya alveolus pada penderita TBC
 Dalam hal koefisien difusi masing-masing gas kaitannya dengan perbedaan tekanan
ternyata CO2 berdifusi melalui membrana kira-kira 20 kali lebih cepat dari O2
 Dan Koefisien difusi O2 dua kali lebih cepat dari N2.
 Dalam hal perbedaan tekanan gas, tekanan gas parsial menyebabkan gas mengalir melalui
membrana respirasi. misalnya diudara PO2 160 mmHg di Alveolus hanya 105 mmHg ,
maka terjadilah aliran dari udara ke alveolus , begitu seterusnya
 Dengan demikian, bila tekanan parsial suatu gas dalam alveoli lebih besar dibandingkan
dengan tekanan gas dalam darah pada O2 maka terjadilah difusi O2 dari alveoli ke arah
darah
 Tetapi bila tekanan gas dalam darah lebih besar dibandingkan dengan dalam alveoli
seperti halnya CO2 maka difusi terjadi dari darah ke dalam alveoli.

Sumber : Jurnal UNBRAW dan Reporisitory USU

LO 6 TRANSPORTASI OKSIGEN DAN KARBON DIOKSIDA PADA


RESPIRASI

    Transportasi Gas Respirasi


Gas yang telah berdifusi kedalam darah dapat mengalami beberapa kejadian, yaitu :
1). Ada yang larut dalam plasma
2). Masuk kedalam eritrosit dan berikatan dengan Hb
Dengan eritrosit oksigen diangkut kejaringan oleh sirkulasi sistemik, dan karbondioksida juga
diangkut oleh eritrosit diangkut dari jaringan ke alveoli melalui sirkulasi pulmonum.
Pengangkutan oksigen dari alveoli ke jaringan :
Setelah oksigen berdifusi masuk ke dalam melalui kapiler pulmonum. Saat masuk oksigen itu
mengalami beberapa kejadian :
·         3 % larut dalam plasma
·         97 % masuk kedalam eritrosit dan berikatan dengan Hb
Efek Bohr : longgarnya ikatan oksigen dengan Hb dijaringan tampaknya dipengaruhi oleh
konsentrasi karbondioksida didaerah itu. Di jaringan karena kadar karbondioksida tinggi akibat
sisa metabolism, oksigen segera dilepaskan. Sedangkan didalam kapiler di alveoli, karena
karbondioksida rendah karena sudah berdifusi kedalam alveoli, maka oksigen diikat kuat oleh
Hb
Peran Hb : menjaga/mempertahankan dan menstabilkan kadar oksigen jaringan
Pengangkutan karbondioksida dari jaringan ke alveoli :
Karbondioksida yang dilepaskan oleh sel sebagai sisa metabolism akan berdifusi keluar melewati
membrane sel sehingga PCO2 jaringan menjadi lebih tinggi dari tekanan karbondioksida darah
Efek Haldane : efek yang ditimbulkan oleh ikatan Hb ddengan oksigen terhadap pengeluaran
karbondioksida dari darah dan dibuang ke alveoli.
Melepaskan oksigen saat tekanan oksigen jaringan mulai berasa dalam level 25 mmHg
Mempertahankan oksigen jaringan saat konsentrasi oksigen darah berubah drastic

Control System Pernapasan


Paru-paru bekerja secara otonom, maksudnya tidak ada yang mempengaruhi aktifitasnya, atau
bekerja dengan kehendak sendiri/ otomatis. Kemampuan otonom yang dimiliki paru adalah
sekitar 14-16 kali pernapasan permenit. 1 kali pernapasan = 1 x inspirasi + 1 x ekspirasi.
Pola napas pada saat tubuh menjalani exercise tidak bisa dipertahankan secara otonom karena
tubuh kala itu butuh pasokan oksigen lebih banyak dari biasanya, sehingga harus dibantu dengan
faktor lain.
Secara umum, sistem kontrol respirasi diambil alih oleh kerja sistem saraf pusat di bagian
bilateral medula oblongata dan pons pada batang otak. Daerah ini dibagi menjadi 3 kelompok
neuron utama :

1. Kelompok pernapasan dorsal, terletak di bagian dorsal (belakang) medula yang


terutama menyebabkan inspirasi.
2. Kelompok pernapasan ventral, terletak di ventrolateral (depan samping) medula, yang
terutama menyebabkan inspirasi dan ekspirasi yang lebih dalam.
3. Pusat pneumotaksik, terletak di sebelah dorsal bagian superior pons, tepatnya di sebelah
dorsal nuklous parabrakialis pada pons bagian atas, yang terutama mengatur kecepatan
dan kedalaman napas.

Adalagi yang namanya saraf-saraf sensoris yang mendeteksi paru. Perlu diingat bahwa saraf-
saraf sensoris ini berujung sebagai reseptor, seperti kemoreseptor perifer, baroreseptor dan
reseptor2 lainnya di dalam paru. Nanti kumpulan reseptor-reseptor ini akan bergabung menjadi
nucleus traktus solitarius yakni ujung akhir dari saraf sensoris pernapasan yang terdapat pada
nervus vagus dan nervus glosofaringeus. Pada akhirnya kedua nervus ini akan berhubungan
dengan kelompok pernapasan bagian dorsal. Melalui ini, mekanisme penghantaran informasi dari
paru ke pusat respirasi bagian dorsal bisa berlangsung.
Pernapasan Normal
Pada pernapasan biasa, pusat saraf dorsal akan melepaskan sinyal inspirasi ritimis (yang teratur).
Kalau di guyton disebutkan bahwa pelepasan sinyal2 inspirasi ritmis ini belum diketahui
penyebabnya. Sinyal inspirasi yang dilepaskannya ini berupa sinyal yang landai (ramp signal),
gunanya supaya inspirasi kita itu terjadi secara perlahan dan dapat meningkatkan volume paru
dengan mantap, sehingga kita tidak bernapas terengah-engah. Perlu diingat lagi bahwa sinyal-
sinyal ini akan dihantarkan ke paru dan otot2 diafragma melalui saraf2 motorik pernapasan.
Setelah pusat dorsal melepaskan sinyal inspirasi yang landai tersebut, pusat pneumotaksik akan
mentransmisikan sinyal ke area inspirasi. Efek utama di sini adalah mengatur titik “penghentian”
inspirasi landai, dengan demikian mengatur lamanya proses inspirasi. Kalau sinyal pneumotaksik
ini kuat, inspirasi dapat berlangsung hanya dalam 0,5 detik, akibatnya volume inspirasi juga
sedikit; kalau sinyal pneumotaksik ini lemah, inspirasi dapat berlangsung terus selama 5 detik
bahkan bisa lebih, akibatnya volume inspirasi menjadi banyak sekali.
Nah, kalau sinyal inspirasi landai itu telah berhenti, maka paru secara otomatis akan mengalami
fase ekspirasi. Paru-paru kita mempunyai suatu sifat istimewa yakni elastis dan punya daya
lenting. Jadi ekspirasi ini terjadi sebagai imbas dari inspirasi, dimana disini udara yang keluar
tentunya telah bertukar dengan CO2. Tegasnya, ekspirasi tenang yang normal, murni disebabkan
akibat sifat elastis daya lenting paru dan rangka toraks. (guyton hal.540)
Pernapasan yg Lebih Dalam
Nah, kalau kita bernapas lebih dalam, disini baru terjadi peranan dari kelompok saraf pernapasan
bagian ventral. Sedangkan pada pernapasan tenang yang normal, kelompok saraf ventral ini
inaktif. Bila rangsangan pernapasan guna meningkatkan ventilasi paru menjadi lebih besar dari
normal, sinyal respirasi yang berasal dari mekanisme getaran dasar di area pernapasan dorsal
akan tercurah ke neuron pernapasan ventral. Akibatnya, area pernapasan ventral turut membantu
merangsang pernapasan ekstra. Rangsangan area ventral ini berupa rangsangan listrik yang
menyebabkan inspirasi dan juga ekspirasi. Tetapi yang paling penting disini adalah sinyal untuk
ekspirasi, karena sinyal2 ini langsung dihantarkan dengan kuat ke otot-otot abdomen selama
ekspirasi yang sangat sulit. Intinya, pernapasan ventral ini gunanya sebagai pendorong bila
dibutuhkan ventilasi paru yang lebih besar, khususnya selama latihan fisik berat.
Pembatasan sinyal inspirasi oleh refleks Hering-Breuer
Selain sinyal pusat pneumotaksik, masih ada sinyal-sinyal saraf sensoris yang berasal dari paru
untuk membantu mengatur pernapasan. Yang paling penting adalah yang terletak di bagian otot
dinding bronkus dan bronkiolus seluruh paru, yaitu reseptor regang, yang menjalarkan sinyal
melalui nervus vagus ke kelompok neuron pernapasan dorsal apabila paru-paru menjadi sangat
teregang akibat inspirasi terlalu lama. Sinyal ini akan “menghentikan” inspirasi landai yang
dilepaskan oleh pusat pernapasan dorsal tadi. (kurang lebih mekanisme penghentiannya mirip
dengan penghentian oleh sinyal pusat penumotaksik). Ini disebut refleks inflasi Hering-Breuer.
Refleks ini juga ikut meningkatkan kecepatan pernapasan, sama halnya dg sinyal pneumotaksik.
[an baca di gayton, refleks ini kemungkinan tidak diaktifkan sampai volume tidal meningkat dari
3 kali normal, jadi refleks ini terutama muncul sebagai mekanisme protektif untuk mencegah
inflasi (peregangan) paru yang berlebihan daripada yang dibutuhkan biasanya.]
Pengaturan kimiawi CO2 dan H+ di area kemosensitif

 Di dekat medula oblongata, tepatnya 0,2 mm di bilateral (samping) area pernapasan


ventral, ada suatu area neuron yang sangat sensitif dengan perubahan konsentrasi CO2
ataupun ion H+ dalam darah. Area ini disebut area kemosensitif. Area ini bakal
merangsang bagian lain dalam pusat pernapasan.
 Apabila suatu saat konsentrasi CO2 dan H+ yang dihasilkan jaringan otak meningkat, ia
akan berdifusi ke dalam sawar darah otak. Perlu diingat, bahwa sawar darah di otak ini
punya dinding yang khusus, dimana ia hanya mengizinkan zat-zat tertentu untuk lewat.
(semacam benteng pertahanan, yang lebih dikenal dengan Blood Brain Barrier/ BBB).
Nah, CO2 ini sangat permeable terhadap BBB tsb, namun tidak permeable sama sekali
terhadap ion H+, sehingga yang mudah berdifusi ke sawar darah otak adalah CO2.
 Sawar darah otak ini juga dilengkapi dengan neuron-neuron kemosensitif yang bakal
mendeteksi perubahan konsentrasi CO2 dalam sawar darah. CO2 di dalam sawar darah
otak ini bakal bereaksi dengan air membentuk ion H+ dan asam HCO3-. Nah, H+ yang
dihasilkan melalui reaksi inilah yang sebenarnya lebih merangsang area kemosensitif
melalui neuron2 kemosensitif tadi. Apabila area kemosenstif ini terangsang, maka pusat
pernapasan lainnya ikut terangsang dan pola napas pun mengalami perubahan.

Kemoreseptor Perifer

 Di luar otak, ternyata juga terdapat sistem kemoreseptor tersendiri yang juga turut andil
dalam pengaturan pernapasan. Kemoreseptor di luar otak ini disebut kemoreseptor
perifer. Fungsinya yang terpenting adalah untuk mendeteksi perubahan oksigen dalam
darah walaupun respetor ini juga sedikit berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi
CO2 dan H+ di dalam darah.
 Sebagian besar kemoreseptor ini terletak di badan karotis (karotic body) dan di badan
aorta (aortic body). Karotic body terletak di bilateral pada percabangan arteri karotis
komunis. Serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus Hering ke nervus
glosofaringeus dan kemudian ke area pernapasan dorsal di medula oblongata. Sedangkan
aortic body terletak di sepanjang arkus aorta; dimana serabut saraf aferennya berjalan
melalui nervus vagus, juga ke area pernapasan dorsal di medula oblongata.
 Reseptor ini akan mendeteksi perubahan kadar O2, CO2 dan ion H+. Misalkan apabila
kadar O2 dalam arteri menurun, kemoreseptor perifer ini menjadi sangat terangsang.
Singkatnya, ia bakal mengirimkan impuls ke pusat pernapasan untuk meningkatkan
frekuensi napas.

Sumber : Jurnal UI dan Jurnal UNDIP

Anda mungkin juga menyukai