Anda di halaman 1dari 4

TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI

Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh ternak mengenai keseimbangan


produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan
Persoalannya, tidak semua hewan mampu mempertahankan suhu tubuh yang konstan. Hewan
yang mampu mempertahankan suhu tubuhnya dinamakan homeoterm, sedangkan yang tidak
mampu mempertahankan suhu tubuhnya dinamakan poikiloterm.

2.1 Termoregulasi. Suhu tubuh pada kebanyakan hewan dipengaruhi oleh suhu lingkungannya.
Mengapa suhu tubuh hewan dipertahankan agar tetap konstan? Kedua, perubahan suhu tubuh
berpengaruh terhadap energy kinetik yang dimiliki oleh setiap molekul zat sehingga peningkatan
suhu tubuh akan member peluang yang lebih besar kepada berbagai partikel zat untuk saling
bertumbuhan. Pengukuran peningkatan laju reaksi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
mengukur nilai Q10.
2.1.1. Poikiloterm dan Homeoterm
Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuhnya, hewan dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu poikiloterm dan homeoterm. Menurut konsep kuno,
poikiloterm sama dengan hewan berdarah dingin, sedangkan homeoterm sama dengan hewan
berdarah panas. Hewan poikiloterm juga dapat disebut sebagai ektoterm karena suhu tubuhnya
ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternalnya. Sementara, homeoterm dapat
disebut endoterm karena suhu tubuhnya diatur oleh produksi panas yang terjadi dalam tubuh.
Sekalipun demikian, kita dapat menemukan adanya beberapa kekecualian, misalnya pada
insekta. Sebenarnya, insekta dikelompokkan sebagai hewan ektoterm, tetapi ternyata ada
beberapa insekta, misalnya lalat, yang dapat menghasilkan tambahan panas tubuh dengan
melakukan kontraksi otot. Dengan alasannya itu, lalat dikatakan bersifat endotermik sebagian.
2.1.2. Interaksi panas antara hewan dan lingkungannya. Hewan mengalami pertukaran panas
dengan lingkungan sekitarnya, atau dapat dikatakan berinteraksi panas. Gambar 1. Anak panah
menuju hewan menunjukkan perolehan panas sedangkan yang menjauhi hewan menunjukkan
pelepasan panas dari tubuh hewan (Kay 1998).
2.1.3. Konduksi. Konduksi panas adalah perpindahan atau pergerakan panas antara dua benda
yang saling bersentuhan. Rambut dan bulu merupakan contoh insulator yang baik.
2.1.4. Konveksi. Konveksi adalah perpindahan panas antara dua benda, yang terjadi melalui zat
alir (fluida) yang bergerak. Proses perpindahan panas yang dicontohkan di atas menunjukkan
perpindahan panas yang terjadi dari tubuh manusia kelingkungannya.
2.1.5. Radiasi. Radiasi adalah perpindahan panas antara dua benda yang tidak saling
bersentuhan. dilakukan hewan (khususnya poikiloterm) untuk menaikkan atau memperoleh
panas tubuh.
2.1.6. Evaporasi. Evaporasi atau penguapan ialah proses perubahan benda dari fase cair ke fase
gas. Permasalahannya, tidak semua hewan memiliki kelenjar keringat.
2.1. Termoregulasi pada Ektoterm
Ektoterm merupakan hewan yang suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan sekitarnya.

2.2.1. Termoregulasi pada Ektoterm Akuatik. Suhu pada lingkungan akuatik relatif stabil
sehingga hewan yang hidup di dalamnya tidak mengalami permasalahan suhu lingkungan yang
rumit. dihamburkan oleh air sehingga suhu tubuh ikan akan stabil dan relatif sama dengan suhu
air disekitarnaya.
2.2.2. Termoregulasi Pada Ektoterm Teresterial
Berbeda dengan lingkungan akuatik, suhu di lingkungan teresterial selalu berubah dengan
variasi yang cukup besar. Memperhatikan fluktuasi suhu lingkungan teresterial yang sangat besar
itu, tampaknya akan sangat menarik jika kita mempelajari termoregulasi yang dilakukan
ektoterm teresterial. Cara terpenting yang dilakukan oleh hewan ektotermik teresterial untuk
memperoleh panas ialah dengan menyerap panas/radiasi matahari. kearah matahari. Hewan dapat
memaksimalkan perolehan panas dengan menghadapkan tubuhnya ke arah matahari. Vetebrata
ektoterm,. Kisaran suhu tubuh ideal yang paling disukai disebut sebagai suhu ekritik dan
biasanya berkisar antara 35-40o C. Berkaitan dengan adanya kisaran toleransi termal tersebut,
dikenal suhu istilah minimum dan suhu kritis maksimum, yaitu suhu pada titik terendah dan
tertinggi yang terdapat pada kisaran toleransi termal. Suhu yang terletak padasuatu titik di atas
suhu kritis maksimum dan di bawah suhu kritis minimum sangat tidak sesuai bagi kehidupan
hewan.

2.2 Termoregulasi pada Endoterm. Endoterm merupakan hewan yang panas tubuhnya berasal
dari dalam tubuh, sebagai hasil dari proses metabolisme sel tubuh. Memperhatikan uraian di atas,
burung dan mamalia dapat dinyatakan sebagai hewan endoterm sejati.

2.3.1. Adaptasi Endoterm Terhadap Suhu Ekstrim. Suhu ekstrim dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu ekstrim panas dan ekstrim dingin.
a. Masuk ke dalam kondisi heterotermi, mempertahankan adanya perbedaan suhu antara
berbagai dagian tubuh.
b. Hibernasi atau torpor, yaitu penurunan suhu tubuh yang berkaitan dengan adanya
penurunan laju metabolisme, laju denyut jantung, laju respirasi, dan sebagainya. hibernasi
dicapai dengan kebangkitan spontan melalui peningkatan laju metabolisme dan suhu
tubuh secara tepat, yang akan segera mengembalikannya ke keadaan normal.
Cara yang dilakukan hewan endoterm untuk melawan suhu yang sangat panas ialah sebagai
berikut.
a. Meningkatkan pelepasan panas tubuh dengan meningkatkan penguapan, baik melalui
proses berkeringat ataupun terengah-engah, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
b. Melalukan gularfluttering, yaitu menggerakan daerah kerongkongan secara cepat dan
terus menerus sehingga penguapan melalaui saluran pernapasan (dan mulut) dapat
meningkat, dan akibatnya pelepasan panas tubuh juga meningkat.
c. Menggunakkan strategi hipertermik, yaitu mempertahankan atau menyimpan kelebihan
panas metabolic di dalam tubuh sehingga suhu tubuh meningkat sangat tinggi.

2.3.2. Pengendalian Suhu Tubuh Endoterm


Komponen yang diperlukan untuk menyelenggarakkan pengendalian suhu tubuh ialah reseptor
(termoreseptor), koparator (koordinator), dan efektor.
2.4. Osmoregulasi. Komponen utama penyusun tubuh hewan adalah air, yang jumlahnya
mencapai 60-95% dari berat tubuh hewan. Sekalipun demikian, hewan harus mampu
mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkat yang tepat.

2.4.1. Pentingnya Osmeregulasi bagi Hewan Proses inti dalam osmeregulasi yaitu osmosis.
dari larutan gula 5% menuju larutan gula 15% sampai tercipta keadaan seimbang antara
keduanya. Istilah isotonis sering digunakan untuk menyebut dua macam larutan yang
mempunyai tekanan osmotis sama (isoosmotik). Konsep tekanan osmotik dapat menimbulkan
kebingungan sehingga sebagian orang lebih suka menggunakan istilah konsentrasi osmotok.
Konsep tentang konsentrasi osmotic hendaknya tidak dikacaukan dengan konsep tonisitas
larutan.
konsep hipotonis, hipertonis dan isotonis akan selalu digunakan. tidak diperthankan dengan baik,
kemungkinan air akan bergerak ke arah yang tidak diharapkan, misalnya ke lumen tubulus ginjal,
dan selanjutnya di keluarkan dari ginjal. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa tidak
semua hewan dapat melakukan osmoregulasi dengan baik. Setiap jenis lingkungan memberikan
berbagai factor pendukung khas bagi hewa yang hidup di dalamnya, sekaligus mengandung
ancaman tertentu yang dapat membahayakan kehidupan hewan.

2.4.2. Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Air Laut. Kebanyakan hewan invebtebra laut
bersifat osmokonformer, ditandai dengan adanya konsentrasi osmotic cairan tubuhnya yang sama
dengan air laut tempat hidup mereka. keseimbangan ionik. Jadi, antara air laut dan cairan dalam
tubuh hewan terdapat perbedaan komposisi ion, yang akan menghasilkan gradient konsentrasi.
Dalam keadaan demikian, hewan memiliki peluang untuk memperoleh masukan ion tertentu dari
air laut, apabila konsentrasi ion tersebut di laut lebih tinggi dari pada yang terdapat di dalam
tubuh hewan. Pemasukan ion tersebut akan membuat cairan tubuh hewan menjadi hiperosmotik
dibanding air laut, dan keadaan tersebut akan meyebabkan terjadinya pemasuka air kedalam
tubuh hewan. Dengan cara demikian, hewan osmokonformer dapat memperoleh masukan
berbagai macam zat yang dibutuhkannya. Beberapa spesies hewan laut, misalnya ubur-ubur,
mempertahankan konsentrasi ion SO42- dan Ca2 dalam tubuhnya agar tetap berbeda dari
konsentrasi ion tersebut dalam air laut. Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi ion tertentu yang
dibutuhkan hewan harus diatur secara fidiologis.
Hewan melakukan pengaturan konsentrasi ion dengan cara mensekresi atau menyerap ion secara
aktif. Cara osmeregulasi pada vebtebrata laut berbeda dengan osmoregulasi pada invertebrata.
Teleostei laut, yang mempunyai cairan tubuh hopoosmotik terhadapa air laut, mempunyai
mekanisme adaptasi tertntu yang bermanfaat untuk menghindari kehilangan air dari tubuhnya.
Sebagai penggantinya, hewan ini akan minum air laut dalam jumlah banyak. Elasmobrankhii
memiliki masalah berupa pasukan Na yang terlalu banyak ke dalam tubuhnya (melalui insang).
Sejumlah mamalia laut, contohnya lumba-lumba dan ikan paus, menghadapi masalah pemasukan
garam yang terlalu banyak ke dalam tubuhnya, yang masuk bersama makanan.

2.4.3. Osmeregulasi Hewan pada Lingkungan Air Tawar. Masalah yang dihadapi hewan air
tawar merupakan kebalikan dari masalah yang dihadapi oleh hewan laut. Vertebrata dan
invertebrata air tawar membatasi pemasukan air (dan kehilangan ion) dengan cara membentuk
permukaan tubuh yang inpermeabel terhadap air. Akan tetapi, pengeluaran urin juga
menyebabkan pengeluaran ion. Cairan tubuh Teleostei air tawar memiliki konsentrasi osmotic
yang lebih tinggi daripada air tawar.

2.4.4. Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Payau. Ada hewan akuatik yang hidup menetap
di daerah perairan payau. Contoh hewan yang dapat hidup di lingkungan payau ialah larva dari
beberapa jenis nyamuk. Larva nyamuk Aedes campestris lebih mengagumkan lagi karena dapat
hidup di danau yang mengandung garam alkalis, dengan kanduangan utama natrium karbonat
dan memiliki pH lebih dari 10. Larva Aedes menggapai peningkatan kadar garam di luar
tubuhnya denga cara meningkatkan laju minum beberapa kali lipat. Larva Aedes setiap hari
minum 2,4 mikroliter air (lebih dari sepertiga kandungan toyal air dalam tubuhnya yang hanya
6,5 mikroliter). difusi (melalui permukaan tubuhnya 0,2µl dan melalui papilla anal 0,4 µl).
Ketika perpindahan air tawar ke laut, dalam waktu 10 hari belut akan kehilangan air secara
osmotik, yang besarnya mencapai 4% dari berat tubuhnya.
2.4.5. Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Darat. Hewan yang sangat berhasil hidup
didarat dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Artrupoda dan Vertebrata. Kehilangan air
dari tubuh hewan darat dapat terjadi sangat mudah melalui penguapan. Penguapan air dari tubuh
hewan dapat dipengaruhi oleh faktor kandungan uap air diadtmosfer, suhu, gerakan udara pada
permukaan benda yang melakukan evaporasi, tekanan barometrik, luas permukaan penguapan.
2.4.6. Osmoregulasi pada Invertebrata Darat. Invertebrata darat pada umumnya merupakan
golongan Artropoda, Insekta, dan laba-laba (yang paling banyak ialah insekta). Tidak semua
kutikula pada invertebrata darat dapat menghambat kehilangan air dari dalam tubuh. Tempat
kedua yang merupakan jalan pelepasan air pada Insekta adalah spirakel. Dalam proses tersebut,
Insekta melakukan pengambialan oksigen dengan laju yang kontinyu, tetapi pelepasan
korbondioksida dilakukan secara periodic dengan cara disemburkan. Insekta dapat tetap
memperoleh oksigen yang cukup, tanpa disertai kehilangan air dalam jumlah banyak. Insekta
mengalami kehilangan air dalam jumlah yang sangat sedikit melalui feses dan urin. larut dalam
air.
2.4.7. Osmoregulasi pada Vertebrata Darat Vertebrata yang berhasil berkembang
dilingkungan darat terutama dari kelas reptile, burung, dan mamalia. Hewan dari kelas reptile,
meliputi ular, buaya, kadal, dan kura-kura memiliki kulit yang kering dan bersisik. Adaptasi
untuk mempertahankan keseimbangan air juga dilakukan oleh burung. sebelah atas tiap matanya,
di dekat hidung. Pada mamalia, kehilangan air dan garam dapat terjadi lewat keringat.
Sementara, cara mereka memperoleh air sama seperti vetebrata lainnya, yaitu dari air minum dan
makanan. Akan tetapi untuk amalia yang hidup di padang pasir, memperoleh air dengan cara
minum merupakan hal yang mustahil. Sebagai contoh, tikus kanguru (dipomy spectobilis), tidak
minum air, tetapi dapat bertahan dengan menggunakan air metabilik yang dihasilkan dari
oksidasi glukosa.

Anda mungkin juga menyukai