DISUSUN OLEH:
FINA ARFAH SOBARNA
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang timbul, maka rumusan masalah yang timbul adalah
sebagai berikut :
1.2.1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem pernapasan?
1.2.2. Bagaimana etiologi pada pasien Tuberkulosis ?
1.2.3. Bagaimana Manifestasi klinik pada pasien Tuberkulosis?
1.2.4. Bagaimana proses patologi pada pasien Tuberkulosis?
1.2.5. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik pada pasien Tuberkulosis?
1.2.6. Bagaimana Penatalaksanaan TB?
1.2.7. Bagaimana Edukasi pada pasien Tuberculosis paru?
1.2.8. Bagaimana komplikasi pada pasien TB?
1.2.9. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pasien dengan Tuberculosis Paru?
3
1.4. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada makalah ini adalah:
BAB I Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan
Sistematika Penulisan
BAB II Tinjauan Teori
BAB III Pembahasan
BAB IV Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
bagian sebelah kanan bentuknya lebih lebar, pendek serta lebih lurus, sedangkan bronkus
bagian sebelah kiri memiliki ukuran lebih besar yang panjangnya sekitar 5cm. Jika dilihat dari
asalnya bronkus dibagi menjadi dua, yaitu bronkus premier dan bronkus sekunder.
3. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan bagian dari percabangan saluran udara dari bronkus. Letaknya
tepat di ujung bronkus. Bronkiolus mempunyai diameter kurang lebih 1mm atau bisa lebih
kecil. Bronkiolus berfungsi untuk menghantarkan udara dari bronkus masuk menuju ke
alveoli serta juga sebagai pengontrol jumlah udara yang akan nantinya akan di distribusikan
melalui paru-paru oleh konstriksi dan dilatasi
4. Alveolus
Alveolus merupakan kantung kecil yang terletak di dalam paru-paru yang
memungkinkan oksigen dan karbondioksida untuk bisa bergerak di antara paru-paru dan
aliran darah. Di dalam tubuh manusia terdapat kurang lebih hampir 300 juta alveoli untuk
menyerap oksigen yang berasal dari udara. Alveolus berfungsi untuk pertukaran karbon
dioksida (CO2) dengan oksigen (O2).
5. Pleura
Pleura adalah selaput yang fungsinya membungkus paru-paru serta melindungi paru-
paru dari gesekan-gesekan yang ada selama proses terjadinya respirasi. Ada dua lapisan pada
Pleura paru-paru manusia diantarnya adalah:
a. Pleura visceral adalah bagian dalam yang membungkus langsung paru
b. Pleura parietal adalah pleura bagian luar yang menempel di rongga dada.
2.1.2 Fisiologi Paru
Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran gas antara darah dan atmosfer dengan tujuan
untuk menyuplai oksigen bagi jaringan dan mengeluargkan karbondioksida. Pertukaran gas
melalui beberapa proses udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit yaitu bronkus dan bronkiolus yang merupakan cabang dari trakea atau
tenggorokan. Udara tersebut menuju ke alveolus yang merupakan gelembung udara tempat
pertukaran antara oksigen dan karbondioksida (Mc. Ardle, 2006). Terdapat empat mekanisme
kerja paru-paru, antara lain sebagai berikut :
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
d. Pengaturan ventilasi (Guyton, 2007).
6
2.2 Definisi Penyakit
Pengertian, Klasifikasi dan Jenis Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang terutama menyerang parenkim paru-
paru. Ini juga dapat ditularkan ke bagian lain dari tubuh, termasuk meninge, tulang ginjal, dan
kelenjar getah bening. Agen infeksi utama, M. tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam
yang tumbuh perlahan dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. Mycobacterium bovis
dan Mycobacterium avium jarang dikaitkan dengan pengembangan infeksi TB. (Smeltzer,
2010).
TBC paru (TB) adalah penyakit infeksi bakteri yang terutama disebabkan oleh M.
tuberculosis. TB pada dasarnya memengaruhi paru-paru, tetapi juga dapat memengaruhi
ginjal dan organ lain (Timby, 2010)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis Paru adalah penyakit
infeksi menular yang menyerang paru – paru dan dapat mempengaruhi bagian lain tubuh
seperti ginjal, meninge dan kelenjar getah bening.
Klasifikasi TB didasarkan pada riwayat klien, pemeriksaan fisik, tes kulit, rontgen dada,
dan tes mikrobiologis. American Thoracic Society mengklasifikasikan TB dengan cara yang
sistematis untuk memantau epidemiologi dan pengobatan. Klasifikasi adalah sebagai berikut
(Smeltzer et al.,2010) :
1. Kelas 0: tidak ada paparan; tidak ada infeksi
2. Kelas 1: paparan; tidak ada bukti infeksi
3. Kelas 2: infeksi laten; tidak ada penyakit (mis., PPD positif reaksi tetapi tidak ada bukti
klinis TB aktif)
4. Kelas 3: penyakit; aktif secara klinis
5. Kelas 4: penyakit; tidak aktif secara klinis
6. Kelas 5: penyakit yang dicurigai; diagnosis tertunda
TB ditandai oleh beberapa tahap infeksi awal (atau TB primer), latensi, dan potensial
untuk kambuh setelah penyakit primer (disebut TB sekunder). Basil mungkin tetap tidak aktif
selama bertahun-tahun dan kemudian aktif kembali, menghasilkan gejala klinis TB.
1. TB primer;
Seseorang yang belum pernah terinfeksi atau diimunisasi sebelumnya disebut TBC
primer atau kompleks Ghon atau TBC masa kanak-kanak. Kompleks primer atau kompleks
Ghon adalah lesi yang diproduksi di jaringan portal masuk dengan fokus pada pembuluh
limfatik yang mengering dan kelenjar getah bening. Jaringan yang paling umum terlibat untuk
7
kompleks primer adalah paru-paru dan kelenjar getah bening. TB primer memiliki salah satu
dari gejala sisa yaitu lesi-lesi TB primer pada paru-paru umumnya tidak berkembang tetapi
malah sembuh dengan fibrosis, dan pada saatnya menjalani kalsifikasi dan bahkan osifikasi.
8
2. TB sekunder
Seseorang yang sebelumnya telah terinfeksi atau peka disebut sekunder, atau pasca-
primer atau infeksi ulang, atau TB kronis. Infeksi dapat diperoleh dari :
Sumber endogen seperti reaktivasi kompleks primer yang tidak aktif; atau sumber
eksogen seperti dosis baru infeksi ulang oleh basil tuberkel. TB sekunder paling sering terjadi
di paru-paru di daerah apex. Situs dan jaringan lain yang dapat terlibat adalah amandel, faring,
laring, usus kecil, dan kulit. Lesi pada tuberkulosis paru sekunder biasanya dimulai dengan 1-
2 cm area apikal paru-paru, yang pada waktunya dapat mengembangkan area kecil nekrosis
kaseisasi sentral dan fibrosis perifer. Ini terjadi dengan penyebaran infeksi hematogen dari
kompleks primer ke puncak paru yang terkena di mana tekanan oksigen tinggi dan
menguntungkan untuk pertumbuhan basil tuberkel aerobik.
2.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak
(lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut bakteri
tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat
bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini, kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob, sifat ini menunjukkan bahwa
9
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini, tekanan
oksigen pada bagian apikal paru – paru lebih tinggi dari bagian lain sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. (Sudoyo, 2009)
2.4 Manifestasi klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam – macam atau malah
banyak pasien ditemukan tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Sebagian
besar pasien mengalami demam ringan, batuk, keringat malam, kelelahan, dan penurunan
berat badan. Batuk mungkin tidak produktif, atau dahak mukopurulen dapat dikeluarkan.
Hemoptisis juga dapat terjadi. Baik gejala sistemik dan paru kronis dan mungkin telah hadir
selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. (Smeltzer., 2016).
Menurut Sudoyo (2009) keluhan terbanyak pasien dengan tuberkulosis antara lain :
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang – kadang panas di
badan dapat mencapai 40 – 41℃. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Kedaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
2. Batuk darah/Hemoptisis
Gejala ini banyak ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk – produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu – minggu atau berbulan –
bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan
yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas/rongga paru, tetapi dapat
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah meliputi setengah
bagian paru – paru. Alveoli yang terinfeksi mengalami perubahan struktur jaringan
sehingga mengubah kemampuan elastisitas dan distensibilitas paru, sehingga
memengaruhi aliran keluar – masuk gas. Aliran gas yang tidak adekuat menstimulasi
tubuh untuk mengkompensasi pemenuhan kebutuhan tersebut dengan upaya
10
meningkatkan frekuensi pernapasan. Pada kasus ini, klien juga digambarkan mengalami
masalah efusi pleura dextra. Cairan efusi pleura menyebabkan ruang paru menjadi
menyempit sehingga volume paru menjadi berkurang. Akibat kondisi demikian, napas
klien menjadi sesak.
4. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik nafas.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, tidak nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang,
nyeri otot, keringat malam dan lain – lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
2.5 Patofisiologi
TB dimulai ketika orang yang rentan menghirup mikobakteri dan menjadi terinfeksi.
Bakteri ditularkan melalui saluran udara ke alveoli, tempat mereka disimpan dan mulai
berkembang biak. Basil juga diangkut melalui sistem getah bening dan aliran darah ke bagian
lain dari tubuh (ginjal, tulang, korteks serebral) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Sistem kekebalan tubuh merespons dengan memulai reaksi peradangan. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri, dan limfosit TB spesifik (menghancurkan) basil dan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini menghasilkan akumulasi eksudat di alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 hingga 10 minggu setelah
paparan. Granuloma, massa jaringan baru basil hidup dan mati, dikelilingi oleh makrofag,
yang membentuk dinding pelindung. Mereka kemudian ditransformasikan menjadi massa
jaringan berserat, bagian tengahnya disebut Ghon tubercle. Bahan (bakteri dan makrofag)
menjadi nekrotik, membentuk massa. Massa ini bisa menjadi kalsifikasi dan membentuk
bekas luka kolagen. Pada titik ini, bakteri menjadi tidak aktif, dan tidak ada perkembangan
lebih lanjut dari penyakit aktif. Setelah pajanan awal dan infeksi, penyakit aktif dapat
berkembang karena respons sistem imun yang lemah atau tidak memadai.
Penyakit aktif juga dapat terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri aktif. Dalam
kasus ini, tuberkulum Ghon akan mengalami ulserasi, melepaskan bahan cheesy ke dalam
bronkus. Bakteri kemudian udara, menyebabkan penyebaran penyakit lebih lanjut. Kemudian
tuberkel yang mengalami ulserasi menyembuhkan dan membentuk jaringan parut. Hal ini
11
menyebabkan paru-paru yang terinfeksi menjadi lebih meradang, menghasilkan
perkembangan bronkopneumonia dan pembentukan tuberkel lebih lanjut. Kecuali jika proses
ini ditangkap, ia menyebar perlahan ke bawah ke hilus paru-paru dan kemudian meluas ke
lobus yang berdekatan.
Proses dapat diperpanjang dan ditandai dengan remisi panjang ketika penyakit ini
ditangkap, diikuti oleh periode aktivitas baru. Sekitar 10% orang yang awalnya terinfeksi
mengembangkan penyakit aktif. Beberapa orang mengembangkan TB reaktivasi (juga disebut
TB tipe dewasa). Jenis TB ini dihasilkan dari gangguan pertahanan tuan rumah. Ini paling
sering terjadi di paru-paru, biasanya di segmen apikal atau posterior lobus atas atau segmen
superior lobus bawah.
12
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) (Kementrian Kesehatan RI,
2015).
Laboratorium Mikroskopis merupakan penunjang utama untuk tata laksana pasien
Tuberkulosis. Ketersediaan perangkat laboratorium mikroskopis tidak dapat dipisahkan dalam
memberikan pelayanan tata laksana pasien TB selain obat anti tuberkulosis (OAT). Faktor-
faktor yang mempengaruhi pemeriksaan dahak mikroskopis TB adalah faktor di dalam
laboratorium (pembuatan sediaan, pembacaan sediaan, pencatatan dan pelaporan) dan faktor
di luar laboratorium (pasien, petugas kesehatan, pengambilan sampel, pengadaan logistik,
pengelola program) seperti tampak pada bagan di bawah ini.
Pemeriksaan Radiologik
13
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi ialah foto lateral,
top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto
toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto
toraks bila:
a. Curiga adanya komplikasi (misal: efusi pleura, pneumotoraks).
b. Hemoptisis berulang atau berat.
c. Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +
Interpretasi hasil foto toraks yang diduga TB aktif :
a. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru.
b. Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular.
c. Bayangan bercak milier.
d. Efusi Pleura.
Interpretasi hasil foto toraks yang diduga TB inaktif :
a. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau segmen
superior lobus bawah.
b. Kalsifikasi & penebalan pleura.
14
2.7 Penatalaksanaan TB Paru
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Obat-obatan yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: Rifampisin (R), Isoniazid (H),
Pirazinamid (Z), Streptomisin (S), Etambutol (E)
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination). Kombinasi dosis tetap ini terdiri
dari:
a. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75
mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg.
b. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75
mg dan pirazinamid. 400 mg.
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin, Kuinolon dan obat lain masih dalam
penelitian; makrolid, amoksilin + asam klavulanat. d. Derivat rifampisin dan INH.
15
Tabel Efek Samping berat dari OAT
16
amiloidosis, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan
kavitas TB.
2.10 Asuhan Keperawatan Pasien dengan Tuberculosis Paru.
A. Pengkajian
1) Informasi yang harus dikumpulkan dalam pengkajian sistem respirasi adalah :
• Riwayat kesehatan umum, perkembangan gejala dan riwayat sosial klien
• Penurunn atau kenaikan berat badan
• Berkeringat di malam hari
• Demam
• Refluks
• Edema
• Kecemasan / depresi
• Warna kulit, kuku, bibir
• Tingkat kesadaran
• Laju pernapasan, upaya dan bunyi
• Kemampuan untuk berbicara dan penggunaan otot tambahan
• Batuk
• Tindakan fisiologis fungsi pernapasan
• Laju pernapasan, upaya dan kualitas, kedalaman, dan ritme pernapasan harus
dinilai bersama dengan mengamati warna dan pergerakan dada pasien
• Dispnea, atau kesulitan bernafas, umum terjadi pada banyak gangguan
pernapasan.
2) Asesmen keperawatan harus termasuk pertanyaan berikut, yang akan
memberikan garis besar komprehensif kondisi pasien.
• Apakah sesak napas episodik atau persisten?
• Apakah ini terkait dengan perubahan musiman, paparan iritasi lingkungan,
kecemasan, emosi?
• Apakah ini terkait dengan gejala lain: batuk / mengi / stridor?
• Apakah itu terjadi saat istirahat atau saat aktivitas? Apakah ada dispnea
nokturnal? Atau ortopnoea?
• Apa toleransi latihan? Misalnya, bagaimana pengaruhnya terhadap aktivitas
sehari-hari seperti mencuci, berpakaian atau berjalan?
• Apakah ini berhubungan dengan kelelahan kronis?
17
• Bagaimana dyspnoea memengaruhi kegiatan sosial dengan keluarga dan
teman?
• Apakah dyspnoea membuat pasien merasa cemas atau tertekan?
• Apa persepsi pasien tentang keparahan dyspnoea mereka?
3) Kehadiran, sifat dan pemicu (akut atau kronis) batuk harus dinilai Batukdapat
dikategorikan sebagai paroxysmal, menggonggong, meretas, kasar atau serak, dan
juga dapat diklasifikasikan sebagai efektif atau tidak efektif, dan kering atau
produktif.
4) Hemoptisis mengacu pada batuk darah atau dahak berdarah. Ini terkait dengan
kanker paru-paru, pneumonia, kelainan pembuluh darah paru, emboli paru, TB,
bronkiektasis, epistaksis, batuk kuat dan penyakit jantung. Ini juga dapat terjadi
sebagai akibat dari penggunaan antikoagulan. Itu jumlah yang diproduksi dinilai
dengan menggunakan istilah seperti 'sendok teh', 'sendok makan' dan 'cangkir'.
5) Nyeri dada dengan asal pernapasan mungkin berhubungan dengan batuk yang
menyakitkan, radang pleura, paru-paru emboli atau kanker paru-paru. Mungkin
persisten, kusam dan pegal, yang berhubungan dengan paru-paru kanker, atau
tajam dan menusuk, seperti peradangan pleura dan emboli paru. Nyeri pleuritik
adalah biasanya terasa pada inspirasi dan sering mengakibatkan klien hanya
mengambil napas pendek, yang akan mengarah untuk memperburuk peradangan
pleura dan infeksi saluran pernapasan terkait. Rasa sakitnya mungkin
muskuloskeletal berasal, tajam atau kusam, dan mungkin merupakan hasil dari
cedera traumatis.
6) Bunyi napas merupakan bagian penting dari penilaian pernapasan dan biasanya
dinilai oleh tim. Sangat penting untuk menilai kesehatan umum pasien dan
mencari tanda-tanda pernapasan yang tidak berhubungan dengan pernapasan
penyakit :
• Jari tabuh ditemukan di mana ada hipoksia persisten, seperti pada penyakit
pernapasan kronis dan kanker paru-paru.
• Tremor dikaitkan dengan penggunaan salbutamol, yang juga menyebabkan
takikardia dan aritmia jantung. Mengepakkan pergelangan tangan ketika
lengan direntangkan merupakan indikasi retensi karbon dioksida. Kulit dan
tangan yang hangat dan merah dengan denyut nadi dan sakit kepala juga
merupakan indikasi hiperkapnia.
18
• Edema lubang di area-area yang tergantung, seperti pergelangan kaki,
sakrum, dan lengan bawah, berhubungan dengan gagal jantung.
7) Sangat penting untuk memeriksa apakah pasien merokok dan menilai riwayat
merokok mereka, termasuk mereka paparan merokok pasif. Upaya sebelumnya
untuk berhenti merokok harus digali, dan tingkat keberhasilan serta fasilitator dan
hambatan harus diidentifikasi
8) Tentukan apakah pasien menerima obat atau perawatan apa pun, termasuk oksigen
dan noninvasif ventilasi (NIV). Perhatikan obat, dosis, frekuensi, efektifitas dan
efek samping jika ada. Pengetahuan pasien sangat penting untuk memastikan
bahwa pasien kompeten untuk mengelola obat-obatan mereka, menyesuaikan
dosis dan obat-obatan sesuai kebutuhan sehingga mereka dapat mengelola kondisi
mereka Penggunaan oksigen harus dinilai sehubungan dengan jumlah dan
lamanya penggunaan. Menilai teknik pasien ketika menggunakan inhaler atau
persiapan nebuliser sangat penting untuk memaksimalkan manfaat perawatan.
Pengujian sistem pernapasan
1) Peak expiratory flow (PEF) mengukur aliran ekspirasi maksimum setelah
ekspirasi paksa.
2) Pulse oximetry untuk melihat perkiraan saturasi oksigen.
3) Spirometri digunakan untuk mendiagnosis pasien serta memantau perkembangan
penyakit dan respons terhadap obat. Ukuran termasuk volume ekspirasi paksa
dalam 1 detik (FEV1), kapasitas vital paksa (FVC), kapasitas paru-paru dan rasio
FEV1 / FVC, yang merupakan ukuran jumlah udara di paru-paru penuh yang
dimilikinya telah kedaluwarsa setelah 1 detik.
4) Pengujian reversibilitas dengan bronkodilator atau kortikosteroid dapat digunakan
untuk menentukan reversibilitas obstruksi aliran udara yang biasanya terlihat
pada asma
5) Jika ada indikasi infeksi saluran pernapasan, dahak dikirim untuk kultur dan
sensitivitas (C & S) sehingga antibiotik yang tepat bisa diresepkan.
6) Pemeriksaan radiologis digunakan untuk diagnosis dan pemantauan. Termasuk
rontgen dada, CT dan pencitraan resonansi magnetik
7) Bronkoskopi digunakan untuk memvisualisasikan paru-paru secara langsung.
Kamera fibreoptik diteruskan ke pasien trakea dan paru-paru, dan paru-paru
19
kemudian dapat dinilai untuk tanda-tanda penyakit paru-paru. Sampel dapat
diambil untuk pemeriksaan histologis dan sitologi.
8) Darah arteri diambil untuk mengukur PaO2, PaCO2 dan pH. Nilai Analisa Gas
Darah (AGD) menunjukkan tingkat fungsi paru-paru dan digunakan untuk
mendiagnosis, menilai, dan memantau pasien sakit kritis. AGD abnormal dapat
menunjukkan asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik, asidosis metabolik dan
alkalosis metabolik.
PARAMETER AGD NILAI NORMAL
7,35 – 7,45
2 12 – 14
PaCO2 4,6 – 6,0
2 > 95 %
9) Pengujian tusukan kulit digunakan untuk menguji alergi spesifik pada asma atau
rinitis. Berbagai alergen potensial diuji, misalnya tungau debu rumah, bulu
binatang dan serbuk sari rumput.
10) Pasien dengan penyakit paru lanjut mungkin kurang berat sebagai akibat dari
peningkatan pengeluaran energi terkait dengan dyspnoea, dan berkurangnya
toleransi untuk makan dari perut yang penuh menekan diafragma. Indeks massa
tubuh rendah (BMI) dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian pada pasien
dengan penyakit pernapasan lanjut, sementara pasien dengan BMI tinggi
umumnya mengalami penurunan toleransi olahraga dan peningkatan dyspnoea.
Saran diet dan rujukan ke ahli diet disarankan bagi mereka yang menderita BMI
abnormal.
20
preventif.
Adapun dalam buku saku diagnosis keperawatan NANDA tahun 2012 , diagnosa
keperawatan yang dapat muncul yaitu:
1. Intoleransi aktivitas
Faktor yang berhubungan : Dispnea, kelemahan dan keletihan, ketidakadekuatan
oksigenisasi, ansietas, dan insomnia
2. Pembersihan jalan napas, ketidakefektifan
Faktor yang berhubungan: Obstruksi trankebronkial, sekresi, yang berlebihan dan
menetap, batuk tidak efektif sekunder akibat penurunan energy dan keletihan.
3. Ansietas
Faktor yang berhubungan: Dispnea, ketakutan terhadap asfiksia, berhenti merokok
4. Ketegangan peran pemberi asuhan
Faktor yang berhubungan: keparahan penyakit penerima asuhan, proses penyakit
penerima asuhan, proses enyakit yang tidak dapat diprediksikan, banyaknya dan
lama pemberian ashuhan yang dibutuhkan, lingkungan fisik tidak adekuat untuk
memberikan asuhan, kurang istirahat dan rekreasi bagi pemberi asuhan
5. Komunikasi verbal, hambatan
Faktor yang berhubungan dengan: dyspnea
6. Koping, ketidakefektian
Faktor yang berhubungan: pribadi yang rentan terhadap,situasi krisis (misalnya,
penurunan kesehatan), sulit berhenti merokok
7. Proses keluarga, gangguan
Faktor yang berhubungan: perubahan dalam peran atau struktur keluarga,
hospitalisasi atau perubahan lingkungan, penyakit kronis.
8. Ketakutan
Ansietas
9. Kekurangan volume cairan
Faktor yang berhubungan dengan: ketidakadekuatan asupan cairan sekunder akibat
sulit bernapas, kehilangan cairan sekunder akibat demam dan disaforesis.
10. Pemeliharaan kesehatan, ketidaefektifan
21
11. Pemeliharaan rumah, gangguan
Faktor yang berhubungan: keletihan, intoleransi aktivitas, dan kurang dukungan
social
12. Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakseimbangan
Faktor yang berhubungan: kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, penurunan
energy, dipsnea.
13. Ketidakberdayaan
Faktor yang berhubungan: program penanganan, penyakit kronis, perubahan gaya
hidup, kehilangan kendali (misalnya “sudah terlambat” untuk meningkatkan fungsi
paru.
14. Defisit perawatan diri (sebutkan)
Faktor yang berhubungan: penurunan kekuatan dan ketahanan, intoleran aktivitas.
15. Disfungsi seksual / pola seksualitas, ketidaefektifan
Faktor yang berhubungan dengan: dyspnea, kurang energy, dan perybahan
hubungan
16. Insomnia
Faktor yang berhubungan: ansietas, program medis (misalnya, penaganan paru),
ketidamampuan untuk mengambil posisi tidur yang biasa dilakukan karena
dyspnea, lingkungan rumah sakit yang tidak familiar, batuk.
17. Respons penyapihan ventilator, disfungsi
Faktor yang berhubungan: ketidakefektifan bersihan jalan napas, persepsi pasien
tentang ketidakcakapan untuk penyapihan, ketakutan terhadapa asfiksia, kurang
motivasi, asietas, ketidaktepatan lajuenurunan dukungan ventilator, riwayat
ketergantungan terhadap ventilator lebih dari satu minggu, riwayat berbagai usaha
penyapihan yang tidak berhasil.
22
C. Intervensi Keperawatan Pada Pasien dengan TB Paru :
NO Diagnosa Tujuan Dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :
Definisi : Ketidakmampuan untuk Respiratory status : Ventilation Airway suction
membersihkan sekresi atau obstruksi Respiratory status : Airway Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
dari saluran pernafasan untuk patency Aspiration Control Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
mempertahankan kebersihan jalan Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
nafas. Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan.
Kriteria Hasil : Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi
Batasan Karakteristik : Mendemonstrasikan batuk efektif suction nasotrakeal
Dispneu, Penurunan suara nafas dan suara nafas yang bersih, tidak Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
Orthopneu ada sianosis dan dyspneu Anjurkan klien untuk istirahat dan napas dalam setelah
Cyanosis (mampu mengeluarkan sputum, kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
Kelainan suara nafas (rales, mampu bernafas dengan mudah, Monitor status oksigen klien
wheezing) tidak ada pursed lips) Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
Kesulitan berbicara Menunjukkan jalan nafas Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien
yang paten (klien tidak merasa menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
tercekik, irama nafas, frekuensi
Mata melebar
pernafasan dalam rentang Airway Management
Produksi sputum
23
Gelisah normal, tidak ada suara nafas Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
Perubahan frekuensi dan irama nafas abnormal) bila perlu
Mampu mengidentifikasikan dan Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Faktor-faktor yang berhubungan: mencegah factor yang dapat Identifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan nafas
Lingkungan : merokok, menghirup menghambat jalan nafas. buatan
Fisiologis : disfungsi neuromuskular, Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
24
2. Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
Definisi : Pertukaran udara inspirasi Respiratory status : Ventilation Respiratory Airway Management
dan/atau ekspirasi tidak adekuat status : Airway patency Vital sign Status Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : nafas buatan
Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara Pasang mayo bila perlu
Penurunan pertukaran udara per menit nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Menggunakan otot pernafasan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
tambahan mampu bernafas dengan mudah, tidak ada Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Dyspnea pursed lips) tambahan
Orthopnea Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien Lakukan suction pada mayo
Perubahan penyimpangan dada tidak merasa tercekik, irama nafas, Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Nafas pendek frekuensi pernafasan dalam rentang normal, keseimbangan.
Assumption of 3-point position tidak ada suara nafas abnormal) Monitor respirasi dan status O2
Pernafasan pursed-lip Tanda Tanda vital dalam rentang normal Kolaborasi dalam pemberian bronkodilator
Tahap ekspirasi berlangsung sangat (tekanan darah, nadi, pernafasan) Terapi Oksigen
lama Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
25
Peningkatan diameter anterior- Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
posterior Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
Pernafasan rata-rata/minimal Bayi : < oksigenasi
25 atau > 60 Usia 1-4 : < 20 atau > 30 Vital sign Monitoring
Usia 5-14 : < 14 atau > 25 Usia > 14 : Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
< 11 atau > 24 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Kedalaman pernafasan Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk,
Dewasa volume tidalnya 500 ml saat atau berdiri
istirahat Auskultasi TD pada kedua lengan dan
Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg bandingkan
Timing rasio Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
Penurunan kapasitas vital setelah aktivitas
Faktor yang berhubungan : Monitor kualitas dari nadi
Hiperventilasi Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Deformitas tulang Monitor suara paru
Kelainan bentuk dinding dada Monitor pola pernapasan abnormal
Penurunan energi/kelelahan Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Perusakan/pelemahan Monitor sianosis perifer
muskulo-skeletal Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
Posisi tubuh melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Kelelahan otot pernafasan Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
26
Hipoventilasi sindrom
Kecemasan
27
Dilaporkan atau fakta adanya yang dibutuhkan
kekurangan makanan
Dilaporkan adanya perubahan sensasi Nutrition Monitoring
rasa BB dalam batas normal
Perasaan ketidakmampuan untuk Monitor adanya penurunan berat badan
mengunyah makanan Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
Kehilangan BB dengan makanan dilakukan
cukup Monitor interaksi anak atau orangtua selama
Keengganan untuk makan makan
Kram pada abdomen Monitor lingkungan selama makan
Tonus otot jelek Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
Nyeri abdominal dengan atau tanpa jam makan
patologi Monitor turgor kulit
Kurang berminat terhadap makanan Monitor mual dan muntah
Pembuluh darah kapiler mulai rapuh Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
Diare dan atau steatorrhea kadar Ht
Suara usus hiperaktif Monitor makanan kesukaan
Kurangnya informasi, misinformasi Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
Faktor-faktor yang berhubungan : jaringan konjungtiva
Ketidakmampuan pemasukan atau Monitor kalori dan intake nuntrisi
mencerna makanan atau Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
28
mengabsorpsi zat-zat gizi lidah dan cavitas oral
berhubungan dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
29
Resah mengurangi kecemasan
Ketakutan
Sedih
Fokus pada diri
Kekhawatiran
Cemas
30
sumber informasi. yang akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
31
D. Pelaksanaan
Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan (Hidayat, 2004). Dalam tahap ini
perawat harus mengetahui berbagai hal seperti bahaya fisik dan perlindungan pada
klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosesdur tindakan, pemahaman tentang
hak-hak pasien serta memahami tingkat perkembangan pasien. Pelaksanaan mencakup
melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari hari. Setelah
dilakukan, validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan tehnik
intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan
fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan
pelaporan (Nursalam, 2008).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak
(Hidayat ,2004). Evaluasi yang digunakan mencakup 2 bagian yaitu evaluasi formatif
yang disebut juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang
dilaksanakan secara terus menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan. Sedangkan
evaluasi sumatif yang disebut juga evaluasi akhir adalah evaluasi tindakan secara
keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan dan menggambarkan
perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bentuk evaluasi ini
lazimnya menggunakan format “SOAP”. Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan
kembali umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan
keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya
(Nursalam2008).
32
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Kasus
Seorang laki laki berusia 44 tahun dirawat di ruang Intensive Care Unit dengan
keluhan sesak napas dan batuk berdahak yang tidak sembuh-sembuh sejak 3 minggu
yang lalu, penurunan berat badan, berkeringat di malam hari serta demam hilang timbul.
Dari hasil pengkajian didapatkan 1 tahun yang lalu klien pernah mendapat pengobatan
TB, tetapi setelah 3 bulan pengobatan ia tidak lagi minum obat karena sudah tidak batuk
lagi.
Klien merupakan seorang kepala rumah tangga yang tinggal bersama keluarganya
(istri dan anak) di daerah padat penduduk. Pada pemeriksaan fisik saat ini didapatkan
frekuensi napas 30 kali/menit, frekuensi nadi 102 kali/mnt, TD 100/60 mmHg, ronkhi
(+), sputum hijau kental (+), BB 50 kg dengan TB 170 cm, klien tampak lemah,
kesadaran compos mentis dan terpasang ventilator dengan mode Simv PC 14 rr 15 peep
8 fio2 70%. Klien tampak terpasang infus Kabiven 1440 cc/24 jam, donutamin 5
mcq/menit, norepineprin 0,3 mcq, dan fentanyl 25 mcq. Hasil rontgen thoraks
didapatkan infiltrasi di paru kanan.
Analisa Kasus
- Klien seorang laki laki berusia 44 tahun
- Klien sesak napas
- Klien batuk tidak sembuh sembuh sejak 3 minggu
- Klien berkeringat di malam hari
- Klien demam hilang timbul
- Klien tampak lemah
- Kesadaran compos mentis
- ronkhi (+), sputum hijau kental (+)
- Terpasang ventilator dengan mode Simv PC 14 rr 15 peep 8 fio2 70%
- Riwayat penyakit klien 1 tahun yang lalu klien mendapat pengobatan TB
- Riwayat pengobatan TB 3 bulan
- Pemeriksaan fisik : TD 100/60 mmHg, Nadi 102 x/mnt, RR 30x/mnt BB 50 kg,
TB 170 cm
- Klien tampak terpasang infus Kabiven 1440 cc/24 jam, donutamin 5 mcq/menit,
norepineprin 0,3 mcq
33
- Hasil rontgen thoraks didapatkan infiltrasi di paru kanan
Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1. DS :
(terintubasi) Ketidakefektifan Penumpukan sekret
DO : bersihan jalan napas yang tertahan
Pasien tampak lemah dijalan napas
Kesadaran compos mentis
Pasien tampak sesak
Rr 30x/menit
Terpasang ventilator dengan mode Simv
PC 14 rr 15 peep 8 fio2 70%.
ronkhi (+), sputum hijau kental (+).
TD 100/60 mmHg, Nadi 102 x/menit,
RR 30x/menit Sao2 91%
Hasil rontgen thoraks didapatkan
infiltrasi di paru kanan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
sekret yang tertahan dijalan napas.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dipsnea, peningkatan metabolisme tubuh
3. Intervensi Keperawatan.
N Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi (NIC)
o Keperawatan (NOC)
1. Ketidakefektifan 1. Status respirasi : kepatenan Manajemen Jalan Napas
bersihan jalan napas jalan napas. 1. Posisikan pasien untuk
a. RR dalam batas normal memaksimalkan ventilasi jika
b. Tidak ada dispneu tidak ada kontraindikasi
Ditandai dengan: 2. Dorong pasien untuk bernapas
a. Dispneu 2. Status respirasi : ventilasi dengan perlahan, tarik napas
35
b. Gangguan pada pola
a. RR dan Ritme pernapasan dalam, merubah posisi
napas dalam batas normal 3. Posisikan pasien pada posisi
c. Gangguan pada yang mengurangi sesak (posisi
frekuensi napas elevasi 35-40°).
d. RR 30x/menit 4. Auskultasi suara nafas sebelum
e. Ronkhi (+) dan sesudah suctioning
f. Hasil rontgen thoraks 5. Monitor status respirasi dan
infiltrasi di paru oksigenasi
dextra
Berhubungan dengan
infeksi
4. Implementasi
N Dx keperawatan Tanggal/jam Implementasi paraf
O
1. Bersihan jalan 07/10/2020 D: (terintubasi)
napas tidak efektif 08:30 A: Mengobservasi TTV
Memberikan pasien posisi semi fowler
Melakukan suction
Respon:
Pasien tampak posisi semifowler
Pasien tampak rileks
Jalan nafas bersih dari sekret
37
TTV : TD 110/70 mmHg, Nadi
82x/menit, RR 20x/menit, Suhu 37°C,
SpO2 98%
Respon :
Pasien tampak rileks
Area mulut dan ETT bersih
Suara ronkhi berkurang
Rr 24x/menit, Sao2 98%
Mode venti:
SIMV PC14 Rr 15 peep 8 fio2 70%
3. 10.00 D: (terintubasi)
Ketidakseimbangan
A:
nutrisi kurang dari
Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Respon :
Klien tampak tenang
38
Klien tidak memiliki riwayat alergi
makanan
Diit MC 6x200 cc per NGT
Respon :
Pasien tampak nyaman
Area mulut dan ETT bersih
Suara ronkhi berkurang
Rr 24x/menit, Sao2 97%
Mode venti:
SIMV PC14 Rr 15 peep 8 fio2 70%
3. 12.00
Ketidakseimbangan D : (terintubasi)
nutrisi kurang dari A:
39
kebutuhan tubuh Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Respon :
Klien tampak tenang
Kesadaran compos mentis
Hasil lab :
Hb :10,5
L : 9310
Tr : 285.000
Ht : 31,8
40
adanya suara nafas tambahan
Respon :
Pasien tampak nyaman
Area mulut dan ETT bersih
Suara ronkhi berkurang
Rr 24x/menit, Sao2 96%
Mode venti:
SIMV PC14 Rr 15 peep 8 fio2 80%
Respon :
Klien tampak tenang
Kesadaran compos mentis
NGT tidak produksi
Klien tampak terpasang infus Kabiven
1440 cc/24 jam
5. Evaluasi
No Hari/ Tanggal Evaluasi
1 Selasa S:
8/10/2020 (terintubasi)
14.00 O:
Pasien tampak rileks
Kesadaran compos mentis
Ronkhi berkurang
Posisi pasien semifowler
Mode venti SIMV 14 rr 15 peep 8 fio2 70%
41
TD : 123/78 mmhg, Nadi 78x/menit
Suhu 37°C dan RR : 18x/menit Sao2 97%
Klien tampak terpasang infus Kabiven 1440 cc/24 jam
A : Masalah belum teratasi
Dx 1,2,3
P : Lanjutkan intervensi
Observasi jalan nafas
Follow up hasil sputum
Monitor TTV
42
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Respirasi merupakan aktifitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sel-
sel tubuh memperoleh energi yang mereka butuhkan dari oksidasi karbohidrat, lemak,
dan protein. Seperti halnya semua jenis pembakaran, proses ini membutuhkan oksigen.
Jaringan vital tertentu, seperti otak dan jantung, tidak dapat bertahan lama tanpa
pasokan oksigen terus menerus. Namun, sebagai akibat dari oksidasi dalam jaringan
tubuh, karbon dioksida diproduksi dan harus dikeluarkan dari sel untuk mencegah
penumpukan produk limbah asam. Sistem pernapasan melakukan fungsi ini dengan
memfasilitasi proses yang menopang kehidupan seperti transportasi oksigen, respirasi
dan ventilasi, dan pertukaran gas.
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang terutama menyerang parenkim
paru-paru. Ini juga dapat ditularkan ke bagian lain dari tubuh, termasuk meninge, tulang
ginjal, dan kelenjar getah bening. Agen infeksi utama, M. tuberculosis, adalah batang
aerobik tahan asam yang tumbuh perlahan dan sensitif terhadap panas dan sinar
ultraviolet. Mycobacterium bovis dan Mycobacterium avium jarang dikaitkan dengan
pengembangan infeksi TB. (Smeltzer, 2010)
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan memiliki posisi strategis yang
mampu berkontribusi dalam memberikan pelayanan keperawatan untu paisen dengan
TB Paru. Dimulai dari pengambilan sampel sputum yang benar, tatalaksana dalam
manajemen bersihan jalan nafas untuk mengevakuasi sputum, hingga edukasi dalam
kepatuhan pengobatan obat anti TB. Peran perawat dalam pengendalian tuberkulosis
sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit dan memastikan keberhasilan
pasien dalam menyelesaikan pengobatan sehingga tidak terjadi kekambuhan kembali.
4.2. Saran
Perawat mampu menguasai konsep dasar dari penyakit TB Paru sehingga perawat
dapat memahami secara komperhensif respon dari pasien dengan TB Paru dan dapat
melakukan asuhan keperawatan secara komperhensif untuk pasien dengan terus
meningkatkan kompetensi yang dimiliki.
43
DAFTAR PUSTAKA
44