Anda di halaman 1dari 11

NASKAH KARYA PERORANGAN (NKP)

JUDUL

OPTIMALISASI PERAN KANIT SOSBUD INTELKAM


POLRES METRO BEKASI
GUNA MENGHADAPI UNJUK RASA DAN KONFLIK HORIZONTAL
DI WILAYAH KABUPATEN BEKASI

DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT MENGIKUTI SELEKSI PENDIDIKAN


POLRI SIP KE – 50 TAHUN ANGGARAN 2021

DODY DWY PRABOWO BRIPKA NRP 84070584

CIKARANG, NOVEMBER 2021


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

2. Permasalahan

3. Persoalan

4. Ruang Lingkup

5. Maksud dan Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

6. Kondisi Saat Ini

7. Faktor Yang Mempengaruhi

BAB III PEMECAHAN MASALAH


8. Karakteristik Unjuk Rasa
9. Metode Intelijen

BAB III PENUTUP

Kesimpulan
OPTIMALISASI PERAN KANIT SOSBUD INTELKAM

POLRES METRO BEKASI

GUNA MENGHADAPI UNJUK RASA DAN KONFLIK HORIZONTAL


DI WILAYAH KABUPATEN BEKASI

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Salah satu tantangan berat bagi Polres Metro Bekasi adalah menghadapi masalah
sosial. Kerap kali masalah sosial seperti unjuk rasa dan konflik horizontal datang tiba-tiba
sehingga dapat melumpuhkan moda Perekonomian dan Transportasi di wilayah
Kabupaten Bekasi. Unjuk rasa bisa dilakukan oleh pihak internal seperti karyawan, bisa
juga dilakukan oleh pihak eksternal seperti masyarakat sekitar. Konflik horizontal bisa
mengganggu Stabilitas Harkamtibmas jika dalam konflik tersebut ternyata Polres Metro
Bekasi dianggap sebagai oposisi salah satu pihak (dalam hal ini Polisi dianggap sebagai
pihak yang mendukung kebijakan Pemerintah).

2. Permasalahan

Unjuk rasa yang terjadi di Kabupaten Bekasi secara umum disebabkan oleh dua hal
yaitu: Ketenagakerjaan dan Upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) 

3. Persoalan

a. Masalah ketenagakerjaan adalah masalah klasik yang terjadi pada ketenagakerjaan


berkaitan dengan pendapatan dan status kekaryawanan. Pendapatan biasanya
berkaitan dengan gaji pokok yang tidak sesuai standard, THR, dan uang lembur.
Status kekaryawanan yang sering menjadi permasalahan berkaitan dengan status
kontrak yang lamanya melebihi aturan sehingga tidak diangkat sebagai karyawan
tetap, dan pemutusan hubungan kerja yang dianggap tidak sesuai aturan.
b. Upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK)  Bertahun-tahun penentuan Upah
Minimum Kabupaten/Kota atau UMK dan upah Minimum Sektor Kabupaten/Kota
atau UMSK selalu menimbulkan ketegangan banyak pihak. Perbedaan sudut pandang
antara serikat pekerja dan buruh dengan asosiasi pengusaha pengusaha selalu
mewarnai rangkaian panjang rapat pada Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi.
Kadang diwarnai unjuk rasa dan perdebatan yang menjadi dinamika dalam
mengambil keputusan menentukan keputusan yang sangat dinantikan oleh para
Pekerja/Buruh dan para Pengusaha.

4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup wilayah utama penulisan berjudul “Optimalisasi Kanit Sosbud


Intelkam Polres Metro Bekasi Guna Menghadapi Unjuk Rasa Dan Konflik Horizontal
Di Wilayah Kabupaten Bekasi” adalah merupakan aspek lain yang selalu menjadi
sorotan masyarakat, Langkah deteksi dini dan pencegahan dini dapat dilakukan oleh
Kanit Sosbud Intelkam Polres Metro Bekasi selama potensi ancaman tersebut pada tahap
noise dan voice. Ancaman unjuk rasa dan konflik horizontal berkorelasi dengan kerentanan
situasi Kabupaten Bekasi. Semakin kecil kerentanan maka akan sulit terjadi unjuk rasa dan
konflik sosial.

5. Maksud dan Tujuan


a. Maksud penulisan “Optimalisasi Kanit Sosbud Intelkam Polres Metro Bekasi Guna
Menghadapi Unjuk Rasa Dan Konflik Horizontal Di Wilayah Kabupaten Bekasi”
adalah guna mendukung program 7 Program Prioritas Kapolri.

b. Tujuan sebagai penulisan ini sebagai pemenuhan syarat seleksi dalam Dik SIP
angkatan 50 T.A. 2020.
BAB II
PEMBAHASAN

6. Kondisi Saat Ini

Unjuk rasa dan konflik horizontal tidak muncul tiba-tiba. Aksi unjuk rasa dan konflik
horizontal pada tahap pertama akan didahului oleh noise. Keluhan-keluhan, rasa
ketidakpuasan, atau kritikan di arus bawah ini menjadi penanda bahwa ada sesuatu masalah.
Pemerintah Daerah sering menganggap remeh adanya noise, yang merasa sudah besar dan
mempunyai sistem pengamanan dan jaringan dengan aparat keamanan yang besar.
Pengabaian inilah yang menyebabkan penguatan noise menjadi voice.

Voice sebagai implikasi ketidakpuasan dilakukan lebih kuat daripada noise. Dalam tahap
ini ketidakpuasan atau permasalahkan sudah terlihat jelas misalnya melalui laporan, aduan,
atau komplain secara tertulis. Voice sudah terjadi secara sistematis dan terbuka. Jika tahapan
voice tidak dikelola dengan baik maka yang terjadi adalah aksi unjuk rasa. Di tingkat umum
masyarakat, voive bisa menjadi konflik horizontal.

Kanit Sosbud Intelkam Polres Metro Bekasi sebagai Suprervisor yang diberikan mandat
untuk menjaga Stabilitas Harkamtibmas oleh Kasat Intelkam Polres Metro Bekasi seharusnya
memiliki kemampuan deteksi dini atas noise dan voice. Jika noise dan voice bisa dideteksi
sejak dini maka langkah-langkah penggalangan intelijen sangatlah penting sehingga tercegah
dan terungkapnya usaha- usaha, pekerjaan dan kegiatan pihak lain yang berniat melakukan
suatu perbuatan yang dapat menimbulkan, gangguan, ancaman terhadap stabilitas keamanan
ketertiban masyarakat oleh pihak luar, bisa teratasi dengan baik.

Hubungan vertikal antara Pemerintah Daerah dan Polres Metro Bekasi yang bersinergi
akan memudahkan deteksi dini dan cegah dini atas unjuk rasa. Penanganan noise dan voice
secara cepat akan mencegah unjuk rasa terjadi. Biaya pencegahan lebih kecil daripada biaya
penanganan unjuk rasa.

7. Faktor Yang Mempengaruhi

Ancaman unjuk rasa dan konflik horizontal mempunyai korelasi dengan kerentanan
kepada Sinergitas Polri dan Pemerintah Daerah. Dalam menghadapi ancaman, Polres Metro
Bekasi harus memperhatikan 3 faktor dari kerentanan yaitu daya tarik, kemudahan diserang,
dan dampak.

Dengan mengecilkan daya tarik, kemudahan diserang, dan dampak maka unjuk rasa dan
konflik horizontal akan sulit terjadi di Kabupaten Bekasi. Minimal jika sudah terjadi maka
akan lebih mudah untuk ditangani

a. Daya Tarik

Semakin tinggi daya tarik Kabupaten Bekasi maka akan semakin tinggi peluang
unjuk rasa dan konflik horizontal terjadi. Unjuk rasa yang ditunggangi oleh pihak
ketiga seperti organisasi politik akan mengarah kepada kancah politik di wilayah
Kabupaten Bekasi yang sudah mempunyai nama besar. Hal ini mempunyai tujuan
untuk menaikkan nilai popularitas pelaku, Selain itu daya tarik Kabupaten Bekasi
dimainkan oleh pelaku untuk berhadapan dengan media masa. Citra Kabupaten
Bekasi, terutama bagi perusahaan terbuka, sangat mempengaruhi nilai saham. Daya
tarik ini akan menjadi permainan para pelaku unjuk rasa guna mewujudkan
kepentingannya.

Salah satu upaya untuk mencegah unjuk rasa dan konflik horizontal adalah dengan
memperkecil daya tarik, walaupun hal ini sangat sulit terjadi terutama bagi
perusahaan go publik. Langkah minimal bagi stakeholders adalah dengan membagi
risiko dan sektor bisnis kepada anak perusahaan sehingga daya tarik akan terbagi.
Masalah di anak perusahaan sebaiknya diselesaikan di tingkat anak perusahaan,
campur tangan induk perusahaan (holding company) justru akan dimanfaatkan oleh
pelaku unjuk rasa untuk memudahkan kepentingannya tercapai.

b. Kemudahan Diserang

Jangan membayangkan istilah “kemudahan diserang” seperti dalam suatu peperangan


saja. Pada Kepemerintahan Kabupaten Bekasi yang mempunyai celah-celah “sasaran
tembak” maka nilai kemudahan diserangnya akan tinggi. Contoh dari faktor
kemudahan diserang ini adalah aspek legalitas yang lemah atau adanya pelanggaran
hukum.

Sistem kontrak kerja yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku akan menjadi celah
bagi pelaku unjuk rasa untuk menyerang perusahaan. Selain unjuk rasa, pihak oposisi
juga bisa melakukan perlawanan hukum. Pelanggaran hukum lainnya seperti
pencemaran lingkungan atau penyerobotan lahan juga menjadi makanan empuk bagi
oposisi. Satu-satunya jalan untuk meminimalkan nilai kemudahan diserang adalah
dengan mentaati aturan dan perundangan yang berlaku.

Selain dari sistem legalitas, Kabupaten Bekasi perlu membangun sistem pengamanan
yang baik agar tidak mudah diserang. Sistem pengamanan secara fisik seperti adanya
tembok dan security guard masih belum cukup untuk menghadapi ancaman unjuk
rasa. melengkapi sistem pengamanan dengan social protection, yaitu sistem
pengamanan sosial yang terbangun karena adanya hubungan baik antara Pemerintah
Kabupaten Bekasi dan Polres Metro Bekasi dengan entitas disekitarnya.

Masyarakat yang mempunyai hubungan baik dengan Polri khususnya Polres Metro
Bekasi akan menjadi ujung tombak dalam deteksi dini dan cegah dini. Social
protection harus dibangun secara berkelanjutan dan dilakukan dengan tulus. Investasi
sosial ini tidak bisa dipetik hasilnya dalam waktu dekat, tapi dalam jangka panjang
dampaknya akan sangat besar.

c. Dampak

Unjuk rasa dan konflik horizontal pasti akan membawa dampak bagi Kabupaten
Bekasi. Dampak yang timbulkan bisa macam-macam seperti dampak operasional dan
dampak sosial, yang semuanya akan berujung pada cost. Oleh karena itu Polres
Metro Bekasi harus mempunyai strategi dan skenario untuk melakukan deteksi dini,
pencegahan dini, dan penanganan unjuk rasa / konflik horizontal.

Simulasi tanggap darurat dan sistem business continuity process (BCP) yang baik dan
teruji akan meminimalkan dampak jika terjadi gangguan terhadap Pemerintahan
Kabupaten Bekasi. Contohnya adalah adanya unjuk rasa dan mogok kerja yang
bertujuan ingin mengentikan operasional. Jika perusahaan mempunyai skenario BCP
yang baik maka jika terjadi unjuk rasa operasional tetap dapat berjalan. Strategi BCP
ini tentu harus dikuasai oleh Polri.

BAB III
UPAYA PEMECAHAN MASALAH

Untuk menghadapi ancaman unjuk rasa dan konflik horizontal pada Polres Metro Bekasi
maka perlu disiapkan rencana tanggap strategi. Rencana tersebut sebaiknya terdiri dari
mengetahui Karekteristik Unjuk Rasa dan Mempersiapkan Metode Penggalangan Intelijen.
8. Karakteristik Unjuk Rasa

Aksi penyampaian pendapat dimuka umum dalam bentuk unjuk rasa yang ada di Wilayah
Kabupaten Bekasi memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Aksi dilakukan dengan cara menutup jalan raya yang mengakibatkan kemacetan
panjang dan mengganggu situasi kamtibmas.
b. Pergeseran kelompok aksi ke Obvitnas dilakukan dengan arak-arakan kendaraan
bermotor biasanya R2 tanpa menggunakan kelengkapan standar berlalulintas (helm
dan kaca spion)
c. Para pengunjuk rasa tidak segan-segan melakukan pengrusakan, perlawanan terhadap
pengguna jalan dan objek unjuk rasa yang tidak mengindahkan keinginan pengunjuk
rasa.
d. Aksi dilakukan dengan metode bakar ban, menyandera kendaraan, menyandera
aparat, menutup jalan raya dan mengintimidasi sasaran aksi dengan kata-kata
maupun perbuatan melawan petugas keamanan. Penggerak aksi mempersiapkan
kemungkinan terburuk berupa kelengkapan ” perang ” seperti batu, busur, paporo
(senjata api rakitan) apabila menghadapi tindakan represif dari Polri.
e. Aksi unras dilakukan sebagai bentuk tekanan kepada objek untuk mendapatkan
”perhatian”.

9. Terhadap Metode intelijen


a. Penggalangan Intelijen pada prinsipnya dilakukan dalam bentuk operasi Intelijen,
bersifat tertutup, dilaksanakan berencana dan terarah namun pada pelaksanaannya
tidak mendapat dukungan anggaran operasi intelijen dan kurang terarah.
b. Operasi penggalangan yang mempunyai aspek taktis dan strategis belum mampu
mempengaruhi secara psikologis melalui ESTOM (emosi, sikap, tingkah laku, opini
dan motivasi) sasaran perorangan (jendral lapangan, koordinator lapangan) maupun
sasaran kelompok pelaku dan penggerak unjuk rasa.
c. Penggalangan terhadap sasaran perorangan dilakukan dengan tahap pendekatan,
mempengaruhi, mengarahkan dan mengendalikan serta pemanfaatan objek
penggalangan yang dilakukan secara terbuka.
d. Penggalangan terhadap sasaran kelompok dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
1) Penyusupan, sat intelkam belum mampu melakukan penyusupan kedalam
kelompok sasaran. Sehingga informasi yang didapat melalui sumber ke 2 dari
jaringan yang ada didalam kelompok.
2) Penceraiberaian, perbedaan pendapat antara kelompok yang pro dan kontra
unjuk rasa dijalanan belum mampu diarahkan dan dimanfaatkan oleh unit
penggalangan.
3) Pengingkaran, pengarahan, pengusut kesetiaan, penggeseran dan
penggabungan tidak dapat dilakukan dan kejadiannya didalam kelompok
tidak dapat dimanfaatkan karena tidak dilakukan tahap penyusupan.
2) Minimnya penggunaan taktik penggalangan yang dilakukan yaitu melalui
pemberian hadiah dan pemanfaatan pemikiran para akademisi/kelompok
intelektual.
3) Polres belum memiliki unit penggalangan.

BAB IV
PENUTUP

9. Kesimpulan
Dalam hal mewujudkan unjuk rasa yang tertib, penyelenggaraan penggalangan intelijen
perlu dioptimalkan. Melalui penggalangan diharapkan mampu membuat, menciptakan,
mengubah suatu kondisi dalam masyarakat sehingga mencapai keadaan yang
menguntungkan terhadap pelaksanaan tugas pokok Polri memelihara Kamtibmas.
Dalam pelaksanaannya optimalisasi penyelenggaraan intelijen masih mengalami persoalan
yaitu :

a. Masih maraknya unjuk rasa menjadi salah satu indikator bahwa pelaksanaan
penggalangan dengan sasaran perorangan dan kelompok yang sering melakukan unjuk
rasa belum optimal. Hal itu disebabkan karena masih banyaknya kelompok pengunjuk
rasa, karakteristik pengunjuk rasa yang keras, dan lemahnya pembinaan kepada para
pengunjuk rasa. Upaya yang dilakukan adalah melakukan pendataan dan pemetaan
sasaran perorangan maupun kelompok pengunjuk rasa, membina dan menguji jaringan
informasi, melakukan operasi penggalangan, mengoptimalkan profesionalisme
penegak hukum, dan bekerjasama dengan pengemban tugas intelijen negara lainnya.
b. Metode penggalangan yang dilakukan belum terencana dan terarah dengan baik,
penggalangan dengan sasaran orang dilaksanakan secara terbuka, kemampuan
penyusupan belum ada, taktik penggalangan yang minim. Upaya yang dilakukan
adalah memperkuat basis data tentang sasaran penggalangan, membentuk unit
penggalangan, mengalokasikan anggaran penggalangan, mempertajam dan membina
jaringan informasi.
c. Kemampuan SDM melakukan penggalangan, kemampuan SDM Sat Intelkam Polres
Metro Bekasi dalam melakukan penggalangan terhadap orang maupun kelompok
pengunjuk rasa belum optimal, hal itu disebabkan kurangnya keterampilan,
pengetahuan dan kemampuan memecahkan masalah. Upaya yang dilakukan adalah
memberikan kursus, pelatihan tentang teknik dan taktik penggalangan serta
memanfaatkan media massa, dan pengaruh orang dalam mempengaruhi, menggerakkan
dan mengendalikan sasaran.
d. Terbitnya PP 78 tahun 2015 tidak serta merta membuat masalah selesai. Meski pihak
Pekerja/Buruh menolak PP ini tetapi semua menghormati aturan baru tersebut. Tidak
menyenangkan semua pihak memang, tapi paling tidak ada kepastian angka UMK
setiap tahunnya. Namun penetapan UMSK justru makin membingungkan. Kajian
sektor unggulan yang menjadi dasar usulan Depekab kepada asosiasi Pekerja/Buruh
dan asosiasi Pengusaha pada sektor ternyata tidak bisa memuaskan semua pihak.
Masing-masing mencoba mengusulkan kajian masing masing dan menolak kajian
pihak lain. Unsur Pemerintah dalam Depekab yang menjadi fasilitatorpun telah
mencoba melakukan kajian dengan membentuk tim independen dan melibatkan
serikat Pekerja/Buruh dan asosiasi Pengusaha, namun hasilnya juga belum bisa
diterima oleh kedua unsur. Ini artinya penyelesaian penetapan UMSK masih akan
menemui jalan terjal. Namun demikian budaya Indonesia yang selalu menjunjung
tinggi musyawarah dan mufakat justru begitu menonjol. Ujung dari semua kajian
adalah kesepakatan antara asosiasi Pekerja/Buruh dan asosiasi Pengusaha pada sektor
yang akan menjadi unggulan tersebut adalah kuncinya.

Rekomendasi

Hal terbaik yang bisa dilakukan oleh Polres Metro Bekasi adalah menyiapkan diri dengan
memperkecil kerentanan dan mempersiapkan langkah strategi untuk mencegah,
menghadapi, dan memulihkan situasi.

0
1

Anda mungkin juga menyukai