I. PENDAHULUAN
2.1. Termoregulasi
Suhu tubuh pada kebanyakan hewan dipengaruhi oleh suhu lingkungannya. Ada hewan
yang dapat bertahan hidup pada suhu -2o C, sementara hewan lainnya dapat hidup pada suhu 50 o
C, misalnya hewan yang hidup di gurun. Bahkan, ada hewan yang dapat bertahan pada suhu
yang lebih eksterm lagi, contohnya beberapa cacing polikhaeta yang hidup di palung lat dalam,
pada suhu lebih dari 80o C. meskipun demikian, untuk hidup secara normal, sebagian besar
sebagian besar hewan memiliki kisaran suhu yang lebih sempit dari kisaran suhu tersebut.
Sekalipun suhu tubuh kebanyakan hewan dipengaruhi lingkuang luarnya, kenyataan menunjukan
bahwa burung dan mamalia dapat mengatur suhu tubuh mereka, bahkan mempertahankan agar
tetap konstan, meskipun suhu lingkuangan eksternalnya berubah-ubah.
Mengapa suhu tubuh hewan dipertahankan agar tetap konstan? Suhu tubuh yang konstan
(tidak banyak berubah) sangat dibutuhkan oleh hewan karena beberapa alasan. Pertama,
perubahan suhu dapat mempengaruhi konformasi protein dan aktivitas enzim. Apabila aktivitas
terganggu, reaksi dalam sel pun akan terganggu. Dengan demikian, perubahan suhu dalam tubuh
hewan akam mempengaruhi kecepatan reaksi metabolism dalam sel.
Kedua, perubahan suhu tubuh berpengaruh terhadap energy kinetik yang dimiliki oleh setiap
molekul zat sehingga peningkatan suhu tubuh akan member peluang yang lebih besar kepada
berbagai partikel zat untuk saling bertumbuhan. Hal ini mendorong terjadinya berbagai reaksi
penting dan mungkin meningkatkan kecepatannya. Jadi, peningkatan suhu tubuh hewan dapat
meningkatkan laju reaksi dalam sel. Meskipun begitu, jika peningkatan laju reaksi terjadi secara
tidak terkendali maka hal itu akan merugikan.
Pengukuran peningkatan laju reaksi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mengukur
nialai Q10. Q10 ialah meningkatkan laju reaksi/proses fisiologi yang terjadi untuk setiap kenaikan
suhu sebesar 10o C. Q10 merupakan perbandiangan antara laju reaksi (k) yang terjadi pada suhu
(X + 10)o C dan laju reaksi (k) pada suhu Xo C. pernyataan ini dapat digambarkan dengan rumus
berikut.
𝑘(𝑋+10)𝑜𝐶
Q10 = 𝑘(𝑋)𝑜 𝐶
Hewan mengalami pertukaran panas dengan lingkungan sekitarnya, atau dapat dikatakan
berinteraksi panas. Interaksi tersebut dapat menguntungkan ataupun merugikan. Sekalipun
demikian, hewan ternyata dapat memperoleh manfaat yang besar dari peristiwa pertukaran panas
ini. Interaksi panas tersebut ternyata dimanfaatkan oleh hewan sebagai cara untuk mengatur suhu
tubuh mereka, yang itu untuk meningkatkan dan menurunkan pelepasan panas dari tubuh, atau
sebaliknya, untuk memperoleh panas. Interaksi/pertukaran panas antara hewan dan lingkugannya
dapat terjadi melalui empat cara yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi (Gambar 1).
Anak panah menuju hewan menunjukkan perolehan panas sedangkan yang menjauhi hewan
menunjukkan pelepasan panas dari tubuh hewan (Kay 1998).
2.1.3. Konduksi
Konduksi panas adalah perpindahan atau pergerakan panas antara dua benda yang saling
bersentuhan. Dalah hal ini, panas akan berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda
yang suhunya lebih randah laju aliran panas dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain
luas permukaan benda yang saling bersentuhan, perbedaan suhu awal antara kedua benda, dan
konduktifitas panas dari kedua benda tersebut. Konduktifitas panas ialah tingkat kemudahan
untuk mengalirkan panas yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap benda memeliki konduktifitas
yang berbeda. Logam mempunyai konduktifitas panas yang tinggi, sedangkan hewan memeliki
konduktifitas yang rendah. Berarti hewan merupakan panahan panas (insulator) yang baik.
2.1.4. Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas antara dua benda, yang terjadi melalui zat alir
(fluida) yang bergerak. Dalam hal ini, panas dari tubuh hewan dipindahkan ke zat alir yang
bergerak didekatnya. Sebagai contoh, orang yang menggunakan kipas angin atau berkipas-kipas
karena kepanasan. Pada awalnya, udara disekitar tubuh orang tersebut tidak panas, namun sesaat
kemudian berubah menjadi panas akibat adanya konduksi panas dari tubuh orang tersebut.
Setelah itu, udara panas itu mengalir/berpindah tempat, dan tempatnya digantikan oleh udara
lain yang lebih dingin. Demikianlah terjadinya aliran panas secara konveksi. Proses konveksi ini
akan berlangsung terus sampai suhu tubuh orang itu kembali ke suhu normal, yaitu 37o C.
Perpindahan panas secara konveksi bisa dipercepat, apabila kecepatan aliran fluida di sekeliling
tubuh ditingkatkan.
Proses perpindahan panas yang dicontohkan di atas menunjukkan perpindahan panas
yang terjadi dari tubuh manusia kelingkungannya. Akan tetapi, perpindahan panas secara
konveksi juga dapat terjadi dari lingkungan ke tubuh hewan. Contoh yang mudah untuk hal ini
misalnya pada saat udara panas bertiup di dekat kita, lama-kelamaan tubuh kita akan menjadi
lebih panas juga.
2.1.5. Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas antara dua benda yang tidak saling bersentuhan.
Contoh untuk hal ini misalnya perpindahan panas dari matahari ketubuh hewan, dari panas api di
perapian ke tubuh manusia, atau dari panas lampu OHP ke tubuh pemakai OHP. Frekuensi dan
intenditas radiasi yang di pancarkan tergantung pada suhu benda yang mengeluarkan radiasi.
Semakin tinggi suhu benda yang mengeluarkan radiasi, semakin tinggi pula tinggi pula intensitas
radiasinya. Selain dapat memancarkan panas, tubuh hewan juga dapat menyaerap panas. Benda
yang berwarna hitam (benda hitam) merupakan penyerap radiasi yang baik. Kulit, rambut, dan
bulu merupakan “benda hitam” yang dapat menyerap radiasi yang baik. Pada kenyataannya,
menyerap radiasi matahari (misalnya dengan cara berjemur) merupakan cara terpenting yang
2.1.6. Evaporasi
Evaporasi atau penguapan ialah proses perubahan benda dari fase cair ke fase gas.
Perubahan benda (misalnya air) dari ase cair ke fase gas memerlukan sejumlah bentuk energi
dalam bentuk panas. Oleh karena itu, apabila air direbus menggunakan panas api atau listrik,
lama-kelamaan air tersebut akan berubah menjadi uap. Jumlah panas yang diperlukan untuk
merubah air (atau zat cair lainnya) dari fase cair menjadi gas dinamakan panas penguapan. Hal
ini berarti bahwa penguapan air memerlukan sejumlah panas, dan panas tersebut biasanya
diperoleh dari lingkungannya. Akibatnya, penguapan akan dapat menyebabkan terjadinya
pendinginan lingkungan sekitar.
Permasalahannya, tidak semua hewan memiliki kelenjar keringat. Hewan yang tidak
dapat berkeringat seperti burung dan anjing jika tubuhnya panas, akan meningkatkan penguapan
melalui saluran pernapasan mereka, dengan cara terengah-engah. Terengah-engah pada (anjing),
yang di ikuti dengan menjulurkan lidahnya, dapat dianggap sebagai sumber pelepasan panas
yang bermakna.
Cara yang dilakukan hewan endoterm untuk melawan suhu yang sangat panas ialah sebagai
berikut.
a. Meningkatkan pelepasan panas tubuh dengan meningkatkan penguapan, baik melalui
proses berkeringat ataupun terengah-engah, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
b. Melalukan gularfluttering, yaitu menggerakan daerah kerongkongan secara cepat dan
terus menerus sehingga penguapan melalaui saluran pernapasan (dan mulut) dapat
meningkat, dan akibatnya pelepasan panas tubuh juga meningkat. Missal: pada ayam
yang sedang mengerami telurnya.
c. Menggunakkan strategi hipertermik, yaitu mempertahankan atau menyimpan kelebihan
panas metabolic di dalam tubuh sehingga suhu tubuh meningkat sangat tinggi. Cara in
dapat ditemukan pada unta dan rusa gurun. Hipertermik yang bersifat sementara
setidaknya dapat mengurangi pelepasan air dari tubuh, yang seharusnya digunakan untuk
mendinginkan tubuh melalui penguapan. Akan tetapi, hipertermik juga menimbulkan
masalah pada hewan karena organ tertentu pada tubuh (misalnya otak) kurang mampu
mentoleransi kenaikan suhu yang terlalu besar. Oleh karena itu, harus ada teknik untuk
mendinginkan otak. Pendinginan otak pada unta dapat dilakukan dengan menggunakan
suatu cara yang prinsip kerjanya mirip dengan heat exchanger pada ikan tuna, namun
lokasinya terletak pada rongga hidung.
2.4. OSMOREGULASI
Komponen utama penyusun tubuh hewan adalah air, yang jumlahnya mencapai 60-95%
dari berat tubuh hewan. Air terbesar pada berbagai bagian tubuh, baik di dalam sel (sebagai
cairan intrasel: CIS) maupun di luar sel (sebagai cairan ekstrasel: CES). CES sendiri terbesar
pada berbagai bagian tubuh, contohnya plasma darah dan cairan serebrospinal. Dalam CES
terlarut berbagai macam zat, meliputi berbagai ion dan sari makanan, sisa obat, hormone, serta
zat sisa metabolisme sel seperti urea dan asam urat. Konsentrasi setiap jenis zat dalam
cairantubuh dapat berubah setiap saat, tergantung pada berbagai faktor.
Sekalipun demikian, hewan harus mampu mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan
zat terlarut pada tingkat yang tepat. Mekanisme untuk mengatur jumlah air dan zat konsentrasi
zat terlarut disebut osmoregulasi. Jadi, osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan
antara jumlah air dan zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan.
Tabel 1. komposisi ion dalan tubuh invebtebrata laut dan dalam air laut
Konsentrasi Ion (mmol/liter)
Spesies Hewan/Air laut
Na+ K+ Mg2+ Ca2+ SO42+ Cl-
Air laut 479,0 10,2 55,0 10,3 29,9 540,0
Ubur-ubur 464,0 10,6 54,0 9,8 15,5 567,0
Rajungan 500,0 12,0 30,0 24,0 16,6 550,0
Kerang 490,0 12,8 54,0 12,5 29,5 563,0
Pada umunya, konsentrasi osmotic berbagai ion dalam tubuh hewan tidak berbeda secara
bermakna dari yang terdapat dalam air laut. Akan tetapi, kita dapat menemukan beberapa
kekecualian. Beberapa spesies hewan laut, misalnya ubur-ubur, mempertahankan konsentrasi ion
SO42- dan Ca2+ dalam tubuhnya agar tetap berbeda dari konsentrasi ion tersebut dalam air laut.
Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi ion tertentu yang dibutuhkan hewan harus diatur secara
fidiologis.
Hewan melakukan pengaturan konsentrasi ion dengan cara mensekresi atau menyerap ion
secara aktif. Pada ubur-ubur, SO42- akan di keluarkan dari dalam tubuh untuk meningkatkan daya
apungnya (buoyanci). SO42- merupakan ion yang relatif berat konsentrasinya sehingga
mengurangi konsentrasinya berarti meningkatkan daya apung. Sementara itu, octopus
mempertahankan konsentrasinya cairan tubuhnya tetap hiperosmotik dibandingkan dengan air
lain, sedangkan kerang lain dan krustasea mempertahankan kondisi hipoosmotik dalam cairan
tubuhnya. Hewan juga dapat mengalami perolehan dan pelepasan ion yang tidak di atur dengan
cara khusus. Hal ini dapat terjadi melalui permukaan tubuh, insang, makanan yang di telan, dan
dengan menghasilkan zat sisa (misalnya urin).
Masalah yang dihadapi hewan air tawar merupakan kebalikan dari masalah yang dihadapi
oleh hewan laut. Hewan air tawar mempunyai cairan tubuh dengan tekanan osmotic yang lebih
tinggi dari lingkungannya (hoperosmotik/hipertonis). Berarti, mereka terancam oleh dua hal
utama, yaitu kehilangan garam da pemasukan air yang berlebihan.
Vertebrata dan invertebrata air tawar membatasi pemasukan air (dan kehilangan ion)
dengan cara membentuk permukaan tubuh yang inpermeabel terhadap air. Meskipun demikian,
air dan ion tetap dapat bergerak melewati insang yang relative terbuka. Air yang masuk ke dalam
tubuh invertebrata di keluarkan dalam bentuk urin. Laju aliran urin pada invertebrata air tawar
jauh lebih tinggi daripada yang dialami oleh hewan laur.
Akan tetapi, pengeluaran urin juga menyebabkan pengeluaran ion. Oleh karena itu,
hewan perlu melakukan transporaktif untuk memasukkan ion ke dalam tubuhnya. Pada krustasea
air tawar, transpor aktif ion terjadi malalui insang. Vertebrata air rawar melakukan hal yang
hampir sama dengan invertebrata air tawar, yaitu memasukkan ion dan garam dengan transport
aktif. Sebenarnya, penggantian ion yang terlepas ke dalam air dapat dilakukan dengan makan,
namun sumber masukan ion yang utama adalah transport aktif melalui insang.
Cairan tubuh Teleostei air tawar memiliki konsentrasi osmotic yang lebih tinggi daripada
air tawar. Oleh karena itu, hewan ini memiliki peluang besar untuk memasukkan air ke dalam
tubuhnya terutama melalui insang. Kelebihan air itu akan di keluarkan lewat uring, namun
dengan cara itu sejumlah garam pun akan hilang dari tubuh bersama urin. Sebagian garam
meninggalkan tubuh ikan melalui insang. Sebagai pengganti garam yang hilang, hewan tersebut
akan mengambil garam melalui insang dengan cara transport aktif. Dalam hal ini, insang
berfungsi sebagai alat untuk memasukkan garam ke dalam tubuh dengan cara transport aktif,
sekaligus untuk membuang kelebihan garam secara difusi.
2.5. Rangkuman
Hewan melakukan interaksi pertukaran panas dengan lingkungannya melalui berbagai
cara, yaitu radiasi, evaporasi, konduksi, dan konveksi. Suhu tubuh hewan selalu mengalami
perubahan, dan hal ini harus dihindari. Oleh karena itu hewan perlu melalukan termoregulasi
untuk mempertahankan suhu tubuh.
Suhu tubuh hewan harus selalu dijaga agar tetap seimbang waktu perubahan suhu dapat
memengaruhi konformasi bebrbagai senyawa dalam sel dan aktivitas kebanyakan enzim.
Berdasarkan kemampuannya menjaga tubuh, hewan dapat digolongkan menjadi dua kelompok,
yaitu poikiloterm (ektotermik) dan hemeoterm (endotermik). Hewan paikiloterm dan homeoterm
berdaptasi terhadap suhu ekstrim dengan cara yang berbeda.
Hewan menjaga homeostasis suhu dengan cara yang sangat bermacam-macam,
tergantung pada jenis hewan dan lingkungan tempat hidupnya. Adapun cara yang dilakukan
hewan, pada dasarnya mereka melakukannya dengan mengatur keseimbangan antara perolehan
dan pelepasan panas. Pada mamalia, pengendalian suhu tubuh diselenggarakkan melalui proses
fisiologis maupun dengan prilaku tertentu, dengan melibatkan peran sistim syaraf dan hormon.
Perubahan tekanan osmotik dapat menyebabkan perubahan arah aliran air/zat terlarut,
yang bedampak tidak baik terhadap fungsi maupun struktur sel. Berdasarkan kemampunnya
menjaga tekanan osmotic tubuh dikenal adanya hewan osmoregulator dan osmokonformer.
Hewan melakukan osmoregulasi dengan banyak cara, tergantung pada jenis lingkungan hidup
dan jenis alat tubuh yang dimiliki. Lingkungan hidup yang berbeda memberikan ancaman yang
III. PENUTUP
3.1.Test Formatif
1. Panas dapat hilang dan masuk ke dalam tubuh hewan dengan cara, kecuali :
a. Konveksi
b. Radiasi
c. Interferensi
d. Konduksi
10. Suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga abdomen, dan
rongga pelvis biasanya dipertahankan relatif konstan (sekitar 37°C) disebut :
a. Suhu inti (core temperature)
b. Suhu permukaan (surface temperatur)
c. Suhu lingkungan
d. Suhu Ruang
Carlson, J. L. Johson, V. dan Cavert, H. M. 1961. 5th Ed. The Machinery of The Body. The
University of Chicago Press. USA.
Costanzo, L S. 2002. Physiology. 2nd ed. Philadelphia Sanders.
Dukes, H. H. 1955. The Physiology Of Domestic Animals. 7 th Ed. Comstok Publishing
Company, Inc. Ithaca. New York
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Edisi ke VI. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Martin, F H., Timmons, M J., Tallitsch, R B. 2008. Human Anatomy. 6 th ed. Benjamin
Cumming
Saladin, Kenneth S. 2010. Anatomy and Physiology. 5th ed. New York Watnick..