Anda di halaman 1dari 25

MODUL ENAM

TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASi

I. PENDAHULUAN

Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh ternak mengenai keseimbangan


produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan
Persoalannya, tidak semua hewan mampu mempertahankan suhu tubuh yang konstan. Hewan
yang mampu mempertahankan suhu tubuhnya dinamakan homeoterm, sedangkan yang tidak
mampu mempertahankan suhu tubuhnya dinamakan poikiloterm. Pada bab ini, anda dapat
mempelajari mekanisme termoregulasi yang dilakukan oleh hewan, baik homeoterm maupun
poikiloterm. Mekanisme termoregulasi yang dilakukan hewan ialah dengan mengatur
keseimbangan antara perolehan dan keseimbangan/pelepasan panas.
Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat
terlarut yang ada dalam tubuh hewan. Komponen utama penyusun tubuh hewan adalah air, yang
jumlahnya mencapai 60-95% dari berat tubuh hewan. Air terbesar pada berbagai bagian tubuh,
baik di dalam sel (sebagai cairan intrasel: CIS) maupun di luar sel (sebagai cairan ekstrasel:
CES). CES sendiri terbesar pada berbagai bagian tubuh, contohnya plasma darah dan cairan
serebrospinal. Dalam CES terlarut berbagai macam zat, meliputi berbagai ion dan sari makanan,
sisa obat, hormon, serta zat sisa metabolisme sel seperti urea dan asam urat. Konsentrasi setiap
jenis zat dalam cairan tubuh dapat berubah setiap saat, tergantung pada berbagai faktor.

Kompetensi khusus dari modul ini adalah mahasiswa diharapkan dapat :

1. Memahami sifat hewan homeoterm dan poikiloterm.


2. Menjelaskan cara yang dilakukan hewan dalam menjaga homeostasis suhu tubuhnya.
Mengingat bahwa menjaga suhu tubuh pada dasarnya mengatur keseimbangan antara
perolehan dan keseimbangan panas.
3. Mampu menjelaskan berbagai hal yang menyebabkan hewan kehilangan panas, dan cara
yang mereka lakukan untuk memperoleh panas.
4. mampu memahami mekanisme osmoregulasi pada hewan, baik hewan akuatik maupun
hewan darat.

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-1


II. PENYAJIAN MATERI

2.1. Termoregulasi

Suhu tubuh pada kebanyakan hewan dipengaruhi oleh suhu lingkungannya. Ada hewan
yang dapat bertahan hidup pada suhu -2o C, sementara hewan lainnya dapat hidup pada suhu 50 o
C, misalnya hewan yang hidup di gurun. Bahkan, ada hewan yang dapat bertahan pada suhu
yang lebih eksterm lagi, contohnya beberapa cacing polikhaeta yang hidup di palung lat dalam,
pada suhu lebih dari 80o C. meskipun demikian, untuk hidup secara normal, sebagian besar
sebagian besar hewan memiliki kisaran suhu yang lebih sempit dari kisaran suhu tersebut.
Sekalipun suhu tubuh kebanyakan hewan dipengaruhi lingkuang luarnya, kenyataan menunjukan
bahwa burung dan mamalia dapat mengatur suhu tubuh mereka, bahkan mempertahankan agar
tetap konstan, meskipun suhu lingkuangan eksternalnya berubah-ubah.
Mengapa suhu tubuh hewan dipertahankan agar tetap konstan? Suhu tubuh yang konstan
(tidak banyak berubah) sangat dibutuhkan oleh hewan karena beberapa alasan. Pertama,
perubahan suhu dapat mempengaruhi konformasi protein dan aktivitas enzim. Apabila aktivitas
terganggu, reaksi dalam sel pun akan terganggu. Dengan demikian, perubahan suhu dalam tubuh
hewan akam mempengaruhi kecepatan reaksi metabolism dalam sel.
Kedua, perubahan suhu tubuh berpengaruh terhadap energy kinetik yang dimiliki oleh setiap
molekul zat sehingga peningkatan suhu tubuh akan member peluang yang lebih besar kepada
berbagai partikel zat untuk saling bertumbuhan. Hal ini mendorong terjadinya berbagai reaksi
penting dan mungkin meningkatkan kecepatannya. Jadi, peningkatan suhu tubuh hewan dapat
meningkatkan laju reaksi dalam sel. Meskipun begitu, jika peningkatan laju reaksi terjadi secara
tidak terkendali maka hal itu akan merugikan.
Pengukuran peningkatan laju reaksi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mengukur
nialai Q10. Q10 ialah meningkatkan laju reaksi/proses fisiologi yang terjadi untuk setiap kenaikan
suhu sebesar 10o C. Q10 merupakan perbandiangan antara laju reaksi (k) yang terjadi pada suhu
(X + 10)o C dan laju reaksi (k) pada suhu Xo C. pernyataan ini dapat digambarkan dengan rumus
berikut.
𝑘(𝑋+10)𝑜𝐶
Q10 = 𝑘(𝑋)𝑜 𝐶

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-2


Memperhatikan rumus tersebut, jelas bahwa suhu lingkungan akan berpengaruh terhadap
aktivitas metabolisme di dalam sel tubuh. Oleh karena itu, hewan harus melakukan
termoregulasi agar suhu tubuhnya selalu dalam keadaan homeostasis.

2.1.1. Poikiloterm dan Homeoterm

Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuhnya, hewan dapat


diklasifikasikan menjadi dua, yaitu poikiloterm dan homeoterm. Hewan poikiloterm yaitu hewan
yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan perubahan suhu lingkungan. Sementara,
hewan homeoterm yaitu hewan yang suhu tubuhnyan selalu konstan/tidak berubah sekalipun
suhu lungkungannya sangat berubah.
Menurut konsep kuno, poikiloterm sama dengan hewan berdarah dingin, sedangkan
homeoterm sama dengan hewan berdarah panas. Namun, lebih baik kita tidal lagi menggunakan
istilah tersebut karena tidak tepat dan seringkali menimbulkan kebingungan. Sebagai contoh
kadal dan mamalia yang hidup di gurun. Kadal adalah hewan poikiloterm, sementara mamalia
adalah hewan homeoterm. Suhu tubuh hewan piokiloterm biasanya lebih rendah dari pada suhu
tubuh keth hewan homeoterm. Akan tetapi, pada saat tertententu ketika suhu lingkungan di gurun
mencapai 50o C, suhu tubuh kadal dapat menjadi lebih tinggi (misalnya 42 o C) dari pada suhu
tubuh mamalia gurun, yang suhunya tetap sekitar 37 o C atau 38o C. Dalam contoh tersebut,
sangat jelas bahwa penggunaan istilah hewan berdarah dingin dan panas sama sekali tidak tepat.
Coba kita renungkan, betapa membingungkan apabila kadal dengan suhu tubuh 42o C dikatakan
sebagai hewan berdarah dingin, sementara mamalia yang suhu tubuhnya 37o C atau 38o C
dikatakan sebagai hewan berdarah panas. Oleh karena itu, lebih baik kita menggunakan istilah
poikiloterm bagi “hewan berdarah dingin” dan homeoterm bagi “hewan berdarah panas”.
Hewan poikiloterm juga dapat disebut sebagai ektoterm karena suhu tubuhnya ditentukan
dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternalnya. Sementara, homeoterm dapat disebut
endoterm karena suhu tubuhnya diatur oleh produksi panas yang terjadi dalam tubuh. Sekalipun
demikian, kita dapat menemukan adanya beberapa kekecualian, misalnya pada insekta.
Sebenarnya, insekta dikelompokkan sebagai hewan ektoterm, tetapi ternyata ada beberapa
insekta, misalnya lalat, yang dapat menghasilkan tambahan panas tubuh dengan melakukan
kontraksi otot. Dengan alasannya itu, lalat dikatakan bersifat endotermik sebagian.

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-3


2.1.2. Interaksi panas antara hewan dan lingkungannya

Hewan mengalami pertukaran panas dengan lingkungan sekitarnya, atau dapat dikatakan
berinteraksi panas. Interaksi tersebut dapat menguntungkan ataupun merugikan. Sekalipun
demikian, hewan ternyata dapat memperoleh manfaat yang besar dari peristiwa pertukaran panas
ini. Interaksi panas tersebut ternyata dimanfaatkan oleh hewan sebagai cara untuk mengatur suhu
tubuh mereka, yang itu untuk meningkatkan dan menurunkan pelepasan panas dari tubuh, atau
sebaliknya, untuk memperoleh panas. Interaksi/pertukaran panas antara hewan dan lingkugannya
dapat terjadi melalui empat cara yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi (Gambar 1).

Gambar 1. Kehilangan Panas Pada Hewan.

Anak panah menuju hewan menunjukkan perolehan panas sedangkan yang menjauhi hewan
menunjukkan pelepasan panas dari tubuh hewan (Kay 1998).

2.1.3. Konduksi

Konduksi panas adalah perpindahan atau pergerakan panas antara dua benda yang saling
bersentuhan. Dalah hal ini, panas akan berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda
yang suhunya lebih randah laju aliran panas dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain
luas permukaan benda yang saling bersentuhan, perbedaan suhu awal antara kedua benda, dan
konduktifitas panas dari kedua benda tersebut. Konduktifitas panas ialah tingkat kemudahan
untuk mengalirkan panas yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap benda memeliki konduktifitas
yang berbeda. Logam mempunyai konduktifitas panas yang tinggi, sedangkan hewan memeliki
konduktifitas yang rendah. Berarti hewan merupakan panahan panas (insulator) yang baik.

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-4


Rambut dan bulu merupakan contoh insulator yang baik. Oleh karena itu, mamalia dan aves
hanya akan melepaskan sejumlah kecil panas dari tubuhnya ke benda lain yang bersentuhan
dengannya.

2.1.4. Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas antara dua benda, yang terjadi melalui zat alir
(fluida) yang bergerak. Dalam hal ini, panas dari tubuh hewan dipindahkan ke zat alir yang
bergerak didekatnya. Sebagai contoh, orang yang menggunakan kipas angin atau berkipas-kipas
karena kepanasan. Pada awalnya, udara disekitar tubuh orang tersebut tidak panas, namun sesaat
kemudian berubah menjadi panas akibat adanya konduksi panas dari tubuh orang tersebut.
Setelah itu, udara panas itu mengalir/berpindah tempat, dan tempatnya digantikan oleh udara
lain yang lebih dingin. Demikianlah terjadinya aliran panas secara konveksi. Proses konveksi ini
akan berlangsung terus sampai suhu tubuh orang itu kembali ke suhu normal, yaitu 37o C.
Perpindahan panas secara konveksi bisa dipercepat, apabila kecepatan aliran fluida di sekeliling
tubuh ditingkatkan.
Proses perpindahan panas yang dicontohkan di atas menunjukkan perpindahan panas
yang terjadi dari tubuh manusia kelingkungannya. Akan tetapi, perpindahan panas secara
konveksi juga dapat terjadi dari lingkungan ke tubuh hewan. Contoh yang mudah untuk hal ini
misalnya pada saat udara panas bertiup di dekat kita, lama-kelamaan tubuh kita akan menjadi
lebih panas juga.

2.1.5. Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas antara dua benda yang tidak saling bersentuhan.
Contoh untuk hal ini misalnya perpindahan panas dari matahari ketubuh hewan, dari panas api di
perapian ke tubuh manusia, atau dari panas lampu OHP ke tubuh pemakai OHP. Frekuensi dan
intenditas radiasi yang di pancarkan tergantung pada suhu benda yang mengeluarkan radiasi.
Semakin tinggi suhu benda yang mengeluarkan radiasi, semakin tinggi pula tinggi pula intensitas
radiasinya. Selain dapat memancarkan panas, tubuh hewan juga dapat menyaerap panas. Benda
yang berwarna hitam (benda hitam) merupakan penyerap radiasi yang baik. Kulit, rambut, dan
bulu merupakan “benda hitam” yang dapat menyerap radiasi yang baik. Pada kenyataannya,
menyerap radiasi matahari (misalnya dengan cara berjemur) merupakan cara terpenting yang

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-5


dilakukan hewan (khususnya poikiloterm) untuk menaikkan atau memperoleh panas tubuh. Kulit
dan rambut yang berwarna gelap akan lebih banyak menyerap radiasi daripada kulit dan rambut
yang berwarna terang.

2.1.6. Evaporasi

Evaporasi atau penguapan ialah proses perubahan benda dari fase cair ke fase gas.
Perubahan benda (misalnya air) dari ase cair ke fase gas memerlukan sejumlah bentuk energi
dalam bentuk panas. Oleh karena itu, apabila air direbus menggunakan panas api atau listrik,
lama-kelamaan air tersebut akan berubah menjadi uap. Jumlah panas yang diperlukan untuk
merubah air (atau zat cair lainnya) dari fase cair menjadi gas dinamakan panas penguapan. Hal
ini berarti bahwa penguapan air memerlukan sejumlah panas, dan panas tersebut biasanya
diperoleh dari lingkungannya. Akibatnya, penguapan akan dapat menyebabkan terjadinya
pendinginan lingkungan sekitar.
Permasalahannya, tidak semua hewan memiliki kelenjar keringat. Hewan yang tidak
dapat berkeringat seperti burung dan anjing jika tubuhnya panas, akan meningkatkan penguapan
melalui saluran pernapasan mereka, dengan cara terengah-engah. Terengah-engah pada (anjing),
yang di ikuti dengan menjulurkan lidahnya, dapat dianggap sebagai sumber pelepasan panas
yang bermakna.

2.2. Termoregulasi pada Ektoterm


Ektoterm merupakan hewan yang suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan
sekitarnya. Perolehan panas tubuh pada hewan ektoterm tergantung pada berbagai sumber panas
di lingkungan luar. Masalah yang di hadapi oleh hewan ektoterm tidak sama, tergantung pada
jenis habitatnya.

2.2.1. Termoregulasi pada Ektoterm Akuatik


Suhu pada lingkungan akuatik relatif stabil sehingga hewan yang hidup di dalamnya tidak
mengalami permasalahan suhu lingkungan yang rumit. Dalam lingkungan akuatik, hewan tidak
mungkin melepaskan panas tubuh dengan cara evaporasi. Pelepasan panas melalui radiasi juga
sangat kecil kemungkinannya karena air merupakan penyerap radiasi infaramerah yang efektif.
Pelepasan panas dari tubuh hewan ((ikan) terutama terjadi melalui insang. Air juga merupakan
peredam panas yang baik. Kelebihan panas dari tubuh hewan akuatik akan di serap atau
MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-6
dihamburkan oleh air sehingga suhu tubuh ikan akan stabil dan relatif sama dengan suhu air
disekitarnaya. Beberapa jenis ikan seperti ikan hiu dan tuna telah memiliki kemampuan
mempertahankan adanya perbedaan suhu antara suatu bagaian tubuh dengan bagian tubuh yang
lain. Ikan tuna juga mampu meningkatkan laju reaksi metabolik di tubuhnya, terutama pada otot
yang digunakan untuk berenang dan pada saluran pencernaannya sehingga bagian tersebut selalu
lebih panas dari pada bagian lainnya. Kemampuan tersebut dimiliki karena adanya heat
exchanger (penukar panas) pada tubuhnya heat exchanger bekerja dengan prinsip counter
current (arus bolak-balik). Selama heat exchanger bekerja , dara pada pembulu arteri yang lebih
dingin mengalir dari ingsang berdampingan dengan pembulu vena yang suhunya lebih tinggi,
yang mengalir ke insang. Dengan cara itu, panas dapat di pindahkan dari darah vena ke dara
arteri, dan masuk kembali ke dalam orgtantubuh sehingga suhu pada otot renang tetap berkisar
antara 12-15o C, lebih tinggi dari pada suhu air.

2.2.2. Termoregulasi Pada Ektoterm Teresterial


Berbeda dengan lingkungan akuatik, suhu di lingkungan teresterial selalu berubah dengan
variasi yang cukup besar. Perubahan suhu ini sangat mudah kita rasakan, misalnya dengan
membandingkan suhu udara pada sianga dan malam hari, pada hari yang sama di suatu kota,
misalnya di Jakarta, Semarang, atau Surabaya. Di semarang, pada siang hari sekitar pukul 12.00
sampai 14.00, apa lagi pada musim kemarau, suhu udara dapat mencapai 30 o C dan pada malam
hari turun hingga 24O C atau lebih rendah lagi. Perbedaan suhu lingkungan teresterial antara
siang dan malam hari tersebut cukup bermakna. Aabila kita membandingkan suhu lingkungan
tereterial antara indinesia dengan Negara lain di dunia, pasti kita akan menemukan variasi suhu
yang lebih besar lagi.
Memperhatikan fluktuasi suhu lingkungan teresterial yang sangat besar itu, tampaknya
akan sangat menarik jika kita mempelajari termoregulasi yang dilakukan ektoterm teresterial.
Bagaimana hewan ektoterm teresterial mengatur suhu tubuh mereka? Sebagaimana telah
dikemukakan terdahulu, cara yang mereka lakukan ialah dengan mengatur perolehan dan
pelepasan panas.
Cara terpenting yang dilakukan oleh hewan ektotermik teresterial untuk memperoleh
panas ialah dengan menyerap panas/radiasi matahari. Hewan dapat meningkatkan penyerapan
panas matahari dengan cara mengubah warna permukaan tubuhnya dan menghadapkan tubuhnya

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-7


kea rah matahari. Invertebrate ektotermik tersterial dapat mengubah warna tubuhnya menjadi
lebih gelap untuk memperoleh panas matahari lebih banyak. Hewan yang melakukan cara ini
antara lain belalang rumput ( belalang hijau) dan kumbang.
Hewan dapat memaksimalkan perolehan panas dengan menghadapkan tubuhnya ke arah
matahari. Cara ini dapat kita amati pada belalang Locust, Yang menghadap arah matahari
sedemikian rupa sehingga badannya tegak lurus dan sebagian besar tubuhnya mendapat radiasi
matahari. Sebaliknya, jika ingin melepaskan panas dari tubuhnya , invertebrata tereterial dapat
melakukannya dengan mengubah oreantasi tubuh menjahui sinar matahari, atau memanjat
pohon.
Vetebrata ektoterm, contohnya kadal, juga melakukan hal yang serupa dengan belalang
dan kumbang yaitu berjemur untuk menyerap radiasi matahari. Untuk memaksimalkan
penyerapan radiasi, kadal akan mengubah penyebaran melanin di kulitnya sehingga warnanya
menjadi lebih gelap dan hal ini sangat penting untuk penyerapan panas secara efektif. Seperti
belalang, kadal dapat megurangi penyerapan panas dengan cara berlindung di tempat yang teduh.
Namun, kadal juga dapat mengubah jumlah aliran darah ke kulit dengan cara megatur
vasokonstriksi atau vasodilatasi pembuluh darah. Proses ini merupakan proses fisiologis. Dengan
demikian, jelas bahwa kadal mempertahankan suhu tubuhnya secara konduksi, yaitu dengan
menempelkan tubuhnya pada bebatuan dan pasir yang telah menjadi panas akibat menyerap
radiasi matahari pada siang harinya.
Sekalipun dapat bertahan hidup pada kisaran suhu tubuh yang relatif luas, hewan akan
memiliki kisaran suhu tubuh tertentu yang ideal dan lebih disukai, dan yang memungkinkan
hewan tersebut menyelenggarakan proses fisiologis secara optimal. Kisaran suhu tubuh ideal
yang paling disukai disebut sebagai suhu ekritik dan biasanya berkisar antara 35-40o C. kisaran
suhu yang lebih luas dan dapat diterima hewan, seperti diuraikan pada awal alenia ini,
dinamakan kisaran toleransi termal. Berkaitan dengan adanya kisaran toleransi termal tersebut,
dikenal suhu istilah minimum dan suhu kritis maksimum, yaitu suhu pada titik terendah dan
tertinggi yang terdapat pada kisaran toleransi termal. Suhu yang terletak padasuatu titik di atas
suhu kritis maksimum dan di bawah suhu kritis minimum sangat tidak sesuai bagi kehidupan
hewan.

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-8


2.3. Termoregulasi pada Endoterm
Endoterm merupakan hewan yang panas tubuhnya berasal dari dalam tubuh, sebagai hasil
dari proses metabolisme sel tubuh. Suhu tubuh hewan endoterm dipertahankan agar tetap
konstan, walaupun suhu lingkungannya selalu berubah. Hewan endoterm meliputi burung dan
mamalia, sedangkan hewan lainnya digolongkan sebagai ektoterm. Akan tetapi, kenyataan
menunjukkan bahwa ikan tuna juga dapat mempertahankan suhu tubuhnya pada tingkat tertentu.
Ikan tuna mampu mempertahankan suhu yang tetap pada beberapa bagian tubuhnya, dan suhu
tersebut berbeda secara nyata dengan suhu lingkungan luarnya. Hal demikian juga ditemukan
pada sejumlah reptil, contohnya ular piton betina, yang juga mampu mempertahankan suhu
didalam tubuhnya, kira-kira 5o C diatas suhu lingkungan luarnya. Hal ini sangat diperlukan,
terutama selama musim kawin dan perkembangan telur.
Memperhatikan uraian di atas, burung dan mamalia dapat dinyatakan sebagai hewan
endoterm sejati. Pada hewan endoterm dapat kita temukan adanya variasi suhu tubuh yang cukup
besar. Sebagi contoh, platypus (mamalia monotremata, ornithorhynchus) memeliki suhu tubuh
sekita 30o C, sedangkan suhu tubuh burung pelatuk dapat mencapai 42 oC. cara mempertahankan
suhu tubuh pada hewan ini pada dasarnya dilakukan dengan mnyeimbangkan pembentukan
pelepasan panas. Apabila suhu tubuh terlalu tinggi, hewan akan melepaskan kelebihan panas
tubuh, dan apabila suhu terlalu rendah, hewan akan meningkatkannya dengan berbagai cara.

2.3.1. Adaptasi Endoterm Terhadap Suhu Ekstrim


Suhu ekstrim dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ekstrim panas dan ekstrim dingin. Cara
yang dilakukan hewan endoterm untuk melawan suhu yang sangat dingin ialah sebagai berikut.
a. Masuk ke dalam kondisi heterotermi, mempertahankan adanya perbedaan suhu antara
berbagai dagian tubuh. Contoh yang baik untuk ini adalah burung dan mamalia kutub.
Burung dan mamalia kutub mempunyai suhu pada pusat tubuh sebesar 38 o C, namun suhu
pada kakinya hanya sekitar 3o C. secara fisiologis, kaki tetap berfungsi normal. Jadi, sistim
syaraf di kaki tetap berfungsi dengan baik pada suhu 3o C. Berarti, hewan tersebut telah
beradaptasi pada tingkat sel dan tingkat molekul.
b. Hibernasi atau torpor, yaitu penurunan suhu tubuh yang berkaitan dengan adanya penurunan
laju metabolisme, laju denyut jantung, laju respirasi, dan sebagainya. Periode hibernasi
bervariasi, dari beberapa jam hingga beberapa minggu, bahkan beberapa bulan. Berakhirnya

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-9


hibernasi dicapai dengan kebangkitan spontan melalui peningkatan laju metabolisme dan
suhu tubuh secara tepat, yang akan segera mengembalikannya ke keadaan normal.

Cara yang dilakukan hewan endoterm untuk melawan suhu yang sangat panas ialah sebagai
berikut.
a. Meningkatkan pelepasan panas tubuh dengan meningkatkan penguapan, baik melalui
proses berkeringat ataupun terengah-engah, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
b. Melalukan gularfluttering, yaitu menggerakan daerah kerongkongan secara cepat dan
terus menerus sehingga penguapan melalaui saluran pernapasan (dan mulut) dapat
meningkat, dan akibatnya pelepasan panas tubuh juga meningkat. Missal: pada ayam
yang sedang mengerami telurnya.
c. Menggunakkan strategi hipertermik, yaitu mempertahankan atau menyimpan kelebihan
panas metabolic di dalam tubuh sehingga suhu tubuh meningkat sangat tinggi. Cara in
dapat ditemukan pada unta dan rusa gurun. Hipertermik yang bersifat sementara
setidaknya dapat mengurangi pelepasan air dari tubuh, yang seharusnya digunakan untuk
mendinginkan tubuh melalui penguapan. Akan tetapi, hipertermik juga menimbulkan
masalah pada hewan karena organ tertentu pada tubuh (misalnya otak) kurang mampu
mentoleransi kenaikan suhu yang terlalu besar. Oleh karena itu, harus ada teknik untuk
mendinginkan otak. Pendinginan otak pada unta dapat dilakukan dengan menggunakan
suatu cara yang prinsip kerjanya mirip dengan heat exchanger pada ikan tuna, namun
lokasinya terletak pada rongga hidung.

2.3.2. Pengendalian Suhu Tubuh Endoterm


Komponen yang diperlukan untuk menyelenggarakkan pengendalian suhu tubuh ialah
reseptor (termoreseptor), koparator (koordinator), dan efektor. Ada dua macam reseptor yang
terlibat, yaitu reseptor panas dan dingin. Pada saat ada ransangan berupa piningkatan suhu tubuh,
reseptor panas akan terdepolarisasi. Sementara, reseptor dingin akan menghasilkan potensial
hanya aksi jika ada ransang berupa penurunan suhu. Reseptor tersebut terdapat di dua tempat,
yaitu hipotalamus dan kulit. Keberadaan reseptor di hipotalamus dan kulit ini penting agar dapat
memantau perubahan suhu dipusat maupun di perifer tubuh. Pengaturan suhu tubuh hewan
endoterm (contohnya pada mamalia) secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 2.

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-10


Gambar 2. Garis besar proses pengendalian suhu tubuh pada mamalia (dimodifikasi dari Boyce
et al., 1980).

2.4. OSMOREGULASI

Komponen utama penyusun tubuh hewan adalah air, yang jumlahnya mencapai 60-95%
dari berat tubuh hewan. Air terbesar pada berbagai bagian tubuh, baik di dalam sel (sebagai
cairan intrasel: CIS) maupun di luar sel (sebagai cairan ekstrasel: CES). CES sendiri terbesar
pada berbagai bagian tubuh, contohnya plasma darah dan cairan serebrospinal. Dalam CES
terlarut berbagai macam zat, meliputi berbagai ion dan sari makanan, sisa obat, hormone, serta
zat sisa metabolisme sel seperti urea dan asam urat. Konsentrasi setiap jenis zat dalam
cairantubuh dapat berubah setiap saat, tergantung pada berbagai faktor.
Sekalipun demikian, hewan harus mampu mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan
zat terlarut pada tingkat yang tepat. Mekanisme untuk mengatur jumlah air dan zat konsentrasi
zat terlarut disebut osmoregulasi. Jadi, osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan
antara jumlah air dan zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan.

2.4.1. Pentingnya Osmeregulasi bagi Hewan


Proses inti dalam osmeregulasi yaitu osmosis. Osmosis adalah pergerakan air dari cairan
yang mempunyai kanduang air yang lebih tinggi (yang lebih encer) menuju ke cairan yang
mempunyai kandungan air lebih rendah (yang lebih pekat). Contoh osmosis ialah pergerakan air
dari larutan gula 5% menuju larutan gula 15%. Dalam contoh tersebut, air akan bergerak terus

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-11


dari larutan gula 5% menuju larutan gula 15% sampai tercipta keadaan seimbang antara
keduanya. Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa osmosis baru akan berhenti apabila kedua
larutan mencapai konsentrasi yang sama, yaitu 10% kedaan ini telah tercapai, berarti kedua
larutan sudah mencapai kondisi isotonis.
Istilah isotonis sering digunakan untuk menyebut dua macam larutan yang mempunyai
tekanan osmotis sama (isoosmotik). Dalam kajian osmoregulasi, istilah tersebut sering digunakan
pada saat membahas tekanan osmotik dua macam cairan. Misalnya, tekanan osmotik pada cairan
di dalam dan di luar sel atau antara cairan tubuh dan air laut (lingkungan hidup hewan).
Konsep tekanan osmotik dapat menimbulkan kebingungan sehingga sebagian orang lebih
suka menggunakan istilah konsentrasi osmotok. Jika suatu larutan memilki konsentrasi osmotic
lebih tinggi, tekanan osmotiknya juga pasti lebih tinggi. Larutan yang mempunya konsentrasi
osmotik lebih tinggi dari pada larutan yang lain disebut larutan hiperosmotik. Sebaliknya, larutan
yang memiliki konsentrasi osmotic lebih rendah daripada larutan lainnya dinamakan larutan
hipoosmotik.
Konsep tentang konsentrasi osmotic hendaknya tidak dikacaukan dengan konsep tonisitas
larutan. Istilah tonisitas mengacu kepada tanggapan suatu sel, jika sel tersebut di tempatkan
dalam larutan yang berbeda. Sebagai contoh, apabila sel darah merah di tempatkan dalam air
murni (aquades), sel darah akan dengan cepat memperoleh pemasukan air dari luar, bahkan
sampai mambran selnya pecah. Sebaliknya jika sel darah merah di tempatkan dalam garam
dengan konsentrasi lebih dari 1% sel daarah tersebut akan segera kehilangan air dengan cara
osmosis sehingga akan mengerut. Dalam hal ini, larutan garam dengan konsentrasi lebih dari 1%
dikatakan bersifat hipertonis terhadap cairana dalam sel darah merah. Dengan dasar kedua
contoh tersebut maka larutan yang tidak membuat sel kehilangan ataupun kemasukkan air
dikatakan bersifat isotonis. Jadi, penetuan sifat suatu larutan/cairan sebagai cairan hipotonis,
hipertonis, atau isotonis sepenuhnya ditentukan oleh tanggapan yang dihasilkan oleh sel.
Dalam pembahasan selanjutnya, konsep hipotonis, hipertonis dan isotonis akan selalu
digunakan. Mengapa hewan selalu melakukan osmoregulasi? Alas an uatamanya ialah karena
perubahan keseimbangan jumlah air dan zat terlarut di dalam tubuh memungkinkan terjadinya
perubahan arah aliran air/zat terlarut menuju kea rah yang tidak diharapkan. Misalkan saja,
dalam keadaan tertentu air di dalam sel epitel tubulus ginjal seharusnya bergerak dari sel tersebut
ke pembuluh darah. Akan tetapi, karena tonisitas atau tekanan osmotik pada bagian tersebut

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-12


tidak diperthankan dengan baik, kemungkinan air akan bergerak ke arah yang tidak diharapkan,
misalnya ke lumen tubulus ginjal, dan selanjutnya di keluarkan dari ginjal. Hal ini dapat
menyebabkan hewan kehilangan air secara berlebihan, dan kondisi ini diharapkan. Dari contoh
tersebut, jelas bahwa perubahan tekanan osmotic dapat menyebabkan perubahan arah aliran
air/zat terlarut, yang mungkin dampak tidak baik terhadap fungsi maupun struktur sel. Dengan
demikian, hewan harus melakukan osmoregulasi agar cairan di dalam tubuhnya tetap dalam
keadaan homeostasis osmotik.
Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua hewan dapat melakukan
osmoregulasi dengan baik. Hewan yang mampu melakukan osmoregulasi dengan baik disebut
hewan osmoregulator. Apabila tidak mampu mempertahankan tekanan osmotik di dalam
tubuhnya, hewan harus melakukan berbagai penyusuaian (adaptasi) agar dapat bertahan di
tempat hidupnya. Hewan yang memperlihatkan kemampuan demikian dinamakan hewan
osmokonformer. Adaptasi dapat dilakukan oleh hewan osmokonformer, sepanjang perubahan
yang terjadi dilingkungannya tidak terlalu besar dan masih dalam kisaran toleransiyang dapat
diterimanyajika perubahan keadaan lingkungan terlalu besar, osmokonformer kemungkinan tidak
dapat bertahan hidup di tempat tersebut, dan kemungkinan akan mati. Dalam keadaan demikian,
jika tidak ingin mati, osmokonformer dapat berpindah tempat (migrasi) untuk mencari
lingkungan yang lebih sesuai baginya.
Setiap jenis lingkungan memberikan berbagai factor pendukung khas bagi hewa yang
hidup di dalamnya, sekaligus mengandung ancaman tertentu yang dapat membahayakan
kehidupan hewan. Demikian pula, kemampuan dan jenis organ tubuh yang dimiliki oleh setiap
hewan pun berbeda. Oleh karena itu, kemampuan osmoregulasi yang dilakukan hewan juga
berbeda-beda, dan menunjukan adanya variasi yang sangat luas. Hal yang pasti ialah cara yang
dilakukan hewan sepenuhnya tergantung pada kemampuan alat/organ osmoregulasi yang
dimiliki, serta keadaan lingkungan masing-masing.

2.4.2. Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Air Laut


Kebanyakan hewan invebtebra laut bersifat osmokonformer, ditandai dengan adanya
konsentrasi osmotic cairan tubuhnya yang sama dengan air laut tempat hidup mereka. Hal ini
berarti bahwa mereka berada dalam keseimbangan osmotic dengan lingkungannya (tidak ada
perolehan ataupun kehilangan air). Akan tetapi, bukan berarti mereka berada dalam

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-13


keseimbangan ionik. Jadi, antara air laut dan cairan dalam tubuh hewan terdapat perbedaan
komposisi ion, yang akan menghasilkan gradient konsentrasi. Dalam keadaan demikian, hewan
memiliki peluang untuk memperoleh masukan ion tertentu dari air laut, apabila konsentrasi ion
tersebut di laut lebih tinggi dari pada yang terdapat di dalam tubuh hewan. Pemasukan ion
tersebut akan membuat cairan tubuh hewan menjadi hiperosmotik dibanding air laut, dan
keadaan tersebut akan meyebabkan terjadinya pemasuka air kedalam tubuh hewan. Dengan cara
demikian, hewan osmokonformer dapat memperoleh masukan berbagai macam zat yang
dibutuhkannya. Komposisi ion pada air laut dan cairan tubuh hewan invebtbrata laut
diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. komposisi ion dalan tubuh invebtebrata laut dan dalam air laut
Konsentrasi Ion (mmol/liter)
Spesies Hewan/Air laut
Na+ K+ Mg2+ Ca2+ SO42+ Cl-
Air laut 479,0 10,2 55,0 10,3 29,9 540,0
Ubur-ubur 464,0 10,6 54,0 9,8 15,5 567,0
Rajungan 500,0 12,0 30,0 24,0 16,6 550,0
Kerang 490,0 12,8 54,0 12,5 29,5 563,0

Pada umunya, konsentrasi osmotic berbagai ion dalam tubuh hewan tidak berbeda secara
bermakna dari yang terdapat dalam air laut. Akan tetapi, kita dapat menemukan beberapa
kekecualian. Beberapa spesies hewan laut, misalnya ubur-ubur, mempertahankan konsentrasi ion
SO42- dan Ca2+ dalam tubuhnya agar tetap berbeda dari konsentrasi ion tersebut dalam air laut.
Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi ion tertentu yang dibutuhkan hewan harus diatur secara
fidiologis.
Hewan melakukan pengaturan konsentrasi ion dengan cara mensekresi atau menyerap ion
secara aktif. Pada ubur-ubur, SO42- akan di keluarkan dari dalam tubuh untuk meningkatkan daya
apungnya (buoyanci). SO42- merupakan ion yang relatif berat konsentrasinya sehingga
mengurangi konsentrasinya berarti meningkatkan daya apung. Sementara itu, octopus
mempertahankan konsentrasinya cairan tubuhnya tetap hiperosmotik dibandingkan dengan air
lain, sedangkan kerang lain dan krustasea mempertahankan kondisi hipoosmotik dalam cairan
tubuhnya. Hewan juga dapat mengalami perolehan dan pelepasan ion yang tidak di atur dengan
cara khusus. Hal ini dapat terjadi melalui permukaan tubuh, insang, makanan yang di telan, dan
dengan menghasilkan zat sisa (misalnya urin).

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-14


Cara osmeregulasi pada vebtebrata laut berbeda dengan osmoregulasi pada invertebrata.
Vertebrata laut dapat di bedakan menjadi dua kelompok, yaitu conformer osmotic dan ionic
(osmokonformer) serta regulator osmotic dan ionic. Contoh vertebrata laut yang membentuk
keseimbangan osmotic dan ionic dengan air laut adalah siklostomata (hagvish), yang merupakan
vertebrata primitive. Hewan ini melakukan osmoregulasi dengan cara yang sama seperti yang
dilakukan invertebrata laut. Aktivitas regulasi osmotic dan ionik pada ikan laut pada umunya
tidak sama dan memperlihatkan adanya tingkatan. Konsentrasi osmotic plasma ikan laut pada
umumnya mendekati sepertiga dari konsentrasi osmotic air laut.
Teleostei laut, yang mempunyai cairan tubuh hopoosmotik terhadapa air laut, mempunyai
mekanisme adaptasi tertntu yang bermanfaat untuk menghindari kehilangan air dari tubuhnya.
Pada hewan ini, kehilangan air dari tubuh terutama terjadi melalui insang.
Sebagai penggantinya, hewan ini akan minum air laut dalam jumlah banyak. Namun, cara
tersebut menyebabkan garan yang ikut masuk ke dalam tubuh nmenjadi banyak pula. Kelebikhan
garam ini haris di keluarkan dari dalam tubuh. Pengeluaran kelebihan garam dalam jumlah besar
dilakukakn melalu insang, karena insang ikan mengandung sel khusus yang disebut klorid. Sel
kloris ialah sel yang berfungsi untuk mengeluarkan NaCl dari plasma ke air laut secara aktif
Elasmobrankhii memiliki masalah berupa pasukan Na+ yang terlalu banyak ke dalam
tubuhnya (melalui insang). Untuk mengatasi masalah tersebut, elasmobrankhii menggunakan
kelenjer khusus, yaitu kelenjer rectal, yang sangat penting untuk mengeluarkan kelebihan Na +
secara aktif. Kelenjer rectal merupakan kelenjer khusus yang terbuka kearah rectum dan
menyekresikan cairan yang kaa NaCl. Masalah lain yang dihadapi elasmobrankhii ialah adanya
perolehan air yang terlalu sedit. Untuk mengatasi, hewan ini menghasilkan sedikit urin.
Sekalipun hanya sedikt, urun tersebut juga dapat dimanfaatkan ubtk mengeluarkan NaCl.
Sejumlah mamalia laut, contohnya lumba-lumba dan ikan paus, menghadapi masalah pemasukan
garam yang terlalu banyak ke dalam tubuhnya, yang masuk bersama makanan. Masalah tersebut
diatasi dengan dimiliki ginjal yang sangat efisien sehingga dapat menghasilkan urin yang sangat
pekat. Dengan ginjal semacam itu, dapat dipastikan bahwa kelebihan garam dapat di keluarkan
dari tubuh. Urin yang dihasilkan mempunyai kepekatan 3-4 kali dari eicairan plasmanya.

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-15


2.4.3. Osmeregulasi Hewan pada Lingkungan Air Tawar

Masalah yang dihadapi hewan air tawar merupakan kebalikan dari masalah yang dihadapi
oleh hewan laut. Hewan air tawar mempunyai cairan tubuh dengan tekanan osmotic yang lebih
tinggi dari lingkungannya (hoperosmotik/hipertonis). Berarti, mereka terancam oleh dua hal
utama, yaitu kehilangan garam da pemasukan air yang berlebihan.
Vertebrata dan invertebrata air tawar membatasi pemasukan air (dan kehilangan ion)
dengan cara membentuk permukaan tubuh yang inpermeabel terhadap air. Meskipun demikian,
air dan ion tetap dapat bergerak melewati insang yang relative terbuka. Air yang masuk ke dalam
tubuh invertebrata di keluarkan dalam bentuk urin. Laju aliran urin pada invertebrata air tawar
jauh lebih tinggi daripada yang dialami oleh hewan laur.
Akan tetapi, pengeluaran urin juga menyebabkan pengeluaran ion. Oleh karena itu,
hewan perlu melakukan transporaktif untuk memasukkan ion ke dalam tubuhnya. Pada krustasea
air tawar, transpor aktif ion terjadi malalui insang. Vertebrata air rawar melakukan hal yang
hampir sama dengan invertebrata air tawar, yaitu memasukkan ion dan garam dengan transport
aktif. Sebenarnya, penggantian ion yang terlepas ke dalam air dapat dilakukan dengan makan,
namun sumber masukan ion yang utama adalah transport aktif melalui insang.
Cairan tubuh Teleostei air tawar memiliki konsentrasi osmotic yang lebih tinggi daripada
air tawar. Oleh karena itu, hewan ini memiliki peluang besar untuk memasukkan air ke dalam
tubuhnya terutama melalui insang. Kelebihan air itu akan di keluarkan lewat uring, namun
dengan cara itu sejumlah garam pun akan hilang dari tubuh bersama urin. Sebagian garam
meninggalkan tubuh ikan melalui insang. Sebagai pengganti garam yang hilang, hewan tersebut
akan mengambil garam melalui insang dengan cara transport aktif. Dalam hal ini, insang
berfungsi sebagai alat untuk memasukkan garam ke dalam tubuh dengan cara transport aktif,
sekaligus untuk membuang kelebihan garam secara difusi.

2.4.4. Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Payau


Tidak semua hewan akuatik selamanya menetap di habitat yang tetap (air laut atau air
tawar). Sejumlah hewan laut maupun hewan air tawar pada saat-saat tertentu masuk ke daerah
payau. Lingakungan payau ialah lingkuangan akuatik di daerah pantai, yang merupakan tempat
pertemuan anatara air suanga dan air laut. Pada beberpa jenis ikan seperti lamprey, salmon, dan

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-16


belut, perpindahan antara air tawar dan air bergaram merupakan bagian dari siklus hidup yang
normal.
Ada juga hewan akuatik yang hidup menetap di daerah perairan payau. Hewan yang
demikian pasti memilki kemampuan adaptasi yang baik terhadap perubahan kadar garam di
habitatnya, mengingat bahwa kadar garam di daerah payau selalu berubah.
Contoh hewan yang dapat hidup di lingkungan payau ialah larva dari beberapa jenis
nyamuk. Larva tersebut pada umumnya dapat tumbuh dengan sama baiknya, baik di air tawar
maupun di air bergaram yang beberapa kali lebih pekat dari cairan hemolinfenya. Bahkan, larva
tersebut juga dapat menoleransi kadar garam yang tiga kali lebih tinggi daripada kadar garam air
laut.
Larva nyamuk Aedes campestris lebih mengagumkan lagi karena dapat hidup di danau
yang mengandung garam alkalis, dengan kanduangan utama natrium karbonat dan memiliki pH
lebih dari 10. Di dalam air yang mempunyai kadar garam rendah, larva Aedes bersifat
hiperosmertik terhadap mediumnya, tetapi pada air dengan kadar garam tinggi. Cairan tubuhnya
bersifat hopoosmotik. Larva ini dapat beradaptasi terhadap konsentrasi garam yang lebih tinggi
(lebih dari 500 kali lipat), tanpa mengubah konsentrasi ion yang penting dalam cairan hemolimve
lebih dari dua kali lipat.
Larva Aedes menggapai peningkatan kadar garam di luar tubuhnya denga cara
meningkatkan laju minum beberapa kali lipat. Tampaknya, minum merupakan satu-satunya cara
untuk memperoleh air sebagai pengganti air yang terlepas kelingkungannya yang lebih pekat.
Akan tetapi, minum air juga berarti memasukkan berbagai ion terlarut dalam jumlah berlebihan.
Kelebihan berbagai ion terlarut ini harus di keluarkan dari dalam tubuh, dan hal itu dilakukan
melalui tubulus Malpighi dan rectum. Larva ini juga memiliki struktur khusus yang disebut
papila anal. Pada medium encer, papilla anal berfungsi sebagai tempat/alat untuk mengambil
ion secara aktif, tetapi pada medium yang pekat berfungsi sebagai alat untuk mengeluarkan
kelebihan garam.
Larva Aedes setiap hari minum 2,4 mikroliter air (lebih dari sepertiga kandungan toyal
air dalam tubuhnya yang hanya 6,5 mikroliter). Jumlah natrium yang ditelan per hari sebanyak
1,2µmol (jauh lebih tinggi dari pada kandungan natrium total dalam tubuhnya yang hanya
0,96µmol), dan akan di keluarkan lagi melalui prmukaan tubuh. Jumlah air yang demikian,
tersisa sejumlah air yang masih cukup untuk menggantikan air yang hilang dari tubuhnya secara

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-17


difusi (melalui permukaan tubuhnya 0,2µl dan melalui papilla anal 0,4 µl). dengan cara
demikian, larva hipotonis dapat mengatur tekanan osmotic dalam tubuhnya dan tetap dalam
keadaan seimbang dengan lingkungannya yang sangat pekat.
Ketika perpindahan air tawar ke laut, dalam waktu 10 hari belut akan kehilangan air
secara osmotik, yang besarnya mencapai 4% dari berat tubuhnya. Apabila hewan ini diperlukan
sedemikian rupa sehingga tidak dapat minum air laut (misalnya dengan cara menempatkan balon
pada esofagusnya), belut tersebut akan terus-menerus akan kehilangan air hingga akhirnya
mengalami dehidrasi, dan segera mati dalam beberapa hari. Namun, apabila kemudian belut
dibiarkan kembali meminum air laut, berat tubuh yang hilang akan segera digantikan dan
mencapai keadaan seimbang dalam waktu 1-2 hari. Pengambilan ataupun pembuangan air dan
berbagai zat terlarut pada belut berlangsung melalui insang, dengan arah aliran berlawanan.
Akan tetapi, mekanisme yang menyebabkan perubahan arah transpor zat melalui insang tersebut
belum diketahui dengan jelas. Diperkirakan, mekanisme tersebut mengakibatkan peran hormon.

2.4.5. Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Darat


Hewan yang sangat berhasil hidup didarat dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
Artrupoda dan Vertebrata. Kemampuannya untuk hidup didarat telah membuat kedua kelompok
hewan tersebut dapat meningkatkan perolehan oksigen, namun mempunyai masalah besar yang
berkaitan dengan pengaturan keseimbangan air dan ion. Hewan darat juga mengalami
keterbatasan untuk mendapatkan air sehingga mudah teramcan dehidrasi.
Kehilangan air dari tubuh hewan darat dapat terjadi sangat mudah melalui penguapan.
Air yang hilang tersebut harus diganti. Penguapan air dari tubuh hewan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor sebagai berikut :
1. Kandungan uap air di atmosfer : penguapan dapat ditekan apabila kandungan air di
atmosfer (kelembapan relatif) meningkat.
2. Suhu : jika suhu atmosfer meningkat, penguapan akan bertambah cepat.
3. Gerakan udara pada permukaan benda yang melakukan evaporasi : laju penguapan
meningkat, jika ppergerakan udara meningkat (ada angin yang kuat).
4. Tekanan barometrik : jika tekanan barometrik menurun, laju penguapan bertambah.
5. Luas permukaan penguapan : apabila daerah permukaan yang menghadap ke lingkungan
lebih luas, pelepasan air akan lebih besar/cepat.

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-18


2.4.6. Osmoregulasi pada Invertebrata Darat
Invertebrata darat pada umumnya merupakan golongan Artropoda, Insekta, dan laba-laba
(yang paling banyak ialah insekta). Salah satu gambaran khas dari Insekta ialah adanya rangka
luar yang berlapis lilin, yang disebut lapisan kutikula. Adanya kutikula pada Insekta merupakan
cara untuk memperkecil kehilangan air melalui permukaan tubuh. Akan tetapi, pada saat
dilahirkan, kutikula belum sepenuhnya impermeable terhadap air sehingga Insekta dapat
kehilangan air akibat penguapan melalui permukaan tubuh.
Tidak semua kutikula pada invertebrata darat dapat menghambat kehilangan air dari
dalam tubuh. Hal ini dapat diamati pada cacing tanah, yang mempunyai kutikula sangat tipis.
Cacing tanah tetap dapat mengalami kehilangan air lewat kulit. Pada cacing tanah melalui
penguapan dapat mencapai 70 kali lebih besar dari pada pelepasan air pada Insekta. Pelepasan
air melalui penguapan dapat juga disebabkan oleh adanya perubahan susunan lilin pada rangka
luar tubuhnya akibat kerusakan fisik atau panas.
Tempat kedua yang merupakan jalan pelepasan air pada Insekta adalah spirakel.
Walaupun sejumlah trakhea memiliki spirakel yang dilindungi khitin, pelepasan air melalui
bagian tersebut tetap menjadi beban yang berat bagi hewan. Sebagai usaha pelepasan air,
beberapa Insekta melakukan respirasi siklik atau repirasi diskontinyu.
Dalam proses tersebut, Insekta melakukan pengambialan oksigen dengan laju yang
kontinyu, tetapi pelepasan korbondioksida dilakukan secara periodic dengan cara disemburkan.
Diantara pelepasan yang satu dan pelepasan berikutnya, kabondioksida tetap terlarut (ditahan)
dalam cairan tubuh. Selanjutnya, spirakel bergetar dan menutup sepenuhnya. Selama spirakel
bergetar, tekanan dalam sistim trakhea menjadi lebih rendah dari pada tekanan atmosfer.
Keadaan ini menyebabkan udara atmosfer bergerak masuk ke dalam trachea, sedangkan aliran
udara ke luar dari tubuh dapat di cegah. Jadi, pada peristiwa tersebut terjadi inspirasi secara
teratur, tetapi ekspirasi ditunda. Berarti, setiap kali inspirasi tidak selalu diikuti dengan eksperasi.
Penundaan ekspirasi dapat diartikan sebagai penundaan kehilangan air. Pada saat
inspirasi, oksigen dikomsumsi untuk keperluan tubuh Insekta. Dengan cara respirasi siklik itu,
Insekta dapat tetap memperoleh oksigen yang cukup, tanpa disertai kehilangan air dalam jumlah
banyak.
Insekta mengalami kehilangan air dalam jumlah yang sangat sedikit melalui feses dan
urin. Hewan ini mengeluarkan zat sisah bernitrogen dalam bentuk asam urat, yang sangat tidak

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-19


larut dalam air. Dengan demikian pengeluaran zat sisah bernitrogen dalam bentuk asam urat akan
sangat menghemat pengeluaran air dari dalam tubuh (lihat kembali pada bab 10). Bahkan, pada
kecoak asam urat tidak dikeluarkan dari dalam tubuh, yang mirip kutikula. Cara ini sangat
bermanfaat untuk menghemat pengeluaran air, apabila dibandingkan dengan cara pengeluaran
asam urat melalui organ pengeluaran (dalam bentuk urin).
Pada umumnya, Insekta memperoleh air dengan cara minum air, dari makanan, dan
dengan menghasilkan air metabolic. Air metabilik yaitu air yang dihasilkan selama proses
metabolisme makanam. Oksidasi metabolic dari 1 gram gula dapat menghasilkan 0,6 gram air,
sementara 1 gram lemak menghasilkan 1 gram air. Selain dengan 3 cara diatas, Insekta juga
dapat memperoleh air dengan cara menyerap uap air dari lingkungan sekitarnya.

2.4.7. Osmoregulasi pada Vertebrata Darat


Vertebrata yang berhasil berkembang dilingkungan darat terutama dari kelas reptile,
burung, dan mamalia. Amfibi tidak dapat dikatakan sebagai hewan darat sejati, nereka masih
sangat tergantung pada lingkungan yang lembab. Vertebrata darat pada umumnya memperoleh
air dari air minum dan makanan. Untuk menghemat air, vertebrata melakukan berbagai cara yang
cukup bervariasi.
Hewan dari kelas reptile, meliputi ular, buaya, kadal, dan kura-kura memiliki kulit yang
kering dan bersisik. Keadaan kulit yang kering dan bersisik tersebut diyakini merupakan cara
beradaptasi yang baik terhadap kehidupan darat, yakni agar tidak kehilangan banyak air. Untuk
lebih menghemat air, hewan tersebut menghasilkan zat sisa bernitrogen dalam bentuk asam urat,
yang pengeluaranya hanya membutuhkan sedikit air. Selain itu, reptil juga melakukan
penghematan air dengan menghasilkan feses yang kering. Bahkan, kadal dan kura-kura pada saat
megalami dehidrasi mampu memanfaatkan urin encer yang dihasilkan dan disimpan dikandung
kemihnya, dengan cara mereapsorbsinya.
Adaptasi untuk mempertahankan keseimbangan air juga dilakukan oleh burung. Pada
burung, pengaturan keseimbangan air tenyata berkaitan erat dengan proses memperhankan suhu
tubuh. Burung yang hidup di daerah pantai dan memperoleh makanan dari laut (burung laut)
menghadapi masalah berupa pemasukan garam yang belebihan. Hal ini berarti burung tersebut
harus berusaha mengeluarkan kelebihan garam dari tubuhnya. Burung mengeluarkan kelebihan
garam tersebut melalui kelenjer yang terdapat pada cekungan dangkal di kepala bagian atas, di

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-20


sebelah atas tiap matanya, di dekat hidung. Apabila burung laut menghadapi kelebihan garam di
dalam tubuhnya, hewan itu akan mengeskresikan cairan pekat yang banyak mengandung NaCl.
Kelenjer garam ini hanya aktif pada saat tubuh burung dijenuhkan oleh garam. Kelenjer serupa
di temukan pada reptile.
Pada mamalia, kehilangan air dan garam dapat terjadi lewat keringat. Sementara, cara
mereka memperoleh air sama seperti vetebrata lainnya, yaitu dari air minum dan makanan. Akan
tetapi untuk amalia yang hidup di padang pasir, memperoleh air dengan cara minum merupakan
hal yang mustahil. Sebagai contoh, tikus kanguru (dipomy spectobilis), tidak minum air, tetapi
dapat bertahan dengan menggunakan air metabilik yang dihasilkan dari oksidasi glukosa.

2.5. Rangkuman
Hewan melakukan interaksi pertukaran panas dengan lingkungannya melalui berbagai
cara, yaitu radiasi, evaporasi, konduksi, dan konveksi. Suhu tubuh hewan selalu mengalami
perubahan, dan hal ini harus dihindari. Oleh karena itu hewan perlu melalukan termoregulasi
untuk mempertahankan suhu tubuh.
Suhu tubuh hewan harus selalu dijaga agar tetap seimbang waktu perubahan suhu dapat
memengaruhi konformasi bebrbagai senyawa dalam sel dan aktivitas kebanyakan enzim.
Berdasarkan kemampuannya menjaga tubuh, hewan dapat digolongkan menjadi dua kelompok,
yaitu poikiloterm (ektotermik) dan hemeoterm (endotermik). Hewan paikiloterm dan homeoterm
berdaptasi terhadap suhu ekstrim dengan cara yang berbeda.
Hewan menjaga homeostasis suhu dengan cara yang sangat bermacam-macam,
tergantung pada jenis hewan dan lingkungan tempat hidupnya. Adapun cara yang dilakukan
hewan, pada dasarnya mereka melakukannya dengan mengatur keseimbangan antara perolehan
dan pelepasan panas. Pada mamalia, pengendalian suhu tubuh diselenggarakkan melalui proses
fisiologis maupun dengan prilaku tertentu, dengan melibatkan peran sistim syaraf dan hormon.
Perubahan tekanan osmotik dapat menyebabkan perubahan arah aliran air/zat terlarut,
yang bedampak tidak baik terhadap fungsi maupun struktur sel. Berdasarkan kemampunnya
menjaga tekanan osmotic tubuh dikenal adanya hewan osmoregulator dan osmokonformer.
Hewan melakukan osmoregulasi dengan banyak cara, tergantung pada jenis lingkungan hidup
dan jenis alat tubuh yang dimiliki. Lingkungan hidup yang berbeda memberikan ancaman yang

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-21


berbeda pula kepada tubuh hewan, dan tentu saja hewan akan merespon dengan caranya masing-
masing.

III. PENUTUP

3.1.Test Formatif

1. Panas dapat hilang dan masuk ke dalam tubuh hewan dengan cara, kecuali :
a. Konveksi
b. Radiasi
c. Interferensi
d. Konduksi

2. Yang mengatur pengeluaran panas dalam tubuh hewan adalah :


a. Ginjal
b. Paru-paru
c. Kulit
d. Susunan syaraf pusat
3. Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuhnya, hewan dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
a. Poikiloterm dan homeoterm
b. Hewan air dan hewan darat
c. Herbivora dan Carnivora
d. Hewan tropis dan Hewan sub tropis
4. Komponen yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengendalian suhu tubuh ialah, kecuali
a. reseptor (termoreseptor),
b. koparator (koordinator),
c. efektor
d. Evaporator
5. Kebanyakan hewan invebtebra laut bersifat osmokonformer, artinya :
a. konsentrasi osmotic cairan tubuhnya sama dengan air laut tempat hidup mereka
b. konsentrasi osmotic cairan tubuhnya tidak sama dengan air laut tempat hidup mereka
c. konsentrasi osmotic cairan tubuhnya lebih tinggi air laut tempat hidup mereka
d. konsentrasi osmotic cairan tubuhnya lebih rendah air laut tempat hidup mereka

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-22


6. Cara yang dilakukan hewan endoterm untuk melawan suhu yang sangat panas ialah, kecuali :
a. Meningkatkan pelepasan panas tubuh dengan meningkatkan penguapan, baik melalui
proses berkeringat ataupun terengah-engah.
b. Melalukan gularfluttering, yaitu menggerakkan daerah kerongkongan secara cepat dan
terus menerus sehingga penguapan melalaui saluran pernapasan (dan mulut) dapat
meningkat
c. Menggunakan strategi hipertermik, yaitu mempertahankan atau menyimpan kelebihan
panas metabolikc di dalam tubuh sehingga suhu tubuh meningkat sangat tinggi.
d. Hibernasi atau torpor, yaitu penurunan suhu tubuh yang berkaitan dengan adanya
penurunan laju metabolisme, laju denyut jantung, laju respirasi, dan sebagainya.
7. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh menurun adalah sebagai berikut, kecuali :
a. Vasokontriksi kulit di seluruh tubuh karena rangsangan pada pusat simpatis hipotalamus
posterior.
b. Piloereksi yakni Rangsangan simpatis menyebabkan otot erektor pili yang melekat pada
folikel rambut berdiri.
c. Peningkatan pembentukan panas yakni sistem metabolisme meningkat melalui
mekanisme menggigil, pembentukan panas akibat rangsangan simpatis, serta
peningkatan sekresi tiroksin
d. Vasodilatasi kulit di seluruh tubuh karena rangsangan pada pusat simpatis hipotalamus
anterior.
8. Penguapan air dari tubuh hewan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut,
kecuali :
a. Kandungan uap air di atmosfer : penguapan dapat ditekan apabila kandungan air di
atmosfer (kelembapan relatif) meningkat.
b. Suhu dan luas permukaan penguapan
c. Gerakan udara pada permukaan benda yang melakukan evaporasi : laju penguapan
meningkat, jika pergerakan udara meningkat (ada angin yang kuat).
d. Metabolisme

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-23


9. Fungsi kutikula pada Insekta merupakan cara untuk :
a. Memperkecil kehilangan air melalui permukaan tubuh
b. Melindungi insekta dari predator
c. Membantu memperoleh oksigen pada saat terbang
d. Membantu pencernaan

10. Suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga abdomen, dan
rongga pelvis biasanya dipertahankan relatif konstan (sekitar 37°C) disebut :
a. Suhu inti (core temperature)
b. Suhu permukaan (surface temperatur)
c. Suhu lingkungan
d. Suhu Ruang

3.2. Jawaban Soal Formatif


1. C 6. D
2. D 7. D
3. A 8. D
4. D 9. A
5. A 10. A

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-24


IV. PUSTAKA

Carlson, J. L. Johson, V. dan Cavert, H. M. 1961. 5th Ed. The Machinery of The Body. The
University of Chicago Press. USA.
Costanzo, L S. 2002. Physiology. 2nd ed. Philadelphia Sanders.
Dukes, H. H. 1955. The Physiology Of Domestic Animals. 7 th Ed. Comstok Publishing
Company, Inc. Ithaca. New York
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Edisi ke VI. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Martin, F H., Timmons, M J., Tallitsch, R B. 2008. Human Anatomy. 6 th ed. Benjamin
Cumming
Saladin, Kenneth S. 2010. Anatomy and Physiology. 5th ed. New York Watnick..

MK : FISIOLOGI TERNAK, MODUL TERMOREGULASI DAN OSMOREGULASI HAL 6-25

Anda mungkin juga menyukai