Anda di halaman 1dari 3

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dikenakan dan disetorkan oleh pengusaha atau
perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Namun beban
PPN tersebut ditanggung oleh konsumen akhir. Sejak 1 Juli 2016, PKP se-Indonesia wajib
membuat e-faktur atau faktur pajak elektronik untuk menghindari penerbitan faktur
pajak fiktif untuk pengenaan PPN kepada lawan transaksinya.  

PENGERTIAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak tidak langsung untuk
disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan merupakan penanggung pajak
(konsumen akhir). Prinsip dasarnya adalah suatu pajak yang harus dikenakan
pada setiap proses produksi dan distribusi, tetapi jumlah pajak yang terutang
dibebankan kepada konsumen akhir yang memakai produk tersebut.

OBJEK PPN (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI)

Objek PPN atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan pada :


 Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
 Impor Barang Kena Pajak
 Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean
 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
 Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa
Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

TARIF PPN (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI)

Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang Dasar No.42 tahun 2009 pasal 7 :
1. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).
2. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen) diterapkan
atas:
A. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
B. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
C. Ekspor Jasa Kena Pajak
3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi
paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas
persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

PENGUSAHA KENA PAJAK SEBAGAI PIHAK YANG


MENYETOR DAN MELAPORKAN PPN

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pihak yang wajib menyetor dan melaporkan
PPN. Setiap tanggal di akhir bulan adalah batas akhir waktu penyetoran dan
pelaporan PPN oleh PKP. 
Sesuai dengan ketentuan PMK No.197/PMK.03/2013, suatu perusahaan atau
seorang pengusaha ditetapkan sebagai PKP bila transaksi penjualannya
melampaui jumlah Rp 4,8 miliar dalam setahun. Jika pengusaha tidak dapat
mencapai transaksi dengan jumlah Rp 4,8 miliar tersebut,  maka pengusaha
dapat langsung mencabut permohonan pengukuhan sebagai PKP.
Dengan menjadi PKP, pengusaha wajib memungut, menyetor dan melaporkan
PPN yang terutang. Dalam perhitungan PPN yang wajib disetor oleh PKP, ada
yang disebut dengan pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran ialah
PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya. Sedangkan, pajak
masukan ialah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh maupun
membuat produknya.
Di OnlinePajak, Anda dapat membuat e-faktur, ID billing, setor pajak online dan
e-filing SPT Masa PPN secara mudah, hanya dalam 1 klik dan gratis!

KESIMPULAN

 PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah jenis pajak yang disetor dan
dilaporkan pihak penjual yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP). 
 Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPN adalah setiap akhir bulan. 
 Sejak tanggal 1 Juli 2016, PKP se-Indonesia wajib membuat e-Faktur atau faktur
pajak elektronik sebagai prasyarat pelaporan SPT Masa PPN. 
 Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya.
 Pajak masukan ialah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh
maupun membuat produknya.
 Di OnlinePajak, PKP dapat membuat e-faktur, SPT Masa PPN, buat ID billing,
setor online dan efiling PPN dalam satu aplikasi terpadu dan hanya
membutuhkan 1 klik saja! 
c. Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN

Nah Wajib Pajak dalam hal ini yang melakukan pemungutan, penyetoran dan
pelaporan PPN disebut dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena
Pajak adalah orang pribadi atau badan usaha yang memiliki jumlah penjualan
barang atau jasa lebih dari Rp4,8 M sesuai dengan ketentuan PMK
No.197/PMK.03/2013. Jadi bagi pengusaha yang jumlah penjualan barang atau
jasanya belum mencapai Rp4,8 M maka belum bisa dikukuhkan menjadi Pengusaha
Kena Pajak. Tetapi jika akhirnya jumlah penjualan barang atau jasanya sudah
melebihi Rp4,8 M maka pengusaha tersebut wajib melaporkannya sehingga dapat
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pelaporannya paling lambat adalah
akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya jumlah penjualan barang atau jasa
melebihi Rp4,8 M.

Anda mungkin juga menyukai