“Persimpangan”
Oleh:
I G.N. Agung Kusuma Putra 1805511085
Agung Sulanto 1805511095
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Definisi Persimpangan...................................................................................3
2.2 Jenis-jenis Persimpangan..............................................................................5
2.3 Konflik Pada Persimpangan.........................................................................9
2.4 Tahapan Pengendalian Persimpangan.........................................................12
2.5 Alat Pengendali Lalu Lintas.....................................................................14
2.5.1 Marka Jalan.......................................................................................14
2.5.2 Rambu Jalan......................................................................................20
2.5.3 Fasilitas Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan...........26
BAB III SIMPULAN DAN SARAN.................................................................32
3.1 Simpulan......................................................................................................32
3.2 Saran............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................33
LAMPIRAN.........................................................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Makalah ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai acuan dan pegangan bagi pembaca
agar :
1. Memahami apa itu persimpangan sebidang maupun tak sebidang di jalan perkotaan,
serta jenis-jenisnya.
2. Mampu menganalisis konflik-konflik yang terjadi pada persimpangan sebidang.
3. Mampu merencanakan persimpangan sebidang di jalan perkotaan, sehingga
diharapkan dapat diperoleh keseragaman pola dasar perencanaan yang baik, aman,
ekonomis, dan efisien.
4. Menganalisis perlengkapan-perlengkapan apa saja yang dibutuhkan perencana dalam
merencanakan persimpangan, sesuai dengan aturan keselamatan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar hambatan kelancaran lalu-lintas pada jaringan jalan perkotaan
disebabkan oleh tingkat pelayanan persimpangan yang kurang memadai. Pembangunan
setiap persimpangan menjadi sebidang guna mengurangi hambatan lalu-lintas sangat
tidak tepat baik ditinjau dari segi ekonomis, ketersediaan lahan, dampak lingkungan dan
lainnya. Dalam merencanakan persimpangan, faktor yang perlu dipertimbangkan adalah
keadaan fisik, lahan, biaya konstruksi, dan lingkungan.
Tingkat keselamatan dan efisiensi pemanfaatan persimpangan sangat bergantung
pada keadaan geometris persimpangan dan cara pengendalian lalu-lintas, misalnya :
sudut persimpangan, gradient, penggunaan lahan sekitar persimpangan, pengaturan
dengan lampu lalu-lintas, pengaturan arah, lokasi halte bis, pengaturan parkir dan
sebagainya. Dengan memperbaiki geometris persimpangan dan pengendalian lalu-lintas
yang benar diharapkan dapat mencegah terjadinya kecelakaan dan menjamin kelancaran
arus lalu-lintas.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan diungkapkan dalam penulisan makalah ini antara lain :
5. Apakah maksud dan jenis-jenis dari persimpangan pada perkotaan?
6. Bagaimanakah konflik-konflik yang terjadi pada persimpangan sebidang?
7. Bagaimana cara merencanakan persimpangan sebidang di jalan perkotaan?
8. Apa sajakah perlengkapan yang dibutuhkan pada persimpangan agar
perencanaan persimpangan aman bagi penggunanya?
3
C. Tujuan
Makalah ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai acuan dan pegangan bagi
pembaca agar :
5. Memahami apa itu persimpangan sebidang maupun tak sebidang di jalan
perkotaan, serta jenis-jenisnya.
BAB II
4
PEMBAHASAN
A. Definisi Persimpangan
Persimpangan jalan adalah suatu daerah umum dimana dua atau lebih
ruas jalan (link) saling bertemu atau berpotongan yang mencakup fasilitas jalur jalan
(roadway) dan tepi jalan (road side), dimana lalu lintas dapat bergerak
didalamnya. Persimpangan ini adalah merupakan bagian yang terpenting dari
jalan raya sebab sebagian besar dari efisiensi, kapasitas lalu lintas, kecepatan,
biaya operasi, waktu perjalanan, keamanan dan kenyamanan akan
tergantung pada perencanaan persimpangan tersebut. Setiap persimpangan
mencakup pergerakan lalu lintas menerus dan lalu lintas yang saling memotong
pada satu atau lebih dari kaki persimpangan dan mencakup juga pergerakan
perputaran. Pergerakan lalu lintas ini dikendalikan berbagai cara, bergantung pada
jenis persimpangannya.
5
Bentuk Persimpangan Sebidang
1) Bentuk persimpangan sebidang yang disarankan seperti diilustrasikan pada Gambar
4.1 yaitu terdiri atas ;
(1) Simpangan tiga
(2) Simpangan empat
3) Untuk hal-hal dimana kondisi medan sangat sulit (karena paktor topografi atau lahan
terbatas) maka bentuk persimpangan saling tegak lurus sulit diperoleh, maka bentuk
persimpangan bisa tidak saling tegak lurus seperti ;
6
Sudut ∝ persimpangan terkecil harus lebih besar dari 650 , lihat Gambar berikut ini:
7
2. Persimpangan Tidak Sebidang atau Simpang Susun ( Interchange)
Persimpangan tidak sebidang adalah persimpangan dimana dua ruas jalan atau
lebih saling bertemu tidak dalam satu bidang tetapi salah satu ruas berada
diatas atau dibawah ruas jalan yang lain.
8
b. jenis atau macam persimpangan jalan dilihat dari pengaturannya yaitu :
Metoda MKJI(1997) ini menganggap bahwa simpang jalan berpotongan tegak lurus
dan terletak pada alinyemen dan berlaku untuk derajat kejenuhan kurang dari 0.8 – 0.9.
Pada kebutuhan lalu lintas yang lebih tinggi perilaku lalu lintas menjadi agresif dan ada
resiko tinggi bahwa simpang tersebut akan terhalang oleh para pengemudi yang berebut
ruang terbatas pada daerah konflik. Metoda ini memperkirakan pengaruh terhadap
kapasitas dan ukuran-ukuran terkait lainnya akibat kondisi geometrik, lingkungan dan
kebutuhan lalu lintas.
Menurut MKJI(1997), pada umumya sinyal lalu lintas dipergunakan untuk satu atau
lebih dari alasan berikut:
a) untuk menghindari kemacetaan simpang akibat tingginya arus lalu lintas,
sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan
9
selama kondisi lalu lintas jam puncak
b) untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan
simpang (kecil) untuk/memotong jalan utama;
c) untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara
kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan.
Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu lintas
terutama adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tundaan lalu lintas.Dengan
menggunakan sinyal, kapasitas dapat didistribusikan ke berbagai pendekat melalui
pengalokasian waktu hijau pada masing-masing pendekat.
Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah) diterapkan
untuk memisah lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan
dalam dimensi waktu.Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu
lintas yang datang dari jalan-jalan yang saling berpotongan (konflk-konflik utama).Sinyal-
sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas
melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang
menyeberang (konflik-konflik kedua).
Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka untuk pengaturan
sinyal lampu lalu lintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah untuk jalan
yang berpotongan. Penggunaan lebih dari dua fase biasanya akan menambah waktu
siklus dan rasio waktu yang disediakan untuk pergantian antara fase, pada umumnya
berarti kapasitas keseluruhan dari simpang tersebut akan berkurang.
Simpang tanpa prioritas ini umumnya digunakan pada daerah volume lalu lintas
yang kecil pada masing-masing cabang simpang. Apabila pada simpang itu terjadi konflik
lalu lintas maka salah satu pihak memperoleh hak utama untuk berjalan berdasarkan
pada kebiasaan (peraturan pemerintah yang berlaku) sementara pihak lain akan
memperlambat gerakannya atau berhenti.
Meningkatnya volume lalu lintas pada salah satu cabang simpang mempertinggi
10
tingkat konflik antara cabang simpang dengan arus yang rendah dengan arus yang tinggi
pada simpang tersebut.Untuk mengatasi konflik lalu lintas ini maka diberikan hak utama
tertentu pada suatu simpang yang biasa dengan prioritas.
Simpang pengendalian semacam ini cocok untuk simpang dimana lalu lintas
pada jalan yang lebih kecil (minor road) tidak terlalu besar.Dengan meningkatnya arus
pada jalan yang lebih kecil maka semakin banyak kendaraan yang memotong arus jalan
yang lebih besar (major road).Arus kendaraan di jalan yang lebih kecil dikendalikan oleh
rambu lalu lintas, misalnya tanda stop atau tanda untuk mengalah (giveway sign). Fungsi
rambu atau marka ini adalah untuk memberikan hak utama untuk bergerak pada jalan
yang fungsinya lebih tinggi.
Pada simpang dengan prioritas, diasumsikan tidak ada tundaan yang terjadi
pada arus lalu lintas utama.Aspek yang paling penting adalah tingkat pengaruh dari arus
lalu lintas pada jalan yang lebih kecil. Kendaraan dari jalan yang lebih kecil akan datang
menuju rambu sebelum memasuki simpang dengan prioritas, kemudian menunggu suatu
jarak kendaraan yang memberi waktu aman pada ruas jalan yang lebih besar.
Tundaan kendaraan pada jalan yang lebih kecil tergantung dari ukuran waktu
antara kendaraan pada jalan yang lebih besar.Ukuran waktu antara kendaraan yang
terjadi tergantung pada volume lalu lintas pada jalan utama. Jika volume lalu lintas pada
jalan utama bertambah maka lama tundaan kendaraan pada jalan yang lebih kecil akan
semakin besar. Dengan terus meningkatnya arus lalu lintas maka simpang prioritas akan
mengalami banyak kesulitan.
Dari sifat dan tujuan gerakan didaerah persimpangan, dikenal beberapa bentuk alih
gerak yaitu:
1. Diverging (memisah)
2. Merging (menggabung)
3. Crossing (memotong)
4. Weaving (menyilang)
1. Diverging (memisah)
Divering adalah peristiwa memisahnya kenderaan dari suatu arus yang sama
11
kejalur yang lain
2. Merging (Menggabung)
Merging adalah peristiwa menggabungnya kenderaan dari suatu jalur ke jalur yang
lain
3. Crossing (memotong)
Crossing adalah peristiwa perpotongan antara arus kenderaan dari satu jalur ke
jalur yang lain pada persimpangan dimana keadaan yang demikian akanmenimbulkan
titik konflik pada persimpangan tersebut.
12
4. Weaving (menyilang)
Weaving adalah pertemuan dua arus lalu lintas atau lebih yang berjalan menurut
arah yang sarna sepanjang suatu lintasan dijalan raya tanpa bantuan rambu lalu lintas.
Gerakan ini sering terjadi pada suatu kenderaan yang berpindah dari suatu jalur kejalur
lain misalnya pada saat kenderaan masuk kesuatu jalan raya dari jalan masuk, kemudian
bergerak kejalur lainnya untuk mengambil jalan keluar dari jalan raya tersebut keadaan
ini juga akan menimbulkan titik konflik pada persimpangan tersebut.
13
1. Konflik primer, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas yang saling
memotong.
2. Konflik sekunder, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas kanan dengan
ar us lalu lintas arah lainnya dan atau lalu lintas belok kiri dengan para pejalan
kaki.
Adapun titik konflik yang terjadi disuatu persimpangan dapat dilihat pada gambar
berikut :
Pada dasarnya jumlah titik konflik yang terjadi dipersimpangan tergantung beberapa
faktor antara lain:
1. Jumlah kaki persimpangan yang ada
2. Jumlah lajur pada setiap kaki persimpangan
3. Jumlah arah pergerakan yang ada
4. Sistem pengaturan yang ada
Pengendalian simpang Menurut Wibowo, dkk., (cit., Atisusanti, 2009), sesuai dengan
kondisi lalu lintasnya, dimana terdapat pertemuan jalan dengan arah pergerakan yang
berbeda,simpang sebidang merupakan lokasi yang potensial untuk menjadi titik pusat
konflik lalu lintas yang bertemu, penyebab kemacetan, akibat perubahan kapasitas,
tempat terjadinya kecelakaan, konsentrasi para penyeberang jalan atau pedestrian.
Masalah utama yang saling mengkait di persimpangan adalah :
1. volume dan kapasitas, yang secaralangsung mempengaruhi hambatan,
2. desain geometrik, kebebasan pandangan dan jarak antar persimpangan,
14
3. kecelakaan dan keselamatan jalan,kecepatan, lampu jalan,
4. pejalan kaki, parkir, akses danpembangunan yang sifatnya umum.
Menurut Abubakar, dkk., (1995), sasaran yang harus dicapai pada pengendalian
persimpangan antara lain adalah :
1. mengurangi atau menghindari kemungkinan terjadinya kecelakaan yang
disebabkan oleh adanya titik-titik konflik seperti : berpencar (diverging),
bergabung (merging), berpotongan (crossing), dan bersilangan (weaving),
2. menjaga agar kapasitas persimpangan operasinya dapat optimal sesuai dengan
rencana,
3. harus memberikan petunjuk yang jelas dan pasti serta sederhana, dalam
mengarahkan arus lalu lintas yang menggunakan persimpangan.
15
perbaikan kecil tertentu yang dapat dilakukan untuk semua jenis persimpangan yang
dapat meningkatkan untuk kerja (keselamatan dan efisien) yang meliputi :
1. kanalisasi dan pulau-pulau
Para pejalan kaki akan berjalan dalam suatu garis lurus yang mengarah kepada
tujuannya, kecuali apabila diminta untuk tidak melakukannya. Fasilitas penyeberangan
bagi pejalan kaki harus diletakkan pada tempat-tempat yang dibutuhkan, sehubungan
dengan daerah kemana mereka akan pergi. Digunakan pagar dari besi untuk
mengkanalisasi (mengarahkan) para pejalan kaki dan penyeberangan bawah tanah
(subway) serta jembatan-jembatan penyeberangan untuk memisahkan para pejalan
16
kaki dari arus lalu lintas yang padat, dengan mengarahkan dan memberikan fasilitas
khusus. Penyediaan fase khusus pada persimpangan berlampu lalulintas mungkin
diperlukan jika:
a) arus pejalan kaki yang menyeberangi setiap kaki persimpangan lebih besar
dari 500 smp/jam,
b) lalu lintas yang membelok ke setiap kaki persimpangan mempunyai waktu
antara rata-rata kurang dari 5 detik, tepat pada saat arus lalu lintas tersebut
bergerak dan terjadi konflik dengan arus pejalan kaki yang besarnya lebih
dari 150 orang/jam.
Menurut Wells (1993), walaupun lampu lalu lintas adalah alat yang sangat baik dalam
pengendalian lalu lintas pada persimpangan-persimpangan yang ada dengan
memprioritaskan membuat pulau-pulau penyalur pada persimpangan persimpangan
dapat mengurangi titik-titik konflik. Bentuk sederhana dalam penyaluran lalu lintas
adalah dengan menggunakan cat putih pada jalan. Pulau pulau lalu lintas hanyalah
perkembangan garis-garis cat tadi dan fungsi utamanya, sebagaimana halnya tanda-
tanda garis, adalah :
1. memisahkan arus lalu lintas secara terarah (dan kadang-kadang juga
kecepatannya),
2. mengarahkan pengemudi ke jalur yang benar sesedikit mungkin pengemudi
menentukan keputusan pilihan,
3. menghindarkan pengemudi melakukan gerakan-gerakan terlarang,
4. melindungi (memberikan keamanan) pengemudi yang bermaksud belok ke
kanan,
5. menyediakan ruang lindung bagi para pejalan
satu “keuntungan” lain adalah bahwa pulau lalu lintas seringkali merupakan
tempat yang ideal untuk menempatkan peraturan lalu lintas dan rambu-
rambu pengarah dan lain
Tujuan utama dari pengaturan lalu lintas umumnya adalah untuk menjaga
Keselamatan arus lalu lintas dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas dan
terarah, tidak menimbulkan keraguan.Pengaturan lalu lintas di simpang dapat dicapai
dengan menggunakan lampu lalu lintas, marka dan rambu-rambu yang mengatur,
mengarahkan, dan memperingati serta pulau-pulau lalu lintas.
Selanjutnya dari pemilihan pengaturan Simpang dapat ditentukan tujuan yang
ingin dicapai seperti:
17
1. Mengurangi maupun menghindarkan kemungkinan terjadinya kecelakaan yang
berasal dari berbagai kondisi titik konflik;
2. Menjaga kapasitas dari Simpang agar dalam operasinya dapat dicapai
pemanfaatan Simpang yang sesuai dengan rencana;
3. Dalam operasinya dari pengaturan simpang harus memberikan petunjuk yang jelas
dan pasti serta sederhana, mengarahkan arus lalu lintas pada tempatnya yang
sesuai.
Pada pengaturan persimpangan perlu memperhatikan arus lalu lintas baik dari
jalan minor maupun dari jalan mayor, dari data arus tersebut dapat ditentukan 3
pengaturan di simpang yang meliputi :
A. Ketentuan
Persimpangan sebidang harus :
1 . Memenuhi aspek keselamatan, kelancaran, efisien, ekonomis, dan kenyamanan.
2 . Mempertimbangkan jenis kendaraan rencana
3 . Mempertimbangkan efisiensi perencanaan
4 . Mendukung hirarki fungsi dan kelas jalan dalam suatu tatanan sistem
jaringan jalan secara konsisten
5 . Mempertimbangkan pandangan bebas pemakai jalan
6 . Mempertimbangkan drainase jalan
7 . Mempertimbangkan kepentingan penyandang cacat.
18
B. Daerah Persimpangan
1. Jarak Pandang
19
(1) Jarak pandang masuk diperlukan untuk pengendara di jalan minor masuk ke
jalan utama, didasarkan pada asumsi kendaraan pada jalan utama tidak
mengurangi kecepatan.
(2) Jarak pandang aman persimpangan disediakan untuk kendaraan agar dapat
berhenti sebelum persimpangan.
(3) Gradien alinemen vertikal diusahakan serendah mungkin/datar.
(1) Kelandaian relatif belokan persimpangan tidak lebih dari 2 %, fungsi utama
kelandaian untuk mengalirkan air permukaan (run-off drainage).
(2) Persimpangan pada daerah tikungan harus dihindarkan sejauh mungkin, minimal
lebih besar dari jarak pandang henti, yaitu dimulai dari titik peralihan tangen ke
lengkung (TC/TS) sampai ke daerah persimpangan, lihat Gambar 4.6.
20
TS/ persimpangan
T
Jarak ke persimpangan
Jarak antara persimpangan harus sejauh mungkin, jarak minimum harus lebih besar dari
jumlah komponen-komponen berikut ini :
21
2. Lajur
1) Lajur merupakan bagian dari jalur yang memanjang, memiliki lebar yang cukup
untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan selain sepeda motor;
(1) Lebar lajur tergantung kepada kecepatan rencana dan kendaraan
rencana, terutama dalam melakukan manuver pergerakan membelok;
(2) Kebutuhan lajur membelok ditetapkan dengan mengacu pada MKJI;
4) Lengan persimpangan untuk lalu lintas menerus dimana, lajur masuk dan lajur
keluar harus berada pada satu lintasan/poros garis lurus;
5) Jumlah lajur di persimpangan mengacu pada MKJI.
6) Pergeseran poros lajur tambahan (jika diperlukan) harus dengan lengkung/taper
yang tepat. Standar taper tercantum pada Tabel 1 dan panjang minimum taper
tercantum pada Tabel 2
22
Tabel 1 Standar Taper dari Pergeseran Poros Lajur
Kecepatan Rencana Taper
(Km/Jam)
60 1/30
50 1/25
40 1/20
30 1/15
20 1/10
80 45 40
60 30 30
50 20 25
40 15 20
30 10 15
20 10 10
23
GambarPanjang Lajur Belok Kanan
Berikut ini beberapa tipikal lajur bekok kanan ;
24
a. Lajur Belok Kanan pada Jalan b. Lajur Belok Kanan dengan
Tanpa Trotoar. Perpindahan Lajur di Kaki
Persimpangan.
7) Panjang lajur belok kiri dapat ditentukan dengan cara yang sama pada penentuan
lajur untuk belok kanan
25
Gambar Lajur Belok Kiri Tanpa Pulau Lalu Lintas
3. Kanal
27
4. Pulau Lalu Lintas
2) Ruang pada pulau lalu lintas dapat dimanfaatkan untuk penempatan fasilitas jalan
seperti:
(1) Rambu lalu lintas
(2) Tiang lampu penerang
(3) Land skap
Catatan :
D = Lebar bagian dari fasilitas jalan
Wp = Lebar jalur penyeberang jalan
28
Berikut ini penjelasan dari tabel 4.10 dimensi mininum pulau lalu lintas pada
Gambar 4.17 dalam beberapa tipikal pulau jalan.
(A) Hanya pemisah lalu lintas
29
(D) Pemisah tanpa taper
3) Pulau-pulau tersebut apabila luasnya sudah lebih besar dari 7 m 2 harus ditinggikan
dibatasi dengan kerb. Batas kerb merupakan gabungan antara garis lurus dan garis
lengkung.
4) Daerah pendekat persimpangan harus dipasang sparator untuk mengarahkan
pergerakan kendaraan belok ke kanan
30
5) Ujung pulau lalu lintas yang ditinggikan dengan kerb harus dibulatkan, dengan
ketentuan ;
(1) Lalu lintas datang R = 1 meter
(2) Untuk lalu lintas ke luar R = 0,50 meter
6) Bidang kosong akibat pemunduran pulau lalu lintas harus diisi marka Chevron
sesuai dengan arah pergerakan lalu lintas.
Gambar Pergeseran Ujung Pulau
31
Gambar Pergeseran Jalur Lalu Lintas Memisah
Stop
Kontrol Keluar JalanU
tama S4 T3 T2 T1
Jalan
Minor T3 T2 T1
Masuk S4 T3 T2 T1
SignalK
ontrol
Keluar S3 T2 T2 T1
Keterangan :
32
1) S = Truk semi trailer
T = Truk
33
Gambar Lintasan Belokan Pada Persimpangan
34
6. Pemotongan Sudut Pulau Lalu Lintas
I 12 10 5 3
II 10 5 3
III 5 3
IV 3
35
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik-konflik yang terjadi pada persimpangan ada empat macam yaitu Diverging
(memisah), Merging (menggabung), Crossing (memotong), dan Weaving (menyilang).
Dalam merencanakan persimpangan harus berdasarkan pada peraturan baik dalam
Bina Marga ataupun AASHTO, begitu pula dengan perlengkapan-perlengkapan yang
dibutuhkan pada persimpangan tersebut agar aman dan nyaman bagi penggunanya.
36
DAFTAR PUSTAKA
37