Anda di halaman 1dari 6

ASKEP KEKERASAN PADA ANAK

A. PENGERTIAN

Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang
lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang
seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya,
jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan,
cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan
terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau orang yang
merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik,
perkembangan
perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum.
Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare memberikan
definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan penelantaran
terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang seharusnya
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan
anak terancam.
B. KLASIFIKASI CHILD ABUSE

Macam – macam
Macam –  macam Child Abuse :
1.  Emotional Abuse,
2. Physical Abuse
3.  Neglect 
4. Sexual Abuse
C. ETIOLOGI

Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang menyebabkan child abuse,
yaitu:
1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak.
2.  Menurut pandangan orang
or ang tua anak terlihat berbeda dari anak lain.
lain .
3.  Adanya kejadian khusus

D. DAMPAK CHILD ABUSE

Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak  (child abuse),
abuse),
antara lain;
1. Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan
menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-
anaknya.
2. Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi
orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk 
(coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali),
penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan,
dan memiliki dorongan bunuh diri.
3. Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara korban
yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan
trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah
menikah.
4. Dampak penelantaran anak ; menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal
mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian
diri pada masa yang akan datang.
5. Dampak yang lainnya (dalam Sitohang, 2004) adalah kelalaian dalam mendapatkan
pengobatan menyebabkan kegagalan dalam merawat anak dengan baik. Kelalaian dalam
pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan
lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga
sehingga anak terpaksa putus sekolah.
E. MANIFESTASI KLINIS

Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar,
patah tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan
organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan
saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya. Kematian.
Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang
mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu:
1. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak2 sebayanya yang tidak 
mendaapat perlakuan salah.
2. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
a. Kecerdasan
1) Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam perkembangan
kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
2) Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena
malnutrisi.
3) Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya stimulasi yang
adekuat atau karena gangguan emosi.
b. Emosi
1) Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang positif, atau
bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan
orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.
2) Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan
dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik diri/menjauhi
pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal
sekolah, sulit tidur, tempretantrum, dsb.
c. Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak 
dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan
bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
d. Agresif 
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresifterhadap
teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orangtua mereka
atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya
konsep diri.
e. Hubungan social
Pada anak sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan
orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang
dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan2 kriminal lainnya.
f. Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
1) Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret vagina, dan
perdarahan anus.
2) Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis,
anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
3) Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya.
Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan vulva, himen, dan anus
anak.
G. MEKANISME KOPING.

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien untuk 
melindungi diri antara lain :
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk 
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi :Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak 
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci
orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan
benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek 
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya tanda adanya
kekerasan pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada macam-macam child abuse di
atas). Saat abuse terjadi, penting bagi perawat untuk mendapatkan seluruh gambarannya,
bicaralah dahulu dengan orang tua tanpa disertai anak, kemudian menginterview anak.
1. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain atau
saudaranya untuk beberapa waktu.
2. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau masalah
psikiatrik.
3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse
4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan ketergantungan tinggi
(seperti prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi makanan, ketidakmampuan
perkembangan, hiperaktif, dan gangguan kurang perhatian)
5. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa dengan jenis
kelamin anak yang dilahirkan.
6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan anak.
7. Kaji respon psikologis pada trauma
8. Kaji keadekuatan dan adanya support system
9. Situasi Keluarga.
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan
berkaitan dengan child abuse, antara lain:
1. Psikososial
a. Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
b. Gagal tumbuh dengan baik 
c. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
d. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
2. Muskuloskeletal
a. FrakturDislokasi
b. Keseleo (sprain)
3. Genito Urinaria
a. Infeksi saluran kemih
b. per vagina
13. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
14. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan
manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi
kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
15. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
16. Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
17. Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
18. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
19. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
20. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
21. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan
perilaku klien.

Anda mungkin juga menyukai