Anda di halaman 1dari 18

Tanggal percobaan :1 November 2019

Tanggal pengumpulan : 21 November 2019

PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN III


SUHU TUBUH

Nama : Shafira Syawalia


Kelas : Biologi B 2017
NRM : 1308617063
Kelompok :4
Dosen Pengampu : Dr. Elsa Lisanti, M.Si
Asisten Laboratorium : 1. Ratna Pratiwi
2. Nurtiastuti Ramadhan

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019

A. Tujuan
1. Untuk Mengetahui regulasi suhu tubuh hewan poikiloterm
2. Untuk Mengetahui subjektivitas reseptor suhu

B. Teori

Setiap sistem hidup (pada semua tingkatan) selalu


bereaksi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungannya,
juga mengatur dan mengontrol reaksi yang ditimbulkannya. Pada tahun
1879, seorang ahli fisiologi asal Perancis bernama Claude Bernard
mengusulkan suatu syarat penting bagi hewan yang ingin dapat bertahan
hidup di lingkungannya, yakni bahwa hewan harus mempertahankan
stabilitas pada lingkungan internal atau cairan tubuhnya. Menurut Tim
Dosen Fisiologi Hewan (2014:4), ada beberapa hewan yang suhu tubuhnya
mengikuti suhu lingkungan, ada pula yang stabil dan faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh hewan dapat dari dalam (metabolisme) maupun
dari luar. Pada tahun 1855, Bernard mengemukakan bahwa penyebab
terjadinya berbagai reaksi yang menstabilkan lingkungan internal ialah
adanya senyawa khusus, yang dihasilkan oleh semua organ dan
dikeluarkan ke cairan jaringan. Pernyataan tersebut menjadi pelopor
munculnya gagasan mengenai hormone dan regulasi/pengaturan kimia
(Isnaeni, 2006 : 22-23).
Pengaturan lain yang merupakan bentuk dari
homeostasis, yaitu pengaturan suhu tubuh yang melibatkan suatu
mekanisme yang mempunyai dampak pada laju metabolisme, tekanan
darah, oksigenasi jaringan, dan bobot tubuh. (Campbell, 2004:125).
Homeostasis ialah keadaan lingkungan internal yang
konstan dan mekanisme yang bertanggung jawab atas keadaan konstan
tersebut. Lingkungan internal ialah cairan dalam tubuh hewan yang
merupakan tempat hidup bagi sel penyusun tubuh. Cairan tubuh hewan
meliputi darah, cairan interstisial, cairan selomik, dan cairan lain yang
terdapat dalam tubuh. Untuk dapat bertahan hidup, hewan harus menjaga
stabilitas lingkungan internalnya, antara lain keasaman atau pH, suhu
tubuh, kadar garam, kandungan air, dan kandungan nutrien atau zat gizi.
Mamalia (golongan hewan yang memiliki kelenjar susu) dan aves
(golongan burung) memiliki kemampuan mengatur berbagai faktor
tersebut dengan sangat tepat. Oleh karena itu, aves dan mamalia disebut
regulator (Isnaeni, 2006 : 22-23).
Sistem thermoregulatori ayam disebut juga sistem
pengaturan suhu tubuh, dimana pada ayam bersifat homeotermik atau suhu
tubuh ayam relatif stabil pada kisaran tertentu yaitu 40-41oC. Namun saat
berumur 0-5 hari, ayam masih belum bisa mengatur suhu tubuhnya sendiri.
Ayam baru bisa mengatur suhu tubuhnya secara optimal sejak umur 2
minggu (Okarini, 2009: 39).
Pada hewan homoiterm suhunya lebih stabil, hal ini
dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu
tubuh. Hewan homoiterm dapat melakukan aktifitas pada suhu lingkungan
yang berbeda akibat dari kemampuan mengatur suhu tubuh. Hewan
homoioterm mempunyai variasi temperatur normal yang dipengaruhi oleh
faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu
siang dan malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh
pencernaan air. Hewan homoioterm adalah hewan yang dapat menjaga
suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi
dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian panas hilang melalui proses
radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi
menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh hewan homoioterm adalah
bangsa burung dan mamalia (Jamaria, 2012).
Suhu tubuh tergantung pada neraca keseimbangan
antara panas yang diproduksi atau diabsorbsi dengan panas yang hilang.
Panas yang hilang dapat berlangsung secara radiasi, konveksi, konduksi
dan evaporasi. Radiasi adalah transfer energi secara elektromagnetik, tidak
memerlukan medium untuk merambat dengan kecepatan cahaya.
Konduksi merupakan transfer panas secara langsung antara dua materi
padat yang berhubungan lansung tanpa ada transfer panas molekul. Panas
menjalar dari yang suhunya tinggi kebagian yang memiliki suhu yang
lebih rendah. Konveksi adalah suatu perambatan panas melalui aliran
cairan atau gas. Besarnya konveksi tergantung pada luas kontak dan
perbedaan suhu. Evaporasi merupakan konveksi dari zat cair menjadi uap
air, besarnya laju konveksi kehilangan panas karena evaporasi . Hewan
mempunyai kemampuan adaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan.
Sebagai contoh, pada suhu dingin, mamalia dan burung akan
meningkatkan laju metabolisme dengan perubahan hormon-hormon yang
terlibat di dalamnya, sehingga meningkatkan produksi panas. Pada
ektoterm (misal pada lebah madu), adaptasi terhadap suhu dingin dengan
cara berkelompok dalam sarangnya. Hasil metabolisme lebah secara
kelompok mampu menghasilkan panas di dalam sarangnya (Jamaria,
2012).
Berbagai bentuk energi yang ada di dalam tubuh hewan
adalah hasil dari reaksi-reaksi biokimia. Seluruh reaksi biokimia termasuk
dalam cakupan metabolisme yang terdiri atas proses degradasi
(katabolisme) dan penyusunan atau sintesis (anabolisme). Reaksi sintesis
membutuhkan energi yang telah tersedia dalam sistem melalui oksidasi.
Seluruh energi yang dilepaskan selama proses oksidasi tidak digunakan,
akan tetapi sebagian energi tersebut akan dilepaskan keluar tubuh dalam
bentuk panas. Oleh sebab itu, metabolisme dan panas tubuh sangat
berhubungan erat satu sama lain. Kebanyakan reaksi biokimia secara
ekstrim sangat sensitif terhadap temperatur. Peningkatan suhu 100C akan
meningkatkan kecepatan reaksi dua kali lipat, sedangkan suhu rendah akan
memberikan efek berkebalikan. (Santoso, 2009 : 154).
Menurut Rastogi (2007), kisaran temperatur dari
berbagai hewan adalah sebagai berikut :
Hewan ektotermik dan endotermik mempertahankan suhu tubuhya dengan
mengkombinasikan empat kategori umum dari adaptasi, yaitu:
1. Penyesuaian laju pertukaran panas antara hewan dengan
sekelilingnya.Insulasi tubuh seperti, rambut, bulu, lemak yang terletak
persis di bawah kulit untuk mengurangi kehilangan panas. Penyesuaian ini
terdiri dari beberapa mekanisme, diantaranya: Hewan endotermik
mengubah jumlah darah yang mengalir ke kulitnya berdasarkan suhu di
sekitarnya. Misal pada suhu dingin maka hewan endotermik akan
mengecilkan diameterpembuluh darahnya (vasokontriksi) sehingga terjadi
penurunan aliran darah, sedangkan pada musim panas hewan endotermik
akan membesarkan diameter pembuluh darahnya (vasodilatasi) sehingga
terjadi peningkatan aliran darah. Pengaturan arteri dan vena yang disebut
penukar panas lawan arus(countercurrent heat exchanger). Pengaturan
lawan arus ini memudahkan pemindahan panas dari arteri ke vena di
sepanjang pembuluh darah tersebut
2. Pendinginan melalui kehilangan panas evaporatif. Hewan
endotermik dan ektotermik terestial kehilangan air melalui pernapasan dan
melaluikulit. Jika kelembapan udara cukup rendah, air akan menguap dan
hewan tersebut akan kehilangan panas dengan cara pendingin melalui
evaporasi. Evaporasi dari sistem respirasidapat ditingkatkan dengan cara
panting (menjulurkan lidah ke luar). Pendinginan melaluievaporasi pada
kulit dapat ditingkatkan dengan cara berendam atau berkeringat
3. Respons perilaku. Banyak hewan dapat meningkatkan atau
menurunkan hilangnya panas tubuh dengan caraberpindah tempat. Mereka
akan berjemur dibawah terik matahari atau pada batu panas selama musim
dingin, menemukan tempat sejuk, lembab atau masuk ke dalam lubang di
dalam tanah pada musim panas, dan bahkan bermigrasi ke lingkungan
yang lebih sesuai.4. Pengubahan laju produksi panas metabolik.Kategori
penyesuaian ini hanya berlaku bagi hewan endotermik, khususnya unggas
danmamalia. Hewan endotermik akan meningkatkan produksi panas
metaboliknya sebanyak duatau tiga kali lipat ketika terpapar ke keadaan
dingin (Campbell, 2004).
Beberapa adaptasi hewan untuk mengurangi kehilangan
panas, misalnya adanya bulu dan rambut pada burung dan mamalia, otot,
dan modifikasi sistim sirkulasi di bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah
di bagian kulit dan countercurrent heat exchange adalah salah satu cara
untuk mengurangi kehilangan panas tubuh. Perilaku adalah hal yang
penting dalam hubungannya dengan termoregulasi. Migrasi, relokasi, dan
sembunyi ditemukan pada beberapa hewan untuk menurunkan atau
menaikkan suhu tubuh. Gajah di daerah tropis untuk menurunkan suhu
tubuh dengan cara mandi atau mengipaskan daun telinga ke tubuh.
Manusia menggunakan pakaian adalah salah satu perilaku unik dalam
termoregulasi (Jamaria, 2012).
C. Alat dan Bahan

1. Alat :
a. Thermometer
b. Papan bedah kecil
c. Gelas kimia
d. Papan balok kecil ±20 cm

Bahan :

a. Tali
b. Es batu
c. Air panas
d. Rana tigrina
D. Cara Kerja
1. Percobaan regulasi suhu tubuh hewan poikiloterm

Katak diletakkan terlentang di atas balok kecil kemudian diikat dengan


tali di bawah tungkai depan dan di tungkai belakang

Masukan termometer sampai oesophagus selama kurang lebih 3 menit.


Ulangi 3 kali (hitung rata-rata suhunya).

Masukan katak ke dalam air es selama 3 menit dengan termometer


yang telah terpasang sampai oesophagus, baca suhu tubuhnya ulangi 3
kali (hitung rata-rata suhunya).

Kemudian masukan katak ke dalam air panas dengan suhu sekitar 400
C,
Dengan perlakuan yang sama dengan air es, amati untuk beberapa kali
percobaan, dan catat hasilnya.

2. Subjektivitas reseptor suhu

Siapkan 3 gelas kimia ukuran 500 mL. Kemudian masing-masing gelas


kimia diisi dengan air hangat (50°C), air ledeng (ukur suhunya), dan
air es (5°C).

Masukkan tangan kanan (sampai pergelangan tangan) ke air hangat


(50°C) dan tangan kiri ke air es (5°C) selama 3 menit.
Setelah 3 menit kemudian kedua tangan diangkat secara bersama-sama
dan kedua tangan dicelupkan ke air kran (suhu ruangan).

E. Hasil Pengamatan
1. Percobaan regulasi suhu tubuh hewan poikiloterm

Tabel 1. Kegiatan Regulasi suhu tubuh hewan poikiloterm


Perlakuan Suhu Tubuh (°C) Menit ke-1 Menit ke-2 Menit ke-3
Awal : 32
Ruangan 30°C 30°C 30°C
Akhir : 32
Awal : 35
Air Panas 38°C 39°C 39°C
Akhir : 42
Air Awal : 35
28°C 23°C 20°C
Dingin Akhir : 6

2. Percobaan Subjektivitas reseptor suhu

Tabel 2. Kegiatan Subjektivitas reseptor suhu


Tangan
Waktu Perlakuan Tangan Kanan
Kiri
Suhu
Air Panas tangan :
3 menit Panas
ke-1
Air Suhu Tangan :
Dingin Dingin
Suhu Tangan :
Suhu
Awalnya dingin,
3 menit Air Biasa tangan :
ke-2 semakin lama
Dingin
semakin panas

F. Pembahasan
1. Kegiatan Regulasi suhu tubuh hewan poikiloterm

Berdasarkan praktikum didapatkan data mengenai thermoregulasi katak

dengan suhu tubuh normal 30𝑜 𝐶, sedangkan pada suhu katak yang

dimasukkan pada air hangat (42°𝐶) selama 5 menit kemudian diukur

dengan thermometer tercatat sebesar 39𝑜 𝐶 lalu pada saat di masukkan

pada air dingin selama 5 menit dengan suhu air 6oC suhu tubuh katak

menjadi 24𝑜 𝐶.

Berdasarkan data yang didapatkan setelah praktikum telihat suhu tubuh

katak sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungannya. Hal ini dikarenakan

katak merupakan hewan Poikiloterm, yaitu hewan yang keseimbangan

suhu tubuhnya sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu lingkungannya. Oleh

karena itu suhu tubuh katak mengalami perubahan suhu tubuh yang

signifikan dibandingkan dengan pada manusia yang suhu tubuhnya

dipengaruhi oleh metabolism yang terjadi di dalam tubuhnya

(Homoioterm).

Hal ini sependapat dengan Campbell (2000) bahwa, hewan Poikiloterm

adalah hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan

berubahnya suhu lingkungan atau disebut juga Hewan Ektoterm di maan

suhu tubuh ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternal .

Menurut pendapat Soewolo (2000), katak termasuk ke dalam kelas

amphibi. Hewan amphibi merupakan hewan Poikiloterm. Suhu tubuh

hewan Poikiloterm ditentukan oleh keseimbangannya dengan kondisi suhu

lingkungan, dan berubah-ubah seperti berubahnya-ubahnya kondisi suhu


lingkungan. Hewan ini mampu mengatur suhu tubuhnya sehingga

mendekati suhu lingkungan. Pengaturan untuk menyesuiakan terhadap

suhu lingkungan dingin dilakukan dengan cara memanfaatkan input radiasi

sumber panas yang ada di sekitarnya sehingga suhu tubuh di atas suhu

lingkungan dan pengaturan untuk menyesuaiakan terhadap suhu

lingkungan panas dengan penguapan air melalui kulit dan organ-organ

respiratori menekan suhu tubuh beberapa derajat di bawah suhu

lingkungan.

Oleh karena itu, ketika suhu lingkungan turun, suhu tubuh katak juga

ikut turun menyesuaikan dengan lingkungannya. Demikian halnya pada

suhu lingkungan yang panas. Dari data pengamatan diatas, sudah

membuktikan bahwa katak merupakan hewan poikiloterm dimana suhu

tubuhnya ditentukan oleh keseimbangannya dengan kondisi suhu

lingkungan, dan berubah-ubah seperti berubahnya-ubahnya kondisi suhu

lingkungan.

Menurut Kimball (1999), bahwa berkaitan dengan faktor yang

mempengaruhi kecepatan transfer panas ke dalam atau ke luar tubuh

hewan:

a) Luas permukaan. Hewan kecil memiliki suatu aliran panas lebih

tinggi per unit berat tubuhnya. Katak merupakan hewan yang

berukuran kecil sehingga aliran panas dari dalam tubuh ke

lingkungan atau sebaliknya berlangsung cepat.

b) Perbedaan suhu. Semakin dekat hewan memelihara suhu

tubuhnya dengan suhu lingkungannya semakin sedikit panas akan


mengalir ke dalam atau ke luar tubuhnya. Katak sebagai hewan

poikiloterm dapat memelihara suhu tubuhnya dekat dengan

lingkungannya. Jika suhu lingkungan rendah maka katak akan

mengkondisikan suhu tubuhnya mendekati sehu lingkungan.

Begitu juga jika suhu lingkungan panas.

c) Konduktansi panas spesifik permukaan tubuh. Permukaan

jaringan hewan poikitoterm, seperti katak, memiliki konduktansi

panas yang tinggi daripada hewan homeoterm, sehingga katak

memiliki suhu tubuh yang mendekati suhu lingkungan.

Gambar 1. Perlakuan Air dingin pada regulasi suhu


tubuh katak

Gambar 2. Perlakuan Air panas pada regulasi suhu


tubuh katak
2. Subjektivitas reseptor suhu

Setelah tangan kiri dimasukkan dalam air panas praktikan


merasakan tangannya panas (berasal dari respon saraf ruffini) serta
tangan memerah. Hal ini disebabkan oleh terjadi perpindahan panas
secara konduksi dan terjadi vaso dilatasi saat tangan memerah.
Kemudian saat tangan kanan dimasukkan dalam air dingin, praktikan
merasakan tangannya kaku, pegal, mati rasa, dingin (di respon oleh
saraf Krause), dan tangan memucat karena terjadi vasokontriks dan
dan pembekuan sel darah. Ketika kedua tangan dimasukkan kedalam
air ledeng, tangan yang kedinginan akan merasa hangat sedangkan
tangan yang kepanasan akan merasa dingin ketika dimasukkan ke
dalam air ledeng. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perpindahan
panas dari tangan kanan ke tangan kiri melalui proses konveksi. Suhu
tubuh diatur oleh pusat pengatur suhu tubuh yang berada di
hipotalamus. Reseptor panas atau dingin yang berada di kulit akan
mengirimkan impuls saraf ke medulla spinalis dan kemudian ke
hipotalamus otak untuk pengaturan suhu tubuh.
G. Kesimpulan

1. Pada thermoregulasi katak dilakukan pengukuran suhu tubuh katak


pada keadaan suhu lingkungan yang berbeda menggunakan

thermometer. Thermometer dimasukan kedalam esophagus katak

selama 5 menit dengan kondisi katak tidak dipegang oleh tangan agar

tidak terjadi penularan panas dari tangan. Katak merupakan hewan

Poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya dipengaruhi oleh

keadaan suhu lingkungannya oleh karena itu suhu katak berubah-ubah

sesuai suhu lingkunganya.

2. Pada percobaan reseptor suhu pada manusia di dapatkan bahwa tangan


yang di masukkan air dingin terasa pegal, kaku, mati rasa. Sedangkan

tangan kiri yang di masukkan air panas terasa panas dan telapak tangan

merah
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi 20). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC Isnaeni, Wiwi. 2006.
Campbell, Neil A. Jane B. Reece, dan Lawrence G. Mitchell, Biologi Edisi ke 5
Jilid 3. Jakarta: Erlangga, 2004
Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi
Manusia. Jakarta: Buku Kedokteran:EGC
Ganong, William F. 2003.
Guyton, dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Kimball, john W. 1999. Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Latipudin, Diding dan Andi Mushawwir. 2011. Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras
Petelur Fase Grower dan Layer . Jurnal Sain Peternakan Indonesia. ISSN
1978—3000. Vol. 6, No 2 : 77-82.
Okarini, Ida Ayu., Anak Agung Sagung Putu Kartini dan Martini Hartawan, 2009.
Retensi Protein Dan Nilai Organoleptik Daging Broiler Yang Diberi Susu
Kedelai Asam Dalam Air Minum Ternak Selama Pemeliharaan (1-5
Minggu). Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. ISSN : 1978 – 0303.
Vol. 4, No. 1 : 38-45.
Rastogi, S.C. 2007. Essentials of Animal Physiology. 4Th edition. New Delhi:
New Age International (P) Ltd
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. DIKTI Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta..
Sahara, Eli., Sofia Sandi, dan Muhakka . 2011. Peforman Produksi Ayam
Pedaging dengan Pemanfaatan Bungkil Biji Kapas sebagai Pengganti
Sebagian Bungkil Kedelai dalam Ransum. ISSN 1978 - 3000 . Vol. 6,
No 2: 137-142.
LAMPIRAN
Jawaban pertanyaan:
1. Jelaskan mekanisme jalannya impuls dari reseptor panas sampai integrasi di korteks
somatosensoris tempat terbentuknya sensasi dan di area asosiasi tempat terbentuknya
persepsi pada saat telapak tangan merasakan panas.
Jawab :
- Sinyal di terima reseptor lalu di bawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior
menuju cornu posterior medula spinalis berganti menjadi neuron sensoris ke-2,
lalu menyilang ke sisi lain medulla spinalis, membentuk jaras yang berjalan ke
atas yaitu traktur spinotalamikus, menuju thalamus di otak , lalu berganti menjadi
neuron sensoris ke-3, menuju korteks somatosensoris yang berada di girus post
sentralis(lobus parietalis)

Anda mungkin juga menyukai