ILEUS OBSTRUKSI
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Bedah
RST Dr.Soedjono Magelang
Diajukan Kepada :
Disusun Oleh :
2017
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
ILEUS OBSTRUKSI
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Bedah
RST Dr.Soedjono Magelang
Disusun Oleh:
PENDAHULUAN
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya
daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu
(Ullah et al., 2009). Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi
intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk
pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus halus
(Thompson, 2005).
BAB II
STATUS PASIEN
II.1 Identitas
No CM : 144557
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
II.2 Anamnesis
Pasien datang ke IGD RST dr. Soedjono Magelang pukul 11.30 WIB dengan
keluhan nyeri perut sejak tadi pagi, nyeri perut dirasakan terutama pada bagian bawah.
Pasien tidak bisa buang angin dan BAB, mual-muntah (+), pusing (-)
DM (+)
Luka tusuk abdomen (+)
Riwayat Kebiasaan
Status generalis
RR : 20 x/ menit
S : 36,0°C
SpO2 : 95%
Thoraks :
Abdomen
Perkusi : hipertimpani
II.4 Resume
Tn. Tukiman datang ke IGD RST dr.Soedjono dengan keluhan nyeri pada perut sejak tadi
pagi, nyeri terutama dirasakan di bagian bawah. Pasien mengeluhkan tidak bisa buang angin dan
BAB serta BAK. Mual- muntah kehijauan (+), pusing (-)
Dari pemeriksaan lokalis di regio abdomen terdapat nyeri tekan diseluruh lapang perut,
perut tampak kembung dan tegang disertai hipertimpani.
II.5 Asessment
Akut Abdomen Susp Ileus Obstruksi
Px Hasil Range
Chlorida 94,95 96.00 – 106.0
Kalium 6.290 3.480 – 5.500
Natrium 133.7 135.4-145.0
Px Hasil Range
GOT 12 0.0-37
GPT 8 0.0-41
Gula 262 70-170
Sewaktu
Urea 174 17-43
Creatinine 4.6 0.9-1.3
Hasil Foto Abdomen 3 Posisi
Hasil EKG pre 0perasi
RIWAYAT RAWAT INAP
Follow up pre-operasi (7 November 2017)
S O A P
Perut Vital Sign: Ileus obstruksi Puasa
kembung, TD: 130/80 mmHg Infus RL/DS 30
tidak HR: 110x/mnt tpm (2500 cc/24
dapat RR: 20x/mnt jam)
BAB dan S: 36,2ºC Cefotaxim 2x1
buang Ranitidine 3x1
angin Status Generalis:
KU: baik, CM
Kepala/Leher: dbn
Thorax: dbn
Abdomen: tegang (+), BU
meningkat
Status Lokalis:
Auskultasi
BU meningkat
Inspeksi
Abdomen tampak tegang
Palpasi
Tegang (+), nyeri tekan seluruh
lapang perut (+)
Perkusi
Hipertimpani
Follow up pre-operasi (8 November 2017)
S O A P
Perut Vital Sign: Ileus obstruksi Puasa
kembung, TD: 120/90 mmHg Infus RL/DS 30
tidak HR: 98x/mnt tpm (2500 cc/24
dapat RR: 20x/mnt jam)
BAB dan S: 36ºC Cefotaxim 2x1
buang Ranitidine 3x1
angin Status Generalis: Raber dr. tatag
KU: baik, CM SpPD
Kepala/Leher: dbn
Thorax: dbn
Abdomen: tegang (+), BU
meningkat
Status Lokalis:
Auskultasi
BU meningkat
Inspeksi
Abdomen tampak tegang
Palpasi
Tegang (+), nyeri tekan seluruh
lapang perut (+)
Perkusi
Hipertimpani
Follow up pre-operasi (9 November 2017)
S O A P
Perut Vital Sign: Kesan Ileus Terapi lanjut
kembung, TD: 120/80 mmHg Obstruksi Monitor
BAB 1x HR: 95x/mnt Total input/output
sedikit RR: 20x/mnt
dan cair S: 36ºC
Status Generalis:
KU: baik, CM
Kepala/Leher: dbn
Thorax: dbn
Abdomen: tegang (+), BU
meningkat
Status Lokalis:
Auskultasi
BU meningkat
Inspeksi
Abdomen tampak tegang
Palpasi
Tegang (+), nyeri tekan seluruh
lapang perut (+)
Perkusi
Hipertimpani
Status Lokalis:
Auskultasi
BU meningkat
Inspeksi
Abdomen tampak tegang
Palpasi
Tegang (+), nyeri tekan seluruh
lapang perut (+)
Perkusi
Hipertimpani
Px Hasil Range
Chlorida 96.05 96.00 – 106.0
Kalium 4.410 3.480 – 5.500
Natrium 132.6 135.4-145.0
GDS 116 70-170
Status Lokalis: DM 2
Auskultasi
BU (+)
Inspeksi
Luka post op laparatomi (+),
rembesan darah/ pus (-)
Palpasi
Tegang (+)
Perkusi
Timpani (+)
Status Lokalis:
Auskultasi
BU (+)
Inspeksi
Luka post op laparatomi (+),
rembesan darah/ pus (-)
Palpasi
Tegang (+)
Perkusi
Timpani (+)
Status Lokalis:
Auskultasi
BU (+)
Inspeksi
Cembung (+) Luka post op
laparatomi (+), rembesan darah/
pus (-)
Palpasi
Tegang (+)
Perkusi
Timpani (+)
Status Lokalis:
Auskultasi
BU (+)
Inspeksi
Cembung (+) Luka post op
laparatomi (+), rembesan darah/
pus (-)
Palpasi
Tegang (+)
Perkusi
Timpani (+)
Status Lokalis:
Auskultasi
BU (+)
Inspeksi
Cembung (+) Luka post op
laparatomi (+), rembesan darah/
pus (-)
Palpasi
Tegang (+)
Perkusi
Timpani (+)
Status Lokalis:
Auskultasi
BU (+)
Inspeksi
Cembung (+) Luka post op
laparatomi (+), rembesan darah/
pus (-)
Palpasi
Tegang (+)
Perkusi
Timpani (+)
Status Lokalis:
Auskultasi
BU (+)
Inspeksi
Cembung (+) Luka post op
laparatomi (+), rembesan darah/
pus (-)
Palpasi
Tegang (+)
Perkusi
Timpani (+)
S O A P
Luka Vital Sign: H+9 Post Ganti verban tiap
operasi TD: 137/80 mmHg laparotomy hari
abdomen, HR: 86x/mnt eksplorasi di Meropenem stop
mual- RR: 22x/mnt volvulus + Levofloxacin 1x
muntah S: 36ºC sepsis 750 mg
(+), BAB Gentamicin 2x80
(+) Status Generalis: DM 2 mg
kehijauan KU: lemah, CM Ketorolac stop
, flatus Kepala/Leher: dbn Alinamin 3x1 A
(+), Thorax: dbn Lansoprazole 2x1
lemas (+) Abdomen: BU (+), Novorapid 3x14
unit
Status Lokalis: Ondansetron kp
Auskultasi Parasetamol kp
BU (+) Pindah ruang dari
Inspeksi ICU-Cempaka
Cembung (+) Luka post op
laparatomi (+), rembesan darah/
pus (-)
Palpasi
Tegang (+)
Perkusi
Timpani (+)
Follow up post-operasi (21 November 2017)
S O A P
Luka Vital Sign: H+10 Post Terapi lanjutkan
operasi TD: 140/70 mmHg laparotomy
abdomen, HR: 108x/mnt eksplorasi di
mual- RR: 22x/mnt volvulus +
muntah S: 37,2ºC sepsis
(+), BAB
(+) Status Generalis: DM 2
kehijauan KU:baik, CM
, flatus Kepala/Leher: dbn
(+), Thorax: dbn
Abdomen: BU (+),
Status Lokalis:
Auskultasi
BU (+)
Inspeksi
Cembung (+) Luka post op
laparatomi (+), rembesan darah/
pus (-)
Palpasi
Tegang (+)
Perkusi
Timpani (+)
Follow up post-operasi (22 November 2017)
S O A P
Luka Vital Sign: H+11 Post Terapi lanjutkan
operasi TD: 140/70 mmHg laparotomy
abdomen, HR: 96x/mnt eksplorasi di
mual- RR: 20x/mnt volvulus +
muntah S: 36ºC sepsis
(+), BAB
(+) Status Generalis: DM 2
kehijauan KU:baik, CM
, flatus Kepala/Leher: dbn
(+), Thorax: dbn
Abdomen: BU (+),
Status Lokalis:
Auskultasi
BU (+)
Inspeksi
Cembung (+) Luka post op
laparatomi (+), rembesan darah/
pus (-)
Palpasi
Tegang (+)
Perkusi
Timpani (+)
Follow up post-operasi (23 November 2017)
S O A P
Luka Vital Sign: H+12 Post Terapi lanjutkan
operasi TD: 140/70 mmHg laparotomy Rujuk ke RSPAL
abdomen, HR: 96x/mnt eksplorasi di Harjolukito
mual- RR: 20x/mnt volvulus +
muntah S: 36ºC sepsis
(+), BAB
(+) Status Generalis: DM 2
kehijauan KU:baik, CM
, flatus Kepala/Leher: dbn
(+), Thorax: dbn
Abdomen: BU (+),
Status Lokalis:
Auskultasi
BU (+)
Inspeksi
Cembung (+) Luka post op
laparatomi (+), rembesan darah/
pus (-)
Palpasi
Tegang (+)
Perkusi
Timpani (+)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Definisi
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
lumen usus terganggu (Ullah et al., 2009). Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan
atau total dari usus besar dan usus halus (Thompson, 2005).
III.2 Anatomi
Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6 meter pada
orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh
batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan bertambat ke
retroperitoneal melalui mesenterikum. Tak ada batas anatomi yang jelas untuk
membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini sebagai
Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum di katup
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau valvula
conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga terlihat secara
radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan kolon. Lipatan ini
akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus daripada bagian distal. Hal lain
yang juga dapat digunakan untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus halus
ialah sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial yang
lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus
juga didapatkan adanya folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut
segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid, rectum dan anus.
Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam usus halus didorong ke
dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis eksterna usus halus. Residu yang
memasuki usus besar itu berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini
telah menjadi semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-sel
goblet pada epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus halus. Sel
goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika
sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat dibawah A.
Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum yang sebagian atasnya
Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini beranastomosis satu
sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi
oleh A. Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu dengan
Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum,
kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika
dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga
distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1)
kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior (Whang et al., 2005).
Pembuluh limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe; 1. Ke atas
superior. Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak sekitar
pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi
lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus superior. Pembuluh
limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang
perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum
mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon
Persarafan
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus
mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan ileum berasal dari saraf
simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior (Snell, 2004).
Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai
saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang
terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price, 2003).
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian pada
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntary (Price, 2003). Sekum, appendiks dan
kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari
pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis
nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus
mesentericus superior dan inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua
pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis dari pleksus
saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus (Snell, 2004).
III.3 Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan pada akut
abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati lumen intestinal
blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsic dari dinding usus, dan 3. kompresi
lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari
seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi
III.4 Patofisiologi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan
dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal daerah
obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal proksimal daerah
obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam beberapa jam dan
akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang terus bertambah terkumpul dalam
intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah intestinal segera setelah terjadinya obstruksi,
terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini
bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator
vasoaktif. Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi
cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal.
Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif. Sebagian kecil
dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolism bakteri. Gas di Intestinal terdiri
atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida (8%), yang komposisinya mirip
dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk
berdifusi dari lumen. Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik
dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya
hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi ileus. Bagian distal
obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang berkepanjangan menyebabkan
penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan kerusakan aktivitas gelombang spike, namun
intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan aliran cairan dari lumen ke
pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari pembuluh darah ke lumen meningkat.
Perubahan yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan sekresi dari Natrium dan Khlorida.
Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin terdapat
mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi
juga dipengaruhi oleh hormon gastrointestinal, seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal
proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses obstruksi yang
berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi semakin ke proksimal.
Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit cairan intravaskular yang
disebabkan oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan
obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan terjadinya
insufisiensi renal, syok, dan kematian. Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya
proliferasi bakteri. Bakteri Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni
berlebihan dari bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan
sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium. Obstruksi di bagian
distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction jika katup
ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen obstruksi meningkat, sekresi cairan
ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya menurun. Kepentingan klinis yang mungkin
terjadi akibat fenomena ini ialah meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada
obstruksi gelung tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu
Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan penyebab
tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya strangulasi. Obstruksi
parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding intestinal akibat hipertrofi otot.
karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris ini dan kemungkinan berhubungan dengan
pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.
Obstruksi kolon
Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal. Kolon khususnya
yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada absorbsi. Akumulasi Cairan dan gas
di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya yang berada paling distal dari saluran pencernaan
dan karena sebagian besar cairan telah diabsorbsi di usus halus. Distensi yang terjadi secara
perlahan ini memungkinkan kolon untuk beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena katup
ileocecal yang inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang kompeten dapat
menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan penipisan dinding cecum
Rupture dapat disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari
lapisan otot, ataupun karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon berakibat pada
motilitas abnormal namun tidak hiperperistaltik.
III.5 Klasifikasi
2004) :
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005):
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya pembuluh
darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan pembuluh
darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang
ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu
gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi dua (Ullah et
al., 2009):
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,sigmoid
dan rectum.
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi. Adanya
flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari obstruksi parsial.
Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang berhubungan dengan
terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik
menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita
harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark. (Whang et al., 2005)
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan sangat
terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi bila
obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil
terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan
di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih
sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan
bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus. (Thompson, 2005).
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk membedakan
terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada obstruksi letak tinggi
karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun distensi
akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang muncul ialah
penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di diagnosis banding dengan
Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch
dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat
bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus
paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda
Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher untuk
mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan. Tanda-tanda
terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia, dan nyeri tekan bisa tak
terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit
untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan
lokal, demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate
dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter
ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi
III.7 Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas
dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan radiologi
dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau
terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di
sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar
suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit
maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen,
hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan
“darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus),
biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan
muntah dan juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu
serangan kolik.
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang menandakan adanya
obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan,
yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa
yang abnormal.
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodic gemerincing logam bernada
tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan
penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus)
bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bias juga ditemukan dalam ileus
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan pelvis.
Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup namun ampula
recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa
rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada
bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan,
konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari.
Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita
juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak
teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan
dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus
dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau
komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang harus
diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan
adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang
dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk
hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak,
3. Pemeriksaan laboratorium
terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan serum amylase.
Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium
jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang
sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia,
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau
posisi dekubitus) dan posisi tegak thoraks Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah
dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak,
dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya
obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan gelung usus yang
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan obstruksi usus
halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi
berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada
udara. Dengan demikian menghalangi tampaknya airfluid level atau distensi usus. Keadaan
tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos abdomen
memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau
jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini juga dapat
membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor rekuren dan kerusakan akibat radiasi.
Enteroclysis memberikan nilai prediksi negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua
kontras. Barium merupakan kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan
aman untuk mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.
c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate dan
menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis dan temuan radiologis lain
tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi,
hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab
intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal
menjadi bagian yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat spesifisitasnya sekitar 70-
905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi
usus proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati
bagian obstruksi dan kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat
memberikan gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung
tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat distribusi radial vasa
mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan penebalan dinding
usus, intestinal pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake
kontras intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk
dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah (<50%) untuk
mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit
merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada pasien dengan riwayat komplikasi
pembedahan (seperti tumor, operasi besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh
penebalan dinding usus dan dapat dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon.
Pemeriksaan ini menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT biasa dalam
menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs 94%).
(Nobie, 2009)
e. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya obstruksi. MRI juga
efektif untuk menentukan lokasi dan etiologidari obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan
antara lain kurangterjangkau dalam hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa
f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi dengan melihat
pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas
memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus
yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic,
hal ini dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG
lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
4. Konstipasi
7. Pancreatitis akut
III.9 Penatalaksanaan
Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan cairan
salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter.
Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan
elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan
cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk dilakukan
ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk mengosongkan
lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan
Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan
dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi operatif.
Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah
diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan
masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau
leukositosis.
Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakukan dengan erbagai
resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada
strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel.
Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi dengan
melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut
untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak
perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan
penutupan defek. Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar, terapi
non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi,
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Ullah etal.,
2009).
2.10 Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan keseimbangan elektrolit
III.10 Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera
dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau
komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya
baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat (Nobie, 2009).
DAFTAR PUSTAKA