Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang
dimaksud dengan guru yang berkualitas adalah guru yang profesional. Profesi
adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut  keahlian dari para
personilnya, artinya, pekerjaan itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang
yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan
pekerjaan tersebut. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut
profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu
(pendidikan atau latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani profesi  (in-
service-training).
Jumlah peserta didik dalam kelas mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap hasil belajar siswa. Menurut Robinson, Wittebold, dan Slavin (1989)
interaksi antara guru dengan siswa pada kelas kecil lebih intensif.  Dalam
penelitian tersebut diterapkan jumlah kapasitas siswa  dan tempat praktek harus
disesuaikan, artinya setiap peralatan untuk praktek harus berjumlah sama
dengan kapasitas siswa, atau paling tidak untuk jumlah alat-alat besar
disesuaikan dengan jumlah peserta didik, sehingga setiap peserta didik
memiliki kompetensi yang sama dalam hal  praktek dan teori dan pada
akhirnya akan meningkatkan mutu lulusan.
Selama ini, industri dimanfaatkan oleh sekolah sebagai tempat
pembelajaran manajemen dan organisasi produksi.  Mahasiswa  terkadang
melakukan pengamatan cara kerja mesin dan produk yang dihasilkan dengan
secara tidak langsung belajar tentang mutu dan efisiensi produk. Selain itu
mahasiswa juga belajar tentang manajemen dan organisasi industri untuk
belajar tentang dunia usaha dan cara pengelolaan usaha, sehingga mereka
memiliki wawasan dan pengetahuan tentang dunia usaha. Melalui belajar
manajemen dan organisasi ini juga bisa menambah wawasan mahasiswa pada
dunia wirausaha. Mahasiswa  terkadang  menggunakan industri sebagai objek
wisata-belajar dengan sekedar mengamati dan melihat-lihat dari kejauhan

1
proses produksi di industri. Mereka juga kadang-kadang mendapatkan
informasi dari pengelola industri tentang organisasi dan para pengelolanya.
Mutu lulusan SMK ditentukan oleh standar kompetensi kerja nasional
Indonesia (SKKNI).  Dengan adanya SKKNI ini memudahkan pemerintah
mengembangkan program pembinaan SDM, membantu proses perekrutan oleh
perusahaan, dan sebagai acuan untuk merumuskan sistem pengujian dan
sertifikasi. Berdasarkan SKKNI ini mutu lulusan SMK diharapkan trampil
dibidang kejuruan.
Untuk menciptakan mutu lulusan yang baik maka SMK atau lembaga
perguruan tinggi perlu memperbanyak praktek kerja di industri, jika praktek
kerja diindustri tidak ada atau sedikit mutu lulusan yang dihasilkan juga kurang
bagus. Peran industri semakin penting  karena perkembangan teori pendidikan
dan pembelajaran kejuruan lebih banyak menempatkan DUDI sebagai tempat
belajar cara kerja yang efektif.
Faktor lainnya yang juga menentukan kualitas lulusan SMK atau
perguruan tinggi teknik adalah sarana dan prasarana seperti gedung dan
fasilitas lainnya untuk mendukung proses belajar dan mengajar seperti alat
peraga dan praktek, laboratorium atau balai latihan kerja (BLK) sebagai tempat
praktek kerja bagi sekolah kejuruan sangat dibutuhkan para siswa. Jika standar
tersebut belum terpenuhi para siswa tidak dapat mempraktekkan atau latihan
untuk menerapkan ilmu yang telah diperolehnya dari guru.
Jika sekolah tidak memiliki atau kekurangan fasilitas praktik maka akan
menimbulkan kesenjangan antara pemahaman teori dan praktik yang pada
akhirnya akan menghasilkan mutu lulusan yang rendah. Praktik merupakan
kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses belajar mengajar di pendidikan
kejuruan. Pembekalan melalui praktik sangat berguna dalam mempersiapkan
kompetensi peserta didik yang siap bekerja. Praktik dalam kegiatan belajar
mengajar baik itu di SMK atau di perguruan tinggi teknik dan kejuruan
dilakukan dalam lingkungan sekolah atau lingkungan kampus sendiri, yaitu
dalam ruang praktik atau laboratorium., pada unit-unit produksi yang dimiliki,
juga dilakukan dalam dunia industri melalui praktik kerja industri.

2
Untuk itu upaya pengembangan fasilitas pada SMK terutama fasilitas
laboraturium praktek kerja yang up to date dan diharapkan pihak sekolah dapat
mengembangkan kerjasama dengan dunia usaha/industri serta memperluas
akses dan kemudahan bagi siswa SMK.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari
makalah ini antara lain:
1. Bagaimana upaya terobosan inovatif yang dilakukan untuk meningkatkan
penyerapan tenaga kerja tamatan smk dan sederajat?
2. Apa saja bentuk terobosan inovatif yang dilakukan untuk meningkatkan
penyerapan tenaga kerja tamatan smk dan sederajat?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah
ini antara lain:
1. Memberikan penjelasan tentang upaya terobosan inovatif yang dilakukan
untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja tamatan smk dan sederajat
2. Menjelaskan bentuk terobosan inovatif yang dilakukan untuk
meningkatkan penyerapan tenaga kerja tamatan smk dan sederajat

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian SMK
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah lembaga pendidikan formal
setingkat SMA. SMK ini menyelengarakan pendidikan kejuruan pada jenjang
menengah sebagai lanjutan dari sekolah menengah pertama atau sederajat.
Berbeda dengan SMA, SMK mempelajari materi dan banyak di prakteknya.
SMK merupakan jenis pendidikan menengah yang secara khusus
mempersiapkan tamatannya untuk menjadi tenaga terampil dan siap terjun ke
dalam masyarakat luas.
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta
didik untuk dapat bekerja pada bidang pekerjaan tertentu, seperti bidang teknik,
jasa boga dan busana, perhotelan, kerajinan, administrasi perkantoran, dan lain-
lain. Rupert Evans (1978) mendefinisikan pendidikan kejuruan adalah bagian
dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu
bekerja pada suatu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada
bidang-bidang pekerjaan lainnya. Rupert Evans (1978) merumuskan
pendidikan kejuruan bertujuan untuk:
1. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja;
2. Meningkatkan pilihan pendidikan bagi setiap individu;
3. Mendorong motivasi untuk belajar terus.
Dalam Undang Undang No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas), Pendidikan Menengah Kejuruan merupakan
pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam
bidang tertentu. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, Pendidikan Menengah Kejuruan
adalah pendidikan  pada jenjang  pendidikan  menengah  yang  mengutamakan
pengembangan kemampuan siswa untuk jenis pekerjaan tertentu.
SMK adalah suatu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dan
latihan. Diharapkan dari lulusan SMK sesuai dengan sasaran pola
penyelenggaran kecakapan hidup ditinjau dari keberhasilan lulusan yaitu:

4
1. Lulusan bekerja sesuai dengan bidang keahlinya.
2. Tenggang waktu lulusan mendapatkan kerja setelah lulus maksimal satu
tahun.
3. Keterserapan lulusan dalam periode dua tahun setelah lulus minimal 75%.
4. Jumlah lulusan yang mampu menciptakan lapangan kerja 5%. (Depdiknas,
2003: 3)
B. Permasalahan SMK
Sinergi antara dunia pendidikan dengan dunia industri serta
stakeholders di masyarakat sangat dibutuhkan. Pengetahuan dan keterampilan
yang dikembangkan di sekolah perlu disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat. Dengan harapan pendidikan dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat, baik dari sisi pengetahuan maupun penyelesaian masalah
kontektual yang dihadapi sehari-hari.
Selama ini pembelajaran belum bisa memenuhi semua tuntutan
masyarakat, terutama bidang keterampilan hidup sesuai kondisi lokal hidup
siswa. Materi pembelajaran sering tidak sejalan dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat. Konsekwensinya, setelah lulus sekolah siswa tidak bisa
langsung menerapkan teori yang didapatkan dari sekolah.
Diketahui bersama, pendidikan sangat erat kaitannya dengan
transformasi sosial. Sebab pendidikan juga bagian dari sistem sosial. Relevansi
antara dunia pendidikan dengan dunia riil menjadi kebutuhan mendesak untuk
direalisasikan.
Fenomena yang terjadi, antara dunia pendidikan dan perkembangan
masyarakat tidak match dan terjadi kesenjangan cukup signifikan. Kebutuhan
masyarakat belum bisa diwujudkan sepenuhnya oleh lembaga pendidikan. Di
antara indikator masalah ini adalah, lulusan lembaga pendidikan belum siap
pakai karena hanya menguasai teori, miskin keterampilan. Dunia industri pun
akhirnya meninggalkan sekolah karena tidak ada linkage.
Selain itu juga disebabkan materi pembelajaran tidak sesuai potensi
daerah dimana siswa bertempat tinggal. Materi pelajaran dan konteks
kehidupan siswa tidak padu. Sehingga tidak terjadi transfer belajar dalam

5
kehidupan siswa tidak terjadi. Mengacu pada indikasi tersebut, maka peluang
kerja bagi lulusan SMK pada dasarnya belum begitu menggembirakan.
Jumlah ini memang belum ideal, sehingga perlu diupayakan
peningkatan daya serap lulusan untuk memasuki lapangan kerja maupun
menciptakan peluang kerja. Secara nasional, idealnya 80%-85% lulusan SMK
dapat memasuki lapangan kerja, sementara 15%-20% dimungkinkan dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Jika melihat data ini,
maka penambahan jumlah SMK, yang salah satu pertimbangannya karena 
52% lulusan SMA yang tidak studi lanjut, apakah benar sebuah solusi?
Bukankah yang lebih utama dan pertama adalah meningkatkan kualitas kinerja
penyelenggaraan SMK sehingga kualitas lulusannya meningkat, baru kemudian
meningkatkan jumlah sehingga mencapai proporsi tertentu sekitar 65 persen
penganggur terdidik adalah lulusan pendidikan menengah (Sakernas, BPS
2004).
Gambaran tentang kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang disarikan
dari Finch dan Crunkilton (1984), bahwa : “Kualitas pendidikan kejuruan
menerapkan ukuran ganda, yaitu kualitas menurut ukuran sekolah atau in-
school success standards dan kualitas menurut ukuran masyarakat atau out-of
school success standards”. Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan
peserta didik dalam memenuhi tuntutan kurikulum yang telah diorientasikan
pada tuntutan dunia kerja. Kriteria kedua, kemampuan lulusan untuk berhasil di
luar sekolah berkaitan dengan pekerjaan atau kemampuan kerja yang biasanya
dilakukan oleh dunia usaha atau dunia industri.
Tamatan dari SMK diharapkan mampu dan siap bekerja sebagi tenaga
ahli dibidangnya, dan dapat membuka lapangan pekerjaan, namun pada
kenyataanya angka keterserapan lulusan di dunia kerja dan industri masih jauh
dari angka yang diharapkan, selain faktor ketersediaan lapangan pekerjaan
yang masih belum sesuai dengan jumlah lulusan yang dihasilkan, faktor
kualitas lulusan masih menjadi penyebab banyaknya lulusan yang belum
bekerja.

6
Diharapkan melalui pengembangan SMK, tingkat pengangguran dapat
ditekan. Karena berbeda dengan pendidikan SMA, pendidikan SMK
didasarkan pada kurikulum yang membekali lulusannya dengan keterampilan
tertentu untuk mengisi lapangan kerja atau membuka lapangan usaha. Selain
itu, SMK juga dapat diarahkan untuk mengangkat keunggulan lokal sebagai
modal daya saing bangsa. Kurikulum SMK sangat memungkinkan untuk
dikembangkan sesuai dengan potensi wilayah dan lapangan pekerjaan/usaha
yang timbul akibat aktivitas perekonomian wilayah.
Gambaran kelulusan yang besar dapat memberikan masukan, bahwa
dalam setiap tahunnya dunia kerja perlunya melakukan penyerapan tenaga
kerja yang besar, apabila ini belum mampu diatasi oleh pemerintah maka akan
timbulnya pengangguran atau makin banyak orang yang mencari pekerjaan.
Sebagai penyelenggara pendidikan pihak sekolah di tuntut untuk lebih aktif
meningkatkan proses belajar mengajar (PBM) yang lebih mengarahkan peserta
didik pada pendidikan yang berbasiskan kecakapan hidup (life skill). Melalui
mata diklat yang diberikan mampu membentuk siswa mengembangkan potensi
diri, sehingga berani menghadapi, mau mencari pemecahan, dan mampu
mengatasi masalah hidup dan kehidupan.
Lulusan SMK pada saat ini pun banyak yang melanjutkan pendidikan
kejenjang Perguruan Tinggi. Sangat disayangkan memang saat alumni smk
yang telah mengenyak pendidikan kejuruan yang diharapkan mampu
mengahasilkan lapangan kerja atau ikut bekerja pada industri yang sesuai
dengan latar belakang pendidikannya serta dituntut untuk mandiri ternyata
sebagian ingin kuliah. Ada kekurangan dan kelebihan disaat Alumni  SMK
melanjutkan ke Perguruan Tinggi Yakni :
1. Kekurangan
Kita tahu bahwa lulusan SMK itu di didik untuk nantinya bekerja dan
bukan kuliah, kelemahan lulusan SMK untuk mengikuti tes semacam
SNMPTN dan tes PTN lainnya. Siswa SMK dan siswa SMA diberi
pelajaran yang sebenarnya sama namun tingkatannya berbeda SMA untuk
menghadapi tes masuk PTN  dan otomatis kuliah kalau SMK untuk

7
menghadapi dunia kerja. Nantinya prodi yang akan mereka ambil bukan
prodi yang mereka lanjutkan dari SMK malah prodi lain yang sama sekali
tidak relevan dengan prodi mereka dulu. Dikarenakan persaingan diantara
orang-orang lulusan SMA yang sudah mempersiapkan materi mereka untuk
tes.
2. Kelebihan
lulusan SMK sangat disarankan masuk PTS karena bisa langsung
masuk dan langsung bisa melanjutkan prodi mereka di SMK dulu. ketika di
SMK dia sudah diberi materi yang sama maka otomatis dia akan unggul
diantara orang lulusan SMA yang notabene belum tahu apapun tentang
materi yang diberikan di prodi tersebut (kejuruan). saat itulah alumni
lulusan SMK tersebut berkesempatan besar untuk bisa mendapat beasiswa,
menjadi asdos, dan banyak keuntungan lain

8
BAB III
PEMBAHASAN

Hakekat pembaruan pendidikan kejuruan sesuai dengan kebijakan linkand


match adalah perubahan dari pola lama yang cenderung berbentuk pendidikan
demi pendidikan ke suatu yang lebih terang, jelas dan konkrit manjadi
pendidikan kejuruan sebagai program pengembangan sumberdaya manusia.
Berbagai dimensi pembaruan yang diturunkan dari kebijakan link and match,
antara lain adalah:
A. Perubahan Dari Pendekatan Supply Driven Ke Demand Driven
Pendekatan lama yang bersifat Supply Driven dilakukan secara
sepihak penyelenggara pendidikan kejuruan, mulai dari kegiatan perencanaan,
penyusunan program pendidikan (kurikulum), pelaksanaan dan evaluasinya.
Pendekatan lama yang telah berproses sejak lama dan telah dianggap menjadi
sesuatu yang baku, telah membentuk sistem nilai dan sikap, seolah-olah
“pendidikan kejuruan itu adalah urusan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, dan bahkan dalam sikap para pelaku pendidikan kejuruan
terbentuk kesan, bahwa merekalah yang paling berhak, paling tehu, dan paling
bisa melaksanakan pendidikan kejuruan”.
Di sisi lain ,masyarakat juga termasuk masyarakat dunia usaha dan
industri memiliki sikap yang sama, bahwa pendidikan kejuruan itu adalah
tanggungjawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka hanya
mengeluh apabila mutu tamatan SMK tidak sesuai dengan kebutuhan mereka,
tetapi tidak ada konstribusinya kerena menganggap hal tersebut bukan urusan
mereka. Dengan kebijakan link and match, terjadi perubahan dari pendekatan
supply driven ke pendekatan demand driven. Pengertian demand driven,
mengharapkan justru dunia usaha, dunia industri, dunia kerja yang seharusnya
lebih berperan menentukan, mendorong dan menggerakan  pendidikan
kejuruan, karena mereka adalah pihak yang lebih berkepentingan dari sudut 
kebutuhan  tenaga  kerja.

9
Dalam perencanaan pembangunan pendidikan kejuruan, pihak dunia
kerja ikut menentukan, di mana SMK harus dibangun, dan jurusan atau
program studi apa yang diperlukan. Dalam penyusunan program pendidikan
(kurikulum), dunia kerja ikut menentukan standard kompetensi yang harus
dicapai setiap tamatan SMK, karena mereka yang lebih tahu kebutuhan didunia
kerja.
Dalam pelaksanaan, dunia kerja juga ikut berperan serta, kerena
proses pendidikan itu sendiri lebih dominan dalam menentukan kualitas
tamatannya, serta dalam evaluasi hasil pendidikan itupun dunia kerja ikut
menentukan supaya hasil pendidikan kejuruan itu terjamin dan terukur  dengan
ukuran dunia kerja.
B. Perubahan Dari Pendidikan Berbasis Sekolah (School Based Program) Ke
Sistem Berbasis Ganda (Dual Based Program)
Model lama dengan sistem berbasis sekolah dimana program pendidikan
sepenuhnya dan seutuhnya dilaksanakan di sekolah, telah membiasakan
sekolah kejuruan terasing dari dunia kerjanya, dan sekolah membentuk
dunianya sendiri yang disebut dunia     sekolah.
Dunia sekolah tidak mengenal kegagalan sebagai kerugian financial,
karena segala sesuatu itu bisa di ulang. Dunia sekolah terbiasa santai, karena
tidak mengenal delivery time. Dunia sekolah kurang mengenal sense of quality
karena hasil pekerjaannya tidak terkait dengan pasar (market).
Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah, kependidikan berbasis
ganda sesuai dengan kebijakan link and match, mengharapkan supaya program
pendidikan kejuruan itu dilaksanakan didua tempat. Sebagian program
pendididkan dilaksanakan di sekolah, yaitu teori dan praktek dasar kejuruan,
dan sebagian lainnya dilaksanakan di dunia kerja, yaitu keterampilan produktif
yang diperoleh melalui prinsip learning by doing. Pendidikan yang dilakukan
melalui proses bekerja di dunia kerja akan memberikan pengetahuan
keterampilan dan nilai-nilai dunia kerja yang tidak mungkin atau sulit didapat
di sekolah, antara lain pembentukan wawasan mutu, wawasan keunggulan,
wawasan pasar, wawasan nilai tambah, dan pembentukan etos kerja.

10
C. Perubahan dari Model Pengajaran yang Mengajarkan Mata-Mata
Pelajaran Ke Model Pengajaran Berbasis Kompetensi
Model Pengajaran lama menuntun masing-masing guru mengajarkan
muatan mata pelajaran seperti yang tercantum pada kurikulm tanpa kepedulian
terhadap kompetensi atau kemampuan yang harus dicapai oleh siswa. Guru
menganggap tugasnya adalah mengajarkan mata pelajaran sesuai dengan
jadwal jam mengajarnya. Koordinasi antar guru yang mengajarkan mata
pelajaran yang berbedapun jarang terjadi, sehingga bisa terjadi semua guru
merasa telah melaksanakn tugasnya, dan semua siswa merasa telah
mempelajari, tetapi setelah tamat tidak mendapatkan kompetensi atau
kemampuan mengerjakan pekerjaan tertentu.
Perubahan ke model pengajaran berbasis kompetensi, bermaksud
menuntun proses pengajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi
atau satuan-satuan kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi ini sekaligus
memerlukan perubahan kemasan kurikulum kejuruan, dari model lama
berbentuk silabus (berisi uraian mata pelajaran yang harus diajarkan) ke dalam
kemasan berbentuk paket-paket kompetensi.
D. Perubahan Dari Program Dasar Yang Sempit (Narrow Based) Program
Dasar Yang Mendasar, Kuat Dan Luas (Broad Based)
Program pendidikan lama pada SMK (kurikulum 1984 dan kurikulum
1994), menganut pola penjurusan bidang keahlian yang sempit mulai
dari tingkat I. Selain itu, dalam perilaku pengajaran di tingkat I, pada umumnya
masih dipersepsi sebagai sesuatu yang tidak penting sehingga guru yang
kurang bermutu ditugaskan mengajar di tingkat I, alat sudah tua/rusak dipakai
di tingkat I, dan disiplin belajarpun dibiarkan longgar di tingkat I. Kebijakan
link and match menuntut adanya pembaruan, mengarah kepada pembentukan
dasar yang mendasar, kuat, dan lebih luas.
Sistem baru yang berwawasan sumber daya manusia, berwawasan mutu
dan keunggulan menganut prinsip, tidak mungkin membentuk sumber daya
manusia yang berkualitas dan yang memiliki keunggulan, kalau tidak diawali
dengan pembentukan dasar (pondasi) yang kuat. Bahkan kalau pada tingkat I

11
siswa dibiarkan berkembang tanpa kepedulian kepada disiplin dan mutu, maka
akan mengalami kesulitan pada tahun-tahun berikutnya membentuk siswa yang
bersangkutan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Selain itu, dalam
rangka penguatan dasar, perlu diberi bekal dasar yang berfungsi untuk
membentuk keunggulan, sekaligus bekal beradaptasi terhadap perkembangan
iptek, dengan memperkuat penguasaan Matematika, IPA, Bahasa Inggris dan
Komputer.
Pengalaman di negara maju juga telah menunjukan, bahwa
perkembangan iptek telah menimbulkan kemungkinan terjadinya perubahan
pekerjaan di dunia kerja, mislanya ada pekerjaan tertentu yang telah diambil
alih oleh robot. Karena itu, sistem baru harus memberi dasar yang lebih luas
tetapi kuat dan mendasar, yang memungkinkan seseorang tamatan SMK
memiliki kemampuan menyesuaikan diri terhadap kemungkinan perubahan 
pekerjaan.
E. Perubahan Dari Sistem Pendidikan Formal Yang Kaku, Ke Sistem Yang
Luwes Dan Menganut Prinsip Multy Entry, Multy Exit
Pengertian pendidikan formal telah menggiring pendidikan menengah
kejuruan pada format pendidikan umum, antara lain dengan batasan usia
peserta didik, harus mengikuti sistem catur wulan, mengikuti sistem
penjadwalan mingguan klasikal,  mengikuti kalender ulangan dan libur yang
sama dengan kalender   persekolahan secara umum.
Sejalan dengan perubahan dari supply driven ke demand driven, dari
school based program ke dual based program, dari model pengajaran mata
pelajaran ke program berbasis kompetensi, diperlukan adanya keluwesan yang
memungkinkan adanya pelaksanaan praktek kerja industri, dan pelaksanaan
prinsip multy entry,     multy exit. Prinsip ini memungkinkan siswa SMK yang
telah memiliki sejumlah satuan kemampuan tertentu (karena program
pengajarannya berbasis kompetensi), mendapatkan kesempatan kerja di dunia
kerja, maka siswa tersebut dimungkinkan meninggalkan sekolah. Dan kalau
siswa tersebut ingin masuk sekolah kembali menyelesaikan program SMK-
nya, maka sekolah harus membuka diri menerimanya, dan bahkan menghargai

12
dan mengakui keahlian yang diperoleh siswa yang bersangkutan
dari pengalaman kerjanya. Selain itu, sistem program berbasis ganda juga
memerlukan pengaturan praktek kerja di industri sesuai dengan aturan kerja
yang berlaku di industri yang tidak sama dengan aturan kalender belajar di
sekolah.
F. Perubahan Dari Sistem Yang Tidak Mengakui Keahlian YangTelah
Diperoleh Sebelumnya, Ke Sistem Yang Mengakui Keahlian Yang
Diperoleh DariMana Dan Dengan Cara Apapun Kompetensi Itu
Diperoleh (Recognition Of Prior Learning)
Kenyataan empirik membuktikan, bahwa pengalaman kerja seseorang
mempu membentuk kemampuan mengerjakan sesuatu pekerjaan (kompetensi)
bagi orang tersebut. Tetapi sistem lama pendidikan kejuruan tidak mengakui
kompetensi seseorang yang diperoleh dari pengalaman kerja, dan hanya
mengakui apa yang didapatkan siswa dari hasil proses belajar mengajar  di 
sekolah.
Sistem baru pendidikan kejuruan harus mampu memberikan kemampuan
dan penghargaan terhadap kompetensi yang dimiliki oleh seseorang. Sistem ini
akan memotivasi banyak orang yang sudah memiliki kompetensi tertentu,
misalnya dari pengalaman kerja, berusaha mendapatkan pengakuan sebagai
bekal untuk pendidikan dan pelatihan berkelanjutan. Untuk ini SMK perlu
menyiapkan diri sehingga memiliki instrumen dan kemampuan menguji
kompetensi seseorang dari mana dan dengan cara apapun kompetensi itu
didapatkan.
G. Perubahan Dari Pemisahan Antara Pendidikan Dengan  Pelatihan
Kejuruan, Ke Sistem Baru Yang Mengintegrasikan Pendidikan
Dan Pelatihan Kejuruan Secara Terpadu
Sistem lama selalu berusaha membuat batasan yang tegas antara
pendidikan kejuruan, sekalipun batasan itu tidak memberikan arti yang
bermakna. Dalam kenyataan di dunia kerja, kebanyakan perusahaan
memberikan penghargaan kepada seseorang sesuai dengan kompetensi dan
produktifitas kerja orang tersebut tanpa melihat apakah kompetensi itu

13
diperoleh dari satuan pendidikan, pelatiahan atau pengalaman kerja.
Pembatasan yang selalu dipaksakan justru menutup peluang yang didapat oleh
seseorang dari proses pelatihan untuk melanjutkan pendidikan
secara berkelanjutan.
Progran baru pendidikan yang mengemas pendidikannya dalam bentuk
paket-paket kompetensi kejuruan, akan memudahkan pengakuan dan
penghargaan terhadap program pelatihan yang berbasis kompetensi.Sistem
baru akan memberikan artikulasi antara program pelatihan kejuruan dan
program pendidikan kejuruan. Untuk memudahkan proses artikulasi, beberapa
SMK akan sekaligus didorong dan disiapkan melaksanakan program pelatihan
berbasis kompetensi. Sistem baru ini memerlukan standarisasi kompetensi, dan
kompetensi yang terstandar itu bisa dicapai melalui program pendidikan,
program pelatihan, atau bahkan dengan pengalaman kerja yang ditunjang
dengan inisiatif belajar sendiri.
H. Perubahan Dari Sistem Terminal Ke Sistem Berkelanjutan
Sistem lama kurang memberi peluang bagi tamatan SMK untuk
melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi  (cenderung dead end). Sekalipun kesempatan untuk melanjutkan
terbuka, tetapi tetap harus melalui proses seleksi dengan meteri ujian seleksi
yang sama dengan tamatan SMU dan tidak memberi penghargaan terhadap
kompetensi kejuruan yang didapat dari SMK serta potensi keahlian yang
diperoleh dari pengalaman kerja. Sistem baru tetap mengharapkan dan
mengutamakan tamatan SMK langsung bekerja, agar segera menjadi tenaga
kerja produktif, dapat memberi return investasi SMK. Sistem baru juga
mengakui banyak tamatan SMK yang potensial, dan potensi keahlian
kejuruannya akan lebih berkembang lagi setelah bekerja. Terhadap mereka ini
di beri peluang untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi (misalnya program diploma), melalui suatu proses artikulasi
yang mengakui dan menghargai kompetensi yang diperoleh dari SMK dan dari
pengalaman kerja sebelumnya.

14
Untuk mendapatkan sistem artikulasi yang efisien diperlukan “program
antara” (bridging program) guna memantapkan kemampuan dasar tamatan
SMK yang sudah berpengalaman kerja, supaya siap melanjutkan ke program
pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, beberapa SMK potensial (terpilih),
disiapkan untuk mampu melaksanakan program diploma.
I. Perubahan Dari Manajemen Terpusat Ke Pola Manajemen Mandiri
(Prinsip  Desentralisasi)
Pola manajemen lama yang cenderung mengarahkan dan mengendalikan
secara ketat dari Pusat, telah terasa membentuk sikap ketergantungan yang
berlebihan dari para pelaksana pendidikan di lapangan, membuat mereka tidak
percaya diri melaksanakan tugas profesinya tanpa petunjuk pelaksanaan dari
pusat, kurang kreatif, kurang inisiatif, dan tidak inovatif. Program pendidikan
yang diajarkanpun sering tidak relevan dengan kebutuhan dunia kerja dimana
sekolah itu berada, karena kurang keberanian melaksanakan penyesuaian
sesuai dengan peluang yang disediakan. Pola baru manajemen mandiri
dimaksudkan memberi peluang kepada Propinsi dan bahkan sekolah untuk
menentukan kebijakan operasional, asal tetap mengacu kepada kebijakan
nasional.
Kebijakan nasional dibatasi pada hal-hal yang bersifat strategis, supaya
memberi peluang bagi para pelaksana di lapangan berimprovisasi dan
melakukan inovasi. Proses pendewasaan SMK perlu ditekankan, untuk
menumbuhkan rasa percaya diri sekolah melakukan apa yang baik menurut
sekolah dengan prinsip akuntabilitas (accountability). Kunci pertama untuk
memandirikan manajemen SMK adalah dengan mencari, menyiapkan, dan
menempatkan Kepala Sekolah yang berkualitas unggul, serta didukung oleh
sistem motivasi yang terpercaya (reliable) yang secara taat azas memberikan
penghargaan kepada merekan yang pantas dihargai, dan menindak mereka
yang pantas ditindak.

15
J. Perubahan Dari Ketergantungan Sepenuhnya Dari  Pembiayaan
Pemerintah Pusat, Ke Swadana Dengan Subsidi Pemerintah Pusat.
Sistem lama SMK yang lebih banyak menggantungkan dirinya pada
alokasi biaya operasional dari pusat, cederung membuat sekolah pasif, tidak
kreatif, kurang berinisiatif mencari tambahan dana, walaupun alokasi dana
operasional yang disediakan oleh pemerintah pusat tidak memadai. Di sisi lain,
ditemukan beberapa SMK swasta yang sepenuhnya mandiri, bisa berkembang
meningkatkan mutu sekolahnya tanpa dukungan dana dari luar.
Sejalan dengan prinsip demand driven, dual based program,
pendewasaan manajemen sekolah, dan pengembangan unit produksi sekolah,
sistem baru diharapkan dapat mendorong pertumbuhan swadana pada SMK,
dan posisi alokasi dana dari pemerintah pusat membantu atau subsidi. Sistem
ini juga diharapkan mampu mendorong SMK berpikir dan berperilaku
ekonomis.

16
BAB IV
PENUTUP

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa “industri” SMK


berperan positif dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Peran ini dapat dilacak dari
tiga hal yang saling berurutan yaitu: (1) preferensi masyarakat terhadap SMK, (2)
kapasitas SMK bagi lulusan SMP, dan (3) kemampuan SMK dalam mencetak
lulusan yang berkualitas. Animo masyarakat terhadap SMK terkait dengan
perkembangan SMK, dan perkembangan SMK terkait dengan kualitas lulusannya.
Kualitas lulusan inilah menjadi penentu di pasar tenaga kerja, dan pada gilirannya,
menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi daerah. Semakin berkualitas lulusan
SMK, semakin mudah ia terserap dalam pasar tenaga kerja. Berhasil menjadi
pekerja di pasar tenaga kerja berarti menciptakan pendapatan. Keterserapan
alumni SMK dalam pasar tenaga kerja berarti penciptaan income bagi alumni
SMK, sekaligus pendapatan bagi daerah (dalam bentuk PDRB) di mana alumni
tersebut bekerja.
Dalam rangka pengembangan SMK di masa yang akan datang, studi ini
menggarisbawahi betapa SMK berada di antara dua kekuatan (forces)—
meminjam istilah Porter (1979), yaitu pasar lulusan SMP di mana SMK
“membeli” inputnya dan pasar tenaga kerja di mana SMK “menjual” outputnya.
Ini berarti berbagai faktor penentu (seperti biaya sekolah, fasilitas sekolah, latar
belakang sosial‐ ekonomi orangtua lulusan SMP) yang menjelaskan mengapa
lulusan SMP memilih (atau tidak memilih) SMK, perlu dipertimbangkan. Di sisi
lain, keinginan DUDI di daerah (yang berada di dalam pasar tenaga kerja) harus
pula dipertimbangkan. Misalnya, daerah yang “pekat” dengan tenaga kerja di
sektor pertambangan, tentunya sangat membutuhkan lulusan‐lulusan berijazah di
bidang pertambangan. Adalah lebih fair bagi studi berikutnya apabila memetakan
preferensi lulusan SMP terhadap SMK di satu sisi serta preferensi DUDI di sisi

17
lain. Tentu saja ini semua dalam rangka lebih memantapkan langkah‐langkah
SMK dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi daerah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas .2003. Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem


pendidikan nasional.
Finch, Curtis R. dan John, R.Crunkilton. (1984). Curriculum Development in
Vocational and Technical Education Planning, Content, and
Implementation (2nd ed.). Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun


2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Depdiknas

Rupert, Evans. 1978. Tujuan Pendidikan. Bandung: Pustaka Insan Madani.

BPS. (2004). Konsep dan Definisi Ketenagakerjaan TPAK.Jakarta: Badan Pusat


Statistik
Depdiknas .2003. Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem
pendidikan nasional.

19

Anda mungkin juga menyukai