Anda di halaman 1dari 29

1

A. Sejarah Terbentuknya ASEAN

Sejak zaman prasejarah, yaitu sekitar tahun 2000 Sebelum Masehi,

seluruh kawasan Asia Tenggara merupakan daerah penyebaran rumpun budaya

dan bahasa Melayu-Austronesia, yang berasal dari sekitar Teluk Tonkin dan

lembah Sungai Mekong. Kebudayaan dan bahasa Melayu-Austronesia ini

merupakan dasar tata kehidupan dan pergaulan bangsa-bangsa di wilayah Asia

Tenggara.

Baru sejak abad pertama Masehi, sebagian besar Asia Tenggara

mendapat pengaruh dari luar. Berbagai kerajaan besar dan kecil telah lahir,

bangun, berkembang dan kemudian jatuh kembali di kawasan ini. Hal ini

disebabkan masuknya pengaruh dan peradaban dari luar seperti Hindu dan Budha

yang dari India.

Hubungan internasional di Asia Tenggara sebelum kehadiran Negara-

Negara kolonial Eropa ditandai dengan pergulatan perebutan kekuasaan antar-

Negara yang ada di kawasan daratan maupun maritim Asia Tenggara. Di daratan

Asia Tenggara, setidaknya ada empat Negara terkemuka yang menjadi aktor

politik internasional pada saat itu, yakni: kerajaan Vietnam, Siam (Thailand),

Khmer (Kamboja), dan Burma (Myanmar). Keempat Negara inilah yang

membentuk dinamika hubungan antar-Negara hingga kedatangan Negara-Negara

kolonial Eropa.
Adapun alasan bangsa-bangsa Barat menjajah Asia Tenggara adalah

sebagai berikut :

a. letaknya yang sangat strategis untuk pelayaran dan perniagaan.

b. kawasan Asia Tenggara memiliki sumber kekayaan alam yang

berlimpah.

c. wilayah ini mempunyai penduduk yang cukup banyak.

Kekuasaan kolonial Eropa terhadap bangsa-bangsa Asia Tenggara terjadi

sejak abad ke-17 dimana pemerintah kolonial Belanda menguasai daerah-daerah

di Indonesia, diikuti oleh imperialis Inggris yang menguasai Malaysia, Singapura,

Myanmar, dan Kalimantan Utara sepanjang abad ke-19, dan imperialis Prancis

yang menguasai Filipina hingga akhir abad ke-19. Bahkan seluruh Indonesia

dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1908. Pada

waktu meletusnya Perang Dunia II, Jepang menyerang dan menduduki Pearl

Harbor dan satu per satu Negara Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia Tenggara

jatuh ke tangan kekaisaran Jepang.

Hubungan internasional di Asia Tenggara setelah Perang Dunia II

ditandai dengan terjadinya Perang Vietnam dan invasi Vietnam ke Kamboja serta

upaya pembentukan organisasi regional yang merupakan pola berpikir modern

pasca kemerdekaan dalam wujud perkembangan dan sekaligus penolakan

terhadap tradisi primitif yang hanya menekankan peperangan sebagai cara

membangun hubungan internasional di kawasan tersebut. Organisasi regional

yang pertama kalinya dibentuk adalah SEATO (Southeast Asia Treaty


Organization) yang dinilai merupakan upaya Amerika untuk membendung

pengaruh komunis di kawasan Asia. Barulah pada tahun 1961, untuk pertama

kalinya dibentuk suatu organisasi regional yang merupakan prakarsa Negara-

Negara Asia Tenggara sepenuhnya yang bernama Association of Southeast Asia

(ASA) yang beranggotakan Malaysia, Philipina, dan Thailand. Namun organisasi

ini tidak bertahan lama, hal ini disebabkan oleh pecahnya konflik Philipina dan

Malaysia atas status daerah Sabah yang diklaim sebagai bagian dari Philipina.

Konflik ini mendorong terbentuknya Maphilindo (Malaysia, Philipina, Indonesia).

Namun seiring politik konfrontasi (penentangan terhadap pembentukan Negara

Malaysia) yang dilancarkan oleh Soekarno pada waktu itu, fondasi Maphilindo

juga hancur. Hal ini menyebabkan timbulnya anggapan bahwa Soekarno adalah

presiden yang komunis. Sehingga berdampak pada makin memprihatinkannya

perekonomian Indonesia pada waktu itu.

Kondisi tersebut, kontras dengan apa yang terjadi di Malaysia,

Singapura, Thailand, dan Filipina yang tetap membina hubungan baik dengan

Negara barat. Hal ini terlihat pada kebijakan Amerika di Vietnam Selatan yang

didukung oleh Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand namun ditentang oleh

Indonesia dibawah kepemimpinan Soekarno. Hal ini menyebabkan Indonesia

ditempatkan pada posisi yang terisolasi. Hingga pasca kudeta PKI, Soeharto yang

mengambil alih pemerintahan Soekarno menghentikan politik konfrontasi yang

menyebabkan kembalinya kepercayaan Negara tetangga terhadap Indonesia

dibawah kepemimpinan Soeharto. Hal ini serta merta membuka kembali peluang
kerjasama regional yang ditandai dengan berakhirnya konfrontasi Indonesia-

Malaysia pada tahun 1966.

ASEAN berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967 atas dasar kesepakatan lima

menteri luar negeri Negara-Negara Asia Tenggara yakni Adam Malik (Indonesia),

Tun Abdul Razak (Malaysia), Thanat Khoman (Thailand), Rajaratnam

(Singapura), dan Narcisco Ramos (Filipina). Kesepakatan ini dihasilkan melalui

pertemuan yang diadakan di Bangkok pada tanggal 5-8 Agustus 1967. Adapun

kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan ini dijadikan suatu pernyataan yang

bernama Deklarasi Bangkok. Deklarasi Bangkok tersebut menjadi dasar

terbentuknya sebuah organisasi kerja sama Negara-Negara Asia Tenggara yang

dinamakan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).

Deklarasi Bangkok merupakan instrumen penting bagi ASEAN, karena

dalam Preamble Deklarasi menegaskan bahwa Negara-Negara anggota

mempunyai keinginan untuk mendirikan suatu federasi yang kokoh untuk

tindakan bersama guna memajukan kerja sama regional, memperkuat stabilitas

ekonomi dan sosial serta memelihara keamanan dari campur tangan pihak luar.

B. Latar dan Tujuan Dibentuknya ASEAN

Berdasarkan sejarah politik internasional di kawasan Asia Tenggara

diatas, dapat dilihat bahwa seluruh rakyat dan bangsa di Asia Tenggara telah
mengalami penderitaan yang sama sebagai jajahan bangsa Barat dan Jepang.

Kekhawatiran bangsa-bangsa Asia Tenggara terhadap ancaman internal dan eksternal di

kawasan Asia Tenggara pada tahun 1960-an juga menjadi latar belakang dibentuknya

ASEAN sebagai suatu organisasi regional yang utuh dan mampu mengakomodir

kebutuhan tiap Negara anggota dalam berbagai aspek. Kekhawatiran akan terulangnya

kejadian seperti inilah kemudian menimbulkan perasaan setia kawan yang kuat di

kalangan bangsa Asia Tenggara agar dikemudian hari tidak timbul kejadian seperti itu.

Negara-negara Asia Tenggara sendiri dikelilingi oleh selat dan laut yang

dinilai strategis mengingat kapal-kapal dagang dari seluruh dunia seringkali

melintasi selat dan laut tersebut, yakni Selat Sunda dan Selat Malaka yang

menjadi gerbang utama di sebelah barat, serta Laut Cina Selatan yang merupakan

perairan pokok yang dikelilingi oleh Negara-Negara Asia Tenggara.

Lahirnya ASEAN, juga dilandasi oleh adanya kesamaan dari masing-

masing bangsa Asia Tenggara, yakni :

a. Persamaan letak geografis di kawasan Asia Tenggara

b. Persamaan budaya yakni Melayu Austronesia

c. Persamaan nasib dalam sejarahnya yaitu sama-sama sebagai Negara

bekas jajahan bangsa lain


d. Persamaan kepentingan, untuk menjalin hubungan dan kerjasama di

bidang ekonomi, sosial, budaya.

Dalam periode awalnya (1967-1976), ASEAN digambarkan oleh

sejumlah penulis tak ubahnya sebagai „tong kosong yang nyaring bunyinya‟,

dimana hal ini mengandung makna bahwa ASEAN dianggap sebagai organisasi

regional yang tidak dikenal, terkucil, dan stagnan. Tetapi pernyataan seperti ini

hanya menutup mata terhadap kemajuan yang dicapai ASEAN, terutama dalam

mengembangkan kebiasaan yang disebut konsultasi ASEAN. Tidak itu saja,

ASEAN berhasil menunjukkan sikap memandang jauh kedepan, dengan

memberikan cukup waktu bagi konsep regionalisme untuk berkembang secara

berangsur-angsur. Pada tahap-tahap permulaan itu, ASEAN berhasil menjadikan

dirinya sebagai suatu forum tempat Negara anggota dapat belajar memahami satu

sama lain, berbicara bersama-sama dan menentukan masalah bersama-sama secara

sendiri-sendiri dan secara berkelompok.

Pada tanggal 24 Februari 1976, diadakan pertemuan tingkat tinggi para

pemimpin bangsa-bangsa ASEAN yang berlangsung di Bali, Indonesia.

Pertemuan ini menghasilkan 3 (tiga) kesepakatan penting, yakni :

1. Treaty of Amity and Cooperation

The Treaty of Amity and Cooperation (TAC) (Perjanjian

Persahabatan dan Kerja Sama) menegaskan kembali aspirasi dan tujuan

pendirian ASEAN, yakni perdamaian, persahabatan dan kerja sama.

Ketentuan penting yang dihasilkan dalam TAC adalah kesepakatan dari


the High Contracting Parties (Negara-Negara anggota ASEAN)

mengenai pengakuan terhadap prinsip fundamental kerja sama antar-

Negara anggota ASEAN. Prinsip fundamental tersebut adalah :

a. Saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, prinsip

persamaan, integritas wilayah, dan identitas nasional semua

Negara (anggota ASEAN);

b. Hak setiap negara untuk mengurus bangsanya tanpa campur

tangan, subversi, atau tekanan;

c. Prinsip non-interferensi didalam urusan dalam negeri Negara

anggota lainnya;

d. Penolakan atas setiap penggunaan atau ancaman kekerasan;

e. Prinsip kerja sama efektif di antara Negara anggota;

f. Penyelesaian sengketa secara damai.

2. Declaration of ASEAN Concord

The Declaration of ASEAN Concord (Deklarasi Kesepakatan

ASEAN) memuat ketentuan yang lebih detil mengenai tujuan-tujuan

dalam Deklarasi ASEAN 1967. Deklarasi 1976 ini juga mengesahkan

suatu program aksi sebagai kerangka kerja sama ASEAN.

Tujuan yang hendak dicapai antara lain mengharmonisasikan

pandangan para Negara anggota. Apabila memungkinkan, Deklarasi juga

mengupayakan suatu tindakan aksi bersama dalam menghadapi masalah-

masalah di bidang politik.


Deklarasi mensyaratkan dilakukannya suatu kajian guna

membuka kemungkinan kerja sama di bidang hukum, termasuk

kemungkinan ditandatanganinya kerja sama ekstradisi ASEAN.

Dalam kerja sama ekonomi, Deklarasi membuka kemungkinan

kerja sama di bidang komoditi, khususnya di bidang makanan dan energi

serta kerja sama di bidang proyek-proyek industri ASEAN. Deklarasi

menekankan pentingnya upaya bersama guna mencapai pengaturan

preferensi perdagangan dan upaya untuk meningkatkan akses ke pasar di

luar ASEAN. Deklarasi juga menegaskan perlunya suatu pendekatan

bersama untuk menghadapi masalah-masalah komoditi internasional dan

masalah ekonomi dunia lainnya.

Di bidang sosial, Deklarasi mengharapkan suatu tindakan

bersama untuk mengakselerasi pembangunan kelompok-kelompok

masyarakat yang berpendapatan rendah dan penduduk kurang maju.

Bidang sosial ini juga mensyaratkan kerja sama lebih intensif dalam

menangani masalah penyalahgunaan narkotika dan lalu lintas di bidang

obat-obatan terlarang.

Di bidang keamanan regional, Deklarasi menyetujui kelanjutan

kerja sama bukan atas dasar kerja sama ASEAN antar Negara anggota

ASEAN sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bersama. Deklarasi

tidak dengan tegas menyatakan digunakannya ketentuan “kerja sama

bukan atas dasar kerja sama ASEAN (cooperation on a non-ASEAN

basis). Alasan yang dapat diterima adalah karena memang sejak awal
ASEAN bukan organisasi regional yang bergerak di bidang kerja sama

keamanan atau militer.

3. Agreement of Establishment of the Permanent Secretariat

The Agreement of Establishment of the Permanent Secretariat

(Perjanjian Pembentukan Sekretariat Tetap ASEAN) mendirikan suatu

Sekretaris Jendral (Secretary General) ASEAN yang tugasnya

mengoordinasikan fungsi-fungsi sekretaris jenderal nasional ASEAN

(yang didirikan oleh Deklarasi ASEAN 1967)

Perjanjian ini juga menetapkan tiga biro dibawah sekretariat

tetap, yakni di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan

sosial dan budaya. Menindaklanjuti perjanjian ini, seorang Secretary

General ditunjuk pada bulan Juni 1976 dan Sekretariat ASEAN didirikan

oleh perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 17 Desember 1969.

Suatu dana untuk ASEAN ditetapkan oleh suatu perjanjian yang

ditandatangani pada tanggal 17 Desember 1969. Dana ini terdiri dari

suatu jumlah yang disepakati oleh setiap Negara anggota. Dana ini

digunakan untuk membiayai, antara lain, proyek-proyek ASEAN yang

disetujui.
Tujuan pembentukan ASEAN terkandung dalam Deklarasi

Bangkok tanggal 8 Agustus 1967 yang menyatakan bahwa:

1. Untuk mempererat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, serta

pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama

dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh

landasan sebuah masyarakat bangsa Asia Tenggara yang sejahtera

dan damai

2. Untuk meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan

menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antar-

Negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam

Perserikatan Bangsa-Bangsa

3. Untuk meningkatkan kerja sama yang aktif serta saling membantu

satu sama lain di dalam masalah-masalah kepentingan bersama dalam

bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan

administrasi

4. Untuk saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana latihan dan

penelitian dalam bidang pendidikan profesional, teknik, dan

administrasi
5. Untuk bekerja sama dengan lebih efektif dalam meningkatkan

penggunaan pertanian serta indsutri, perluasan perdagangan

komoditas internasional, perbaikan sarana pengangkutan dan

komunikasi, serta peningkatan taraf hidup rakyat;

6. Untuk memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara;

7. Untuk memelihara kerja sama yang erat dan berguna dengan

organisasi-organisasi internasional dan regional yang ada dan untuk

menjajaki segala kemungkinan untuk saling bekerja sama secara

lebih erat di antara mereka sendiri.

Tujuan dari pembentukan ASEAN secara detil kembali dirumuskan

dalam ASEAN Charter (Piagam ASEAN) 2007 yang terdiri atas 15 poin, yakni:

1. ASEAN berutujuan untuk memelihara dan meningkatkan

perdamaian, keamanan dan stabilitas serta lebih memperkuat nilai-

nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan;

2. Meningkatkan ketahanan di kawasan dengan jalan memajukan kerja

sama politik, ekonomi, keamanan serta sosial budaya yang lebih

luas;

3. Mempertahankan Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas Senjata

Nuklir dan juga bebas dari semua jenis senjata pemusnah massal;
4. Memberikan jaminan bahwa rakyat dan Negara-Negara anggota

ASEAN dapat hidup damai dengan dunia secara keseluruhan di

lingkungan yang adil, demokratis dan harmonis;

5. Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur,

sangat kompetetitif, serta terinterasi secara ekonomis melalui

fasilitasi yang efektif untuk investasi dan perdaganan yang di

dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa serta investasi yang

bebas, terfasilitasinya pergerakan pelaku usaha, pekerja berbakat,

pekerja professional dan buruh juga arus modal yang lebih bebas;

6. Mengurangi kemiskinan dan mempersempit adanya kesenjangan

pembangunan di kawasan ASEAN melalui bantuan dan kerja sama

timbal balik;

7. Memperkuat demokrasi, meningkatkan tata kepemerintahan yang

baik dan aturan hukum, serta memajukan dan melindungi hak asasi

manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental dengan jalan

memperhatikan hak serta kewajiban dari Negara-Negara anggota

ASEAN;

8. Menanggapi secara efektif, sesuai prinsip keamanan yang

menyeluruh, akan segala bentuk ancaman, kejahatan lintas Negara

dan juga tantangan lintas batas;

9. Memajukan pembangunan berkelanjutan demi menjamin

perlindungan lingkungan hidup di kawasan, sumber daya alam yang


berkelanjutan, pelestarian warisan budaya dan juga kehidupan rakyat

yang berkualitas tinggi;

10. Mengembangkan sumber daya manusia melalui kerja sama yang

lebih erat di bidang pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat,

dan di bidang ilmu pengetahuan serta teknologi, demi usaha

pemberdayaan rakyat ASEAN dan penguatan komunitas ASEAN;

11. Meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi

rakyat ASEAN melalui penyediaan akses yang setara terhadap

peluang pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan sosial

dan juga keadilan;

12. Memperkuat kerja sama demi membangun lingkungan yang aan dan

terjamin bebas dari keberadaan narkotika dan obat – obatan terlarang

bagi rakyat ASEAN;

13. Memajukan ASEAN yang berorientasi pada rakyat dimana di

dalamnya seluruh lapisan masyarakat didorong untuk berpartisipasi

dalam, dan memperoleh manfaat dari, proses integrasi dan

pembangunan komunitas ASEAN;

14. Memajukan identitas ASEAN dengan meningkatkan kesadaran yang

lebih tinggi akan keanekaregaan budaya dan warisan kawasan;

15. Mempertahankan sentralitas serta peran proaktif dari ASEAN

sebagai kekuatan penggerak utama di dalam berhubungan dan

bekerja sama dengan para mitra eksternal dalam aristektur kawasan

yang transparan, terbuka dan inklusif.


C. Struktur Organisasi ASEAN

ASEAN adalah suatu organisasi regional yang khas. Instrrumen hukum

yang mendasari berdirinya ASEAN yakni Deklarasi Bangkok tidak memuat

struktur organisasi ASEAN secara seksama. Karena itu, struktur organisasi

ASEAN pada dasarnya berkembang sesuai dengan evolusi perkembangan

ASEAN itu sendiri.

Dari sejak perkembangannya hingga sebelum lahirnya Piagam ASEAN

(ASEAN Charter) pada tahun 2007, struktur organisasi ASEAN adalah sebagai

berikut :

1. Badan pembuat keputusan tertinggi adalah Pertemuan Para Kepala

Negara dan Pemerintahan Negara anggota ASEAN (the Meeting of

the ASEAN Heads of State and Government atau acap kali disebut

juga the ASEAN Summits). Semula lembaga ini bersidang setiap

tahun. Dalam perkembangannya, pertemuan tahunan ini tidak

berlangsung sebagaimana mestinya. Akhirnya, disepakati pertemuan

ini berlangsung setiap 3 tahun sekali, yang didahului dengan berbagai

pertemuan informal.

2. The Ministerial-Level Meetings, yaitu lembaga pertemuan para

menteri luar negeri atau menteri lainnya yang berlangsung setiap

setahun sekali. Pertemuan ini terdiri dari 3 macam. Pertama, the

Annual Ministerial Meetings atau AMM. Pertemuan ini adalah


tempat para menteri luar negeri mengoordinasikan berbagai kebijakan

unit-unit kerja ASEAN. AMM bertugas memformulasikan kebijakan

dan rencana program berbagai committees atau badan-badan ASEAN.

Kedua, The ASEAN Economic Ministers (AEM), yakni suatu badan

kelengkapan terpenting di bidang kerja sama ekonomi. Badan ini

dibentuk pada tahun 1976. Badan ini biasanya bersidang setiap 6

bulan atau setiap saat yang dipandang perlu. Badan yang kemudian

menangani semua aspek kerja sama ASEAN adalah the Senior

Economic Officials Meeting (SEOM). Ketiga, the ASEAN Ministerial

Meetings lainnya. Badan ini bertugas membuat rencana kerja sama di

bidang para menteri yang bersangkutan. Berbagai committees

dibentuk untuk membantu di dalam persiapan, memberikan fasilitas

untuk berbagai pertemuan dan melaksanakan kebijakannya.

3. The ASEAN Standing Committee (ASC), yakni suatu badan yang

melaksanakan kegiatan-kegiatan ASEAN di antara pertemuan the

Annual Ministerial Meetings. Badan ini dilaksanakan di Negara di

mana pertemuan tahunan (the Annual Meeting) dilangsungkan dan

diketuai oleh Menteri Luar Negeri Negara tuan rumah. Badan ini

terdiri dari para duta besar dari Negara anggota ASEAN lainnya yang

ditempatkan di Negara tuan rumah.

4. The Secretary General ASEAN yang ditunjuk berdasarkan

keahliannya. Sekjen ASEAN bertugas selama 5 tahun. Ia bertugas

melaksanakan, menasehati, mengoordinasikan, dan melaksanakan


inisiatif ASEAN. Para anggota staf Sekretariat ASEAN ditunjuk

berdasarkan prinsip rekruitmen terbuka dan atas dasar persaingan di

wilayah (region) ASEAN.

5. The ASEAN Secretariat (Sekretariat ASEAN). Badan ini dibentuk

pada waktu pertemuan tingkat tinggi Bali yang berlangsung pada

tahun 1976. Badan ini bertindak sebagai organ administratif pusat

ASEAN, dan mengoordinasikan organ-organ ASEAN guna lebih

mengefektifkan pelaksanaan proyek-proyek ASEAN.

6. The ASEAN National Secretariats (Sekretariat Nasional ASEAN).

Badan ini terdapat di setiap Negara anggota ASEAN. Badan-badan

ini bertugas mengoordinasikan berbagai hal di Negara masing-

masing. Ia juga bertugas menegosiasikan dan mempersiapkan agenda

untuk Standing Committee dan the Ministerial Meeting. Badan ini

juga dipandang sebagai badan yang cukup berpengaruh. Badan ini

terdapat di dalam Kementerian Luar Negeri masing-masing Negara

anggota.

7. Berbagai ASEAN Committees di berbagai negara ketiga yang terdiri

dari para kepala pimpinan misi diplomatik di berbagai ibukota

Negara. Committees dibentuk guna memfasilitasi hubungan lebih erat

dan meningkatkan dialog dengan Negara tuan rumah. Tugas ini

sebenarnya untuk meningkatkan hubungan eksternal ASEAN dengan

Negara ketiga. Committees seperti ini dibentuk misalnya di Brussels

(The ASEAN-Brussels Committee), Jenewa (khusus yang menangani


perundingan tarif dan perdagangan, yakni the ASEAN-Geneva

Committee), London (The ASEAN-London Committee), Paris,

Washington DC., Tokyo, Canberra, Ottawa, Wellington, Seoul, New

Delhi, New York, Beijing, dan Islamabad.

Struktur organisasi ASEAN yang selama ini berdasarkan Deklarasi

Bangkok mengalami perubahan setelah penandatanganan Piagam ASEAN.

Struktur organisasi ASEAN yang baru sesuai dengan Piagam ASEAN sebagai

berikut111 :

1. Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (KTT) sebagai pengambil

keputusan utama, yang melakukan pertemuan 2 kali setahun termasuk

pertemuan KTT ASEAN dan KTT ASEAN terkait lainnya.

2. Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council) yang

atas para Menteri Luar Negeri ASEAN dengan tugas mengkoordinasi

Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils).

3. Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils) dengan

ketiga pilar komunitas ASEAN, yakni Dewan Komunitas Politik-

Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community Council),

Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community

Council), dan Dewan Komunitas Sosial-Budaya (ASEAN Socio-

Cultural Community Council).

4. Badan-badan Sektoral tingkat Menteri (ASEAN Sectoral Ministerial

Bodies).
69

5. Komite Wakil Tetap untuk ASEAN yang terdiri dari Wakil Tetap

Negara ASEAN, pada tingkat Duta Besar dan berkedudukan di

Jakarta.

6. Sekretaris Jenderal ASEAN yang dibantu oleh 4 (empat) orang Wakil

Sekretaris Jenderal dan Sekretariat ASEAN.

7. Sekretariat Nasional ASEAN yang dipimpin oleh pejabat senior

untuk melakukan koordinasi internal di masing-masing Negara

ASEAN.

8. Badan HAM ASEAN (ASEAN Human Rights Body) yang akan

mendorong perlindungan dan promosi HAM di ASEAN.

9. Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation) yang akan membantu Sekjen

ASEAN dalam meningkatkan pemahaman mengenai ASEAN,

termasuk pembentukan identitas ASEAN.

10. Entitas yang berhubungan dengan ASEAN (Entities associated with

ASEAN).

D. Kedudukan ASEAN Sebagai Organisasi Internasional

Pada hakikatnya, organisasi internasional berdiri dengan adanya

dorongan keinginan untuk meningkatkan dan melembagakan kerjasama

internasional secara permanen dalam rangka mencapai tujuan bersama. Suatu

organisasi internasional yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan bentuk-

bentuk instrumen pokok apapun namanya akan mempunyai suatu kepribadian

103
Hal.

Universitas Sumatera Utara


70

112
I Wayan
Parthiana,
Pengantar
Hukum
Internasional,
2003, Mandar
Maju,
Bandung,

Universitas Sumatera Utara


70

hukum di dalam hukum internasional. Kepribadian hukum ini mutlak penting

guna memungkinkan organisasi internasional itu dapat berfungsi dalam hubungan

internasional, khususnya kepentingan untuk melaksanakan fungsi hukum. Suatu

organisasi internasional yang telah mampu menunjukkan kemandiriannya, berarti

organisasi internasional yang demikian itu telah memiliki kepribadian hukum

internasional (international legal personality) atau dengan sebutan yang lebih

singkat, telah memiliki kepribadian internasional (international personality).

Kepribadian hukum tersebut diperlukan ketika menjalin hubungan eksternal baik

dengan Negara anggota, Negara tuan rumah, Negara non-anggota, maupun

organisasi internasional lainnya.

Pendapat mengenai kepribadian internasional dari suatu organisasi

internasional dikemukakan oleh Ian Brownlie dengan memberikan kriteria sebagai

berikut :

a. A permanent association of states with lawful objects, equipped with

organs. Organisasi internasional merupakan suatu kumpulan Negara

yang bersifat tetap dengan tujuan yang sesuai atau tidak bertentangan

dengan hukum, dilengkapi dengan badan-badan;

b. A distinction, in terms of legal powers and purposes between the

organization and it’s member state. Organisasi internasional

memiliki suatu perbedaan dalam kekuasaan hukum dan maksud-

113
Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional
Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, 2003, Ghalia Indonesia, Jakarta, Hal. 71
114
I Wayan Parthiana, op.Cit, Hal. 105
115
Ade Maman Suherman, loc.cit
116
Ade Maman Suherman, op.cit, Hal. 73-74

Universitas Sumatera Utara


maksud serta tujuan dari organisasi internasional itu ada satu pihak

dengan Negara-Negara anggotanya pada lain pihak;

c. The existence of legal power exercisable on the international plane

and not solely within the system of one or more state. Organisasi

internasional memiliki suatu kekuasaan hukum yang dapat

dilaksanakan organisasi internasional itu tidak saja dalam

hubungannya dengan sistem hukum nasional dari salah satu atau

lebih Negara, tetapi juga dalam tingkat internasional.

Berdasarkan kualifikasi di atas, ASEAN sebagai suatu organisasi

internasional sudah dapat dikategorikan memiliki kepribadian/kedudukan hukum.

Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut117 :

1. Jika dilihat dari kualifikasi organisasi internasional adalah kumpulan

dari Negara-Negara permanen yang sesuai dengan hukum

internasional yang berlaku dan memiliki organ, maka ASEAN

merupakan organisasi internasional antar-negara atau antar-

pemerintah (inter-governmental organization/IGO) yang didirikan

oleh para anggotanya, yang terdiri dari 5 Negara yaitu Indonesia,

Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. ASEAN juga memiliki

anggota yang tetap, keanggotaan ASEAN terbuka bagi Negara-

Negara Asia Tenggara lainnya dengan syarat bahwa negara calon

anggota dapat menyetujui dasar-dasar dan tujuan organisasi ASEAN

seperti yang tercantum dalam Deklarasi ASEAN. Sesuai dengan

117
http://www.landasanteori.com/2015/10/kedudukan-asean-sebagai-organisasi.html,
diakses tanggal 20 November 2015
ketentuan tersebut, maka keanggotaan ASEAN yang semula hanya

terdiri dari lima Negara yang merupakan negara pendiri mengalami

penambahan, pada tahun 1987 Brunei Darussalam meresmikan

dirinya sebagai Negara keenam anggota ASEAN setelah

kemerdekaan Negara tersebut, Negara anggota ketujuh ditempati oleh

Vietnam pada tanggal 28 Juli 1995. Laos dan Myanmar menjadi

Negara anggota ASEAN kedepalan dan kesembilan pada tanggal 23

Juli 1997, diikuti oleh Kamboja pada 16 Desember 1998. ASEAN

didirikan untuk mencapai tujuan yang dapat dibenarkan berdasarkan

hukum yang berlaku, baik hukum internasional maupun hukum

nasional Negara-Negara anggotanya. Untuk mencapai tujuannya,

ASEAN telah merumuskan hal-hal sebagai pedoman pelaksanaannya

pada Deklarasi Bangkok dan Piagam ASEAN. Selain itu, ASEAN

juga telah dilengkapi dengan organ- organ (struktur kelembagaan)

yang menjalankan mekanisme organisasi demi tercapainya tujuan

tersebut.

2. Berkaitan dengan kualifikasi yang memerlukan adanya pemisahan

atau pembedaan kewenangan hukum, demi menghindari adanya

tumpang tindih dalam pelaksanaannya serta demi membedakan dan

memisahkan hak dan kewajiban maupun tanggung jawab dalam

hubungannya dengan pihak ketiga, maka perlu adanya pemisahan

atau pembedaan antara kekuasaan atau kewenangan hukum (legal

power atau legal authority).


3. Ketiga, sejalan dengan kulifikasi yang kedua maka organisasi dapat

berjalan secara mandiri melakukan hubungannya dengan organisasi

lain hingga skala internasional, maka adanya struktur kelembagaan

ASEAN serta dasar pelaksanaan organisasi tersendiri yang tercantuk

dalam perjanjian-perjanjian atau deklarasi-deklarasi antar Negara

ASEAN, membuktikan bahwa ASEAN mampu memisahkan seluruh

kepentingan organisasi dengan kepentingan Negara secara pribadi.

Hal tersebut membuat ASEAN dapat bertindak secara mandiri dalam

hubungan-hubungan internasional tanpa intervensi Negara-Negara

anggotanya.

Kepribadian hukum internasional dari suatu organisasi internasional tidak

begitu mudah untuk diukur berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Ian

Brownlie di atas, hal ini dikarenakan tingkat integrasi antara Negara-Negara

anggotanya sendiri yang berbeda-beda dalam setiap organisasi internasional,

terutama organisasi regional.118 Hal ini terlihat dimana ASEAN masih merupakan

organisasi yang tampak masih longgar atau kurang solid. Namun, setelah 40 tahun

berdirinya ASEAN, bentuk kerja sama regional semakin diperkuat dan

bertransformasi dengan ditandatanganinya Piagam ASEAN oleh para pemimpin

ASEAN pada KTT ASEAN ke-13, 20 November 2007. Transformasi mendasar

yang dilakukan oleh Piagam ASEAN adalah memberikan legal personality kepada

ASEAN. Adanya identitas tersendiri bagi ASEAN yang terpisah dari status

118
I Wayan Parthiana, op.cit, Hal. 108
Negara anggotanya membuat ASEAN beraktivitas dan membuat perjanjian atas

namanya dan dapat pula menuntut dan dituntut secara hukum.

Piagam ASEAN merupakan dokumen konstitusional yang memuat

tentang norma-norma, penegasan tentang kedaulatan, hak-hak dan kewajiban-

kewajiban dan sejumlah kekuasaan-kekuasaan dalam proses legislatif, eksekutif

dan yudisial. Piagam ASEAN menegaskan bahwa Negara-Negara anggota mampu

mengadopsi nilai-nilai demokrasi dan penghormatan akan HAM termasuk hak-

hak sipil dan politik. Piagam ASEAN mempunyai standar yang cukup ideal untuk

perlindungan HAM berdasarkan perjanjian internasional. Piagam ASEAN sebagai

dokumen konstitusional memuat beberapa elemen yang sangat penting antara lain:

1. Pernyataan secara tegas bahwa ASEAN adalah organisasi

internasional yang memiliki kepribadian hukum internasional, dengan

demikian ASEAN mampu melaksanakan hak dan kewajiban di tingkat

internasional;

2. Pernyataan secara tegas bahwa ASEAN memiliki tujuan-tujuan,

fungsi-fungsi dan kewenangan-kewenangan seperti organisasi

internasional lainnya. Dengan kata lain, Piagam ini akan mengubah

ASEAN menjadi into a rules- based organization;

3. Pembentukan mekanisme legislatif, the rule-making

mechanism/organs and procedures di dalam ASEAN;

http://www.landasanteori.com/2015/10/kedudukan-asean-sebagai-organisasi.html,
119

diakses tanggal 20 November 2015


120
Elfa Farida, Efektivitas Piagam ASEAN (ASEAN Charter) Bagi ASEAN Sebagai
Organisasi Internasional, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTI, Universitas Diponegoro, Semarang,
Hal. 7-8
4. Pembentukan sebuah mekanisme eksekutif atau organ yang bertugas

untuk melaksanakan serta memonitor pelaksanaan peraturan-peraturan

dan keputusan-keputusan organisasi;

5. Pembentukan mekanisme judicial dan quasi judicial yang berfungsi

untuk menginterpretasikan dan melaksanakan setiap peraturan dan

keputusan yang dikeluarkan oleh ASEAN;

6. Secara langsung Piagam ASEAN akan membantu untuk mendorong

dan memperkuat penataan terhadap perjanjian-perjanjian ASEAN oleh

Negara anggotanya dan secara tidak langsung dapat meningkatkan

sense of region di antara pemerintah ASEAN.

Pembentukan ASEAN sebagai organisasi internasional telah dilakukan di

bawah hukum internasional. Bangkok Declaration 1967, Kuala Lumpur

Declaration 1971, Declaration of the ASEAN Secretariat

1976, dan Treaty of Amity and Cooperation (TAC) 1976, semuanya adalah

persetujuan-persetujuan internasional antara kelima Negara anggotanya yang

mengikat secara hukum internasional.

Sebagai sebuah keputusan atau resolusi atau deklarasi, maka ia mengikat

terhadap Negara-Negara anggotanya. Pada ASEAN, sepanjang menyangkut

keputusan dari organisasi internasional regional yang tingkat integrasi dan kerja

sama antara Negara-Negara anggotanya dalam kerangka organisasi internasional

tersebut, tampak cukup baik dan intensif, maka dapat dikatakan keputusan-

keputusannya itu mengikat sebagai hukum bagi para anggotanya. Apabila para

121
Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, 1997, Alumni,
Bandung, hal. 85
76

anggotanya ada yang bersengketa mengenai suatu masalah yang sudah diatur di

dalam keputusan organisasi internasional itu, penyelesaian sengketa tersebut baik

oleh suatu badan peradilan ataupun di kalangan intern atau di dalam organisasi

internasional itu sendiri, badan peradilan ataupun para pihak dapat mencari dan

menerapkan norma hukum yang terkandung di dalam keputusan organisasi

internasional tersebut.

Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama (Treaty of Amity and

Cooperation) (TAC) yang ditandatangani di Bali pada KTT pertama ASEAN

tahun 1976 sering disebut sebagai wujud dari nilai-nilai global yang mendasari

pembentukan organisasi regional. Hal ini sejalan dengan pendapat Acharya, ada

beberapa norma dasar yang tumbuh dalam proses evolusi ASEAN selaku

organisasi regional. Terdapat paling tidak empat norma dan prinsip yang

melandasi kehidupan ASEAN, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Menentang Penggunaan Kekerasan dan Mengutamakan Solusi Damai

Berakhirnya konfrontasi dan keikutsertaan Indonesia dalam

pembentukan ASEAN merupakan blessing in disguise bagi

pembentukan norma hubungan antar-Negara yang menentang

penggunaan kekerasan (no-use of force). Walaupun konfrontasi

menciptakan ketegangan luar biasa, keputusan Soeharto untuk

menghentikan konfrontasi tersebut melegakan Negara-Negara tetangga

dan memuluskan jalan menuju pembentukan organisasi regional yang

menentang prinsip penggunaan kekerasan dalam membangun hubungan

122
I Wayan Parthiana, op.cit, Hal. 296
123
Bambang Cipto, op.cit, Hal. 22-34

Universitas Sumatera Utara


77

sesama anggota. Di samping itu, pembentukan ASEAN pada

hakikatnya membuka jalan bagi Indonesia untuk mendapatkan

pengaruh tanpa harus menggunakan kekerasan.

2. Otonomi Regional

Prinsip otonomi regional lahir karena adanya akesepakatan

antar Negara anggota ASEAN bahwa sebagai organisasi internasional

yang masih muda, ASEAN tidak mungkin menolak sepenuhnya

pengaruh Negara-Negara besar di kawasan Asia Tenggara sebagaimana

yang dikatakan Lee Kuan Yew, Negara-Negara ASEAN paling tidak

dapat meminta Negara-Negara besar untuk memperhatikan kepentingan

mereka bukan sebagai Negara tetapi sebagai organisasi regional.

Dengan demikian, ASEAN dapat lebih leluasa menumbuhkan dan

mengembangkan harapan mereka selaku organisasi otonom.

Selain itu, prinsip otonomi regional juga dipengaruhi oleh

perubahan-perubahan global yang mengarah pada kebutuhan masing-

masing Negara di kawasan Asia Tenggara untuk mengembangkan

politik luar negeri mandiri dan tidak tergantung sepenuhnya pada

dukungan Negara-Negara besar.

3. Tidak Mencampuri Urusan Internal Negara Anggota Lain

Prinsip tidak mencampuri urusan Negara lain atau doctrine of

non- interference merupakan salah satu pondasi paling kuat menopang

kelangsungan regionalisme ASEAN. Berlandaskan pada doktrin ini,

Universitas Sumatera Utara


ASEAN dapat memelihara hubungan internal sehingga menutup pintu

bagi konflik militer antar Negara ASEAN.

Sudut pandang Negara anggota ASEAN, doktrin ini muncul

sebagai bentuk kesadaran masing-masing Negara anggota yang

pada tingkat domestik masih rentan terhadap ancaman internal berupa

kerusuhan hingga kudeta. Ancaman komunis di sebagian besar Negara

anggota merupakan alasan dasar mengapa Negara-Negara ASEAN

menganggap ancaman domestik lebih berat dibandingkan ancaman luar.

Selanjutnya, Doctrine of Non Interference ini menjadi alasan

bagi Negara anggota ASEAN untuk:

a. Berusaha agar tidak melakukan penelitian kritis terhadap

kebijakan pemerintah Negara anggota terhadap rakyatnya

masing-masing agar tidak menjadi penghalang bagi

kelangsungan organisasional ASEAN;

b. Mengingatkan Negara anggota lain yang melanggar prinsip

tersebut;

c. Menentang pemberian perlindungan bagi kelompok oposisi

Negara anggota lain;

d. Mendukung dan membantu Negara anggota lain yang

sedang menghadapi gerakan anti-kemapanan.

4. Menentang Pakta Militer, Mendukung Kerja Sama Pertahanan Bilateral

Sejak awal pembentukannya para Negara anggota ASEAN cenderung

menolak kerja sama militer dalam kerangka ASEAN.


Perhatian awal ASEAN adalah pada isu-isu ekonomi dan kebudayaan

walaupun isu keamanan sudah pasti mempengaruhi pembentukan

ASEAN, sedangkan dalam isu-isu keamanan ASEAN cenderung

mendukung bilateralisme.

Berlakunya Piagam ASEAN maka ASEAN mengalami evolusi dari suatu

asosiasi longgar menjadi rule-based organization dan mempunyai legal

personality. Piagam ASEAN merupakan dokumen konstitusional yang memuat

tentang norma-norma, penegasan tentang kedaulatan, hak-hak dan kewajiban-

kewajiban dan sejumlah kekuasaan-kekuasaan dalam proses legislatif, eksekutif

dan yudisial. Piagam ASEAN juga menegaskan bahwa Negara-Negara anggota

mampu mengadopsi nilai-nilai demokrasi dan penghormatan terhadap HAM.

Seluruh isi Piagam ASEAN masih merupakan gambaran dan penjelasan yang

bersifat umum, dengan berbagai kata kunci yang komprehensif sifatnya. Piagam

ASEAN memang tidak otomatis akan mengubah banyak hal di ASEAN karena

Piagam ASEAN makin mengekalkan kebiasaan lama, misalnya pengambilan

keputusan di ASEAN tetap dengan cara konsensus dan KTT ASEAN menjadi

tempat tertinggi pengambilan keputusan jika konsensus tidak tercapai atau jika

sengketa di antara Negara anggotanya terjadi. Apabila terjadi sengketa wajib

diselesaikan secara damai sesuai dengan Piagam ASEAN dan TAC. Dengan

demikian efektivitas Piagam ASEAN dapat dilihat dari kepatuhan dan kesediaan

Negara-Negara anggota ASEAN untuk menerapkan Piagam ASEAN dan hal-hal

yang diatur dalam TAC.124

124
Elfia Farida, op.cit, Hal. 13

Anda mungkin juga menyukai