Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

“ Suhu Tubuh ”

Disusun oleh:

Asri Mutia Pratiwi


1304617070
Pendidikan Biologi B 2019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
A. Tujuan

1. Mengetahui regulasi katak


2. Mengamati regulasi katak menyesuaikan diri dengan suhu lingkungan
3. Mengamati perubahan suhu tubuh katak sesuai dengan suhu lingkungan
4. Mengetahui reseptor suhu pada manusia
5. Mengamati perubahan penyesuaian reseptor suhu pada manusia

B. Kajian Pustaka
Suhu adalah keadaan panas dan dingin yang diukur dengan menggunakan
termometer. Di dalam tubuh terdapat 2 macam suhu, yaitu suhu inti dan suhu kulit.
Suhu inti adalah suhu dari tubuh bagian dalam dan besarnya selalu dipertahankan
konstan, sekitar ± 1ºF (± 0,6º C) dari hari ke hari, kecuali bila seseorang mengalami
demam. Sedangkan suhu kulit berbeda dengan suhu inti, dapat naik dan turun sesuai
dengan suhu lingkungan. Bila dibentuk panas yang berlebihan di dalam tubuh, suhu kulit
akan meningkat. Sebaliknya, apabila tubuh mengalami kehilangan panas yang besar
maka suhu kulit akan menurun (Guyton & Hall, 2012).
Nilai suhu tubuh juga ditentukan oleh lokasi pengukuran, pengukuran suhu bertujuan
memperoleh nilai suhu jaringan dalam tubuh. Lokasi pengukuran untuk suhu inti
yaitu rektum, membran timpani, arteri temporalis, arteri pulmonalis, esophagus dan
kandung kemih. Lokasi pengukuran suhu permukaan yaitu kulit, oral dan aksila (Potter
& Perry, 2009).
Temperature is a measure of the average heat or thermal energy of the particles
in a substance. Since it is an average measurement, it does not depend on the number of
particles in an object.
Termoregulasi adalah pemeliharaan suhu tubuh didalam suhu kisaran yang
membuat sel-sel mampu berfungsi secara efisien. Sebagian besar hewan dapat bertahan
hidup menghadapi fruktuasi lingkungan ekstenal yang lebih ekstrim dibandingkan dengan
keadaan yang sangat ditolerir oleh setiap individu selnya. Meskipun spesies hewan yang
berbeda telah diadaptasikan terhadap kisaran suhu yang berbeda-beda, setiap hewan
mempunyai kisaran suhu yang optimum. Didalam kisaran tersebut banyak hewan dapat
mempertahankan suhu internal yang konstan meskipun suhu eksternalnya berfruktuasi
(Campbell, 2004).
Berdasarkan asal panas tubuhnya, hewan dibagi menjadi 2 yaitu endoterm dan
eksoterm. Endotherm, so-called warm-blooded animals; that is, those that maintain a
constant body temperature independent of the environment. The endotherms primarily
include the birds and mammals; however, some fish are also endothermic. If heat loss
exceeds heat generation, metabolism increases to make up the loss or the animal shivers
to raise its body temperature. If heat generation exceeds the heat loss,
mechanisms such
as panting or perspiring increase heat loss. Panas tubuh hewan endoterm berasal dari
panas dalam tubuh sebagai hasil metabolisme sumber-sumber energi.
Sedangkan hewan eksoterm panas tubuh bergantung pada suplai panas dari
lingkungannya. Ectotherm, any so-called cold-blooded animal—that is, any animal
whose regulation of body temperature depends on external sources, such as sunlight or a
heated rock surface. The ectotherms include the fishes, amphibians, reptiles,
and invertebrates. The body temperature of an aquatic ectotherm is usually very close to
the temperature of the surrounding water. Panas hasil metabolisme mudah hilang ke
lingkungan.
Suhu tubuh hewan vertebrata ada yang dapat beradaptasi mengikuti perubahan
suhu lingkungan (poikiloterm) yaitu kelas Pisces, Amphibia, dan Reptilia. Sementara
Aves dan Mammalia suhu tubuhnya dipertahankan tetap walaupun suhu lingkungan
berubah (homoioterm). Hewan homoioterm selalu bersifat endoterm. Ada pula hewan
yang dapat bersifat poikiloterm pada waktu tidak aktif (tidur) dan homoioterm pada
waktu aktif. Kelompok hewan ini disebut heteroterm. Hewan heteroterm adalah hewan
endoterm yang mempunyai rentang suhu tubuh yang begitu luas.
Pisces, Amphibia dan Reptilia termasuk poikiloterm, sebab saraf pengatur suhu di
hipotalamus belum berkembang. Hal ini menguntungkan hidupnya sebab dengan begitu
walaupun hidup di air, tetapi tidak pernah menggigil. Hal ini disebabkan begitu
lingkungan dingin, maka suhu tubuhnya dibiarkan mengikuti suhu lingkungan. Namun
tetap mempunyai titik suhu minimum, sebab di bawah suhu minimum enzim tidak
bekerja dan dapat menyebabkan organisme mati. Reptilia bersifat eksoterm, maka untuk
menaikan suhu tubuhnya, hewan ini harus berjemur.
Sementara onta termasuk hewan heteroterm. Hal ini sangat menguntungkan
hidupnya, sebab tubuh onta dapat menyerap panas pada siang hari dan melepaskan panas
tubuhnya pada saat malam hari. Hal ini merupakan mekanisme pengaturan suhu tubuh
hewan heteroterm yang mempunyai rentang suhu normal yang luas.
Manusia termasuk organisme yang homoioterm dengan suhu normal 37°C pada
orang dewasa, pada bayi 1°C lebih tinggi, dan pada orang lanjut usia 1°C lebih rendah.
Hal ini disebabkan bayi mempunyai laju metabolisme basal (BMR = Basal Metabolism
Rate) yang lebih tinggi, sedang pada manusia lanjut usia memiliki laju metabolism yang
lambat.Pada saat bayi, manusia dan Mamalia lain bersifat poikiloterm karena saraf
pengatur suhu tubuh belum berkembang.
Panas hewan endoterm diproduksi dari dalam tubuhnya sendiri melalui proses
oksidasi. Produk oksidasi ini adalah energi dalam bentuk ATP yang dapat disimpan
dalam bentuk kreatin fosfat dan sebagian energi lepas dalam bentuk panas. Panas inilah
yang digunakan untuk mengatur suhu tubuh. Pada saat setelah makan, suhu tubuh
biasanya lebih tinggi yang disebabkan oleh Specific Dynamic Action (SDA) yaitu naiknya
suhu setelah makan.
Pusat pengatur suhu tubuh hewan vertebrata adalah hipotalamus. Hipotalamus
inilah yang berfungsi sebagai termostat. Setting point suhu di hipotalamus tergantung
pada organisme. Pada mamalia umumnya suhu tubuh berkisar 36 - 37°C, sedang pada
Aves berkisar 39 - 40° C.
Suasana comfort zone adalah suasana yang paling nyaman bagi organisme. Hal ini
disebabkan pada suasana ini jumlah antara produksi panas dan panas yang hilang relative
sama. Pada saat ini mamalia tidak berkeringat dan juga tidak menggigil.
Bila suhu lingkungan lebih panas dari suhu tubuh, maka rangsang panas diterima
oleh reseptor di kulit. Energi panas merupakan rangsang yang adekuat untuk free nerve
ending di kulit, sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang mencapai batas
ambang letup (firing level) akan menimbulkan potensial reseptor (potensial generator).
Potensial reseptor menjadi potensial aksi dan dihantarkan sebagai impuls.
Proses pengubahan energi panas menjadi energi listrik disebut transduksi energi.
Potensial aksi di neuron sensoris dihantarkan ke hipotalamus melalui jalur
spinothalamiko anterolateralis. Panas dari lingkungan juga memanaskan cairan tubuh
yaitu darah. Panas tubuh dibawa oleh darah merangsang hipotalamus bagian nucleus
preopticus (di anterior hipotalamus). Saraf ini akan meningkatkan kecepatan pembuangan
panas melalui dua cara yaitu:

1. Mengaktifkan saraf simpatis adrenergik untuk membuang panas secara


evaporasi dengan cara berkeringat.
2. Menghambat saraf parasimpatis di hipotalamus posterior. Hal ini
menghilangkan tonus vasokonstriksi normal di kulit, sehingga terjadi
vasodilatasi dan panas dibuang melalui permukaan kulit
Agar organisme tidak kehilangan garam secara berlebih, maka aldosteron pun
meningkat bila terjadi pengeluaran keringat secara berlebih. Aldosteron, baik ginjal
maupun di kelenjar keringat, berfungsi untuk meningkatkan kecepatan reabsorbsi aktif
natrium. Aldosteron merupakan hormon derivat steroid yang diproduksi oleh korteks
kelenjar anak ginjal (glandula adrenal).
Bila suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh, maka hipotalamus bagian
nukleus paraventrikularis (di bagian posterior hipotalamus) akan mengeluarkan
Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) atau sering disebut TSH-RH (Tryroid
Stimulating Hormone-Releasing Hormone). TRH kemudian merangsang hipofisis
bagian anterior untuk mengeluarkan TSH yang dikirimkan ke kelenjar thyroid untuk
memproduksi dan mensekresi tiroksin (triiodotironin dan tetraiodotironin) ke seluruh
tubuh untuk meningkatkan metabolisme sumber energi. Metabolisme berjalan cepat
hingga suhu tubuh normal. Bila tubuh hewan homoioterm menurun, maka tubuh akan
menggigil. Pada saat ini, otot berkontraksi dan panas diproduksi. Untuk menghindari
hilangnya panas tubuh pada saat lingkungan dingin, maka pembuluh darah tepi
mengalami vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah). Cara adaptasi yang lain
adalah piloereksi yaitu berdirinya rambut pada Mamalia. Penyetelan suhu (setting point)
di hipotalamus dapat berubah oleh aktivitas pirogen. Pirogen adalah zat yang bersifat
toksik (dapat dihasilkan oleh bakteri) dan mampu mengubah penyetelan suhu di
hipotalamus. Bila penyetelan suhu meningkat oleh aktivitas pirogen, maka mekanisme
peningkatan suhu tubuh bekerja. Metabolisme meningkat, suhu tubuh di jauh di atas
suhu lingkungan dan tubuh akan menggigil. Jadi bila ada pirogen maka walaupun suhu
tubuh tinggi melebihi normal, namun pada saat itu penderita menggigil. Bila pirogen
berhasil disingkirkan, maka setting point suhu di hipotalamus kembali ke normal. Pada
saat ini penderita mengalami flush (titik kritis). Pada Pisces sampai reptilia, hewan yang
tidak dapat meregulasi suhu tubuh seperti homoiterm, hipotalamus berfungsi sebagai
pusat perilaku pengatur suhu tubuh. Reptilia mempunyai tingkah laku mencari sumber
panas (heat-seeking) sebagai manifestasi termophilia behaviour yang dikontrol oleh
hipotalamus.
C. Metodologi
1. Alat dan Bahan
- Termometer
- papan bedah kecil
- 3 buah gelas kimia
- Tali
- balok kecil panjang 20 cm
- es
- air panas
- Rana tigrina.

2. Cara Kerja
 Kegiatan 1. Regulasi Suhu Tubuh Hewan Poikiloterm
1. Katak diletakkan terlentang di atas balok kecil kemudian diikat dengan tali di
bawah tungkai depan dan di tungkai belakang. Masukan termometer sampai
oesophagus selama kurang lebih 3 menit. Ulangi 3 kali (hitung rata-rata
suhunya).
2. Masukan katak ke dalam air es selama 3 menit dengan termometer yang telah
terpasang sampai oesophagus, baca suhu tubuhnya ulangi 3 kali (hitung rata-rata
suhunya).
3. Kemudian masukan katak ke dalam air panas dengan suhu sekitar 400 C
(mengapa tidak lebih tinggi)? Dengan perlakuan yang sama dengan air es, amati
untuk beberapa kali percobaan, dan catat hasilnya. Analisis data yang diperoleh.

 Kegiatan 2. Subjektivitas Reseptor Suhu


1. Siapkan 3 gelas kimia ukuran 500 mL. Kemudian masing-masing gelas kimia
diisi dengan air hangat (50°C), air ledeng (ukur suhunya), dan air es (5°C).
2. Masukkan tangan kanan (sampai pergelangan tangan) ke air hangat (50°C) dan
tangan kiri ke air es (5°C) selama 3 menit.
3. Setelah 3 menit kemudian kedua tangan diangkat secara bersama- sama dan
kedua tangan dicelupkan ke air kran (suhu ruangan).
4. Amati yang terjadi
D. Hasil Pengamatan
 Kegiatan 1. Regulasi Suhu Tubuh Hewan Poikiloterm
Suhu katak Air panas Air dingin
o
26 C 24 oC 24 oC
Awal
26 oC 24 oC 23,8 oC
1 menit
25 oC 24,5 oC 23 oC
2 menit
25 oC 26 oC 22,5 oC
3 menit
 Kegiatan 2. Subjektivitas Reseptor Suhu
Tanggapan
Jenis Air Saat tangan dimasukan ke dalam air
Setelah tangan dikeluarkan dari air
ledeng
Air tangan terasa sakit, kaku, pegal, nyeri tangan menjadi tidak kaku dan menjadi
dingin terasa lebih hangat dibandingkan tangan
(tangan kanan yang berasal dari air panas
kiri)
Air tangan terasa hangat dan nyaman tangan terasa dingin
hangat
(tangan
kanan)

E. Pembahasan
 Regulasi Suhu Tubuh Katak
Berdasarkan hasil pengamatan pengaturan suhu tubuh katak menunjukkan bahwa
suhu awal katak sebesar 27oC, dan ketika katak ditempatkan pada air panas dan air dingin
maka suhu tubuh katak tersebut akan berubah sesuai dengan suhu lingkungan.
Suhu pada air panas sebesar 38oC, sedangkan suhu tubuh katak sebesar 27oC.
Katak akan menyesuaikan diri dengan menyeimbangkan suhu tubuh dengan suhu
lingkungan. Hal ini dapat diketahui dari perubahan suhu dari menit pertama ke menit
berikutnya dengan rata-rata suhu katak sebesar 27,6oC. Sedangkan pada air dingin yang
bersuhu 20oC suhu tubuh katak pun akan menyesuaikannya dengan kisaran suhu rata-rata
sebesar 24 oC. Hal ini berarti bahwa katak akan menyesuaikan suhu tubuhnya dengan
suhu di lingkungan tempat hidupnya.
Pengaturan suhu tubuh dan pengaturan hormone pada vertebrata dipengaruhi oleh
sistem kardiovaskuler (Puranik,2007). Pada vertebrata yang berdarah panas, atau
endoterm, suhu tubuh yang konstan akan dipertahankan tanpa mengabaikan suhu
lingkungan. Hal ini dilakukan sebagian oleh pembuluh darah yang terletak tepat di bawah
epidermis. Ketika suhu sekitar dingin, pembuluh darah supervisial akan berkontraksi
untuk mengalihkan darah panas ke pembuluh darah yang lebih dalam. Ketika suhu
hangat, pembuluh supervisial akan melebar atau mengalami vasodilatasi sehingga dapat
menyerap panas dari lingkungan.
Model klasifikasi termoregulasi pada hewan didasarkan pada stabilitas suhu tubuh
yang kemudian dibedakan menjadi dua, yaitu homoiotermik, tetap mempertahankan suhu
tubuh terhadap suhu lingkungan yang berbeda (Ekert, 1997). Poikiloterm merupakan
kelompok hewan yang memiliki fluktuasi suhu tubuh naik atau turun terhadap suhu
lingkungan ketika air atau udara yang bervariasi. Sering ectoterm memiliki rata-rata
produksi metabolis panas rendah dan konduksi panas dari lingkungan tinggi. Akibatnya
panas yang berasal dari metabolism tubuh akan cepat hilang dengan lingkungan yang
lebih dingin. Oleh karena itu, pertukaran panas dengan lingkungan jauh lebih penting
daripada produksi panas metabolik dalam menentukan suhu tubuh ektoterm itu.
Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai pengatur suhu. Karena pada kulit terdapat reseptor.
Sel saraf akan menerima rangsang dari reseptor suhu dan terlibat dalam
pengaturan suhu tubuh. Sel saraf yang ada di hipotalamus vertebrata dapat mendeteksi
perubahan suhu pada tubuh. Pada tubuhnya terdapat dua reseptor, yaitu reseptor panas
yang dapat meningkatkan pembakarannya ketika kulit dalam keadaan dingin, serta
reseptor dingin.

 Subjektivitas Reseptor Tubuh


Perubahan suhu lingkungan eksternal mempengaruhi tingkat penambahan atau
pengurangan panas antara tubuh dengan lingkungannya. Panas selalu berpindah
mengikuti penurunan gradien konsentrasinya, yaitu mengikuti penurunan gradien termal
dari daerah yang lebih panas ke yang lebih dingin (Sherwood, 2001).
Pada percobaan ini, tubuh menggunakan mekanisme pemindahan panas berupa
konduksi. Menurut Sherwood (2001), konduksi adalah perpindahan panas antara benda-
benda yang berbeda suhunya yang berkontak langsung satu sama lain. Panas
dikonduksikan lebih cepat dari permukaan tubuh ke air sehingga air merupakan
konduktor yang baik. Oleh sebab itu, pada percobaan ini, konduktor yang digunakan
adalah air.
Berdasarkan hasil percobaan, setelah tangan dikeluarkan dari dalam air dingin,
tangan menjadi terasa dingin, kaku dan nyeri. Menurut Amir (2012), rasa nyeri timbul
karena kulit tangan mempunyai reseptor nyeri, tepatnya di ujung saraf bebas dan disebut
nosiseptor. Awal timbulnya nyeri dimulai karena jaringan mengalami kerusakan sebagai
stimulus nosiseptor. Nosiseptor mengirimkan informasi kerusakan jaringan kepada
peripheral nervous system yang teraktivasi. Informasi ini diteruskan kepada central
nervous system di spinal cord level yang sudah teraktivasi juga. Dari central nervous
system di spinal cord level, informasi ditransmisikan ke otak sebagai sinyal nyeri dan
muncullah nyeri.
Selanjutnya, setelah tangan dikeluarkan di air dingin dan dimasukkan ke dalam
air dengan suhu ruang, tangan menjadi terasa hangat. Hal tersebut terjadi karena adanya
perpindahan panas antara tangan dengan air yang memiliki suhu yang saling berbeda.
Lalu, pada percobaan setelah tangan dimasukkan ke dalam air hangat, tangan
menjadi terasa lebih hangat. Hal tersebut terjadi karena panas berpindah mengikuti
penurunan gradien termal dari benda yang lebih panas ke yang lebih dingin oleh
perpindahan dari molekul ke molekul. Sewaktu molekul-molekul dengan panas yang
berbeda saling bersentuhan satu sama lain, maka molekul yang lebih panas dan bergerak
cepat akan memacu molekul yang lebih dingin untuk bergerak lebih cepat, sehingga
molekul-molekul yang lebih dingin itu menjadi lebih hangat. Molekul yang lebih dingin
berasal dari kulit tangan. Sedangkan molekul yang lebih panas berasal dari molekul air
hangat. Dengan demikian, tangan menjadi terasa lebih hangat.
Selanjutnya, setelah tangan dikeluarkan di air hangat dan dimasukkan ke dalam
air dengan suhu ruang, tangan menjadi terasa dingin. Hal itu terjadi karena molekul yang
semula panas akan kehilangan sebagian energi termalnya sewaktu molekul tersebut
melambat dan menjadi dingin (Sherwood, 2001). Selain itu, penurunan suhu pada kulit
juga cenderung menghilangkan panas dari tubuh (Winslow, dkk, 1937).
Mekanisme tangan menjadi terasa hangat dan dingin setelah dimasukan ke dalam
air dengan suhu ruang serupa dengan mekanisme saat tangan terasa nyeri. Perbedaannya
terdapat pada reseptornya. Kulit mempunyai reseptor hangat yang disebut Ruffini. Selain
itu, kulit juga mempunyai reseptor dingin yang disebut End Krause (Anonim, 2011).

F. Kesimpulan
1. Katak merupakan hewan poikiloterm.
2. Poikiloterm adalah keadaan dimana suhu tubuh hewan vertebrata beradaptasi
mengikuti perubahan suhu lingkungan.
3. Jika katak ditempatkan disuhu tinggi/panas maka suhu tubuh katak akan ikut naik
(menjadi semakin panas). Jika katak ditempatkan di suhu rendah/dingin maka suhu
tubuh katak akan ikut turun (menjadi makin rendah).
4. Setelah tangan dikeluarkan dari dalam air dingin, tangan menjadi terasa dingin, kaku
dan nyeri. Rasa nyeri timbul karena kulit tangan mempunyai reseptor nyeri, tepatnya
di ujung saraf bebas dan disebut nosiseptor.
5. Jika tangan direndam di dalam air dingin, kemudian dimasukkan ke dalam air suhu
ruang maka tangan akan terasa panas/hangat. Jika tangan direndam di dalam air
panas/hangat, kemudian dimasukkan ke dalam air suhu ruang maka tangan akan
terasa dingin.
G. Daftar Pustaka
Ekert. (1997). Animal physiology. United State of America: New York
Ganong, W.F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran
Guyton, Arthur C. (1996). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 9.. Alih bahasa: Dr. Petrus
Andrianto. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG (529–39)
Puranik, Prakash and Bhate, Asha. (2007). Animal Form and Function. Sarups Sons: New
Delhi
Sherwood L. (2001). Fisiologi Manusia. Alih bahasa: Santoso BI. Ed. ke-2.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC Winslow, C E.A., Herrington L.P., and Gagge A. P.
1937. Physiological Reactions of Human Body to Varying Enviromental
Temperatures. The American Journal of Physiological, Vol. 120

H. Soal
Jelaskan mekanisme jalannya impuls dari reseptor panas sampai integrasi di korteks
somatosensoris tempat terbentuknya sensasi dan di area asosiasi tempat terbentuknya
persepsi pada saat telapak tangan merasakan panas.

Jawab : Mekanismenya yakni ketika memasuki medula spinalis, sinyalakan menjalar


dalam traktus Lissauer sebanyak beberapa segmen di atasatau di bawah dan selanjutnya
akan berakhir di :
- Area reticular batang otak
- Kompleks ventrobasal thalamus
Beberapa sinyal termal dari kompleks ventrobasal akan dipancarkanmenuju ke korteks
somatosensorik. Adakalanya dengan penelitian mikroelektroda ditemukan adanya suatu
neuron pada area somatosensorik I yang dapat langsung berespon terhadap stimulus
panas pada daerah kulityang spesifik. Selanjutnya telah diketahui bahwa
pembuangan girus postsentralis pada manusia dapat mengurangi kemampuan untuk
membedakan gradasi suhu.

Anda mungkin juga menyukai