CONTACT US
PRIVACY POLICY
DISCLAIMER
HOME
PENYAKIT
OBAT
PANTANGAN
GIZI
KEHAMILAN
Search... ?
Home » HIV » penyakit » Sejarah Perkembangan HIV AIDS di Indonesia
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome). HIV menimpa kehidupan anak-anak dan keluarga di seluruh dunia. Lebih dari dua juta anak di
bawah usia 15 tahun hidup dengan HIV (terinfeksi HIV). Berjuta-juta yang terpapar HIV, yaitu yang tidak
terinfeksi tetapi tinggal dalam keluarga yang anggota-anggota keluarganya terinfeksi. Diperkirakan 17,5 juta
anak kehilangan orang tua karena AIDS; lebih dari 14 juta anak-anak tersebut tinggal di Sub Sahara Afrika
(data tahun 2007).
Saat ini AIDS sudah menjadi pandemi global dan telah membunuh 25 juta orang serta menginfeksi lebih dari
40 juta orang. Dampaknya sangat merugikan baik yang berkaitan dengan bidang kesehatan, sosial ekonomi
dan politik. Diperkirakan saat ini di seluruh dunia setiap harinya ada sekitar 2000 anak yang berusia 15 tahun
kebawah meninggal akibat AIDS. Sementara sekitar 6000 orang yang berusia produktif (15 - 24 tahun)
terinfeksi HIV.
Sejak dilaporkannya kasus AIDS yang pertama di Bali pada 1987, infeksi HIV telah menyebar ke seluruh
Indonesia. Sejak itu perkembangan kasus secara cepat terus meningkat. Pada saat ini perkembangan epidemi
HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada
beberapa sub-populasi berisiko tinggi (dengan prevalensi lebih dari 5%), yaitu pada pengguna napza suntik
(penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria.
Situasi demikian menunjukkan bahwa pada umumnya Indonesia berada pada tahap epidemi terkonsentrasi.
Dari beberapa tempat sentinel, pada2006, prevalensi HIV berkisar antara 21% - 52% pada penasun, 1% - 22%
pada WPS, dan 3% - 17% pada waria dan 2 - 17% pada kelompok pasien TB baru. Sejak tahun 2000
prevalensi HIV mulai konstan di atas 5% pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi tertentu.
Di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), keadaan yang meningkat ini ternyata telah menular lebih
jauh, yaitu telah terjadi penyebaran HIV melalui hubungan seksual berisiko pada masyarakat umum (dengan
prevalensi lebih dari 1%).
Hingga 31 Maret 2010, secara kumulatif Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan 20.564 kasus
AIDS di 32 provinsi pada 300 kabupaten/kota. Rasio kasus AIDS yang dilaporkan tersebut adalah 3 banding 1
antara laki-laki dan perempuan, dengan cara penularan terbanyak heteroseksual 50,3%, pecandu napza suntik
(penasun) 40,2%, dan lelaki hubungan seks dengan lelaki (LSL) 3,3%. Proporsi kumulatif kasus AIDS
tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (49,07%), 30-39 tahun (30,14%), dan 40-49 tahun
(8,82%).
Hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2009 yang dilakukan pada remaja di empat kota yakni
Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, dan Samarinda menunjukkan 12,1% remaja laki-laki mengaku pernah
berhubungan seks, dan 18,2% di antaranya pernah melakukan seks anal. Sementara itu, 4,7% remaja puteri
pada empat kota yang sama mengaku pernah berhubungan seks, dan 15,8% di antaranya pernah melakukan
seks anal.
Di antara mereka yang pernah berhubungan seks, hanya 53% remaja laki-laki yang mengaku pakai kondom
pada hubungan seks terakhir. Sedangkan pemakaian kondom konsisten jauh lebih kecil (12%). Pada remaja
perempuan, 47,4% mengaku pakai kondom pada hubungan seks terakhir, dan 13,6% pakai kondom konsisten.
Berkaitan dengan perilaku penggunaan napza, remaja laki-laki di empat kota di atas mengaku 11,5% pernah
menggunakan napza dan 4,9% di antaranya pernah pakai napza suntik. Pada remaja perempuan, 2% mengaku
pernah pakai napza, namun tidak satu pun yang pernah pakai napza suntik.
Sekitar 60-70% remaja di sekolah pernah menerima penyuluhan tentang HIV, dan 70-80% pernah menerima
penyuluhan napza. Sejalan dengan hasil ini, hampir semua remaja tersebut mengaku pernah mendengar tentang
AIDS, namun sayang hanya 26,9% yang memiliki pengetahuan tentang HIV secara komprehensif. Rata-rata
hampir separuh dari mereka mengetahui cara penularan HIV, sayangnya sangat sedikit yang mengetahui cara
pencegahan (berkisar 1,2 hingga 2,8% saja).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2010 pada
remaja di kota besar sebanyak 32% pelajar SMP dan SMA telah berhubungan seks dan 21,2% remaja putri
melakukan aborsi. Penyebab perilaku mereka adalah perubahan pola pikir yang dipengaruhi oleh akses
komunikasi, kurangnya pengawasan keluarga, dan motif ekonomi.
Berbagai temuan di atas cukuplah memberikan gambaran bahwa sebagian remaja pun mempraktikkan perilaku
berisiko, namun tidak memiliki pengetahuan yang memadai untuk mencegah penularan HIV. Oleh karenanya,
upaya edukasi untuk pencegahan yang lebih dini akan membantu menyelamatkan lebih banyak remaja agar
tidak masuk menjadi kelompok berperilaku risiko tinggi.
Pendidikan sangat diperlukan oleh anak-anak, remaja, dan kaum muda sehingga mereka mampu menerapkan
pengetahuan dan keterampilan untuk hidup sehat.
2. Perempuan terinfeksi HIV positif kepada bayinya selama kehamilan, saat persalinan atau setelah
melahirkan, dan saat pemberian ASI
3. Darah dari jarum suntik yang tercemar HIV, jenis jarum atau peralatan yang tajam yang tercemar
HIV, dan transfusi darah yang tercemar HIV
HIV tidak menular melalui kontak sosial seperti berjabat tangan, bergandengan tangan, berpelukan.
Anak-anak sangat rentan terhadap infeksi HIV. Tetapi mereka biasanya sangat kurang mendapat perhatian.
Penyakit tersebut berkembang cepat pada anak-anak.
Obat-obatan antiretroviral dipakai mengobati infeksi HIV karena dapat memperbaiki sistem kekebalan dan
memperlampat perkembangan menjadi AIDS. Meskipun demikian, anak-anak yang terinfeksi HIV tidak segera
diberi obat hingga usia 5-9 tahun. Ini sangat terlambat. Tanpa pengobatan antiretroviral, setengah dari bayi-
bayi yang lahir dengan HIV akan mati pada ulang tahun mereka yang kedua.
Meskipun infeksi HIV belum bisa disembuhkan, kondisinya bisa dikelola/ditangani. Jika bayi dan anak-anak
yang terinfeksi terdiagnosa dini dirawat secara efektif dan diberi obat-obat anti retroviral sesuai dosis, mereka
akan tumbuh lebih baik, belajar, dan meraih impian masa depan.
Keluarga dan masyarakat, terutama perempuan dan remaja puteri, adalah garis terdepan dari perlindungan dan
perawatan untuk anak-anak yang hidup dan terpapar HIV. Keluarga perlu mendapat dukungan yang mereka
perlukan agar dapat memberi lingkungan yang nyaman bagi anak-anak mereka.
Mempertahankan kehidupan dan kesehatan ibu atau ayah yang HIV positif penting bagi pertumbuhan anak-
anak, perkembangan, dan stabilitas mereka. Tanpa keamanan dalam keluarga, anak-anak akan menghadapi
risiko lebih besar menghadapi perlakuan eksploitasi dan diskriminasi.
Infeksi HIV lebih banyak terjadi pada remaja puteri dan perempuan muda daripada remaja laki-laki dan laki-
laki muda. Pendidikan sangat diperlukan oleh anak-anak, remaja, dan kaum muda sehingga mereka mampu
menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk hidup sehat.
Pemerintah dengan dukungan keluarga, masyarakat, LSM, dan swasta serta organisasi kemasyarakatan,
termasuk organisasi keagamaan, mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh
informasi tentang pencegahan HIV, pengobatan, dan perawatannya.
Mereka juga berkewajiban memenuhi hak anak-anak dengan HIV atau yang terpapar HIV untuk mendapat
perlindungan, perawatan, dan dukungan. Ini penting agar anak-anak, keluarga, dan masyarakat dapat
membantu menghentikan penyebaran HIV.
Related Posts :
Artikel Pilihan
Pantangan Sakit Maag - Makanan yang Dianjurkan, Dibatasi, dan Dihindari